Jurnal Health Sains:
p�ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398 |
Vol. 3, No.12, Desember2022 |
HUBUNGAN PENGENDALIAN DIABETES MELITUS TYPE 2
DENGAN KEJADIAN RETINOPATI DIABETES DI RSUD DR CHASAN BOESOIRIE TERNATE
Eko Sudarmo Dahad Prihanto1,
Yetrina2, Muhammad Sultan Firman Syah3,
Andri W Johan Imbar4
Fakultas Kedokteran, Universitas Khairun, Ternate, Indonesia
Email:[email protected],yetrina17@gmail.com,[email protected],
[email protected]
INFO ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima 04 November 2022 Direvisi 12 Desember 2022 Disetujui 25 Desember 2022 |
Latar belakang: Pengendalian diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) merupakan hal yang sangat penting dalam mengurangi kemungkinan komplikasi. Kejadian komplikasi DMT2 meliputi makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi mikrovaskular yang penting adalah retinopati diabetes,
yang sangat dipengaruhi oleh lamanya
menderita DM, hiperglikemia
dan hipertensi. Banyak penelitian
dengan hasil yang beragam mengenai hubungan terkendalinya diabetes
dengan kejadian retinopati diabetes. Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengendalian DMT2 dengan kejadian retinopati diabetes di
RSUD dr Chasan Boesoirie Ternate. Metode:
Penelitian ini menggunakan disain observasi analitik dengan pendekatan cross
sectional. Pasien DMT2 yang berkunjung
di poliklinik penyakit dalam dilakukan pemeriksaan HbA1c dan dilakukan
pemeriksaan oleh dokter spesialis mata untuk mendiagnosis ada atau tidaknya
retinopati diabetes. Sampel
diambil secara purposive
sampling Dilakukan analisa
uji korelasi dengan uji Chi
Square. Hasil: Pada DMT2 yang berkunjung ke poli Penyakit dalam RSUD dr Chasan Boesoirie didapatkan. Kesimpulan: Terdapat
hubungan yang tidak bermakna dengan p= 0.179����� antara terkendalinya DMT2 dengan kejadian retinopati diabetes. Perlu deteksi dini retinopati diabetes dengan pemeriksaan fundus kopi dengan mempertimbangkan status pengendalian DMT2 nya. |
Kata kunci: Diabetes Melitus; Pengendalian Glikemi; HbA1; Retinopati Diabetes. |
|
Keywords: Diabetes Mellitus;
Glycemic Control; Hba1; Diabetic Retinopathy. |
ABSTRACT Background: Controlling type 2 diabetes mellitus (DMT2) is
very important in reducing the possibility of complications. The incidence of
complications of DMT2 includes macrovascular and microvascular. An important
microvascular complication is diabetic retinopathy, which is strongly
influenced by the duration of diabetes, hyperglycemia and hypertension. Many
studies with mixed results regarding the relationship of controlled diabetes
with the incidence of diabetic retinopathy. Purpose: This study aims to determine
the relationship between T2DM control and the incidence of diabetic
retinopathy at Dr Chasan Boesoirie
Hospital Ternate. Methods: This study used an analytic observation design
with a cross sectional approach. DMT2 patients who visit the internal medicine
polyclinic are examined for HbA1c and examined by an ophthalmologist to
diagnose the presence or absence of diabetic retinopathy. Samples were taken
by purposive sampling. Correlation test analysis was carried out with the Chi
Square test. Results: In DMT2 who visited the Internal Medicine
Polyclinic at Dr. Chasan Boesoirie
found. Conclusion: There is a
non-significant relationship with p=0.179 between controlled T2DM and the
incidence of diabetic retinopathy. Early detection of diabetic retinopathy is
required by funduscopic examination with regard to the status of T2DM
control. |
Pendahuluan
Diabetes Melitus
tipe 2 merupakan penyakit tidak menular yang pertambahan kasusnya terjadi sangat cepat, berkaitan dengan gaya hidup
dan perubahan pola kehidupan yang cenderung kurang gerak. Studi
pada tahun 2004 memperkirakan
kasus DMT2 akan mencapai jumlah 366 juta pada tahun 2030, tetapi kenyataannya pada tahun 2011 jumlah tersebut sudah terlampaui (Smokovski, 2021).
International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan
DMT2 pada tahun 2019 terdapat
463 juta kasus dan akan meningkat pada tahun 2030 menjadi 578 juta kasus. Di Indonesia diperkirakan pada tahun 2030 akan terdapat kasus
DMT2 sebanyak 13,7 juta kasus (Milita et al., 2021).
Sementara itu Riskesdas tahun 2018 melaporkan prevalensi DMT2 di
Indonesia sebesar 13,7%. Suatu
jumlah yang sangat besar
yang bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan
banyak masalah, apalagi bila tidak
terkendali dengan baik.
Pengendalian DMT2 yang tidak
baik akan memacu timbulnya komplikasi baik makrovaskular atau mikrovaskular. Sasaran pengendalian diabetes adalah: indeks masa tubuh (IMT)
18,5-22,9kg/m2, tekanan darah
sistolik <140 mmHg, tekanan
darah diastolik <90
mmHg, HbA1c < 7%, kolesterol LDL < 100 mm/dL, trigliserida <150 mg/dL, kolesterol
HDL > 40 mg/dL (laki-laki0 dan > 50 mf/dL (perempuan)
(Indonesia, 2015).
Glycated haemoglobin (HbA1c) adalah biomarker yang digunakan untuk menilai kontrol
gula dalam waktu yamg lama pada penderita DMT2.
HbA1c tergantung pada interaksi
antara konsentrasi gula dara dengan masa hidup eritrosit, karena masa hidup eritrosit 120 hari maka HbA1c dapat mengambarkan kadar gula darah dalam 8-12 minggu (Wang & Hng, 2021).
Meningkatnya kadar HbA1c akan meningkatkan resiko komplikasi mikrovaskular retinopati diabetes
(Kilpatrick et al., 2013).
HbA1c adalah merupakan pemeriksaan yang akurat dan mudah untuk diagnosis diabetes, kombinasi dengan pemeriksaan gula darah puasa akan semakin
mempertajam diagnosis dan prediksi
profil lipid pasien (Sherwani et al., 2016).
�Komplikasi mikrovaskular yang penting yaitu retinopati diabetes, yang
sangat dipengaruhi oleh lamanya
menderita DM, hiperglikemia
dan hipertensi. Deteksi dini yang baik akan sangat berpengaruh pada hasil penanganan retinopati diabetes (Wong et al., 2016).
Komplikasi mikrovaskular dalam bentuk retinopati
diabetes terjadi karena beberapa proses patologi yang penting yaitu: patologi mikrovaskular, patologi neuroglial, neuronal, aktivasi
sel imunitas, RPE dan
choroid. Pajanan yang lama pada kadar
gula yang tinggi akan mengakibatkan aktifasi jaras biokimiawi yang berperan dalam terjadinya retinopati diabetes (Ansari et al., 2022).
Proses inflamasi juga menjadi
dasar terjadinya retinopati diabetes dengan adanya aktivasi glial dan meningkatnya sitokin inflamasi seperti IL-1β,
IL-6, IL-8, TNF-αdan MCP-1 yang akan mengakibatkan disfungsi vaskular dan degerasi neuroglial.
Gambar 1 menjelaskan mekanisme
patogenetik terjadinya retinopati diabetes. Diawali perubahan jaras biokimiawi (polyol, AGEs, PKC, RAS, hexosamine pathways), mengaktifasi Glial, memicu inflamasi dan berakhir sebagai Proliferative diabetic retinopathy dan diabetic
macular edema (R�bsam et al., 2018).
Gambar 1. Skema mekanisme patogenetik retinopati diabetes10
Gambaran klinis retinopati diabetes dapat berupa:
Nonproliferatif Diabetic Retinopathy (NPDR), diabetic macular edema� (DME) atau proliferative diabetic retinopathy
(PDR) (Stewart et al., 2009).
�������� Retinopati� diabetes pada DMT2 bukan
hanya menjadi masalah penglihatan tetapi pada pasien ini terdapat resiko
tinggi untuk terjadinya komplikasi makrovaskuler atau mikrovaskular yang lain termasuk kejadian demensia (Sim�-Servat et al., 2019).
Suatu penelitian metanalisis di afrika mendapatkan kontrol glikemik yang buruk dengan HbA1c tinggi merupakan faktor resiko independen terjadinya retinopati diabetes
pada penderita DM (Shiferaw et al., 2020).
Dalam penelitian (Chandra et al., 2021)
di Jakarta tahun 2021 mendapatkan
hubungan yang bermakna antara kadar HbA1c dengan derajat keparahan retinopati diabetes dengan p= 0,0000 dan koefisien korelasi 0,690 (terdapat korelasi).14 Sementara itu (FADLI, 2016)
dalam penelitiannya di
Malang tahun 2016 mendapatkan
tidak ada hubungan bermakna antara kadar HbA1c pasien DM tipe 2 dengan angka kejadian
retinopati diabetik p=
0,976 ( p> 0,05). Belum ada penelitian
hubungan terkendalinya
diabetes dan kejadian retinopati
diabetes di Propinsi Maluku Utara. Perlu petunjuk awal status terkendali diabetes sebagai usaha pencegahan
komplikasi mikrovaskular�
retinopati diabetes. Tujuan penelitian ini adalah melihat hubungan antara terkendalinya DMT2 (indikator
HbA1c) dan kejadian retinopati
diabetes, mengingat beberapa
penelitian yang sudah ada memberikan hasil yang beragam. Diharapkan menjadi sarana acuan deteksi
awal komplikasi retinopati.
�
Metode Penelitian
Studi ini merupakan studi observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional. Pengambilan data sampel
dilakukan secara purposive
sampling. Sebanyak 51 pasien
DMT2 yang yang berkunjung ke poliklinik Ilmu
Penyakit Dalam RSUD dr Chasan Boesoirie
Ternate terlibat dalam penelitian ini. Kriteria inklusi meliputi: Penderita DMT2 berusia lebih dari
18 tahun, setuju mengikuti penelitian dengan mengisi inform concent, mengikuti pemeriksaan HbA1c di laboratorium
RSUD dr Chasan Boesoirie menggunakan alat Clover A1C methode POCT dengan card/cassete sekali pakai dan mengikuti pemeriksaan funduskopi direk yang dilakukan oleh dokter spesialis Mata dengan menggunakan opthalmoscopy merek Keeler.
Pengumpulan data dilakukan
dengan mengisi form penelitian pada setiap subjek penelitian yang bersedia, meliputi: usia, jenis kelamin,
alamat, berat badan, tinggi badan, lingkar perut, tekanan darah, lama menderita DMT2,
HbA1c, Gula darah puasa,
gula darah 2 jam pos prandial dan hasil
pemeriksaan funduskopi direk.
���� Dilakukan analisis univariat terhadap variabel usia, jenis kelamin, IMT, lingkar perut, GD 1-2, Hba1C dan hasil pemeriksaan funduskopi. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan
pengendalian diabetes dengan
indikator HbA1c dengan kejadian retinopati diabetes dengan menggunakan uji Chi
Square.
Hasil dan Pembahasan
Sebanyak 49 subjek penelitian terlibat dalam penelitian ini, dengan karateristik subjek yang tampak
pada tabel. 1. Kelompok umur 61-70 tahun yang paling banyak dengan 18 orang (36,7%), diikuti kelompok umur 41- 50 tahun dan kelompok umur 51- 60 tahun, jadi sebagian
subjek penelitian penderita DMT2 berusia lebih dari 40 tahun.
Jenis kelamin perempuan merupakan mayoritas penderita DMT2 yang berjumlah 35 orang (71%).�
Bila dilihat dari tekanan darah
pada penderita DMT2 di penelitian
ini menunjukkan sebanyak 28 orang (57,1%) menderita
hipertensi.
Tabel 1.
Karakteristik Demografi
�������������� Krakteristik Demografi |
���������� Jumlah |
������� Persentase |
Usia �
31 - 40 Tahun������������������������� �
41 - 50 Tahun���������������������� �
51 - 60 Tahun���������������������� �
61 - 70 Tahun �
71 - 80 Tahun |
�������������� 1 ������������� 16 ������������� 13 ������������� 18 �������������� 1 |
������������ 2.0 ��������� ��32.7 ����������� 26.5 ����������� 36.7 ������������ 2.0 |
Jenis
Kelamin �
Laki-laki �
Perempuan������������������������ |
������������� 14 ������������� 35 |
����������� 28.6 ����������� 71.4 |
Tekanan
Darah �
Tidak Hipertensi �
Hipertensi������������� |
������������� 21 ������������� 28 |
����������� 42.9 ����������� 57.1 |
Pengendalian diabetes pada penelitian ini dilihat dari indikator HbA1C
penderita DMT2, pada tabel 2 menunjukan bahwa sebagian besar tidak terkendali
dengan baik yaitu sejumlah 44 orang (89.8%). Pada rabel 3. bila pengendalian
dilihat dari kadar gula darah puasa maka didapatkan 42 0rang (85,7%) tidak
terkontrol, sedang bila dilihat dari gula darah 2 jam post prandial (GD2PP)
terdapat 45 orang (91,8%) yang tidak terkontrol.
Tabel 2.
Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan HbA1C
Distribusi
subjek berdasarkan HbA1C |
�������� Jumlah |
����� Persentase |
�
Terkontrol�������������������������������������������������������������������
|
��������� 5 �������� 44 |
���������� 10.2 ���������� 89.8 |
Total |
�������� 49 |
���������� 100 |
Tabel 3.
����������������������������������� ���� Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Gula darah
Distribusi
subjek dari hasil pemeriksaan gula darah |
���������� Jumlah |
������ Persentase |
GDP
|
� 7 ������������� 42 |
������������ 14.3 ������������ 85.7 |
GD2PP
|
� 4 ������������� 45 |
� 8.2 ������������� 91.8 |
�������������� Total |
������������� 49 |
������������� 100 |
Pada tabel 4 distribusi subjek berdasar lamanya menderita DMT2
menunjukkan a sebagian besar penderita DMT2 baru terdiagnosis yaitu 29 orang (
59,2%).
Tabel
4
Distribusi Subjek Penelitian Berdasar lama menderita DMT2
�������
Subjek berdasar lama
terdiagnosis diabetes melitus |
��������������������� Jumlah |
����������������� Persentase |
�
<1 Tahun |
������������������������� 15 |
����������������������� 30.6 |
�
1 � 2 Tahun |
������������������������� 10 |
����������������������� 20.4 |
�
2 � 3 Tahun |
������������������������� 4 |
������������������������ 8.2 |
�
>3 Tahun |
������������������������� 20 |
����������������������� 40.8 |
��������������������� Total |
������������������������ 49 |
���������������������� 100 |
���� Setelah
dilakukan uji statistik dengan menggunakan Chi Square,
tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara terkendalinya gula darah dengan parameter HbA1C dengan kejadian retinopati diabetes, dengan p=
0,179
Tabel. 5
Hubungan Pengendalian
gula darah (indikator
HbA1C) dengan kejadian retinopati diabetes
����� Retinopati |
DM |
���� Total |
���� Signifikansi |
|
���� Terkontrol |
� Tidak Terkontrol |
|||
Iya |
0 |
12 |
12 |
������� �������������
0.179* |
Tidak |
5 |
32 |
37 |
|
Total |
|
|
49 |
|
Pada penelitian ini jumlah kasus sebagian besar berusia lebih dari 60
tahun hal ini sesuai systematic review dan metanalisis yang menunjukkan populasi tertinggi pada usia 60- 69
tahun dan semakin meningkat dengan lamanya menderita DMT2 (Song et al., 2018).� Hasil
Riskesdas 2018 menunjukkan hasil yang sama yaitu peningkatan kasus DMT2 pada
kelompok lansia. Perempuan mendominasi kasus DMT2 pada penelitian ini (Putri et al., 2017). The EPIC-InterAct study menunjukkan pengaruh defisiensi menapousal E2
terhadap efek diabetogenic sehingga kasus DMT2 meningkat pada perempuan, akan
lebih tinggi lagi pada yang mengalami menopause awal (Mauvais-Jarvis, 2018). Sesuai�
dengan faktor patofisiologi DMT2 yang�
sangat dipengaruhi oleh faktor biologi dan faktor psikososial, dimana
ketidakseimbangan endokrin akan meningkatkan komplikasi kardiovaskular.
Kejadian hipertensi terutama pada subjek DMT2 perempuan meningkat karena
ketidakseimbangan endokrin yang terjadi (Kautzky-Willer et al., 2016).���
Pengendalian diabetes pada penelitian ini menunjukkan hasil yang� kurang, dinilai dari indikator GDP, GD2PP dan
HbA1C hal ini tentu akan menjadi masalah bila tidak dikendalikan dalam jangka
panjang. Pengendalian diabetes akan menghambat kejadian komplikasi
mikrovaskular dan perkembangan retinopati diabetes menjadi lebih berat (Association, 2020).
Lama menderita DMT2 menjadi faktor yang penting untuk terjadinya
komplikasi kronik baik makrovaskular maupun mikrovaskular, pada penelitian ini
dapatkan sebagian besar terdiagnosis DMT2 dibawah 3 tahun, hal ini menunjukkan
kesadaran yang baik dari penderita untuk melakukan pemeriksaan. Lamanya
menderita DMT2 akan meningkatan angka kejadian retinopati diabetes (Song et al., 2018).
Kejadian retinopati diabetes pada penelitian ini didapakan pada %
penderita DMT2, namun setelah dilakukan uji korelasi dengan antara
terkendalinya diabetes (indikator HbA1C) denga kejadian retinopati diabetes
tidak didapatkan hubungan yang bermakna dengan p=0,179. Hal ini bisa terjadi
karena sebagian besar penderita baru terdiagnosis. Pada beberapa penelitian
menunjukkan hasil yang beragam pada hubungan antara terkendalinya gula darah
dengan kejadian retinopati diabetes (Chandra et al., 2021);(Song et al., 2018).
Keterbatasan penelitian ini adalah hanya membandingan kejadian retinopati
diabetes dengan terkendalinya DMT2 dengan indikator HbA1C. perlu penelitian
lebih lanjut untuk menilai hubungan dengan faktor resiko lain yaitu hipertensi
dan lamanya menderita diabetes.
Kesimpulan
Dari
penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa distribusi subjek sebagian besar berjenis kelamin perempuan dan kelompok usia diatas 40 tahun. Pengendalian DMT2 dengan menggunakan indikator HbA1C masih rendah, hanya 10,2% yang terkontrol.� Tidak ada hubungan
yang bermakna antara pengendalian diabetes (indikator
HbA1C) dengan kejadian retinopati diabetes dengan p=
0,179
BIBLIOGRAFI
Ansari,
P., Tabasumma, N., Snigdha, N. N., Siam, N. H., Panduru, R. V., Azam, S.,
Hannan, J. M. A., & Abdel-Wahab, Y. H. A. (2022). Diabetic Retinopathy: An
Overview On Mechanisms, Pathophysiology And Pharmacotherapy. Diabetology,
3(1), 159�175.Google Scholar
Association, A. D. (2020). 11.
Microvascular Complications And Foot Care: Standards Of Medical Care In
Diabetes− 2020. Diabetes Care, 43(Supplement_1), S135�S151.Google Scholar
Chandra, P., Rahayu, S. R. B., &
Melani, E. (2021). Hubungan Antara Hba1c Dengan Tingkat Keparahan Retinopati
Diabetika Pada Pasien Dm Di Klinik Mata Nusantara Jakarta. Jurnal Sains
Kesehatan, 28(2), 44�51. Google Scholar
Fadli, N. (2016). Hubungan Kadar
Hba1c Terhadap Retinopati Diabetik Pada Pasien Dm Tipe 2 Di Rsud Dr. Saiful
Anwar Malang. University Of Muhammadiyah Malang. Google Scholar
Indonesia, P. E. (2015). Pengelolaan
Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia. Pb. Perkeni.
Google Scholar
Kautzky-Willer, A., Harreiter, J.,
& Pacini, G. (2016). Sex And Gender Differences In Risk, Pathophysiology
And Complications Of Type 2 Diabetes Mellitus. Endocrine Reviews, 37(3),
278�316. Google Scholar
Kilpatrick, E. S., Rigby, A. S.,
Atkin, S. L., & Barth, J. H. (2013). Glycemic Control In The 12 Months
Following A Change To Si Hemoglobin A1c Reporting Units. Clinical Chemistry,
59(10), 1457�1460. Google Scholar
Mauvais-Jarvis, F. (2018). Gender
Differences In Glucose Homeostasis And Diabetes. Physiology & Behavior,
187, 20�23. Google Scholar
Milita, F., Handayani, S., &
Setiaji, B. (2021). Kejadian Diabetes Mellitus Tipe Ii Pada Lanjut Usia Di
Indonesia (Analisis Riskesdas 2018). Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 17(1),
9�20. Google Scholar
Putri, L. K., Karimi, J., &
Nugraha, D. P. (2017). Profil Pengendalian Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Poliklinik Penyakit Dalam Rsud Arifin Achmad Pekanbaru. Jurnal Ilmu
Kedokteran (Journal Of Medical Science), 8(1), 18�24. Google Scholar
R�bsam, A., Parikh, S., & Fort,
P. E. (2018). Role Of Inflammation In Diabetic Retinopathy. International
Journal Of Molecular Sciences, 19(4), 942. Google Scholar
Sherwani, S. I., Khan, H. A.,
Ekhzaimy, A., Masood, A., & Sakharkar, M. K. (2016). Significance Of Hba1c
Test In Diagnosis And Prognosis Of Diabetic Patients. Biomarker Insights,
11, Bmi-S38440. Google Scholar
Shiferaw, W. S., Akalu, T. Y., Desta,
M., Kassie, A. M., Petrucka, P. M., Assefa, H. K., & Aynalem, Y. A. (2020).
Glycated Hemoglobin A1c Level And The Risk Of Diabetic Retinopathy In Africa: A
Systematic Review And Meta-Analysis. Diabetes & Metabolic Syndrome:
Clinical Research & Reviews, 14(6), 1941�1949. Google Scholar
Sim�-Servat, O., Hern�ndez, C., &
Sim�, R. (2019). Diabetic Retinopathy In The Context Of Patients With Diabetes.
Ophthalmic Research, 62(4), 211�217. Google Scholar
Smokovski, I. (2021). Managing
Diabetes In Low Income Countries. Springer. Google Scholar
Song, P., Yu, J., Chan, K. Y.,
Theodoratou, E., & Rudan, I. (2018). Prevalence, Risk Factors And Burden Of
Diabetic Retinopathy In China: A Systematic Review And Meta-Analysis. Journal
Of Global Health, 8(1). Google Scholar
Stewart, J. M., Coassin, M., &
Schwartz, D. M. (2009). Diabetic Complications. Diabetic Retinopathy
[Homepage On The Internet]. Google Scholar
Wang, M., & Hng, T.-M. (2021).
Hba1c: More Than Just A Number. Australian Journal Of General Practice, 50(9),
628�632. Google Scholar
Wong, T. Y., Cheung, C. M. G.,
Larsen, M., Sharma, S., & Sim�, R. (2016). Erratum: Diabetic Retinopathy. Nature
Reviews Disease Primers, 2(1), 1. Google Scholar
Copyright holder: Eko Sudarmo Dahad Prihanto, Yetrina, Muhammad
Sultan Firman Syah, Andri
W Johan Imbar (2022) |
First publication right: Jurnal Health Sains This article is licensed under: |