Jurnal Health Sains: p–ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 3, No.7, Juli 2022
HUBUNGAN STATUS GIZI BALITA DAN PERKEMBANGAN ANAK BALITA DI KELURAHAN LILIBA KECAMATAN OEBOBO
Ni Luh Made Diah Putri Anggaraeningsih, Hasri Yulianti
Poltekkes Kemenkes Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
artikel info |
abstraK |
Diterima: 12 Juli 2022 Direvisi: 20 Juli 2022 Dipublish: 25 Juli 2022 |
Latar belakang: Status gizi anak disebabkan oleh beberapa faktor. Secara umum dipengaruhi oleh dua faktor yakni asupan makanan dan kesehatan. Konsumsi pangan meliputi zat gizi dalam makanan, baik yang di makan dalam keluarga maupun makanan olahan, daya beli keluarga dan kebiasaan makan, persediaan makanan di rumah, kemiskinan, kurang pendidikan, kurang ketrampilan dan krisis ekonomi. karena kekurangan nutrisi pada masa ini akan menyebabkan kerusakan yang permanen dan bisa berdampak pada perkembangan otak. Tujuan Penelitian: untuk mengetahui status gizi pada masa balita dan pengetahuan orangtua dalam memberikan makanan bergizi pada anaknya, Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain Cross Sectional Study (studi potong lintang). Hasil Penelitian: dari penelitian ini data karateristik responden diambil berdasarkan umur balita, jenis kelamin balita, pendidikan dan pekerjaan ibu balita.Status gizi balita di Kelurahan Liliba 13 orang balita yang perkembangan meragukan berada pada status gizi lebih 2 orang (2,4%), gizi baik 8 orang (9,8%).
ABSTRACT Background: The nutritional status of children is caused by various factors. In general, it is influenced by two factors, namely food consumption and health. Food consumption includes nutrients in food, the presence or absence of feeding outside the family, family purchasing power, eating habits, food supplies at home, poverty, lack of education, lack of skills and economic crisis. because lack of nutrients at this time will cause irreversible damage and can have an impact on brain development. Research Objectives: to determine the nutritional status of toddlers and need serious attention from parents, Research Methods: This study used a quantitative method with a Cross Sectional Study design (cross-sectional study). Research results: from this study, the respondent's characteristics data were taken based on the age of the toddler, gender of the toddler, education and occupation of the mother of the toddler. The nutritional status of toddlers in Liliba Village, 13 children under five with doubtful development were in the nutritional status of more than 2 people (2.4%), good nutrition 8 people (9.8%). |
Kata Kunci: perkembangan; zat gizi; status gizi; balita; factor; makanan
Keywords: nutrients; nutritional status; toddlers; factors; food; irreversible. |
Pendahuluan
Status gizi anak disebabkan oleh beberapa faktor. Secara umum dipengaruhi oleh dua faktor yakni asupan makanan dan kesehatan. Konsumsi pangan meliputi zat gizi dalam makanan, baik yang di makan dalam keluarga maupun makanan olahan, daya beli keluarga, dan kebiasaan makan, persediaan makanan di rumah, kemiskinan, kurang pendidikan, kurang ketrampilan dan krisis ekonomi. Sedangkan faktor kesehatan meliputi pemeliharaan kesehatan, lingkungan fisik dan sosial serta penyakit infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan dan pengasuhan dalam perawatan anak (Supariasa, 2016).
Gizi kurang dan gizi buruk sangat berkaitan erat dengan masalah kemiskinan. Peningkatan ekonomi masyarakat akan berdampak terhadap peningkatan status gizi. Peningkatan ekonomi masyarakat dapat menurunkan kurang gizi dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, mengurangi biaya kematian dan kesakitan; kedua, peningkatan produktivitas. Upaya peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat harus terus dilakukan secara berkesinambungan. Status kesehatan yang baik akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja yang pada akhirnya akan berdampak terhadap kesejahteraan hidup (supariasa, 2016).
Keadaan sosial ekonomi merupakan aspek sosial budaya yang sangat mempengaruhi status kesehatan dan juga berpengaruh pada pola penyakit dan juga dapat berpengaruh pada kematian misalnya obesitas banyak ditemukan pada golongan masyarakat berstatus ekonomi tinggi, malnutrisi lebih banyak ditemukan pada kelompok masyarakat dengan ekonomi rendah (Notoatmodjo, 2012).
Status gizi anak sangat menentukan perkembangan fisik, mental di kemudian hari. Kekurangan gizi pada masa balita akan mempengaruhi pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan emosionalnya sehingga pada saat dewasa nantinya balita ini tidak dapat memberikan sumbangan terhadap pembagunan secara optimal. Kelompok balita termasuk kelompok umur yang sangat rentan terhadap perubahan gizi dan konsumsi makan. Status gizi balita ini sangat tergantung pada tingkat pengetahuan ibu, orangtua dan lingkungannya (Lutviana & Budiono, 2010).
Usia anak 1-5 tahun atau balita balita merupakan kelompok yang sangat perlu perhatian yang besar baik nutrisinya maupun pertumbuhan dan perkembangannya. Kekurangan akan kebutuhan gizi pada masa anak-anak selain akan mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan jasmaninya juga akan menyebabkan gangguan perkembangan mental anak. Anak-anak yang menderita kurang gizi setelah mencapai usia dewasa tubuhnya tidak akan tinggi yang seharusnya dapat dicapai, serta jaringan-jaringan otot yang kurang berkembang (Solechah & Fitriahadi, 2017). Menurut (Ranuh, 2015) juga menyebutkan bahwa perkembangan anak meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosi, bahasa, motorik (kasar dan halus), personal, sosial, dan adaptasi.
Kurang dari sepertiga dari 30 juta anak usia 0-6 tahun di Indonesia memiliki akses pada program PAUD (Perkembangan Usia Dini), dengan mayoritas dari mereka yang tidak terlayani tinggal di daerah pedesaan dan berasal dari keluarga miskin, sehingga 1 dari 3 balita di Indonesia terhambat pertumbuhannya (Safitri,2017). Departemen kesehatan RI Dalam (Rahmat, 2017) melaporkan bahwa 0,4 juta (16%) balita Indonesia mengalami gangguan perkembangan, keterlambatan motoric kasar dan halus, gangguan pendengaran, kecerdasan rendah dan keterlambatan bicara.
Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui hubungan status gizi dengan perkembangan balita di desa Liliba Kecamatan Oebobo. Dalam penelitian ini status gizi pada umumnya berada pada gizi baik ini dikarenkan pendidikan ibu yang mengasuh dan merawat anak berada pada pendidikan menengah 52,4% dan pekerjaan ibu umumnya ibu rumah tangga yang mempunyai waktu lebih banyak dalam merawat anak balita di kelurahan liliba. Status gizi menentukan perkembangan fisik, mental dikemudian hari, dan zat gizi menjadi bagian yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan pada masa balita.
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain Cross Sectional Study (studi potong lintang), yaitu variabel penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan yang dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2019 dan bertempat di Kelurahan Liliba Kota Kupang. Teknik sampling yang digunakan cluster random sampling sesuai dengan kondisi dan pertimbangan kader setempat dengan respoden sebanyak 82 balita dari 161 balita yang ada serta memenuhi kriteria inklusi yaitu balita berusia 0 – 59 bulan, tinggal di wilayah Liliba miimal 1 tahun, tidak dalam keadaan sakit dan bersedia menjadi responden. Pengambilan data menggunakan kuisioner untuk data karateristik responden, buku KIA untuk data status gizi, dan lembar KTSP untuk data perkembangan responden.
Hasil dan Pembahasan
Data karateristik responden diambil berdasarkan umur balita, jenis kelamin balita, pendidikan dan pekerjaan ibu balita. Berikut data karateristik dari 82 responden:
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karateritik Responden
Karateristik |
F |
% |
|
Umur Batita 0 – 11 bulan 12 – 23 bulan 24 – 35 bulan 36 – 47 bulan 48 – 59 bulan |
9 12 36 15 10 |
11,0 14,6 43,9 18,3 12,2 |
82 |
Jenis Kelamin Balita P L |
45 37 |
54,9 45,1 |
82 |
Pendidikan Ibu Dasar Menengah |
39 43 |
47,6 52,4 |
82 |
Pekerjaan Ibu IRT PNS Swasta |
42 23 17 |
51,2 28,1 20,7 |
82 |
Analisa berdasarkan tabel diatas menunjukkan mayoritas batita berada pada umur 24 – 35 bulan sebanyak 36 orang (43,9%) dengan batita terbanyak berjenis kelamin perempuan sebanyak 45 orang (54,9%).
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita
Karateristik |
F |
% |
Lebih atau Gemuk Baik atau Normal Kurang atau Kurus Buruk atau Sangat Kurus |
6 72 4 0 |
7,3 87,8 4,9 0 |
Total |
82 |
100 |
Analisa berdasarkan tabel diatas status gizi balita berada pada status gizi baik sebanyak 72 orang (87,8%).
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perkembangan
Karaterstik |
F |
% |
Sesuai Meragukan Menyimpang |
68 13 1 |
82,9 15,9 1,2 |
Total |
82 |
100 |
Analisa dari tabel diatas menunjukkan batita di kelurahan Liliba dari 82 balita yang memiliki perkembangan sesuai sebanyak 68
orang (82,9%), perkembangan meragukan 13 orang (15,9%) dan perkembangan menyimpang 1 orang (1,2%).
Tabel 4
Distribusi Hubungan Status Gizi dan Perkembangan Balita
Status Gizi Batita |
Perkembangan |
Total |
||||||
Sesuai |
Meragukan |
Menyimpang |
||||||
F |
% |
f |
% |
f |
% |
f |
% |
|
Lebih atau Gemuk Baik atau Normal Kurang atau Kurus Buruk atau Sangat Kurus |
4 64 0 0 |
4,9 78 0 0 |
2 8 3 0 |
2,4 9,8 3,7 0 |
0 0 1 0 |
0 0 1,2 0 |
6 72 4 0 |
7,3 87,8 4,9 0 |
Total |
68 |
82,9 |
13 |
15,9 |
1 |
1,2 |
82 |
100 |
Analisa tabel diatas menujukkan bahwa 13 balita dengan masalah perkembangan memiliki status gizi lebih 2 orang (2,4%), gizi baik 8 orang (9,8%) dan gizi kurang 3 orang (3,7%). Dan perkembangan balita menyimpang sebesar 1 orang (1,2%) berada pada status kurang gizi. Dengan nilai p value 0,00 menunjukkan adanya hubungan antara staus gizi dan perkembangan balita. Menurut lely Khulafa dkk, hasil penelitian dari 3 responden didapatkan sebagian besar status gizi balita adalah gizi baik sebanyak 71%, berdsarkan hasil uji statistic Spearmen Rank didaptkan t hitung 3,647 dan bila dibandingkan dengan t tabel (α = 0.025) adalah 1,960 maka t hitung > t tabel yaitu 3,647 > 1.960 sehingga H1 diterima artinya ada hubungan antara status gizi dengan perkembangan usia 1-3 tahun. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa status gizi akan mempengaruhi perkembangan balita (Khulafa’ur Rosidah & Harsiwi, 2019).
A. Status Gizi Balita
Status gizi merupakan keadaan kesehatan anak ditentukan oleh tingkat kebutuhan fisik akan energy dan zat gizi lain dari makanan yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometrik. Status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk kedalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut (Ningsih et al., 2016).
Status gizi disebut seimbang atau gizi baik bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan. Sedangkan status gizi tidak seimbang dapat dipresentasikan dalam bentuk kurang gizi yaitu bila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang dibutuhkan, dan dalam bentuk gizi lebih bila asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan. Gangguan gizi dapat terjadi baik pada status gizi kurang maupun status gizi lebih (Supariasa, 2016).
Menurut (Ranuh, 2015) status gizi pada anak dipengaruhi oleh asupan makanan, penyakit infeksi, dan pola pengasuhan anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status gizinya. Begitu juga sebaliknya, anak yang makanannya tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya pasti lemah dan pada akhirnya mempengaruhi status gizinya. Pola pengasuhan anak, dalam hal sikap dan perilaku ibu, atau pengasuh lainnya mengenai kedekatan dengan anak, makanan, perawatan, kebersihan, kasih sayang, dll (Yunita, 2016).
Hasil penelitian menunjukkan status gizi pada balita di kelurahan Liliba status gizi lebih 7,3%, gizi baik 87,8% dan gizi kurang 4,9%. Status gizi di kelurahan liliba umumnya berada pada gizi baik ini dikarenkan pendidikan ibu yang mengasuh dan merawat anak berada pada pendidikan menengah 52,4% dan pekerjaan ibu umumnya ibu rumah tangga yang mempunyai waktu lebih banyak dalam merawat anak balita di kelurahan liliba. Status gizi balita secara tidak langsung dipengaruhi oleh pendidikan ibu, ekonomi keluarga, pola asuh dan keterjankauan pelayanan kesehatan (Suryani, 2017).
Hal ini juga sesuai dengan penelitian (Handayani, 2017; Ningsih et al., 2016) yang mengatakan pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap status gizi ibu. Semakin tinggi pendidikan ibu semakin baik status gizi balita, dimana ibu yang pendidikan menengah keatas memiliki penangkapan nalar yang lebih baik sehingga dapat menerima informasi yang baik terkait kesehatan dan pemenuhan nutrisi balita yang dapat diterapkan kepada balitanya.
B. Perkembangan Balita
Berdasarkan hasil penelitian didapati perkembangan anak yang sesuai 82,9%, perkembangan meragukan 15,9% dan perkembangan menyimpang 1,2%. Perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi organ tubuh dan keterampilan termasuk emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang sifatnya kualitatif (Kemenkes, 2012). Periode tumbuh kembang anak pada masa balita merupakan perkembangan dasar akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosi dankecerdasan berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya (Sundari & Maulidia, 2014).
Aspek perkembangan ini sifatnya kualitatif, yaitu pertambahan kematangan fungsi dari masing-masing bagian tubuh, yang diawali dengan jantung bisa berdenyut memompa darah, kemampuan bernafas sampai anak mempunyai kemampuan tengkurap, duduk, berjalan, bicara, memungut benda-benda disekelilingnya, serta kemampuan emosi dan social anak. Tahap perkembangan awal akan menentukan perkembangan selanjutnya. Keterampilan dan peran ibu sangat bermanfaat bagi perkembangan dan pertumbuhan anak secara keseluruhan, karena orang tua dapat segera mengetahui manfaatnya dalam tumbuh kembang anaknya dan memerikan stimulasi bagi perkembangan keseluruhan penampilan fisik dan perkembangan anak, aspek mental, dan sosial (Palasari & Purnomo, 2012).
Dalam penelitian ini masih dijumpai sebagian anak (1,2%) dengan perkembangan menyimpang dan (15,9%) dengan perkembangan meragukan. Apabila perkembangan anak menyimpang maka harus dilakukan rujukan, dan apabila perkembangan anak meragukan maka perlu dilakukan uji ulang dalam 1-2 minggu untuk menghilangkan faktor sesaat seperti rasa takut, keadaan sakit atau kelelahan, namun rujukan dan tes tersebut tidak dilakukan oleh peneliti, hal tersebut merupakan keterbatasan dari penelitian ini.
C. Hubungan Status Gizi dan Perkembangan Batita
Penelitian ini dilakukan terhadap anak usia 0 – 59 bulan di kelurahan Liliba, diperoleh hasil pada anak yang memiliki status gizi lebih sebagian besar (7,3%) memiliki perkembangan yang baik (4,9%), pada anak yang memiliki status gizi baik sebagian besar (87,8%) memiliki perkembangan yang baik (78%), pada anak yang memiliki status gizi kurang sebagian besar (4,9%) memiliki perkembangan yang menyimpang (1,2%). Dari hasil tersebut menunjukan anak yang memiliki status gizi yang baik perkembangannya juga cenderung baik. Hal ini sangat dimungkinkan oleh karena status gizi yang baik menunjukkan zat-zat gizi yang dibutuhkan untuk tubuh/jaringan supaya bisa berfungsi, tumbuh, dan berkembang sudah terpenuhi, dan seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan anak adalah faktor nutrisi atau gizi.
Gizi menjadi bagian yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini seperti diungkapkan oleh (Proverawati & Asfuah, 2009), bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah faktor biologis dimana salah satunya adalah gizi. Pertumbuhan jaringan otak yang pesat pada anak terjadi pada usia bayi sampai dengan 2 tahun. Pada usia 2 tahun ukuran otak anak mencapai 80% dari ukuran otak orang dewasa. Selanjutnya otak akan berkembang dengan perkembangan yang lebih lambat. Otak yang tidak berkembang secara optimal maka akan mempengaruhi perkembangan kognitif pada anak. Perkembangan kognitif meliputi kemampuan anak memahami dunianya melalui inderanya, kecakapan motoric dan proses berfikir logis maupun abstrak. Diperlukan asupan nutrisi yang baik pada masa pertumbuhan dan perkembangan otak, agar otak dapat berkembang secara optimal, sehingga anak memiliki perkembangan kognitifyang optimal (Ranuh, 2015). Anak-anak yang menderita kurang gizi setelah mencapai usia dewasa tubuhnya tidak akan tinggi yang seharusnya akan dicapai, serta jaringan otot dan kognitif yang kurang berkembang (Solechah & Fitriahadi, 2017). Oleh karena itu, status gizi balita perlu mendapatkan perhatian khusus dari orang tua, karena kekurangan gizi pada saat ini akan menyebabkan kerusakan yang irreversible dan bisa mempengaruhi perkembangan otak (Gunawan, 2016).
Kesimpulan
Status gizi balita di Kelurahan Liliba 13 orang balita yang perkembangan meragukan berada pada status gizi lebih 2 orang (2,4%), gizi baik 8 orang (9,8%) dan gizi kurang 3 orang (3,7%) dan perkembangan balita menyimpang 1 orang (1,2%) berada pada status gizi kurang sehingga menunjukkan status gizi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan balita.
Handayani, R. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada anak balita. Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, 2(2), 217–224. Google Scholar
Kemenkes, R. I. (2012). Pedoman Pelaksanaan Hari TB Sedunia 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Khulafa’ur Rosidah, L., & Harsiwi, S. (2019). Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Balita Usia 1-3 Tahun (Di Posyandu Jaan Desa Jaan Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk). Jurnal Kebidanan, 6(1), 24–37. https://doi.org/10.35890/jkdh.v6i1.48 Google Scholar
Lutviana, E., & Budiono, I. (2010). Prevalensi dan determinan kejadian gizi kurang pada balita. KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(2). Google Scholar
Ningsih, Y. A., Suyanto, S., & Restuastuti, T. (2016). Gambaran Status Gizi pada Siswa Sekolah Dasar Kecamatan Rangsang Kabupaten Kepulauan Meranti. Riau University. Google Scholar
Notoatmodjo, S. (2005). Teori dan aplikasi promosi kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Google Scholar
Palasari, W., & Purnomo, D. (2012). Keterampilan ibu dalam deteksi dini tumbuh kembang terhadap tumbuh kembang bayi. Jurnal Stikes, 5(1), 11–20. Google Scholar
Proverawati, A., & Asfuah, S. (2009). Buku ajar gizi untuk kebidanan. Google Scholar
Rahmat, A. S. (2017). Hubungan Pola Asuh Dan Pendidikan Dengan Pengetahuan Ibu Tentang Keterlambatan Tumbuh Kembang Anak Balita Di Puskesmas Sukaindah Tahun 2016. Jurnal Ilmiah Keperawatan, 6(1). Google Scholar
Ranuh, S. (2015). Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Google Scholar
Solechah, M., & Fitriahadi, E. (2017). Hubungan status gizi dengan perkembangan balita usia 1-3 tahun di wilayah kerja Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta. Universitas’ Aisyiyah Yogyakarta. Google Scholar
Sundari, S., & Maulidia, K. (2014). tingkat pengetahuan dengan motivasi ibu memberikan stimulasi tumbuh kembang bayi. Jurnal Ilmu Kebidanan, 1(1), 49–54. Google Scholar
Suryani, L. (2017). Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki. Jomis (Journal Of Midwifery Science), 1(2), 47–53. Google Scholar