METHYCILLIN-RESISTANT
STAPHYLOCOCCUS AUREUS (MRSA) PADA ULSERASI SEPTUM NASI
Agus Bayu Dianindra Putra, I Gusti Ayu
Dwi Susantini
RSUD Kabupaten
Buleleng, Bali, Indonesia
Email: [email protected]
Keywords: MRSA; Nasal Septal Ulceration. Kata
Kunci: MRSA; Ulserasi Septum Nasi. |
ABSTRACT Staphylococcaceae which are
shaped like grapes. Staphylococcus aureus can be found in parts of the human
body such as the skin, skin glands, mucous membranes, nose and intestines. To
increase knowledge about Staphylococcus aureus which can be found in parts of
the human body. It was reported that a 59-year-old male patient came to the
ENT clinic on December 14, 2022 with complaints of bleeding from the right
nose since 3 months ago, besides that the patient complained of pain and a
feeling of something stuck in the nasal cavity. Septal ulceration is an
erosion of the lining of the nasal septum and surrounding mucosa. Ulceration
was defined as erosion deeper into the perichondrial layer exposing the
cartilage of the septum. In that study it was also said that there was no
difference in MRSA-related mortality between groups given oral antibiotics
and intravenous antibiotics that were sensitive to MRSA. These results
indicate that oral antibiotics can be a safe and effective treatment option
for MRSA infection. A case of a 59-year-old male patient with MRSA with nasal
septal ulceration was thought to be caused by previous medical procedures.
The patient gave good results after being given tetacycline antibiotics
according to the results of culture and antibiotic sensitivity tests. ABSTRAK Staphylococcaceae yang berbentuk seperti buah anggur. Staphylococcus aureus bisa ditemukan pada bagian tubuh manusia seperti kulit, kelenjar kulit, selaput lendir, hidung dan usus. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang Staphylococcus aureus yang bisa ditemukan pada bagian tubuh manusia.� Dilaporkan satu kasus pasien laki-laki 59 tahun datang ke poli THT pada tanggal 14 Desember 2022 dengan keluhan keluar darah dari hidung sebelah kanan sejak 3 bulan yang lalu, selain itu pasien mengeluh nyeri dan rasa mengganjal pada rongga hidung. Ulserasi septum merupakan erosi lapisan septum hidung dan mukosa sekitarnya. Ulserasi didefinisikan sebagai erosi yang lebih dalam ke lapisan perichondrial yang memperlihatkan kartilago dari septum. Dalam Penelitian itu juga dikatakan bahwa tidak ada perbedaan mortalitas terkait MRSA antara kelompok pemberian antibiotik oral dan antibiotik intravena yang sensitive terhadap MRSA. Hasil ini menunjukkan bahwa antibiotik oral dapat menjadi pilihan pengobatan yang aman dan efektif untuk infeksi MRSA.Didapatkan kasus pasien laki-laki usia 59 tahun dengan MRSA pada ulserasi septum nasi diduga disebabkan oleh tindakan medis sebelumnya. Pasien memberikan hasil yang baik setelah diberikan antibiotik tetasiklin yang sesuai dengan hasil kultur dan uji sensitifitas antibiotic. |
Info Artikel |
Artikel
masuk 02 March 2023, Direvisi 15 March 2023, Diterima 23 March 2023 |
PENDAHULUAN
Staphylococcaceae yang berbentuk seperti buah anggur. Staphylococcus aureus bisa ditemukan pada bagian tubuh manusia seperti kulit, kelenjar kulit, selaput lendir, hidung dan usus. Methycillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan bakteri Staphylococcus aureus yang mengalami mutasi pada penicillin-binding protein (PBP) yaitu gen mecA yang menyebabkan penurunan afinitas untuk sebagian besar penicillin (Lakhundi & Zhang, 2018).
Staphylococcus aureus merupakan penyebab nomor satu infeksi nosokomial, dan sebagian besar disebabkan oleh MRSA. Infeksi MRSA meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Prevalensi MRSA tertinggi dilaporkan di Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia dan Malta sebanyak >50%, diikuti di Cina, Australia, Afrika (25�50%) dan beberapa negara Eropa seperti Portugal (49%), Yunani (40%), Italia (37%), dan Rumania (34%) (Stefani et al., 2012).
Ulserasi septum merupakan erosi lapisan septum hidung dan mukosa sekitarnya. Ulserasi didefinisikan sebagai erosi yang lebih dalam ke lapisan perichondrial yang memperlihatkan kartilago dari septum. Kondisi ini dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral (Ikram et al., 2022). Pasien paling sering mengeluhkan keluar darah dari hidung dimana merupakan gejala paling umum dilaporkan pada 53% pasien selain itu pasien juga mengeluhkan iritasi hidung, sensasi mengganjal, dan terdapatnya kerak, bahkan pada 15% pasien tidak mengalami gejala apapun (Liu et al., 2016). Terdapat empat tahap dalam pembentukan ulserasi septum nasi yang pertama ditandai dengan kemerahan dan iritasi pada mukosa septum, selanjutnya terjadi pemucatan mukosa pada area bawah, anterior septum, area kiesellbach yang relatif avascular. Pada daerah tersebut akan terbentuk krusta yang menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien, sehingga pasien biasanya mengorek hidung yang meningkatkan resiko abrasi dan resiko kontaminasi. Yang terakhir terjadinya ulserasi jika dalam 1-2 minggu tidak membaik akan terjadi perforasi septum (Sardana & Goel, 2014).
Ulserasi Septum nasi diakibatkan oleh penyakit sistemik, paparan bahan kimia, infeksi jamur infeksi bakteri, keganasan dan trauma seperti trauma external, prosedur pembedahan dan tindakan medis (Liu et al., 2016). Serangkaian pemeriksaan dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis antara lain hitung darah lengkap, Mantoux test, Thorax x-ray, biopsi dan kultur, CT scan hidung dan sinus paranasal, nasal endoscopy (Sardana & Goel, 2014).
Menurut guideline terapi MRSA dari inggis menyatakan bahwa untuk infeksi telinga, hidung dan tenggorokan terkait MRSA yang parah atau infeksi saluran pernapasan atas, pertimbangkan glikopeptida intravena (vankomisin atau teikoplanin) atau linezolid. Sedangkan untuk infeksi MRSA yang tidak terlalu parah dapat diberikan cotrimoxazole dan doxycycline (Brown et al., 2021). Pilihan pengobatan potensial untuk pasien yang tidak memerlukan terapi intravena meliputi trimetoprim-sulfametoksazol, klindamisin, dan tetrasiklin (yaitu, minosiklin, doksisiklin, dan tetrasiklin). Antibiotik spektrum luas tetrasiklin doksisiklin dan minosiklin menunjukkan bioavailabilitas dan penetrasi jaringan yang baik Tetrasiklin dapat juga menjadi pilihan terapi MRSA yang tidak membutuhkan terapi intravena (Ruhe & Menon, 2007).
Tujuan Umum
Untuk meningkatkan pengetahuan tentang Staphylococcus aureus yang bisa ditemukan pada bagian tubuh manusia.
METODE PENELITIAN
Laporan
Kasus
Dilaporkan satu kasus pasien laki-laki 59 tahun
datang ke poli THT pada tanggal 14 Desember 2022 dengan keluhan keluar darah
dari hidung sebelah kanan sejak 3 bulan yang lalu, selain itu pasien mengeluh
nyeri dan rasa mengganjal pada rongga hidung. Diketahui pasien sebelumnya
mempunyai riwayat operasi sinusitis kurang lebih 1 tahun yang lalu. Pasien
sebelumnya mendapatkan pengobatan antibiotik dan analgetik kurang lebih selama
3 minggu. Pasien tidak mengingat jenis obat yang didapat.
����������� Pada
pemeriksaan fisik THT didapatkan pada rhinoskopi anterior cavum nasi sebelah
kanan sempit, hiperemi, konka dekongesti. Pada bagian septum nasi didapatkan
ulserasi dan krusta pada mukosa anterior sampai posterior. Pada pemeriksaan
kedua telinga dalam batas normal. Pemeriksaan hidung sebelah kiri dalam batas
normal dan pemeriksaan tenggorok dalam batas normal.
����������� Dilakukan
pemeriksaan penunjang darah lengkap dengan hasil leukosit 15 x103/uL,
eosinophil 1%, neutrophil 79%, linfosti 14%, haemoglobin 14,6 g/dL, trombosit
38,3. Dilakukan juga pemeriksaann kultur mikrobiologi didapatkan hasil
identifikasi bakteri Methycillin Resistace Staphylococcus Aureus dengan
sensitive terhadap tigecycline, tetracycline, vancomycin, dan linezolid.
Bedasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik laboratorium dan pemeriksaan penunjang
pasien di diagnosa dengan Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pada ulserasi septum nasi. Pengobatan
diberikan sesuai dengan hasil sensitifitas antibiotik yakni tetrasiklin, dimana
tetrasiklin diberikan dengan dosis 4x500 mg selama 14 hari.
����������� Pasien
kontrol ke poli THT pada tanggal 21 Desember 2022, pasien masih mengeluh keluar
darah pada hidung sebelah kanan dan masih mengeluh nyeri. Pada pemeriksaan
rhinoskopi anterior hidung kanan kavum nasi sempit, tidak ada discharge, konka
dekongesti pada daerah septum masih terdapat ulserasi dan krusta dan bercak
darah pada mukosa septum anterior sampai posterior.
����������� Tanggal
26 Desember 2022 pasien kontrol kembali ke poli tht, pasien mengatakan bahwa
sudah tidak terdapat keluhan keluar darah dari hidung dan nyeri pada hidung
sudah berkurang. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior daerah septum didapatkan
jaringan ulserasi sudah mengecil, krusta dan bercak darah pada mukosa septum
nasi bagian anterior sudah tidak tampak, namun pada bagian posterior masib
terdapat krusta dan bercak darah.
����������� Pada
tanggal 6 Januari 2023 pasien datang ke poli THT dan mengatakan bahwa pasien
sudah tidak ada keluhan. Dan pada pemeriksaan rinoskopi anterior pada semtum
nasi sudah tidak tampak jaringan ulserasi dan tidak tampak krusta pada mukosa
septum dari bagian anterior sampai bagian posterior.
Infeksi Staphylococcus aureus adalah salah satu infeksi nosokomial yang paling umum dan paling serius di negara berkembang (Honda et al., 2016). Seiring dengan meningkatnya resistensi obat pada kasus infeksi Staphylococcus aureus menjadi perhatian besar bagi para klinisi untuk mencegah penyebaran infeksi. Methicillin merupakan obat penting dari kelompok penisilin yang biasa digunakan untuk infeksi sebelum munculnya strain Staphylococcus aureus (MRSA) (Yoon et al., 2014). Salah satu faktor resiko penyebaran MRSA adalah penggunaan antibiotik yang tidak rasional, dan tindakan operasi di rumah sakit (Verma et al., 2015).
Ulserasi septum merupakan erosi lapisan septum hidung dan mukosa sekitarnya. Ulserasi didefinisikan sebagai erosi yang lebih dalam ke lapisan perichondrial yang memperlihatkan kartilago dari septum (Ramdhani, 2019). Pada kasus ini terdapat pasien laki-laki usia 59 tahun datang ke poli THT dengan keluhan keluar darah dari hidung sejak 3 bulan yang lalu. selain itu pasien mengeluh nyeri dan rasa mengganjal pada rongga hidung. Perdarahan dari hidung merupakan gejala paling umum yang dilaporkan yaitu sebanyak 53% selanjutnya 43% mengalami gejala lainnya, sedangkan 15% pasien tidak menunjukkan gejala apapun (Liu et al., 2016). Pasien sebelumnya sempat mendapatkan tindakan operasi sinusitis 1 tahun yang lalu. Pada sulserasi septum nasi salah satu faktor penyebab antara lain trauma, baik trauma karena kebiasaan mengorek hidung, trauma external maupun trauma akibat tindakan medis (Diamantopoulos & Jones, 2001).
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior, kavum nasi sebelah kanan sempit, pada mukosa septum bagian anterior sampai bagian posterior terdapat ulserasi, krusta dan hiperemi Ulserasi didefinisikan sebagai eosi yang lebih ke dalam lapisan perichondrial yang memperlihatkan kartilago (Sardana & Goel, 2014). Hasil peemriksaan darah lengkap didapatkan kesan shift to the left, didukung dengan peningkatan nilai leukosit 15x103/uL, peningkatan pada neutrophil sebesar 79%, penurunan nilai eosinophil 1% dan penurunan nilai limfosit 14%. Kesan shift to the left digunakan sebagai pertanda infeksi bakteri (Honda et al., 2016).
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan juga pemeriksaan kultur mikrobiologis untuk memeastikan bakteri penyebab ulserasi dari pemeriksaan mikrobiologi didapatkan hasil identifikasi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Dalam uji kepekaan menyatakan bahwa sensitive terhadap tigecycline, tetracycline, vancomycin dan linezolid (Sardana & Goel, 2014). Hidung merupakan flora normal untuk Staphylococcus aureus yang Sebagian besar terletak di bagian depan cavum nasi dan dan septum yang berdekatan dengan ostium hidung (Hanssen et al., 2017).
Setelah dilakukan pemeriksaan kultur dan uji sensitifitas antibiotik dimana sensitif terhadap tigecycline, tetracycline, vancomycin, dan linezolid. Selanjutnya diberikan terapi tetracycline 4x 500 selama 14 hari (Valentino et al., 2012). Tetrasiklin dapat menjadi pilihan terapi MRSA yang tidak membutuhkan terapi intravena. Menurut hasil Penelitian dari Ruhe,dan Menon sembilan puluh enam (96%) dari 90 pasien yang diobati dengan tetrasiklin spektrum diperluas memiliki hasil yang baik dibandingkan dengan 168 (88%) dari 192 pasien yang menerima monoterapi b-laktam.
Efikasi pemberian antibiotik oral terhadap infeksi MRSA, menyatakan bahwa hasil uji sensitifitas dari 107 pasien yang mengalami infeksi MRSA, lebih dari 90% strain MRSA sensitif terhadap Trimetoprim/Sulfa metoxsazole (100%), asam fusidat (94,4%), dan tetrasiklin (93,5%). Dalam Penelitian itu juga dikatakan bahwa tidak ada perbedaan mortalitas terkait MRSA antara kelompok pemberian antibiotik oral dan antibiotik intravena yang sensitive terhadap MRSA. Hasil ini menunjukkan bahwa antibiotik oral dapat menjadi pilihan pengobatan yang aman dan efektif untuk infeksi MRSA (Putra, 2023).
KESIMPULAN
Didapatkan kasus pasien laki-laki usia 59 tahun dengan MRSA pada ulserasi septum nasi diduga disebabkan oleh tindakan medis sebelumnya. Pasien memberikan hasil yang baik setelah diberikan antibiotik tetasiklin yang sesuai dengan hasil kultur dan uji sensitifitas antibiotik.
BIBLIOGRAFI
Brown, N. M., Goodman, A. L., Horner, C., Jenkins, A.,
& Brown, E. M. (2021). Treatment Of Methicillin-Resistant Staphylococcus
Aureus (Mrsa): Updated Guidelines From The Uk. Jac-Antimicrobial Resistance,
3(1), Dlaa114.
Diamantopoulos,
I., & Jones, N. (2001). The Investigation Of Nasal Septal Perforations And
Ulcers. The Journal Of Laryngology & Otology, 115(7),
541�544.
Hanssen,
A.-M., Kindlund, B., Stenklev, N. C., Furberg, A.-S., Fismen, S., Olsen, R. S.,
Johannessen, M., & Sollid, J. U. E. (2017). Localization Of Staphylococcus
Aureus In Tissue From The Nasal Vestibule In Healthy Carriers. Bmc
Microbiology, 17(1), 1�11.
Honda,
T., Uehara, T., Matsumoto, G., Arai, S., & Sugano, M. (2016). Neutrophil
Left Shift And White Blood Cell Count As Markers Of Bacterial Infection. Clinica
Chimica Acta, 457, 46�53.
Ikram,
M., Nuddin, A., & Zarkasyi, R. (2022). Kegiatan Best Practice Dalam Edukasi
Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Pada Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Menghadapi
Pandemi Covid 19 Di Slbn 1 Parepare. Indonesian Health Journal, 1(2),
59�66.
Lakhundi,
S., & Zhang, K. (2018). Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus:
Molecular Characterization, Evolution, And Epidemiology. Clinical
Microbiology Reviews, 31(4), E00020-18.
Liu,
Y.-C. C., Chhabra, N., & Houser, S. M. (2016). Novel Treatment Of A Septal
Ulceration Using An Extracellular Matrix Scaffold (Septal Ulceration Treatment
Using Ecm). American Journal Of Otolaryngology, 37(3), 195�198.
Putra,
A. W. (2023). Implementation Of Anesthesia Ethics To Improve Medical
Professionalism. Indonesian Health Journal, 2(1), 78�82.
Ramdhani,
R. (2019). Variasi Volume Sampel Darah Pada Tabung Vacutainer Edta Terhadap
Pemeriksaan Darah Lengkap. Media Of Medical Laboratory Science, 3(2),
80�86.
Ruhe,
J. J., & Menon, A. (2007). Tetracyclines As An Oral Treatment Option For
Patients With Community Onset Skin And Soft Tissue Infections Caused By
Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus. Antimicrobial Agents And
Chemotherapy, 51(9), 3298�3303.
Sardana,
K., & Goel, K. (2014). Nasal Septal Ulceration. Clinics In Dermatology,
32(6), 817�826.
Stefani,
S., Chung, D. R., Lindsay, J. A., Friedrich, A. W., Kearns, A. M., Westh, H.,
& Mackenzie, F. M. (2012). Meticillin-Resistant Staphylococcus Aureus
(Mrsa): Global Epidemiology And Harmonisation Of Typing Methods. International
Journal Of Antimicrobial Agents, 39(4), 273�282.
Valentino,
B., Riyanto, B., & Dewi, R. R. M. (2012). Hubungan Antara Hasil Pemeriksaan
Darah Lengkap Dengan Derajat Klinik Infeksi Dengue Pada Pasien Dewasa Di Rsup
Dr. Kariadi Semarang. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 1(1), 108843.
Verma,
P., Verma, K. G., Khosa, R., Kumar, S., Basavaraju, S., & Patwardhan, N.
(2015). Combined Use Of Frontal Sinus And Nasal Septum Patterns As An Aid In
Forensics: A Digital Radiographic Study. North American Journal Of Medical
Sciences, 7(2), 47.
Yoon,
Y. K., Kim, E. S., Hur, J., Lee, S., Kim, S. W., Cheong, J. W., Choo, E. J.,
& Kim, H. Bin. (2014). Oral Antimicrobial Therapy: Efficacy And Safety For
Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus Infections And Its Impact On The
Length Of Hospital Stay. Infection & Chemotherapy, 46(3),
172�181.