Jurnal Health Sains: p–ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Apriani, Reni Latifani
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Kesetiakawanan Sosial Indonesia Email:
[email protected], [email protected]
INFO ARTIKEL |
ABSTRAK |
Tanggal diterima: 5 Desember 2020 Tanggal revisi: 15 Desember 2020 Tanggal yang diterima: 25 Desember 2020 |
Klorin adalah bahan kimia yang biasa digunakan sebagai pembunuh kuman. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/Per/XI/88, bahwa klorin tidak tercatat sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam kelompok pemutih dan pematang tepung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada atau tidaknya klorin pada jenis tepung terigu dan tepung beras secara kualitatif dan untuk mengetahui kadar klorin didalam tepung secara kuantitatif. Penelitian ini dilakukan dengan desain deskriptif kuantitatif yaitu dengan pengulangan sebanyak 3 kali dan metode yang digunakan yaitu kualitatif dengan reaksi warna dan kuantitatif dengan spektrofotometer. Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Tangerang. Hasil uji kualitiatif menunjukkan 100% tepung terigu bermerk dan tidak bermerk serta tepung beras bermerk positif mengandung klorin. Kadar klorin tertinggi terdapat pada tepung terigu ber merek SN yaitu 42,44 ± 2,75 𝑝𝑝𝑚. |
Kata kunci: Tepung; Klorin; Reaksi warna; Spektrofotometer. |
Tepung terigu dan tepung beras merupakan salah satu jenis pangan yang biasanya digunakan masyarakat untuk membuat berbagai jenis olahan makanan. Tepung terigu adalah bubuk halus yang berasal dari penggilingin biji gandum (Sinaga, 2011). Pada umumnya tepung terigu memiliki warna kekuningan. Tepung terigu banyak digunakan masyarakat sebagai bahan dasar pembuatan makanan (Sibuea, 2001). Namun karena kandungan gluten di dalamnya, orang-orang yang mengalami intoleransi terhadap gluten perlu mencari pengganti untuk tepung terigu ini. Salah satu yang bisa dipilih adalah tepung beras. Tepung beras adalah tepung yang terbuat dari beras dengan proses penggilingan. Tepung beras adalah salah satu pilihan yang baik sebagai pengganti tepung terigu (Ramayanti, 2017).
Nutrisi yang terkandung dalam tepung beras pun dianggap lebih baik dari pada tepung terigu dan tidak memiliki kadar gluten (Suhartatik & Widanti, 2018). Tepung beras juga merupakan produk setengah jadi untuk bahan baku industri lebih lanjut. Membuat tepung beras membutuhkan waktu 12 jam dengan cara merendam beras dalam air bersih kemudian ditiriskan, dijemur dan dihaluskan yang kemudian diayak dengan ayakan 80 (Sumarni, 2011).
Dalam pengolahan tepung terigu maupun tepung beras sering ditambahkan BTP (Bahan Tambahan Pangan) berbahaya berupa klorin. Klorin adalah bahan kimia yang biasanya digunakan sebagai pembunuh kuman. Zat klorin akan bereaksi dengan air membentuk asam hipoklorus yang diketahui dapat merusak sel-sel dalam tubuh. Klorin berwujud gas berwarna kuning kehijauan
dengan bau cukup menyengat. Penggunaan klorin dalam pangan bukan hal yang asing. Klorin sekarang bukan hanya digunakan untuk bahan pakaian dan kertas saja, tetapi telah digunakan sebagai bahan pemutih atau pengkilat beras, agar beras yang berstandar medium menjadi beras berkualitas super (Wongkar, 2014).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/Per/XI/88, bahwa klorin tidak tercatat sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam kelompok pemutih dan pematang tepung (Rosita et al., 2016). Dampak bahaya yang ditimbulkan dari klorin jika terkonsumsi dalam tepung terigu dan tepung beras dalam jangka panjang yaitu dapat mengakibatkan penyakit kanker hati dan ginjal (Wongkar, 2014).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033/Menkes/Per/IX/2012 tentang bahan tambahan pangan, bahwa klorin tidak tercatat dalam kelompok bahan pengembang adonan, pemucat dan pematang tepung, sehingga semua sampel tidak aman dikonsumsi (Rahman et al., 2017).
Produsen menggunakan klorin sebagai bahan tambahan tepung agar tepung beras ataupun tepung terigu terlihat lebih menarik dengan warna putih bersih atau lebih dikenal dengan tepung kulitas super (Hartini & AW, 2016).
Berdasarkan hasil penelitian uji kualitatif terhadap sampel tepung tapioka yang tidak bermerk diperoleh bahwa semua sampel mengandung klorin (Rahman et al., 2017).
Berdasarkan hasil penelitian uji kualitatif terhadap 3 sampel Tepung terigu dengan merk Segitiga Biru (kode Ba), Kunci Biru (kode Bb), dan Danau (kode Bc) dan 3 sampel Tepung terigu yang tidak bermerk diperoleh bahwa semua sampel mengandung klorin. Sedangkan berdasarkan uji kuantitatif pada tepung terigu bermerek yaitu tepung terigu BC mempunyai kadar klorin tertinggi 4,48±0,02 ppm dibandingkan dengan tepung terigu BA dan BB yang masing-masing
mempunyai kadar klorin 2,76±0,20 ppm dan 2,55±0,03 ppm. Pada tepung tidak bermerk diperoleh TBL mempunyai kadar klorin lebih tinggi 6,06 ± 0,02 ppm dibandingkan dengan tepung terigu TBJ dan TBK yang masing- masing mempunyai kadar klorin 1,81±0,02 ppm dan 5,96±0,01ppm, namun belum melewati ambang batas yang ditetapkan oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat yaitu 45 (Hartini & AW, 2016).
Pada penelitian sebelumnya dari 3 sampel tepung terigu bermerk dan semua hasil menujukkan positif walaupun dengan kadar yang berbeda, belum ada data untuk merk tepung terigu lain yang sering digunakan masyarakat (Agustian, 2001). Sehingga, peneliti tertarik untuk melanjutkan penelitian sebelumnya dengan mengambil sampel tepung terigu selain dari merk yang telah digunakan sebelumnya dan sampel yang berasal dari tepung terigu curah tanpa merek yang banyak beredar di pasar. Selain itu belum adanya data untuk kandungan klorin pada tepung beras sehingga, pada penelitian ini peneliti tertarik pula untuk meneliti kandungan klorin pada tepung beras bermerk.
Sampel diambil dari Pedagang sembako sekitar Kelurahan Rawa Buaya, Jakarta. Analisis sampel dilakukan di UPT Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Tangerang. Waktu penelitian Februari - Mei 2019. sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik total sampling yaitu dengan mengambil semua merk tepung terigu ber merek seperti: Tepung terigu merk Payung (PY), Cakra Kembar (CK), Lencana Merah (LM), Sania (SN) dan Mila (ML) dan tepung beras yang digunakan merk Rose brand (RB). Sedangkan tepung terigu tidak ber merek (curah) yang digunakan payung (PY1), Lencana Merah (LM1), Segitiga Biru (SB1) dan Tambang (TB1).
Identifikasi klorin dan kadar klorin pada tepung terigu dan tepung beras dilakukan dengan cara pengujian laboratorium dengan teknik Reaksi Warna (kualitatif) menggunakan reagen dipropil-p-phenilendiamine (DPD) dan Spektrofotometri (kuantitatif).
1. Uji kualitatif dengan Reaksi Warna
Ambil 10 ml filtrat sampel jernih hasil saringan masing-masing sampel, kemudian tambahkan 1sc reagen DPD di masing- masing sampel diamkan 1 menit (Hartini &
muda (Tabel 1, Gambar 1). Hasil positif adanya kandungan klorin ditandai dengan erjadinya perubahan warna dari bening menjadi merah muda setelah penambahan reagen dipropil-p-phenilendiamine (DPD).
Hasil Uji Kualitatif Dengan
Reaksi Warna Pada Sampel
Tepung Terigu Dan Tepug
Beras
No Jenis kode Hasil uji kualitatif
1 Tepung
AW, 2016).
2. Uji kuantitatif dengan Spektrofotometri. UV-Vis.Filtrat sampel sebanyak 10 ml yang sudah ditambah reagen DPD dimasukkan kedalam cuvet khusus spektrofotometri HACH DR 5000, Kemudian ukur konsentrasinya pada Spektrofotometri HACH DR 5000 (Hartini & AW, 2016).
Data pengujian hasil Kualitatif disajikan dalam bentuk tabel.
Data pengujian hasil Kuantitatif
disajikan dalam bentuk tabel yang berisi
Terigu ber merek
2 Tepung beras
3
Tepung Terigu curah tanpa merek Kontrol positif
Kontrol negatif
CK Merah muda
PY Merah muda
LM Merah muda
SN Merah muda
ML Merah muda
RB Merah muda
PY1 Merah muda
LM1 Merah muda
SB 1 Merah muda
TB1 Merah muda Merah
muda bening
sampel dan kadar klorin (rerata ppm ± sd ) dengan menggunakan casio fx350ES Plus Scienitific Calculator dan dengan rumus konversi abs :
Keterangan: CK= cakra kembar, PY=Payung, LM=lencana merah, SN=sania, ML=mila, RB=rosebrand, SB=segitiga biru, TB=tambang.
ppm= 𝐴𝑠𝑝𝑙 𝑥 ppm std 𝑥 50
𝑥 100 𝑥 1000 𝑚𝑔/
𝐴𝑠𝑡𝑑
𝑙
𝑠𝑝𝑙 (𝑚𝑙)
1000
Aspl = absorbansi sampel
Astd = absorbansi sd Cl2 100ppm ppm std = konsentrasi sd Cl2
1. Hasil uji kualitatif
Berdasarkan pengujian ada tidaknya kandungan klorin 3x pengulangan dengan reaksi warna pada tepung beras dan tepung terigu yang bermerek dan tidak bermerek didapatkan hasil samua sampel menunjukkan reaksi perubahan warna dari filtrat yang jernih menjadi warna merah
Reaksi Warna Klorin dan Reagen
DPD
Ket.gambar :
1. Blanko
2. Pengulangan pertama
3. Pengulangan kedua
4. Pengulangan ketiga.
2. Hasil uji kuantitatif
Berdasarkan hasil perhitungan kadar klorin dengan spektrofotometer UV-Vis
diperoleh hasil nilai kadar klorin tertinggi terdapat pada tepung terigu merk SN 42,44±2,75 ppm, dan tepung terigu tanpa merek SB 38,47± 5,11 ppm.
Kadar klorin terendah pada tepung terigu merk LM 8,61±0,34 ppm, sedangkan kadar klorin pada tepung beras didapat lebih rendah dari pada kadar klorin pada tepung terigu yaitu 2,91±0,80 ppm. Pada tepung terigu tidak bermerk yaitu SB dengan kadar yang paling tinggi yaitu 38,47±5,11 ppm. Nilai kadar yang terdeteksi tersebut hampir mendekati batas maksimum yang ditetapkan oleh Food and Drug Administration (FDA) yaitu 45 ppm. (Tabel 2)
Hasil Uji Kualitatif Kadar Klorin Pada
Tepung Terigu
Dan Tepung Beras
Sampel |
Kadar klorin (rerata ppm
± sd)
ppm |
Tepung terigu ber merek |
|
CK |
37,94 ± 1,44 |
PY |
19,97 ± 1,82 |
LM |
8,61 ± 0,34 |
SN |
42, 44 ± 2,75 |
ML |
32, 77 ± 5,67 |
Tepung Beras Bermerek |
|
RB |
2,91 ± 0,80 |
Tepung terigu tanpa merek |
|
PY |
19,97 ± 1,82 |
LM |
30,94± 2,55 |
SB |
38,47± 5,11 |
TB |
20,49±0,33 ppm |
Berdasarkan hasil uji kualitatif (Tabel 1) didapat bahwa semua sampel atau dengan persentase 100% tepung terigu (ber merek dan tidak ber merek) serta tepung beras yang diujikan mengandung klorin dengan adanya reaksi perubahan warna (Gambar 1). Indikator adanya kandungan klorin dalam sampel tersebut ditandai dengan perubahan warna
filtrat yang jernih menjadi warna merah muda. Pada tepung terigu bermerk didapat bahwa tepung terigu SN, CK, dan ML mengalami perubahan warna yang lebih pekat dibandingkan dengan tepung terigu merk lain seperti PY dan LM yang reaksi perubahan warna menunjukkan warna merah muda yang lebih muda dari tepung lainnnya (Hanifah, 2019). Begitupun hasil yang ditunjukkan pada sampel tepung terigu yang tidak bermerek LM, SB, TB menunjukkan perubahan warna lebih pekat daripada PY. Pada sampel tepung beras merk RB yang diujikan menunjukkan reaksi perubahan warna filtrat setelah ditambahkan reagen menjadi warna merah muda yang sangat muda seperti warna titik akhir saat titrasi yang sangat sukar untuk dibedakan antar positif dan negatifnya (Tedjo, 2017).
Terjadinya perubahan warna menjadi merah muda merupakan hasil reaksi klorin pada sampel terhadap dipropil-p- phenilendiamin yang terkandung didalam reagen total klorin. Reaksi tersebut terjadi pada saat inkubasi sampel selama 1 menit yang bertujuan agar adanya reaksi kompleks antara reagen dengan klorin (Hartini & AW, 2016).
Uji kualitatif hanya dapat memberikan hasil berdasarakan reaksi warna yang setiap individu yang melihat akan berpendapat berbeda terhadap reaksi perubahan warna tersebut. Oleh karena itu, dilakukan uji kuantitatif sebagai penentu kadar klorin pada masing-masing sampel (Elmiana Saidi, 2016). Berdasarkan hasil Uji Kuantitatif (Tabel
2) rerata kadar klorin pada masing-masing sampel memiliki kadar yang berbeda, seperti pada tepung terigu bermerk yaitu SN dengan kadar yang paling tinggi yaitu 42,44±2,75 ppm dan tepung terigu tidak bermerek yaitu SB 38,47± 5,11 ppm. Nilai uji kuantitaif tersebut hampir mendekati batas maksimum yang ditetapkan oleh Food and Drug Administration (FDA) yaitu 45 ppm dan diikuti dengan merk CK dengan kadar 37,94±1,44 ppm dan ML dengan kadar 32,77±5,67 ppm dibandingkan dengan tepung terigu merk PY dan LM yang
masing-masing memiliki kadar klorin jauh dibawah merk sebelumnya yaitu PY 19,97±1,82 ppm dan LM 8,61±0,34 ppm sedangkan pada tepung beras merk RB dengan kadar 2,91±0,80 ppm (Aryani, 2015).
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa kadar klorin pada tepung terigu bermerk 3 diantara 5 merk tepung terigu lebih tinggi kadar klorinnya dibandingkan dengan 2 merk lainnya dan 1 merk tepung beras (Tjiptaningdyah, 2017). Hasil pengujian kadar klorin pada tepung terigu tidak bermerk, 3 diantara 4 tepung terigu lebih tinggi kadar klorinnya dibandingkan dengan 1 sampel lainnya. Meskipun seluruh sampel tepung terigu (ber merek dan tidak bermerek) dan tepung beras mengandung klorin namun belum melawati ambang batas yang telah ditetapkan oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat yaitu 45 ppm. Namun, tetap mengikuti peraturan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033/Menkes/Per/IX/2012 tentang bahan tambahan pangan, bahwa klorin tidak tercatat dalam kelompok bahan pengembang adonan, pemucat dan pematang tepung, sehingga semua sampel tidak aman dikonsumsi (Rahman et al., 2017).
Berdasarkan Uji Kualitatif diperoleh bahwa 100% tepung terigu bermerk dan tidak bermerk serta tepung beras bermerk positif mengandung klorin. kadar klorin tertinggi terdapat pada tepung terigu ber merek SN yaitu 42,44±2,75 ppm
Agustian, A. G. (2001). Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan Spiritual, Esq (Emotional Spiritual Quotient): Erdasarkan 6 Rukun Iman Dan 5 Rukun Islam. Arga.
Aryani, S. (2015).
Perbandingan Metode
Suspensicrushing Suspension Method
Dan Simple Suspension Methodterhadap Penurunan Kadar Spironolakton. Uin Syarif Hidayatullah Jakarta: Fkik, 2015.
Elmiana Saidi, D. A. (2016). Analisis Klorin Pada Beras Di Pasar Induk Jakabaring Dan Sumbangsihnya Terhadap Mata Pelajaran Biologi Pada Materi Makanan Bergizi Dan Menu Seimbang Di Kelas Xi Sma/Ma (Skripsi). Uin Raden Fatah Palembang.
Hanifah, I. (2019). Kajian Karakteristik Kimia Dan Tingkat Kenyang Food Bar Grits Kacang Komak Dan Grits Kacang Kedelai Hitam Hasil. Jurnal Kesehehatan.
Hartini, H., & Aw, A. P. (2016). Penentuan Kadar Klorin (Cl2) Pada Tepung Terigu Yang Dijual Di Pasar Kodim Kota Pekanbaru Dengan Metode Spektrofotometri. Jurnal Sains Dan Teknologi Laboratorium Medik, 1(1), 29–35.
Rahman, A. F., Nandariyah, N., & Parjanto, P. (2017). Keanekaragaman Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Oyong (Luffa Acutangula L.) Pada Berbagai Konsentrasi Kolkhisin. Agrotechnology Research Journal, 1(1), 1–6.
Ramayanti, S. E. I. (2017). Upaya Bimbingan Konseling Pusat Layanan Autis Kepada Orang Tua Terhadap Penanganan Anak Autis Di Pusat Layanan Autis Sultra (Ditinjau Dari Perspektif Bimbingan Konseling Islam). Iain Kendari.
Rosita, D., Zaenab, S., & Budianto, M. A. K. (2016). The Analysis On The Chlorine Contents In Rice Circulation In Pasar Besar Of Malang As The Biological Learning Resource. Jpbi (Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia), 2(1), 88–
93.
Sibuea, P. (2001). Penggunan Gum Xanthan Pada Substitusi Parsial Terigu Dengan Tepung Jagung Dalam Pembuatan Roti [Use Of Xanthan Gum In Partial Substitusion Of Corn Flour For Wheat
Flour In Breadmaking]. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, 12(2), 108.
Sinaga, S. (2011). Pengaruh Substitusi Tepung Terigu Dan Jenis Penstabil Dalam Pembuatan Cookies Labu Kuning.
Suhartatik, B. R. A. H. N., & Widanti, Y. A. (2018). Cookies Tepung Beras Merah (Oryza Nivara)–Mocaf (Modified Cassava Flour) Dengan Penambahan Bubuk Kayu Manis (Cinnamomun Burmanni). Jitipari (Jurnal Ilmiah Teknologi Dan Industri Pangan Unisri), 3(1).
Sumarni, M. (2011). Pengaruh Employee Retention Terhadap Turnover Intention Dan Kinerja Karyawan. Akmenika Upy, 8, 20–47.
Tedjo, Y. (2017). Kata Pengantar Ketua Panitia Seminar. Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Tjiptaningdyah, I. R. (2017). Analisis Keamanan Pangan Pada Beras Kajian Dari Kandungan Klorin. Teknoboyo, 1(1).
Wongkar, I. Y. (2014). Analisis Klorin Pada Beras Yang Beredar Di Pasar Kota Manado. Pharmacon, 3(3).
Copyright holder: Apriani, Reni Latifani (2020) |
First publication
right: Jurnal Health
Sains |
This article
is licensed under: |