Jurnal Health Sains: p–ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 3, No. 7, Juli 2022
KETERTARIKAN LALAT PADA FLY GRILL YANG BERBEDA WARNA
Wulan Nugrahani, Avicena Sakufa Marsanti, Zaenal Abidin
STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
artikel info |
abstraK |
Diterima: 02 Juli 2022 Direvisi: 10 Juli 2022 Dipublish: 25 Juli 2022 |
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara variasi kuning pada fly grill terhadap kepadatan lalat. Jenis penelitian ini yaitu pre eksperimen dengan rancangan one shoot case study. Penelitian dilakukan di pasar sambirejo yang berfokus pada area penjualan daging. Jumlah titik pengukuran yaitu 4 titik. Pengukuran kepadatan lalat dilakukan selama 30 detik dengan 10 kali pengulangan, kemudian masing-masing dicari rata-ratanya. Analisis data menggunakan uji oneway anova dan dilanjutkan uji LSD. Hasil peneitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara fly grill dengan variasi warna kuning terhadap kepadatan lalat di pasar sambirejo (p value=0,035 < =0,05). Ada perbedaan yang bermakna antara fly grill warna kuning tua dengan keemasan (p value=0,007 < =0,05). Fly grill warna kuning keemasan lebih efektif digunakan dalam pengukuran kepadatan lalat dibandingkan dengan fly grill warna kuning tua dan muda. Disarankan peneliti selanjutnya menggunakan warna cerah yang berbeda dan memberikan pelumuran di permukaan fly grill menggunakan bahan yang berbau kesukaan lalat seperti daging atau ikan, sehingga lebih memikat lalat untuk hinggap.
ABSTRACT The objective of this research is to determine the difference between the yellow variations on the fly grill on the fly density. This study was carried out through pre-experimental research through a one-shot case study design. Furthermore, this research was conducted at Sambirejo Market, particularly the area that sells meat. In this case, there are 4 measurement points employed. The measurement of fly density was done for 30 seconds with 10 repetitions and each measurement average was determined. Furthermore, the data collected were analyzed using one-way ANOVA test and followed by an LSD test. Based on the research, results were obtained in the form that there was a significant difference between the fly grill and the yellow color variation on the fly density at Sambirejo market (p value = 0.035 < α = 0.05). In addition, there was also a significant difference between the dark yellow and golden fly grills (p value=0.007 < α = 0.05). In this case, the golden yellow fly grill is more effective in measuring the fly density than the dark yellow and light yello. It is further suggested that future researchers will use different bright colors and provide a grease on the surface of the fly grill using materials whose smell is preferred by fly such as meat or fish. Therefore, it will be more attractive for fly to perch. |
Kata Kunci: kepadatan lalat; fly grill; variasi warna kuning.
Keywords: Dry skin; moisturizer; humidity; skin moisturizer. |
Pendahuluan
Vektor penyakit adalah suatu organisme pembawa bakteri atau virus atau parasit dari host yang terinfeksi ditularkan kepada host lain. Penyakit tular vektor termasuk dalam penyakit berbasis lingkungan. Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab angka kesakitan dan kematian tinggi yang disebabkan oleh vektor yaitu keadaan social ekonomi, adanya perubahan iklim dan perilaku masyarakat (Masyhuda, 2017). Beberapa vektor penyakit yang terdapat di Indonesia yaitu, nyamuk, pinjal, tungau, kecoa, kutu, keong dan lalat (Permenkes RI, 2017).
Lalat merupakan salah satu vektor penyebab penyakit sekaligus serangga pengganggu. Beberapa jenis lalat yang merugikan bagi manusia antara lain lalat rumah, lalat hijau, lalat latrine dan lalat biru. Keberadaan lalat rumah dan lalat hijau menimbulkan dampak yang buruk terhadap kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Penyakit bawaan lalat antara lain tifus, diare, disentri, kolera, myasis dan demam tifoid. Penularan penyakit ini terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Proses penularan langsung biasanya melalui gigitan lalat dewasa. Sedangkan penularan tidak langsung yaitu melalui minuman dan makanan yang terkontaminasi oleh lalat. Semua bagian tubuh lalat membawa pathogen yang dapat dipindahkannya pada makanan dan minuman. Lalat menyebarkan pathogen melalui muntahan, kotoran dan permukaan tubuh lalat yang hinggap pada makanan ataupun minuman (Andiarsa, 2018).
Salah satu cara mengurangi potensi dampak yang disebabkan lalat yaitu diperlukan pengukuran kepadatan lalat di suatu tempat terlebih di tempat-tempat umum. Kepadatan lalat merupakan salah satu indikator keadaan sanitasi lingkungan masyarakat (Permenkes RI, 2020). Tingginya kepadatan lalat di suatu tempat menujukkan kualitas lingkungan tersebut kurang baik mengingat lalat biasanya hidup di tempat yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Faktor yang dapat mempengaruhi kepadatan lalat antara lain pengelolaan sampah yang kurang baik, saluran limbah dan drainase yang tidak memenuhi persyaratan (Imelda, 2021).
Pasar tradisional yaitu salah satu tempat umum yang perlu dijaga kesehatan lingkungannya karena banyak dikunjungi oleh masyarakat. Sampai saat ini pasar di Indonesia, terutama di area penjualan daging dan ikan masih dipandang kurang terjaga kebersihannya karena kotor dan kumuh yang diperlihatkan. Sehubungan dengan Peraturan menteri kesehatan RI No.17 tahun 2020 yang termasuk dalam kategori pasar sehat diantaranya ketersediaan air bersih, terdapat saluran limbah yang tertutup, dan terdapat pengendalian vektor serta binatang pembawa penyakit seperti halnya lalat.
Dari Studi pendahuluan terkait hasil pengukuran kepadatan lalat yang telah dilakukan di Pasar Sambirejo Kabupaten Madiun tepatnya pada area penjualan daging menunjukkan bahwa jumlah rata-rata kepadatan lalat sebesar 10,6. Angka kepadatan lalat di tempat penjualan daging tersebut melebihi baku mutu yang telah ditetapkan pada Permenkes RI Nomor 50 Tahun 2017. Angka kepadatan lalat dinyatakan tinggi jika rata-ratanya >2 per fly grill. Upaya pengendalian ini dapat dilakukan dengan pengukuran tingkat kepadatan lalat menggunakan alat fly grill. Selanjutnya dapat dilakukan metode pengendalian yang tepat untuk meminimalisir laju angka pertambahan lalat, karena perkembangbiakannya sangat cepat. Kepadatan populasi lalat sangat dipengaruhi oleh pencahayaan suatu tempat, suhu dan kelembaban. Lalat termasuk dalam serangga yang bersifat fototrofik yaitu tertarik pada cahaya (Puspitarani, 2017).
Fly grill adalah alat yang sederhana terbuat dari potongan kayu dengan panjang 80cm, lebar 2cm, tebal 1cm sebanyak 16-22 bilah. Keuntungan dari penggunaan alat ini yaitu bahan baku yang digunakan mudah ditemukan, murah dan mudah cara pembuatannya. Pemberian variasi warna pada fly grill dapat digunakan untuk mendapatkan hasil pengukuran kepadatan lalat yang lebih baik. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan variasi warna kuning yang terdiri dari warna kuning tua, muda dan keemasan. Peneliti menggunakan variasi warna tersebut karena menurut penelitian sebelumnya fly grill warna kuning lebih disarankan untuk digunakan dalam pengukuran kepadatan lalat karena lalat lebih tertarik dengan warna kuning dibandingkan warna lainnya (Emerty & Mulasari 2020). Berdasarkan latar belakang tersebut maka, tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis perbedaan rata-rata kepadatan lalat yang diukur menggunakan fly grill dengan variasi warna berbeda.
Metode Penelitian
Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pre eksperimen dengan rancangan one shoot case study (Notoatmodjo, 2018). Penelitian ini dilakukan di Pasar Sambirejo Kabupaten Madiun pada 24 Maret 2022 pukul 08.00. Pengukuran kepadatan lalat dilakukan pada jam tersebut mengingat lalat lebih aktif mencari makan di pagi hari. Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan One Way Anova untuk melihat perbedaan pada setiap variabel dan dilanjutkan dengan uji LSD untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda secara signifikan (Sopiudin, 2017). Variabel independen pada penelitian ini variasi warna kuning pada fly grill, sedangkan variabel dependent yaitu kepadatan lalat. Berikut adalah bentuk rancangan one shoot case study:
X1 O1
X2 O2
X3 O3
Keterangan:
X1 = Perlakuan 1 (warna kuning tua)
X2 = Perlakuan 2 (warna kuning muda)
X3 = Perlakuan 3 (warna kuning keemasan)
O1 = Observasi 1 (kepadatan lalat pada fly grill kuning tua)
O2 = Observasi 2 (kepadatan lalat pada fly grill kuning muda)
O3` = Observasi 3 (kepadatan lalat pada fly grill kuning keemasan)
Hasil dan Pembahasan
A. Gambaran Umum Pasar Sambirejo Kabupaten Madiun
Pasar Sambirejo adalah salah satu pasar yang terletak di jalan Kejamulya, Desa Sambirejo, Kabupaten Madiun yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Magetan. Letak pasar ini berada di selatan jembatan sambirejo. Jam operasi mulai pukul 02.00 hingga pukul 12.00 setiap hari. Jumlah pedagang yang berada di pasar sambirejo sebanyak 355 pedagang terdiri dari 333 los dan 22 kios. Kios dan los yang berada di pasar sambirejo menjual berbagia buah, sayur, daging, makanan matang, perlengkapan sandang seperti baju dan celana. Terdapat beberapa kios kelontong yang menjual berbagai kepeluan rumah tangga seperti gula, garam, sabun, alat memasak dan lain-lain.
Terdapat tempat sampah sementara yang berada di Pasar Sambirejo tersedia 1 buah kontainer dengan kriteria kedap air, tidak tertutup dan keadaan sekitar kontainer tersebut berbau sehingga mengundang banyak lalat. Selain itu didalam pasar juga terdapat bak sampah di area penjualan daging. Kondisi bak sampah tersebut tidak tetutup dan berserakan sehingga mengundang lebih banyak lalat di area penjualan daging. Sampah yang berada di dalam pasar diangkut oleh petugas 1 kali sehari untuk dibuang ke kontainer sampah sementara yang berada di area belakang pasar.
Tabel 1
Hasil Pengukuran Pencahayaan, Suhu dan Kelembaban di Area Penjualan Daging Pasar Sambirejo Kabupaten Madiun
Pengukuran |
Hasil |
Waktu Pengukuran |
Pencahayaan |
192 lux |
08.10 – 08.25 |
Suhu |
28oC |
08.10 – 08.20 |
Kelembaban |
88% |
08.10 – 08.20 |
Tabel 1 menunjukkan bahwa pengukuran pencahayaan, suhu dan kelembaban yang dilakukan pada area penjualan daging Pasar Sambirejo Kabupaten Madiun, pengukuran pencahayaaan membutuhkan waktu selama 15 menit. Sedangkan pengukuran suhu dan kelembaban membutuhkan waktu pengukuran selama 10 menit.
Hasil pengukuran intensitas cahaya di dalam pasar pada area penjualan daging sebesar 192 lux. Keberadaan lalat lebih banyak di dalam pasar dibandingkan diluar ruangan. Lalat lebih menyukai tempat yang tidak langsung terkena sinar matahari karena tempat tersebut lebih medukung untuk meletakkan telurnya, maka dari itu lalat lebih memilih berada di tempat yang teduh (Nainggolan, 2019). Sedangkan hasil pengukuran suhu dan kelembaban yang didapat pada saat penelitian tersebut juga dapat menjadi alasan lalat memilih berada di tempat tersebut. Pada suhu 20oC – 25oC jumlah lalat akan bertambah lebih banyak dan sangat aktif mencari makan pada suhu 35oC. Akan tetapi lalat akan mati pada suhu 40oC. Perkembangbiakan lalat dari telur sampai menjadi dewasa terjadi pada suhu 28oC (Suharsono & Nuryadin 2019). Kelembaban udara di lokasi penelitian ini mendukung aktivitas lalat untuk aktif mencari makan. Dengan kelembaban dan suhu tersebut kepadatan lalat di tempat penelitian tergolong padat atau tinggi. Kelembaban optimum bagi lalat yaitu sebesar 90%, dimana jumlah lalat akan bertambah pada kelembaban tersebut (Nainggolan, 2019). Kelembaban optimum disuatu tempat memiliki kepadatan lalat lebih tinggi dibandingkan dengan kelembaban tidak optimum berkisar antara 30-35%. Kelembaban optimum memiliki resiko 2,2 kali dengan kepadatan lalat yang lebih tinggi (Al-Irsyad, 2021).
Tabel 2
Analisis Jumlah Kepadatan Lalat pada Fly Grill
Warna Fly Grill |
Titik Ukur |
Rata-rata Kepadatan Lalat di Setiap Titik |
Hail Rata-rata Kepadatan Lalat |
Keterangan |
Kuning Tua |
1 2 3 4 |
5,4 9,4 7,6 6,8 |
7,3 |
Tinggi |
Kuning Muda |
1 2 3 4 |
5,8 11,4 10,2 11 |
9,6 |
Tinggi |
Kuning Keemasan |
1 2 3 4 |
8,4 13,8 14,4 12,8 |
12,6 |
Tinggi |
Tabel 2 menunjukkan bahwa lalat mau hinggap pada semua fly grill warna. Dalam hal ini dapat diketahui apabila semakin banyak lalat yang hinggap berarti warna tersebut lebih disukai lalat, sedangkan semakin sedikit lalat yang hinggap berarti warna tersebut kurang disukai lalat. Hasil kepadatan lalat pada setiap titik dengan pengukuran menggunakan fly grill warna yang berbeda termasuk dalam kategori tinggi. Jumlah rata-rata tertinggi terdapat pada fly grill kuning keemasan sebesar 12,6. Sedangkan jumlah rata-rata terendah terdapat pada fly grill kuning tua dengan jumlah sebesar 7,3. Pada penelitian ini warna kuning keemasan merupakan warna yang memiliki kepadatan lalat tertinggi dibandingkan warna lainnya, sehingga dapat diartikan lalat lebih tertarik terhadap warna keemasan dibandingkan dengan kuning tua dan muda.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari pada tahun 2015, hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa warna kuning tua lebih disukai lalat dibandingkan dengan kuning muda, putih, dan asli kayu, yang berbarti warna kuning tua lebih menarik kedatangan lalat. Sedangkan pada penelitian ini, fly grill warna kuning tua merupakan fly grill dengan rata-rata kepadatan lalat paling rendah diabanding lainnya, yang artinya warna tersebut kurang diminati oleh lalat. Penelitian ini juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari pada tahun 2019, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa warna kuning kenari merupakan fly grill dengn rata-rata kepadatan lalat tertinggi dibandingkan dengan warna kuning tua, yang artinya warna kuning kenari lebih menarik kedatangan lalat untuk hinggap di permukaan fly grill. Persamaan dalam penelitian ini degan penelitan sebelumnya yaitu terdapat pada variasi warna kuning tua dan kuning muda. Perbedaannya, peneliti menggunakan penambahan warna yaitu kuning keemasan, akan tetapi untuk kesimpulan dari hasil yang didapat memiliki kesamaan yaitu pada hasil yang menunjukkan terdapat perbedaan keefektifan antara variasi warna kuning fly grill terhadap rata-rata kepadatan lalat (Lestari & Caesar 2019).
Tabel 3
Hasil Analisis One Way Anova
Perbedaan |
Df |
Mean square |
F |
p value |
Between Groups Within Groups |
2 9 |
25.570 5,608 |
4,560 |
0,043 |
Total |
11 |
|
|
|
Tabel 3 menunjukkan bahwa dari uji statistik menggunakan One Way Anova menujukkan bahwa hasil dari analisis perbedaan fly grill dengan variasi warna kuning terhadap kepadatan lalat yakni p = 0,043. Jika dibandingkan dengan nilai a = 0,05 (p < a) yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna antara fly grill dengan variasi warna kuning terhadap kepadatan lalat, dimana setidaknya terdapat dua pasang warna fly grill yang berbeda.
Tabel 4
Hasil Uji Lsd (Least Significant Difference)
(I) Warna Fly Grill |
(J) Warna Fly Grill |
P Value |
Ci 95% |
|
Lower Bound |
Upper Bound |
|||
Kuning Tua |
Kuning Muda Kuning Keemasan |
0,203 0,015 |
-6,088 -8,838 |
1,488 -1,262 |
Kuning Muda |
Kuning Tua Kuning Keemasan |
0,203 0,135 |
-1,488 -6,538 |
6,088 1,038 |
Kuning Keemasan |
Kuning Tua Kuning Muda |
0,015 0,135 |
1,262 -1,038 |
8,838 6,1538 |
Tabel 4 menunjukkan bahwa hasil analisis Multiple Comparasion menggunakan uji LSD yaitu terdapat perbedaan yang signifikan antara fly grill kuning Tua dengan Kuning keemasan diperoleh p value 0,015 (p < 0,05). Hal ini dapat disebabkan warna kuning tua memiliki kecenderungan warna yang kurang terang dibandingkan dengan warna kuning keemasan (Wulandari, 2015). Lalat termasuk serangga yang mempunyai sifat fototropik yaitu memiliki ketertarikan terhadap pantulan cahaya yang terang. Kepekaan mata lalat lebih peka terhadap warna terang dibandingkan warna gelap. Serangga seperti lalat memiliki dua tipe mata yang terdiri dari mata majemuk berfungsi untuk membentuk bayangan mozaik dan mata tunggal yang berfungsi untuk membedakan warna. Terdapat perbedaan sel-sel retina pada serangga, sehingga dapat membedakan warna-warna. Selain itu, beberapa serangga menyukai beberapa warna tertentu karena warna memiliki daya tarik tersendiri bagi serangga. Serangga seperti lalat merespon warna didasarkan pada kebiasaannya mencari tempat untuk meletakkan telurnya. Pada bagian otak merupakan pusat kendali dari seluruh jaringan saraf pada tubuh serangga. Otak tersebut mengatur semua perilaku tubuh serangga sesuai dengan ransangan yang diterima melalui saraf baik dari luar ataupun dalam tubuh. Dalam hal ini dapat menyebabkan warna pada suatu obyek menjadi sumber rangsangan beberapa sersnggs untuk melakukan aktivitasnya (Manik, 2019).
Hasil rata-rata kepadatan lalat yang diukur menggunakan keempat fly gril dengan variasi warna kuning melebihi baku mutu yang telah ditentukan. Interpretasi rata-rata kepadatan lalat jika berada pada angka antara 6-20 ekor per block grill maka populasi lalat pada tempat tersebut dinyatakan dalam kategori tinggi, sehingga memerlukan pengamanan terhadap tempat-tempat perkembangbiakan lalat serta perlu dilakukan tindakan pengendaliannya (Nainggolan, 2019). Berdasarkan hasil observasi lingkungan yang telah dilakukan peneliti sebelum melakukan pengukuran kepadatan lalat, terlihat meja penjualan daging banyak terdapat sisa-sisa darah dan sisa daging yang sudah tidak di gunakan yang diletakkan pada wadah tidak tertutup. Sisa daging tersebut tidak langsung dibuang ke tempat sampah, sehingga mengundang lebih banyak lalat. Daging memiliki aroma yang dapat memikat lalat, selain itu daging memiliki nutrein, air yang cukup dan PH yang sedang yang merupakan tempat ideal bagi pertumbuhan bakteri (Kemenkes RI, 2013). Selain itu, tong sampah yang berada di area penjualan daging. Kondisi tong sampah tersebut tidak tertutup dan banyak sampah yang berserakan disekitarnya. Dengan kondisi pasar yang demikian dapat mengundang kedatangan lalat dalam jumlah yang lebih banyak. Sampah juga tidak dipilah antara sampah kering dan basah. Pengangkutan dari tong sampah ke TPS pasar dilakukan satu kali dalam sehari oleh petugas pasar.
Pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor kondisi lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap kepadatan lalat di suatu tempat (Kristanti, 2021). Salah satu penanganan sampah pasar adalah pewadahan sampah, hal ini merupakan proses pertama kali penampungan sampah sebelum di buang ke TPS (Yunus & Juherah, 2020). Keberhasilan dalam pengelolaan sampah terletak pada proses pemilahan (Ayu, 2020). Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempat perkembangbiakan vektor salah satunya lalat.
Kesimpulan
Ada perbedaan yang bermakna antara variasi warna yang digunakan pada fly grill terhadap kepadatan lalat. fly grill warna kuning keemasan lebih efektif digunakan dalam pengukuran kepadatan lalat karena warna tersebut lebih disukai lalat, karena ketertakikan lalat terhadap warna tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan warna lain yang digunakan pada penelitian ini. Disarankan untuk peneliti selanjutnya memberikan pelumuran ikan atau daging pada permukaan fly grill untuk memikat lalat hinggap.
Bibliografi
Al-Irsyad, M. (2021). Faktor yang Berhubungan dengan Indeks Populasi Lalat pada Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) Sampah di Pasar Kota Malang dan Kota Batu. Sport Science and Helath, 3(6). Google Scholar
Andiarsa, D. (2018). Lalat : Vektor yang Terabaikan Program ? Flies : Vector Abandoned by Program ? 14(2), 201–214. Google Scholar
Ayu, P. M. (2020). Hubungan Tingkat Pengetahuan Sikap dan Tindakan Pedagang dala Mengelola Sampah dengan Kepadatan Lalat di Pasar Desa Adat Sembung. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 10(2), 108–115. Google Scholar
Emerty, V. Y., & Mulasari, S. A. (2020). Pengaruh Variasi Warna Pada Fly grill Terhadap Kepadatan Lalat ( Studi di Rumah Pemotongan Ayam Pasar Terban Kota Yogyakarta ). 19(1), 21–26. Google Scholar
Imelda, R. (2021). Tinjauan Sanitasi Dan Tingkat Kepadatan Lalat Dipasar Terpadu Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2021. Politeknik Kesehatan Kemenkes Ri Medan Jurusan Kesehatan Lingkungan Kabanjahe. Google Scholar
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, (2013). Google Scholar
Kristanti, I. (2021). Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat di Tempat Penampungan Sementara. Jurnal Kesehatan, 12(1). Google Scholar
Lestari, H. B., & Caesar, D. L. (2019). Efwktivitas Gradasi Warna KUning Sebagai Atraktan Fly Grill. 14, 20–24. Google Scholar
Manik, K. E. (2019). Perbedaan Kepadatan Lalat yang Hinggap Pada Fly grill yang Berbeda Warna di Pajak Singa Kota Kabanjahe Kabupaten Karo. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 14(1). Google Scholar
Masyhuda, Hestiningsih, R., & Rully. (2017). Survei Kepadatan Lalat di Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Jatibarang Tahun 2017. Kesehatan Masyarakat, 5(4), 560–569. Google Scholar
Nainggolan, S. (2019). Monograf Vektor Penting Dalam Kesehatan Masyarakat. Nusa Litera Inspirasi. Google Scholar
Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Google Scholar
Puspitarani, F., Sukendra, M. D., & Siwiendrayanti, A. (2017). Penerapan Lampu Ultraviolet pada Alat Perangkap Lalat Terhadap Jumlah Lalat Rumah Terperangap. Higea Journal Of Public Health Research and Development, 1(3). Google Scholar
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor Dan Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya, Pub. L. No. 50 (2017). Google Scholar
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Pasar Sehat, Pub. L. No. 17 (2020). Google Scholar
Sopiudin, M. D. (2017). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Epidemiologi Indonesia.
Suharsono, & Nuryadin, E. (2019). Pengaruh Suhu Terhadap Siklus Hidup Lalat Buah (Drosophilia Anogaster). Biokesperimen, 5(2). Google Scholar
Wulandari, D. A. (2015). Pengaruh variasi warna kuning pada fly grill terhadap kepadatan lalat (studi di tempat pelelangan ikan tambak lorok kota semarang). 3(3). Google Scholar
Yunus, H., & Juherah. (2020). Gambaran Penanganan Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat di Pasar Tradisional di Kota Makasar. Jurnal Suloilipu: Media Komunikasi Sivitas Akademika Dan Masyarakat, 20(1). Google Scholar
Copyright holder: Wulan Nugrahani, Avicena Sakufa Marsanti, Zaenal Abidin (2022)
|
First publication right: Jurnal Health Sains
|
This article is licensed under:
|