Jurnal Health Sains:
p�ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398 |
Vol. 3, No. 11,
November 2022 |
PENGARUH PSIKOEDUKASI TERHADAP KADAR HORMON
KORTISOL PADA IBU TUJUAN DENGAN DEPRESI POSTARTUM DI WILAYAH KERJA DINAS
KESEHATAN KOTA LANGSA TAHUN 2020
Fithriany, Cut
Yuniwati, Silfia Dewi, Lili Kartika Sari Harahap
Politeknik
Kesehatan Aceh, Indonesia
Email:[email protected],[email protected],[email protected],
[email protected]
INFO ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima |
Ibu bersalin sekitar 50-80% mengalami baby blues dalam sepuluh hari |
28 Oktober 2022 |
pasca melahirkan. Hal ini jika ibu tidak mendapatkan penanganan |
Direvisi |
lebih lanjut maka baby blues dapat meningkat menjadi depresi yang |
15 November 2022 |
lebih berat. Belum ada tes definitif yang dapat menentukan seorang |
Disetujui |
ibu��� menderita�� depresi�� pasca�� persalinan.�� Hal��� inilah�� yang |
��25 November 2022���������������� |
menyebabkan sebagian besar penderita depresi pasca persalinan |
Kata kunci: |
tidak terdiagnosa dan tidak mendapatkan penanganan secara dini. |
Depresi�� pasca��� persalinan; |
Penanganan yang dapat diberikan pada ibu yang mengalami depresi |
Psikoedukasi; Kortisol. |
dengan memberikan pendidikan kesehatan salah satunya dengan |
|
pemberian psikoedukasi pada ibu. Tujuan pada
penelitian
ini adalah |
|
untuk melihat pengaruh psikoedukasi terhadap kadar hormon |
|
kortisol pada ibu nifas primipara dengan depresi postpartum di |
|
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Langsa Tahun 2020.
Penelitian |
|
ini menggunakan metode rancangan�� quasi experimental dengan |
|
desain �the
one group pretest-posttest. Pengamatan dilakukan |
|
sebelum dan setelah dilakukan perlakukan psikoedukasi, Jumlah |
|
sampel pada penelitian ini sebanyak 16 ibu postpartum hari kedua |
|
dengan postpartum depresi. Analisis yang digunakan adalah Uji |
|
Wilcoxon, dan Uji Mann
Whitney. Hasil penelitian menunjukan |
|
adanya pengaruh penurunan kadar hormon kortisol sebelum dan |
|
setelah pemberian� �psikoedukasi� �dengan� �nilai� �sig.� �0.00,�
�ada |
|
pengaruh�� penurunan�� postpartum�� depresi�� dengan�� pemberian |
|
psikoedukasi dengan nilai sig. 0.000 dan pengaruh penurunan kadar |
|
kortisol terhadap penurunan postpartum depresi dengan nilai sig. |
|
0.000. |
Keywords: |
Abstract |
Postpartum Depression; |
Maternity mothers About 50-80% experience baby blues within
ten |
Psychoeducation; The |
days of giving birth.
This is if the mother
does not get
further |
Hormone Cortisol |
treatment then the baby blues can escalate into heavier depression. |
|
There is no definitive test yet that can determine a mother suffering |
|
from postpartum� �depression.� �This�
�is�
�why�
�most�
�postpartum |
|
depression sufferers are undiagnosed and do not get treatment |
|
early. Treatment that can be
given to mothers who are
depressed by |
|
providing health� �education,� �one� �of�
�which�
�is�
�by�
�providing |
|
psychoedukasi to the mother. The purpose of this study
was to look |
|
at the influence of psychoedukasi on cortisol hormone levels in |
|
mothers with postpartum depression in the working
area of Langsa |
|
City Health Office in 2020. This research uses quasi experimental |
|
design with� �the� �design� �of�
�the�
�one�
�group�
�pretest-posttest. |
|
Observations were�
�made
before and� �after�
�the�
�treatment� �of |
|
psychoedukasi,,
The number of samples in this study as many as 16 |
|
mothers postpartum the second
day with postpartum depression. |
|
The analyses used were
the Wilcoxon Test
and the Whitney Mann |
Pendahuluan
Puerperium yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan
untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu (Bobak et al., 2005). Periode
postpartum adalah
periode waktu selama 6-8 minggu setelah persalinan. Proses ini
dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil atau tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologi dan psikologi karena proses
persalinan.
Periode masa nifas merupakan waktu dimana ibu mengalami stress pasca persalinan, terutama pada ibu primipara
(Saleha, 2009).
Wanita
pada pasca persalinan perlu melakukan penyesuaian diri dalam melakukan aktivitas dan peran barunya sebagai seorang ibu di minggu-minggu pertama atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan (Rohmana et al., 2020).
Wanita yang telah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan baik
dapat melewati gangguan psikologis, tetapi sebagian lain yang tidak berhasil melakukan penyesuaian diri ini akan
mengalami gangguan-gangguan
psikologis, inilah yang dinamakan baby blues syndrome atau
depresi pasca persalinan (Hutagaol, 2010).
Depresi
pasca persalinan merupakan suatu gangguan emosional ibu berupa adanya
perubahan mood yang cepat berubah dan berganti-ganti (mood
swing), dari tingkatan yang
sangat ringan yang bersifat
sementara (baby blues) sampai
depresi psikosa yang sangat
berat dan memerlukan penanganan psikiatri. Ibu bersalin Sekitar 50-80% mengalami baby blues dalam sepuluh hari pasca
melahirkan (Rosyidah & Adibiyah, 2021).
Hal ini jika ibu tidak mendapatkan
penanganan lebih lanjut maka baby blues dapat meningkat menjadi depresi yang lebih berat (Hutagaol, 2010).
Ibu yang melahirkan sekitar 22 % akan mengalami depresi pasca persalinan, dan 14% mengalami resiko peningkatan
depresi. Yang mengkhawatirkan,
sebanyak 19,3% dari mereka berpikir untuk menyakiti diri mereka sendiri
dan/atau menyakiti sampai membunuh bayinya. Banyak dari mereka yang didiagnosis ternyata pernah mengalami setidaknya satu episode depresi sebelumnya dan memiliki gangguan kecemasan. Sebanyak 22 % dari mereka juga
mengidap gangguan bipolar
(Dewi & Sunarsih, 2011).
Ibu yang melahirkan sekitar 22
% akan mengalami depresi pasca persalinan,
dan 14% mengalami resiko peningkatan depresi.
Yang mengkhawatirkan, sebanyak
19,3% dari mereka berpikir untuk menyakiti diri mereka sendiri dan/atau menyakiti sampai membunuh bayinya. Banyak dari mereka yang didiagnosis ternyata pernah mengalami setidaknya satu episode depresi sebelumnya dan memiliki gangguan kecemasan. Sebanyak 22 % dari mereka juga
mengidap gangguan bipolar �(Dewi & Sunarsih, 2011).
Perubahan kadar hormon progesterone, estrogen, kelenjar tiroid, endofrin,
estradiol, cortisol dan prolaktin merupakan kondisi fisiologis dan terjadi pada sebagian besar ibu bersalin. Tetapi
pada kenyataannya hanya sekitar 10-15% ibu yang mengalami depresi pasca persalinan. Perubahan hormon memiliki peran dalam munculnya depresi pasca persalinan
tetapi perannya tergantung juga dengan kerentanan ibu� terhadap� perubahan hormonal tersebut. Kelelahan Fisik setelah proses persalinan, dehidrasi, kehilangan banyak darah, atau faktor
fisik lain dapat menurunkan stamina ibu yang
akhirnya dapat meningkatkan kerentanan ibu terhadap perubahan
hormonal pada dirinya (Aksara, 2012).
Belum ada tes definitif
yang dapat menentukan seorang� ibu� menderita depresi pasca persalinan.
Hal inilah yang menyebabkan
sebagian besar penderita depresi pasca persalinan tidak terdiagnosa dan tidak mendapatkan penanganan secara dini. Screening dapat dilakukan dengan mengumpulkan catatan medis klien dan keluarga secara� komprehensif� terutama dengan mengobservasi tanda-tanda yang muncul. Tenaga kesehatan harus menjadi pendengar aktif dan melibatkan empati dalam interaksi
dengan ibu bersalin agar dapat menemukan tanda dini depresi pasca
persalinan.
Oleh
karena itu, beberapa peneliti telah mengajukan beberapa intervensi yang dapat diberikan untuk mengurangi kejadian depresi post partum ini, diantaranya pendidikan kesehatan mengenai antenatal,
proses perawatan bayi di rumah, serta depresi
post partum melalui booklet atau modul, proses metode
belajar sambil bermain mengenai cara perawatan bayi kepada ibu,
serta pentingnya dukungan suami dalam kehamilan hingga perawatan bayi. Intervensi tersebut terbukti mampu untuk mengurangi
kejadian depresi post partum pada ibu.
Dengan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk menganalisis
pengaruh psikoedukasi terhadap kadar hormon kortisol pada ibu nifas primipara
dengan depresi postpartum di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Langsa Tahun
2020. Pemberian psikoedukasi diharapkan mampu dalam menemukan pemecahan masalah yang dialami ibu sehingga angka kejadian depresi post partum dapat menurun.
Metode Penelitian
Rancangan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah� Quasi eksperimen, dengan desain the one group pretest-posttest yang terdiri dari 1 kelompok intervensi, pengukuran dilakukan sebelum dan setelah diberikan intervensi. Tujuan penelitian ini untuk melihat� pengaruh psikoedukasi terhadap kadar hormon kortisol
dan postpartum depresi pada ibu
nifas primigravida diwilayah
kerja dinas kesehatan Kota Langsa
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja dina kesehatan kota Langsa di 5 (lima) Puskesmas. Penelitian dilaksanakan pada bulan September
s/d oktober Tahun 2020. Dengan jumlah sampel
sebanyak 63 sampel,
Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah berupa
lembar observasi. Bagian pertama berisi tentang pengkajian data demografi ibu yang meliputi :
nama ibu (inisial), usia, paritas, alamat, pekerjaan, pendidikan. Bagian kedua berisi tentang
instrument EPDS (Edinburgh Postpartum Depression Scale), metode
ini digunakan untuk menegakan diagnose responden mengalami postpartum depresi.
SKEMA 1.
Kerangka Konsep Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Tabel 1.
Distribusi
Karakteristik Responden
Menurut Usia
Pada Ibu Nifas
Usia ibu |
f |
% |
<
20 Tahun |
10 |
16 |
20-35
Tahun |
52 |
84 |
Total |
62 |
100 |
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 62 responden, mayoritas ibu berusia 22, 24 dan 25 tahun sebanyak 3 orang (18.8%) dan minoritas ibu berusia 23, 27 dan 28 Tahun sebanyak 1 orang (6.3%).
�����������������������������������������������������������������������
Tabel 2.
Distribusi
Karakteristik Responden
Menurut Pendidikan� Pada Ibu Nifas
Pendidikan ibu |
f |
% |
SMA |
36 |
58 |
PT |
26 |
42 |
Total |
62 |
100 |
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa dari 62 responden, mayoritas ibu berpendidikan SMA sebanyak 36 orang (58%) dan minoritas ibu berpendidikan perguruan tinggi sebanyak 26 orang (42%).
Tabel 3.
Distribusi
Karakteristik Responden
Menurut Pekerjaan�
Pada Ibu Nifas
Pekerjaan Ibu |
f |
% |
Bekerja |
22 |
35.5 |
Tidak Bekerja |
40 |
64.5 |
Total |
62 |
100 |
Tabel 3. diketahui bahwa dari 62 responden, mayoritas ibu tidak bekerja sebanyak
40 orang (64.5%) dan minoritas ibu bekerja
sebanyak 22 orang (35.5%)
Tabel
4.
Uji
Normalitas Pada variabel Hormon Kortisol
Pretest dan Posttest
Intervensi
Psikoedukasi
Hormon Kortisol |
Statistic |
Sig. |
Ket |
Pretest |
0.124 |
0.018 |
Tidak Normal |
Posttest |
0.176 |
0.000 |
Tidak Normal |
Berdasarkan
tabel diatas diketahui untuk pretest dan posttest berdistribusi tidak normal dengan nilai
Sig. 0.018 dan 0.000 (< 0,05). Dapat diartikan bahwa data berdistribusi tidak normal dan penggujian
selanjutnya mengunakan uji parametrik
yaitu Uji Wilcoxon.
Tabel
5.
Distribusi
Pengaruh Psikoedukasi Terhadap Hormon Kortisol
Pada Ibu Nifas
Hormon Kortisol |
�� N |
���� Mean Ranks |
���� Asymp.
Sig. (2-tailed) |
|
Pre test-Posttest |
����� Negatif Ranks |
62 |
�� 31.5 |
�� 0,000 |
����� Positif Ranks |
��� 0 |
� 0.00 |
||
����� Ties |
�� 0 |
|
�����������
Berdasarkan
tabel diatas diketahui
pada hasil negative ranks (selisih
Negatif) hormone kortisol untuk pretest dan posttest terdapat
62 data negative (N), yang berarti ada 62 ibu nifas
yang mengalami penurunan
hormone kortisolsetelah pemberian
psikoedukasi dimana
rata-rata (mean rank) penurunan tersebut
sebesar 31.5. Pada nilai
ties adalah 0,
yang berarti tidak ada nilai yanga
sama antara pretest dan
posttest
Hasil signifikan
didapatkan sebesar 0.000,
yang berarti terdapat pengaruh pemmberian psikoedukasi terhadap hormone kortisol yang dialami ibu.
Tabel
6.
Pengaruh
Psikoedukasi terhadap
Postpartum Depresi Pada Ibu Nifas
Postpartum Depresi |
�� N |
����� Mean Ranks |
��� Asymp.
Sig. (2-tailed) |
|
Pre�� test-Posttest |
����� Negatif Ranks |
� 0 |
�� 0.00 |
��� 0,000 |
����� Positif Ranks |
62 |
�� 31.5 |
||
����� Ties |
� 0 |
|
Berdasarkan tabel diatas
diketahui bahwa Pada hasil positif ranks (selisih positif) postpartum depresi untuk pretest dan
posttest terdapat 62 data positif� (N), yang berarti
ada 62 ibu nifas yang mengalami penurunan postpartum depresi dari sebelum dan setelah pemberian perlakuan psikoedukasi dimana rata-rata (mean ranks) penurunan
tersebut sebesar 31.5. Pada
nilai ties terdapat nilai 0, ini berarti
tidak ada nilai yang sama antara pretest dan posttest
Hasil signifikan didapatkan sebesar 0,000 yang berarti terdapat pengaruh pemberian psikoedukasi terhadap postpartum depresi yang dialami ibu nifas.
Tabel 7.
Uji Normalitas Pada variabel Penurunan Hormon Kortisol Terhadap
Penurunan Post Partum Depresi
|
Statistic |
Sig. |
Ket |
Penurunan Hormon
Kortisol |
0.091 |
0.200 |
Normal |
Penurunan Postpartum
Depresi |
0.199 |
0.000 |
Tidak Normal |
Berdasarkan
tabel diatas diketahui untuk
penurunan hormon kortisol berdistribusi normal dengan
nilai Sig. 0.200 dan untuk penurunan postpartum depresi tidak berdistribusi normal dengan nilai sig 0.000. Dapat diartikan bahwa data tidak berdistribusi normal dan penggujian
selanjutnya mengunakan uji parametrik yaitu Uji mann whitney.
Tabel
8.
Pengaruh
Penurunan Hormon Kortisol terhadap Penurunan
Postpartum Depresi Pada Ibu Nifas
Group |
���� Mean
rank |
Sum rank |
Sig. |
����� Penurunan Hormon Kortisol |
31.5 |
1593 |
��� 0.000 |
����� Penurunan
Postpartum Depresi |
93.5 |
5797 |
Berdasarkan tabel diatas diketahui
bahwa, pada mean rank pada penurunan
hormone kortisol sebesar
31.5 dan untuk penurunan postpartum
depresi sebesar 93.5. Hasil
signifikan didapatkan sebesar 0,000 yang berarti terdapat pengaruh penurunan hormone kortisol terhadap penurunan depresi postpartum.
Pengaruh Psikoeduksi Terhadap Hormon
Cortisol Pada Ibu Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Kota Langsa
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa, rerata sebelum
perlakuan sebesar 29.41 diketahui pada hasil negative
ranks (selisih Negatif)
hormone kortisol untuk
pretest dan posttest terdapat 62 data negative (N),
yang berarti ada 62 ibu nifas yang mengalami penurunan hormone kortisolsetelah pemberian psikoedukasi dimana rata-rata
(mean rank) penurunan tersebut
sebesar 31.5. Pada nilai
ties adalah 0, yang berarti
tidak ada nilai yanga sama
antara pretest dan posttest. dari hasil statistik menunjukan terdapat pengaruh pemberian psikoedukasi terhadap penurunan kadar hormon kortisol pada ibu.
Secara pasti penyebab depresi pasca persalinan
belum diketahui. Beberapa penelitian menjelaskan perubahan tingkat hormon, kelelahan fisik, kecemasan sebelum melahirkan, kehidupan yang
penuh tekanan, hubungan perkawinan yang
buruk, kehamilan yang tidak direncanakan atau tidak dikehendaki,
masalah ekonomi, serta dukungan sosial yang
rendah dapat menjadi penyebabnya. Faktor kepribadian ibu yang
mudah cemas, kurang percaya diri dan penakut serta adanya riwayat depresi sebelumnya dapat meningkatkan resiko (Hutagaol, 2010)..
Hasil
penelitian ini menunjukan
pemberian psikoedukasi dzikir berpengaruh terhadap penurunan kadar kortisol pada ibu primipara.
Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa psikoedukasi
berpengaruh terhadap penurunan kadar hormon kortisol. kortisol meningkat dikarenakan ibu mengalami
kecemasan dan stress. pemberian
psikoedukasi dengan pendekatan terhadap ibu dan keluarga berdampak baik untuk penurunan
kadar hormon kortisol (Kusumastuti
et al., 2019).
ibu yang sedang mengalami
kecemasan atau stress tidak baik untuk ditinggal
atau dibiarkan sendiri, nah disini pentingnya peran keluarga dan tenaga kesehatan untuk mengetahu
dan mengatasi keadaan yang terjadi pada ibu. pemberian konseling, dukungan dan pendekatan kepada ibu sangat diperlukan ibu untuk dapat
mengatasi stress yang dirasakan ibu sehingga
dapat menurunkan kadar kortisol dalam
tubuh ibu
Pengaruh Psikoedukasi Terhadap Postpartum Depresi Pada
Ibu Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Langsa
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa ada pengaruh pemberian psikoedukasi terhadap penurunan postpartum depresi yang dialami ibu nifas. Terdapat 64 ibu nifas
yang mengalami penurunan
postpartum depresi dari sebelum dan setelah pemberian perlakuan psikoedukasi dimana rata-rata
(mean ranks) penurunan tersebut
sebesar 31,5.
Depresi postpartum merupakan
perasaan sedih akibat berkurangnya kebebasan bagi ibu, penurunan estetika dan perubahan tubuh, berkurangnya interaksi sosial dan kemandirian yang disertai dengan gejala sulit
tidur, kurang nafsu makan, cemas,
tidak berdaya, kehilangan kontrol, pikiran yang menakutkan mengenai kondisi bayi, kurang memerhatikan
bentuk tubuhnya, tidak menyukai bayi dan takut menyentuh bayinya dimana hal ini
terjadi selama 2 minggu berturut-turut dan menunjukkan perubahan dari keadaan sebelumnya.
Depresi pasca persalinan merupakan suatu gangguan emosional ibu berupa
adanya perubahan mood yang cepat
berubah dan berganti-ganti
(mood swing), dari
tingkatan yang sangat
ringan yang bersifat sementara (baby blues) sampai depresi psikosa
yang sangat berat dan memerlukan
penanganan psikiatri (Aksara, 2012); (Abdillah & Putri, 2016).
Penelitian ini senada dengan
hasil Penelitian dari (Abdillah & Putri, 2016)..hasil
penelitiannya menunjukan bahwa terdapat
psikoedukasi
pada ibu postpartum.
Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa ketiga kelompok psikoedukasi yang dimiliki penurunan tingkat depresi pada ibu postpartum (Wahyuni
et al., 2018);(Basri
et al., 2014).
Hasil Penelitian ini juga senada dengan hasil penelitian
dari (Girsang & Novalina, 2015) dimana hasil yang didapat bahwa terdapat pengaruh pemberian psikoedukasi terhadap penurunan tingkat postpartum
blues pada ibu postpartum berusia
remaja.
Menurut asumsi peneliti psikoedukasi dapat menurunkan postpartum depresi
pada ibu postpartum, hal ini dikarenakan pemberian psikoedukasi yang memberikan informasi yang cukup tentang pencegahan
serta penurunan postpartum depresi. disini pemberian edukasi melihatkan keluarga dan orang terdekat agar dapat mendapingi ibu postpartum dalam penurunan tingkat depresi yang dialami ibu. Pada saat pemberian edukasi ini juga melibatkan tim psikolog (tim ahli)
agar dapat mendalami dan lebih mengatahui apa yang sedang dialami ibu dan dapat menanganinya secara langsung.
Pengaruh
Penurunan Hormon Kortisol Terhadap Penurunan Postpartum Depresi Pada
Ibu Nifas
Berdasarkan hasil penelitian
menunjukan bahwa, pada mean
rank pada penurunan hormone kortisol
sebesar 31.5 dan untuk penurunan postpartum depresi sebesar 93.5. Hasil signifikan didapatkan sebesar 0,000 yang berarti terdapat pengaruh penurunan hormone kortisol terhadap penurunan depresi postpartum.
Perubahan kadar hormon progesterone, estrogen, kelenjar tiroid, endofrin,
estradiol, cortisol dan prolaktin merupakan kondisi fisiologis dan terjadi pada sebagian besar ibu bersalin. Tetapi
pada kenyataannya hanya sekitar 10-15% ibu yang mengalami depresi pasca persalinan. Perubahan hormon memiliki peran dalam munculnya depresi pasca persalinan
tetapi perannya tergantung juga dengan kerentanan ibu� terhadap� perubahan hormonal tersebut. Kelelahan Fisik setelah proses persalinan, dehidrasi, kehilangan banyak darah, atau faktor
fisik lain dapat menurunkan stamina ibu yang
akhirnya dapat meningkatkan kerentanan ibu terhadap perubahan
hormonal pada dirinya (Budiawan, 2013);(Girsang & Novalina, 2015).
Menurut (Sutatminingsih,
2009),
dalam penelitiannya menemukan adanya terjadinya peningkatan ACTH dan kortisol pada wanita depresi dibandingkan wanita normal.
Hubungan kadar kortisol dengan kejadian postpartum blues
pada persalinan normal dan section caesarea. Didapatkan hasil bahawa ada
hubungan rerata kadar kortisol dengan kejadian postpartum blues
pada persalinan normal.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian (Budiawan, 2013),
hasil penelitiannya menunjukan bahwa ada hubungan antara
peningkatan kadar hormon kortisol dengan angka kejadian
postpartum blues.
Peneliti
berpendapat bahwa hormon kortisol berpengaruh terhadap postpartum depresi, seperti yang kita ketahui hormon
kortisol adalah hormon yang berkaitan dengan respon tubuh
terhadap stress dan dihasilkan
oleh oleh kelenjar ardealin. hormon kortisol dilepaskan oleh kelenjar adrenalin pada saat seseorang menghadapi stress atau yang sering disebut indicator stres. akan tetapi apabila
kadar hormone terlalu tinggi karena merespon
stress dapat berbahaya untuk seseorang. Sehingga diperlukan penanganan segerah untuk menurunkan kadar hormon kortisol
dengan cara mengaktifkan respons relaksasi tubuh
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis
dan pembahasan hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan perbandingan
pengaruh psikoedukasi terhadap Kadar hormon kortisol pada ibu nifas primipara di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Langsa,
yaitu sebagai berikut :
Ada
pengaruh pemberian psikoedukasi
terhadap penurunan kadar hormon kortisol
pada ibu nifas primipara
Ada
pengaruh pemberian psikoedukasi
terhadap postpartum depresi
pada ibu nifas primipara.
Adanya pengaruh penurunan kadar kortisol terhadap penurunan postpartum depresi
BIBLIOGRAFI
Basri, H.,
Zulkifli, A., & Abdullah, T. (2014). Efektivitas Psikoedukasi Terhadap
Depresi Postpartum Di Rsia Sitti Fatimah Dan Rsia Pertiwi Makassar. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Diakses 14 Maret 2014.Google Scholar
Budiawan,
A. (2013). Hubungan Antara Kadar Hormon Kortisol Dengan Kejadian Postpartum Blues Pada Persalinan Vakum Ekstraksi. UNS (Sebelas Maret University). Google Scholar
Kusumastuti, K., Astuti, D. P., & Dewi, A. P. S. (2019).
Efektivitas Massage Terapi Effleurage Guna Mencegah Kejadian Depresi Postpartum
Pada Ibu Nifas. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 12(1). Google Scholar
Rohmana, D., Jayatmi, I., & Darmadja, S. (2020).
Determinan Kecemasan Yang Terjadi Pada Ibu Post Partum. Jurnal Ilmiah
Kebidanan Indonesia, 10(02), 48�59. Google Scholar
Rosyidah, H., & Adibiyah, A. H. (2021). Literatur Review:
Pengaruh Pemberian Asi Pada Ibu Postpartum Dengan Kejadian Postpartum
Depression. Jurnal Ilmiah Pannmed (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition,
Midwivery, Environment, Dentist), 16(3), 680�685. Google Scholar
Sutatminingsih, R. (2009). Pengaruh Intervensi
Psikoedukasi Dalam Mengatasi Depresi Postpartum Di Rsu Dr. Pirngadi Medan.Google Scholar
Bobak, I. M.,
Lowdermilk, D. L., Jensen, M. D., & Perry, S. E. (2005).
Buku ajar keperawatan maternitas. Jakarta:
Egc, 7�8. Google Scholar
Saleha,
S. (2009). Asuhan kebidanan pada masa nifas. Google Scholar
Hutagaol, E. T. (2010). Efektivitas Intervensi Edukasi pada Depresi Postpartum, Tesis. Universitas Indonesia. Google Scholar
Dewi, V. N. L., & Sunarsih, T. (2011). Asuhan kebidanan pada ibu nifas. Jakarta: Salemba Medika, 198. Google Scholar
Aksara,
E. (2012). Bebas stres usai melahirkan. Jogjakarta: Javalitera. Google Scholar
Abdillah, A. J., & Putri, S. E. (2016).
Pengaruh Psikoedukasi
Terhadap Depresi Postpartum Pada Ibu Primipara. Jurnal Kesehatan, 7(1), 740�746.Google Scholar
Wahyuni, S., Anies, A., Soejoenoes, A., & Putra, S. T. (2018). Psikoedukasi
Dzikr Menurunkan Kadar Kortisol dan Meningkatkan Kadar IGG pada Ibu Primipara.
Jurnal Kesehatan Reproduksi, 5(2),
82�88. Google Scholar
Girsang, B. M., & Novalina, M. (2015).
Pengaruh Psikoedukasi
terhadap tingkat postpartum blues ibu primipara berusia remaja. Jurnal Keperawatan Soedirman, 10(2),
114�120. Google Scholar
Copyright holder : Fithriany, Cut Yuniwati, Silfia
Dewi, Lili Kartika Sari Harahap (2022) |
First publication right : Jurnal Health Sains This article is licensed under: |