Jurnal Health Sains: p�ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2723-6927

Vol. 3, No. 3, Maret 2022

 

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WORK LIFE BALANCE TENAGA KESEHATAN DI RUMAH SAKIT PADA MASA PANDEMI COVID-19

 

Edward Dian Suwito, Rian Adi Pamungkas, Ratna Indrawati

Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Esa Unggul Jakarta, Indonesia

Email[email protected][email protected], [email protected]

 

info artikel

abstraK

Diterima

5 Maret 2022

Direvisi

15 Maret 2022

Disetujui

25 Maret 2022

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor individu, stress kerja, dan konflik kerja secara parsial dan simultan dengan work life balance di Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis kuantitatif explanatoris kausalitas dengan metode kuantitatif SPSS. Perhitungan sampel menggunakan non purposive sampling sebanyak 200. Variabel bebas penelitian ini adalah faktor individu, stress kerja, dan konflik kerja, sedangkan work life balance sebagai variabel terikat. Penelitian menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian dengan pengukuran 5 tingkat skala Likert. Data di analisis dengan analisis korelasi dan regresi melalui Regresi Linier Berganda. Hasil kesimpulan penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan negatif dan signifikan antara faktor individu, stress kerja, dan konflik kerja dengan work life balance di Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta baik secara parsial maupun simultan. saran dari peneliti yaitu untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan analisis penelitian terkait work life balance dan menggunakan Structure Equation Model untuk melihat direct effect dan indirect effect dari setiap predictor. Selain itu penelitian berikutnya menambahkan variabel intervening/mediasi untuk mengetahui pengaruh lebih lanjut terhadap work life balance.

 

ABSTRACT

This study aims to analyze the relationship between individual factors, work stress, and work conflict partially and simultaneously with work life balance in government hospitals and private hospitals. This research uses explanatory causality quantitative analysis research method with SPSS quantitative method. Calculation of the sample using non purposive sampling as many as 200. The independent variables of this study are individual factors, work stress, and work conflict, while work life balance is the dependent variable. The study used a questionnaire as a research instrument with a 5-level Likert scale measurement. The data were analyzed by correlation analysis and regression through Multiple Linear Regression. The conclusion of this study shows that there is a negative and significant relationship between individual factors, work stress, and work conflict with work life balance in Government Hospitals and Private Hospitals, either partially or simultaneously. The suggestion from the researcher is that future researchers are expected to be able to analyze research related to work life balance and use the Structure Equation Model to see the direct and indirect effects of each predictor. In addition, the next research adds an intervening/mediation variable to find out further the effect on work life balance.

Kata Kunci:

Faktor Individu; Stress kerja; Konflik Kerja; Work Life Balance

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keywords:

Individual factors; Work stress; Work conflict;

�Work life balance


 


Pendahuluan


Terkonfirmasi pada akhir tahun 2019 27 kasus fatal dengan gejala penyakit pneumonia di China yang dilaporkan oleh National Health Commision, organisasi kesehatan asal China (Yazdanpanah, 2020), yang kemudian dikenal sebagai virus corona. Coronavirus adalah sekelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia (Bull et al., 2020). Beberapa virus corona diketahui menyebabkan infeksi saluran pernapasan pada manusia, mulai dari batuk dan pilek hingga penyakit yang lebih serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), hingga salah satu yang diketahui menyebabkan penularan Novel coronavirus (Nasution & Hidayah, 2021). yang menyebarkan penyakit melalui tetesan pernapasan, yang dikenal sebagai COVID-19 (WHO, 2020). Penyakit ini merupakan virus baru yang belum diketahui sebelum mewabah di Wuhan, China pada Desember 2019 (Nursofwa et al., 2020).

Di Indonesia, mengutip dari situs resmi Indonesia menangani COVID-19, kasus pertama dikonfirmasi pada 2 Maret 2020, dan meningkat menjadi 6.248 pada 19 April 2020, di mana 2.924 di antaranya berada di DKI Jakarta. Oleh karena itu, dengan cepatnya penyebaran virus tersebut, Pemprov DKI Jakarta melalui Surat Edaran Dinas Tenaga Kerja, Imigrasi dan Energi Provinsi DKI Jakarta Nomor 14/SE/2020 yang dikeluarkan pada 14 Januari 2020, mengimbau seluruh pimpinan instansi untuk melaksanakan pekerjaan. dari rumah (WFH) 15 Maret 2020, dilanjutkan dengan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 380 Tahun 2020 tentang Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar, yang dilaksanakan mulai 10 April 2020 hingga 23 April 2020, diperpanjang 14 hari sesuai anjuran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi DKI Jakarta.

Hal ini menunjukkan bahwa banyak aspek yang berhubungan dengan work life balance seorang tenaga medis (Nurendra & Saraswati, 2016). Peneliti saat ini bekerja di Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta yang senantiasa memberikan pelayanan kesehatan di masa pandemi Covid-19 kepada pasien yang membutuhkan perawatan (Putra & Suryanata, 2021). Oleh karena itu, pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi work life balance, baik faktor individual maupun organisasi, dari para tenaga medis yang bekerja di rumah sakit, baik di RSUD Matraman sebagai salah satu rumah sakit pemerintah dan RS Bedah Rawamangun sebagai salah satu rumah sakit swasta, terutama di masa pandemi covid-19.

Dilihat dari fenomena yang terjadi dan adanya perbedaan pada obyek penelitian dan variabel yang digunakan dalam mempengaruhi work life balance hasil penelitian terdahulu, oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti dalam tesis dengan judul �Work Life Balance Of Health Workers In Hospitals And Its Associated Factors During The Covid-19 Pandemic�.

Tujuan penelitian teoritis WLB adalah untuk mengembangkan dan mengetahui hubungan antara konsep WLB yang pada awalnya menjadikan keseimbangan lebih terfokus pada faktor pribadi, stres kerja dan konflik kerja, sedangkan dalam perkembangannya konsep keseimbangan tidak terbatas pada, tetapi mencakup hal-hal lain. bidang kehidupan, terutama faktor pribadi, stres, pekerjaan dan konflik kerja.

 

 

 

Metode Penelitian

A.   Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelasional/asosiatif, dimana penelitian ini dilakukan untuk mencari hubungan atau hubungan antara satu atau lebih �variabel independent dengan satu atau lebih �variabel dependen.

B.   Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi adalah seluruh subjek yang diteliti menurut kriteria yang telah ditentukan (Pamungkas & Usman, 2017). Sampel adalah bagian dari kuantitas dan karakteristik yang dimiliki suatu populasi (Pamungkas & Usman, 2017). Sampel dalam penelitian ini adalah 200 orang tenaga medis dari RS Matraman dan RS Bedah Rawamangun. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti. Kriteria inklusi:

1.    Tenaga medis pegawai negari sipil (PNS) dan honorer.

2.    Telah bekerja selama minimal 6 bulan di RS terkait.

3.    Bersedia ikut serta dalam penelitian dan memenuhi prosedur wawancara yang telah ditentukan tentang penelitian ini

Kriteria eksklusi:

a.     ��Menjalani cuti hamil atau sakit panjang dalam 6 bulan terakhir.

b.    Bekerja sebagai tenaga medis di luar RS terkait.

C.   Instrumen Penelitian

Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah faktor individu (X1), stress kerja (X2), konflik kerja (X3) dan stress kerja (X4) serta work life balance (Y).

 


 

 


Tabel 1

Instrumen penelitian


Variabel

Definisi

Dimensi

Skala Pengukuran

Work life balance

(Y)

Keadaan saat seseorang terlibat dan memiliki kepuasan yang sama dalam perannya di pekerjaan dan kehidupan pribadi

Work Interference Personal Life (WIPL)

Personal Life Interference Work (PLIW)

Personal Life Enhancement of Work (PLEW)

Work Enhancement od Personal Lufe (WEPL)

Skala Likert

Skor 1 -5

(favourable dan unfavourable)

Faktor individu

(X1)

Faktor yang ada dalam diri karyawan

 

Kepribadian.

Psychological well-being

Kecerdasan Emosi

Skala Likert skor 1-5

(favourable dan non favourable)

Stress kerja

(X2)

 

Kondisi ketegangan yang memengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang

Perceived helplessness

Perceived self efficacy

Skala Likert skor 1-5

(favourable dan non favourable)

Konflik kerja

(X3)

Ketidaksesuaian antara dua orang atau lebih di dalam perusahaan

 

Konflik dalam diri seseorang

Konflik antar individu

Konflik antar anggota kelompok

Konflik antar kelompok

Skala Likert skor 1-5

(favourable dan non favourable)


 



D.   Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan wawancara.

1.    Kuesioner. Kuesioner adalah Teknik pengumpulan data merespon dengan menghadirkan responden dengan serangkaian pertanyaan atau pernyataan

tertulis. Kuesioner tidak menyimpang dari tujuan penelitian.

2.    Wawancara adalah Teknik pengumpulan data dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data dan peneliti kepada nara sumber atau sumber data.

E.   Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan software SPSS Versi 26. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

F.   Uji Kualitas Data

1.    Uji Validitas

2.    Uji Realibilitas

G.  Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini menggunakan metode three box, dimana analisis indeks jawaban untuk setiap variabel dirancang untuk menemukan gambaran deskriptif responden dalam penelitian ini. Terutama berkaitan dengan variabel penelitian yang digunakan.

H.  Uji Persyaratan Analisis

1.    Uji Normalitas

2.    Uji Multikolinieritas

3.    Uji Heteroskedastisitas

I.     Analisis Multivariat

1.    Analisis Multivariat

a.     Analisis regresi linier

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e

Keterangan :

Y��������� = WLB

α ��������� = konstanta

β ��������� = koefisien regresi

X1������� = Faktor individu

X2������� = Stress kerja

X3������� = Konflik kerja

e���������� = Error

J.    Uji hipotesis

Uji hipotesis secara parsial untuk menunjukkan hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat. keputusan adalah:

a.     Jika thitung ≤ttabel jadi H0 diterima

b.    Jika thitung ≥ttabel jadi H0 diterima atau

c.     Jika probabilitas ≥ 0,05 jadi H0 diterima

d.    Jika probabilitas ≤ 0,05 jadi H0 diterima

K.  Uji Simultan (Uji F)

Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas atau variabel bebas yang dimasukkan dalam model memiliki hubungan bersama dengan variabel terikat atau variabel terikat. Keputusannya adalah sebagai berikut:

a.     Jika Fhitung ≥ Ftabel jadi H0 diterima atau

b.    Jika probabilitas ≥ 0,05 jadi H0 diterima

c.     Jika probabilitas ≤ 0,05 jadi H0 diterima

L.   Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi Berganda)

Tujuan penggunaan koefisien determinasi adalah untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menjelaskan perubahan variabel dependen dapat dilihat dari Adjusted R-squared. Koefisien determinasi memiliki nilai antara nol dan satu (0<R2<1).

 

Hasil dan Pembahasan

Hasil penyebaran kuesioner untuk responden tenaga medis dari rumah sakit pemerintah dan swasta. Beberapa karakteristik responden penelitian diperoleh berdasarkan umur, jenis.

1.    Demografi Data

Kelamin, pendidikan terakhir, status perkawinan, dan masa kerja pada Tabel 2 di bawah ini:

 


 

 


Tabel 2

Karakteristik Responden

No

Karakteristik Responden

Frekuensi

Prosentase

1

Usia

 

 

<25 Tahun

89

44,5

25-30 Tahun

88

44,0

31 - 35 Tahun

20

10,0

36 - 40 Tahun

3

1,5

2

Jenis kelamin

 

 

Lak-laki

65

32,5

Perempuan

135

67,5

3

Pendidikan terakhir

 

 

SPK

42

21,0

DIII Keperawatan

132

66,0

S1 Keperawatan

8

4,0

Ners

18

9,0

S2 Keperawatan

0

0,0

4

Status Perkawinan

 

 

Menikah

77

38,5

Belum Menikah

123

61,5

5

Lama Bekerja

 

 

< 1 Tahun

39

19,5

1-2 Tahun

75

37,5

2-5 Tahun

62

31,0

5-10 Tahun

18

9,0

>10 Tahun

6

3,0

 

 


Berdasarkan sebaran karakteristik responden terdapat 200 responden, total sebaran karakteristik responden yang berusia di bawah 25 tahun sebanyak 89 responden (44,5%), dan responden yang berusia 25-30 tahun sebanyak 88 (44%), 20 responden (10%) berusia 31-35 tahun, dan 3 (1,5%) berusia 35-40 tahun.

Berdasarkan sebaran data karakterisitik responden tersebut didapatkan jumlah sebaran data karakterisitik responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 135 (67,5%) dan responden laki-laki berjumlah 65 (32,5%).

Berdasarkan sebaran data karakteristik responden yang berjumlah 200 responden diperoleh gambaran tingkat pendidikan terakhir responden yang paling banyak memberikan pelayanan yaitu responden yang berpendidikan terakhir DIII keperawatan, sebanyak 132 (66 %), diikuti oleh responden SPK dengan pendidikan terakhir 42 (21%), perawat dengan 18 (9%), dan responden dengan pendidikan terakhir minimal S1 Keperawatan, sebanyak 8 (4% ).

Berdasarkan sebaran data karakteristik responden yang berjumlah 200 responden, diperoleh gambaran tentang status perkawinan responden yang sudah menikah berjumlah 77 orang (38,5%) dan responden yang belum menikah berjumlah 123 orang (61,5%).

Berdasarkan sebaran data karakteristik responden digunakan 200 responden untuk memperoleh gambaran masa kerja responden yang sebagian besar berusia 1-2 tahun dengan jumlah 75 responden (37,5%) , diikuti oleh 62 orang (31%) dengan pengalaman kerja 2-5 tahun, 39 orang (19,5%) dengan pengalaman kerja kurang dari 1 tahun, 18 orang (9%) dengan pengalaman kerja 5-10 tahun, dan responden paling sedikit adalah >10 tahun dan 6 responden responden (3%).

2.    Uji Persyaratan Analisis (Uji Asumsi Klasik)

1. Uji Normalitas


 

Gambar 1

Uji Normalitas

 

 


Pada Gambar 1 di atas terlihat bahwa titik-titik menyebar disekitar garis dan sepanjang diagonal, sehingga model regresi berdistribusi normal.

 


Tabel 3

Uji One Sample Kolmogorov Smirnov

Uji Normalitas

Ketetapan

Hasil

0.200

0,05

Normal





Berdasarkan hasil output Tabel 3 di atas, dapat dilihat bahwa nilai signifikansi (Asymp. Sig 2 tailed) dari semua variabel adalah 0,200. Karena signifikansi keempat variabel lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa sebaran data pada keempat variabel tersebut dinyatakan berdistribusi normal.

3.    Uji Multikolinearitas


 

Tabel 4

Hasil Uji Multikolinearitas

 

Variabel

Tolerance

VIF

Hasil

Faktor Individu

0,810

1,235

Tidak Terjadi Multikolinearitas

Stress Kerja

0,765

1,308

Tidak Terjadi Multikolinearitas

Konflik Kerja

0,797

1,255

Tidak Terjadi Multikolinearitas


 

 


Berdasarkan hasil keluaran uji multikolinearitas yang ditunjukkan pada Tabel 4 dapat dilihat pada tabel Koefisien (nilai Toleransi dan VIF), dari ketiga variabel bebas terlihat nilai VIF kurang dari 10, dan nilai Toleransi lebih besar dari 0,1 maka dapat disimpulkan bahwa Model regresi tidak mengalami masalah multikolinearitas.

 

4.    Uji Heteroskedastisitas

 

 



. Gambar 2

Hasil Uji Heteroskedastisitas

 

 


Berdasarkan hasil output uji heteroskedastisitas yang ditunjukkan pada Gambar 4.5 menunjukkan bahwa titik-titik tersebut tidak membentuk pola tertentu atau tidak terdapat pola yang jelas, dan titik-titik tersebut berdistribusi pada sumbu Y di atas dan di bawah angka 0, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak memiliki masalah heteroskedastisitas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

5.    Hasil Regresi Linear Berganda


 

Tabel 5

Analisis Regresi Berganda


Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

B

Std. Error

Beta

(Constant)

44,264

10,582

 

Faktor Individu

-0,159

0,051

-0,187

Stress Kerja

-0,379

0,050

-0,469

Konflik Kerja

-0,142

0,052

-0,163

 



 




Y = 44,264 - 0,159 X1 - 0,379 X2 �-0,142 X3

Keterangan:

Y = Work life balance

X1 = Faktor Individu

X2 = Stress Kerja

X3 = Konflik Kerja

 


1.    Konstanta sebesar 44,264 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan dan penurunan dari Faktor individu, stress kerja, dan konflik kerja bernilai nol maka work life balance sebesar 44,264.

2.    Koefisien Faktor Individu sebesar -0,159 maka menunjukkan adanya hubungan yang berlawanan arah, sehingga dapat diartikan bahwa jika nilai Faktor Individu bertambah satu satuan maka work life balance akan turun sebesar 0,159 dengan asumsi nilai Stress Kerja tetap.

3.    Koefisien Stress Kerja sebesar -0,379 maka menunjukkan adanya hubungan yang berlawanan arah. Jika terjadi penambahan pada nilai Stress Kerja sebesar satu satuan, maka work life balance akan turun sebesar 0,379 dengan asumsi nilai Konflik Kerja tetap.

4.    Koefisien Konflik Kerja sebesar -0,142maka menunjukkan adanya hubungan yang berlawanan arah. Jika terjadi penambahan pada nilai Konflik Kerja sebesar satu satuan, maka work life balance akan turun sebesar 0,142 dengan asumsi nilai Faktor Individu tetap

6.    Hasil Koefisien Korelasi


 

Tabel 6

Analisis Koefisien Korelasi Sederhana Faktor individu, stress kerja, dan konflik kerja Dengan work life balance

Variabel Independen

Correlation

WLB

Faktor Individu

Pearson Correlation

-0,424**

Sig. (2-tailed)

0,000

N

200

Stress Kerja

Pearson Correlation

-0,608**

Sig. (2-tailed)

0,000

N

200

Konflik Kerja

Pearson Correlation

-0,417**

Sig. (2-tailed)

0,000

N

200

 

 


Dapat dilihat dari Tabel 6 bahwa hubungan antara faktor individu dengan work-life balance adalah -0,424, dan nilai signifikansinya adalah 0,000<0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa faktor individu secara moderat dan signifikan berhubungan dengan keseimbangan kehidupan kerja.

Hubungan antara stres kerja dengan work-life balance adalah -0,608 dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa stres kerja dan keseimbangan kehidupan kerja berkorelasi kuat dan signifikan.

Korelasi antara konflik kerja dan keseimbangan kehidupan kerja adalah -417 dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa konflik kerja dan keseimbangan kehidupan kerja memiliki hubungan yang cukup signifikan.

7.    Koefisien Korelasi Simultan


 

Tabel 7

Analisis Koefisien Korelasi Simultan Faktor individu, stress kerja, dan konflik kerja Dengan work life balance

Model Summary

R

0,657

R Square

0,432

Adjusted R Square

0,424

 

 


Berdasarkan perhitungan SPSS di Tabel 7 atas diperoleh nilai R = 0,657 berada pada 0,60-0,80 artinya menunjukkan Hubungan antara faktor individu, stress kerja, dan konflik kerja dengan Work life balance secara� simultan adalah sangat kuat, mengacu pada pedoman interprestasi koefisien korelasi menurut (Sugiyono, 2017).

8.    Hasil Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Tabel 7 di atas menunjukkan nilai Adjusted R-squared sebesar 0,424. Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas (faktor pribadi, stres kerja dan konflik kerja) dan variabel terikat (keseimbangan kehidupan kerja) berpengaruh sebesar 42,4% atau perubahan variabel bebas (X1, X2 dan X3) yang digunakan dalam model dapat menjelaskan 42,4% Perubahan variabel terikat (Y). Sedangkan sisanya 57,6% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian ini.

9.    Uji Signifikan Simultan (Uji F)


 


Tabel 8

Uji F (secara simultan)


ANOVA

F

49,750

Sig.

0.00

 


 


 

 

 


Dari hasil uji F menunjukkan bahwa secara bersama-sama (simultan) variabel independen memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel dependen. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai F hitung sebesar 49,750lebih besar dari F tabel sebesar 2,22dengan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Faktor individu, stress kerja, dan konflik kerja secara bersama-sama ada hubungan yang signifikan dengan work life balance. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa Faktor individu, stress kerja, dan konflik kerja ada hubungan secara simultan dengan work life balance diterima (H01 ditolak dan Ha1 diterima).

10. Uji Signifikan Parsial (Uji-t)

Uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel dependen. Berikut adalah hasil uji-t menggunakan uji statistik SPSS (Statistical Product and Service Solutions).

 


 

Tabel 9

Uji t (secara parsial)

Coefficient

 

t

Sig.

Faktor Individu

-3,129

0,002

Stress Kerja

-7,617

0,000

Konflik Kerja

-2,707

0,007

 

 


1.     Faktor Individu


Dengan menggunakan hasil uji-t bagian pengujian, nilai t hitung adalah -3,129, nilai negatif lebih besar dari 1,65 pada t-tabel, dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,002<0,05). Ini berarti bahwa faktor pribadi memiliki hubungan penting dengan keseimbangan kehidupan kerja. Oleh karena itu, hipotesis bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara faktor individu dengan work-life balance ditolak (tolak H02, terima Ha2).

2.     Stress Kerja

Hasil uji-t bagian pengujian menunjukkan bahwa nilai t-hitung adalah -7.617, nilai negatif lebih besar dari 1,65 dari t-tabel, dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,000<0,05). Ini berarti bahwa stres kerja berkorelasi negatif dengan keseimbangan kehidupan kerja. Oleh karena itu, hipotesis hubungan negatif yang signifikan antara stres kerja dan keseimbangan kehidupan kerja diterima (H03 ditolak, Ha3 diterima).

3.     Konflik Kerja

Hasil uji-t bagian pengujian menunjukkan bahwa nilai t-hitung adalah -2,707, nilai negatif lebih besar dari 1,65 dari t-tabel, dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,007<0,05). Ini berarti bahwa konflik kerja berkorelasi negatif dengan keseimbangan kehidupan kerja. Oleh karena itu, hipotesis hubungan signifikan negatif antara konflik kerja dan keseimbangan kehidupan kerja diterima (tolak H04, terima Ha4).

 

11. Pembahasan Hasil Penelitian


 

 

Tabel 10

Hasil Penelitian

Hipotesis

Pernyataan� hipotesis

Hasil uji Sign

Keterangan

H1

Faktor individu, stress kerja, dan konflik kerja ada hubungan signifikan secara simultan dengan work life balance

0.000<� 0.05

Hipotesis diterima

H2

Faktor Individu ada hubungan negatif� signifikan dengan work life balance

0.002 <0.05

Hipotesis diterima

H3

Stress Kerja ada hubungan negatif signifikandengan work life balance

0.000< 0.05

Hipotesis diterima

H4

Konflik Kerja ada hubungan negatif signifikan dengan work life balance

0.007 <0.05

Hipotesis diterima



 


12. Hubungan antara Faktor individu, stress kerja, dan konflik kerja secara simultan dengan work life balance

Berdasarkan hasil pengujian Hipotesis 1 yang telah dilakukan sebelumnya didapatkan bahwa variabel faktor individu, stres kerja dan konflik kerja berhubungan secara signifikan dengan work-life balance di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta dengan F hitung 49,750. F-tabel lebih besar dari 2,22, nilai signifikansi (sig) adalah 0,000, lebih kecil dari 0,05. Hal ini sesuai dengan teori Pouluse dan Sudarsan (2014) yang mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi work-life balance, khususnya faktor personal yang berkaitan dengan kepribadian, merupakan akumulasi dari berbagai cara individu merespon lingkungannya dan berinteraksi dengan orang lain. Faktor Pekerjaan Pengaturan yang fleksibel dapat membantu karyawan mencapai pekerjaan dan kehidupan non-kerja berjalan seiring. Dengan kata lain, pengaturan kerja yang fleksibel dapat meminimalkan konflik antara kehidupan kerja dan non-kerja dan meningkatkan keseimbangan kehidupan kerja karyawan. Stres kerja dapat didefinisikan sebagai persepsi individu tentang pekerjaan, apa yang dia anggap sebagai ancaman dan ketidaknyamanan pribadi di lingkungan kerja. Stres kerja dikaitkan dengan kesehatan, konflik kehidupan kerja, dan keseimbangan kehidupan kerja pribadi. Stres kerja dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk mencapai keseimbangan kehidupan kerja. Peran berupa konflik peran, ambiguitas peran, dan jam kerja yang panjang berdampak besar pada munculnya konflik kehidupan kerja. Semakin tinggi kebingungan peran, semakin sulit keseimbangan kehidupan kerja.

Work Life Balance merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Konflik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dapat meningkatkan tingkat stres yang dapat menurunkan semangat kerja karyawan, menyebabkan penurunan kepuasan kerja yang memicu niat karyawan untuk keluar. (Wardana et al., 2020).

Work-life balance adalah keadaan keseimbangan antara dua kebutuhan kesetaraan kehidupan kerja individu. Work-life balance, seperti yang terlihat oleh karyawan, adalah pilihan untuk mengelola pekerjaan dan kewajiban atau tanggung jawab pribadi kepada keluarga. Pada saat yang sama, work-life balance menjadi tantangan dalam pandangan perusahaan untuk menciptakan budaya yang mendukung di perusahaan di mana karyawan dapat fokus pada pekerjaan mereka saat bekerja. Orang yang dapat mencapai keseimbangan kehidupan kerja memiliki kepuasan kerja yang tinggi dan stres kerja yang lebih sedikit. Keseimbangan kehidupan kerja yang sukses mengurangi efek samping kesehatan (Yadav & Rani, 2015).

13. Hubungan antara Faktor Individu dengan work life balance

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 2 yang telah dilakukan sebelumnya, didapatkan bahwa variabel Faktor Individu ada hubungan negatif� signifikan dengan work life balance di Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta dimana t hitung sebesar -3.129 dan bernilai negatif lebih besar dari t tabel sebesar 1,65 dan nilai signfikansi lebih kecil dari 0,05 (0,002< 0,05). Menurut teori Baron & Bryne,� (2005) dimana dalam dalam sikap terdapat komponen seperti pengetahuan, perasaan-perasaan dan kecenderungan untuk bertindak. Sikap dari masing-masing individu merupakan salah satu faktor� yang mempengaruhi work-life Balance.

WLB merupakan suatu teori yang menjelaskan bagaimana individu mengatur lingkungan� pekerjaan dan keluarga dan batasan diantara keduanya untuk mencapai keseimbangan. WLB memiliki konsekuensi penting bagi sikap karyawan terhadap organisasi serta kehidupan karyawan. WLB menjadi perhatian sebagai isu vital saat ini bagi individu maupun bagi organisasi. WLB telah didefinisikan dan dielaborasi oleh berbagai para akademisi dan menghubungkan masalah ini dengan cara yang berbeda. Sejumlah faktor terlibat dalam menentukan WLB dan ketidakseimbangan memainkan peran penting dalam kehidupan pribadi dan profesional.

Hal ini didukung dengan hasil penelitian terdahulu dimana oleh Mokana et al (2017) dan (Balkan, 2014) mengatakan ada hubungan faktor individu dengan work life balance. Sikap merupakan evalusi terhadap berbagai aspek dalam dunia sosial.

14. Hubungan antara Stress Kerja dengan work life balance

Berdasarkan hasil uji hipotesis 3 sebelumnya didapatkan bahwa variabel stres kerja berkorelasi negatif signifikan dengan work-life balance baik di rumah sakit pemerintah maupun swasta, dengan nilai -7.617, pada tabel dengan nilai negatif lebih besar dari 1,65 dan nilai signifikan kurang dari 0,05 (0,000 < 0,05). Hal ini sesuai dengan teori McComack & Cotter (2013) bahwa menjaga keseimbangan kehidupan kerja dan stres adalah prioritas nomor satu untuk pemulihan dari kelelahan, dan jika keduanya tidak dipertahankan, individu akan berpotensi untuk istirahat jangka panjang. Kemudian menurut Schwartzhofer (2009), menjaga keseimbangan waktu dengan keluarga dan pekerjaan akan menjaga hubungan antara kehidupan pribadi dan profesional, yang dapat mencegah terjadinya burnout. Joshi (2005) menyatakan bahwa baik burnout maupun stres sering digunakan untuk menunjukkan hal negatif dan terkadang digunakan untuk menggambarkan keadaan ketidakseimbangan atau keseimbangan kehidupan kerja yang kronis. Kemudian stres di sini akan digunakan untuk menggambarkan peristiwa yang mengancam individu, dan perolehan respons fisik dan psikologis individu sebagai bagian dari homeostasis (proses di mana tubuh seseorang merespons stres jangka pendek (akut) dan jangka panjang (kronis). (Atheya & Arora, 2014) membuktikan stress kerja mempunyai hubungan dengan work life balance. berusaha untuk meneliti stres dan pengaruhnya kepada work life balance, dan hasilnya menunjukkan pengaruh negatif yang disebabkan stres kerja dengan work-life balance yang artinya jika pengaruh yang rendah dari stres kerja akan ada hubungan terhadap peningkatan work-life balance karyawan. Sebaliknya, pengaruh yang tinggi dari stres kerja akan ada hubungan terhadap penurunan� work-life balance karyawan. Tuntutan pekerjaan yang memicu stres kerja maka semakin sedikit kesempatan karyawan untuk memperhatikan aspek kehidupan lainnya. Sebaliknya ketika stres kerja lebih kecil maka karyawan memiliki kesempatan untuk menikmati aspek kehidupan lainnya.

15. Hubungan antara Konflik Kerja dengan work life balance

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 4 yang telah dilakukan sebelumnya, didapatkan bahwa variabel Konflik Kerja ada hubungan negatif signifikan dengan work life balance di Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta dimana t hitung sebesar -2,707 dan bernilai negatif lebih besar dari t tabel sebesar 1,65 dan nilai signifikansi kurang dari 0,05 (0,007< 0,05). Arah hubungan yang negatif meunjukkan bahwa apabila work� conflict yang dirasakan oleh tenaga medis tinggi maka akan menurunkan work life balance tenaga medis, dan sebaliknya apabila work conflict yang dirasakan� perawat wanita rendah maka work life balance yang dirasakan tenaga medis dinilai akan meningkat. Selain itu, work conflict diidentifikasikan sebagai bentrokan anatara peran yang berhubungan dengan pekerjaan dan keluarga yang dapat mengurangi kinerja karyawan (Greenhaus et al., 2003). Sehingga work conflict dapat menimbulkan dampak negatif baik pada individu sendiri, keluarganya maupun bagi organisasi tempat ia bekerja seperti rendahnya kepuasan hidup yang dialami seseorang. Hubungan antara pekerjaan dan kehidupan keluarga adalah dua arah yang berbeda. Work� conflict dapat menimbulkan dampak negatif bagi dirinya sendiri, keluarga, dan organisasi dalam hal menyeimbangkan waktu dan peran (Bakalım & Kar�kay, 2017).

Oleh karena itu kehidupan pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kehidupan keluarga mereka. Jika wanita bekerja mengutamakan waktu dan peran pada pekerjaan maka kehidupan keluarga akan terganggu. Jika wanita bekerja mengutamakan waktu dan peran pada keluarga kehidupan pekerjaan tidak maksimal. Ketika wanita bekerja mengalami work conflict mereka kesulitan dalam membangun keseimbangan dalam dua domain kehidupan tersebut. Sehingga semakin tinggi work conflict yang dirasakan maka semakin rendah work life balance yang dirasakan ibu bekerja.

Perawat rumah sakit didominasi oleh pekerja wanita. Sebagai seorang perawat yang sudah berkeluarga dituntut untuk selalu bersikap profesional dalam bekerja dan tidak mencampuradukkan konflik pekerjaan dengan keluarga. Konflik peran ganda (work-family) akan menjadi masalah jika tidak ada solusi yang tepat untuk mengatasinya, dampaknya adalah terjadinya tekanan, kecemasan yang membuat karyawan berujung pada stres dan kinerja. (Sholihah, M & Indrawati, 2020).

(Masita et al., 2019) dan (Omar et al., 2015) yang mengungkapkan adanya hubungan konflik kerja dengan work life balance. Terkait dengan penelitian ini bahwa work life balance memiliki fungsi yang baik ditempat kerja dan dirumah. Dengan kata lain, keseimbangan kehidupan kerja mengurangi konflik peran perawat wanita, dan upaya rumah sakit untuk meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi stres peran di antara staf medis memberikan hak cuti. Setelah shift malam, ambil cuti sehari di kepala perawat setiap hari Minggu untuk menghabiskan waktu bersama keluarga dan orang lain.

16. Temuan Penelitian

Secara nyata berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa secara statistic kelima hipotesis yang diajukan terdukung oleh teori sebelumnya. Dari data pada pengujian hipotesis sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Faktor individu, stress kerja, dan konflik kerja secara bersama-sama memiliki hubungan dengan work life balance di lingkungan Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta, adapun variabel yang paling dominan memPadahal, menurut hasil penelitian, kelima

hipotesis yang diajukan secara statistik didukung oleh teori-teori sebelumnya. Dari data uji hipotesis sebelumnya dapat disimpulkan bahwa faktor pribadi, stres kerja dan konflik kerja secara bersama-sama mempengaruhi keseimbangan kehidupan kerja rumah sakit negeri dan swasta, dan variabel yang paling penting berhubungan dengan keseimbangan kehidupan kerja pemerintah. rumah sakit dan rumah sakit swasta. Rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta merupakan variabel stres kerja, dan koefisien regresi acuan (B) adalah -0,379, yaitu koefisien stres kerja sebesar -0,379 menunjukkan hubungan yang berlawanan. Jika nilai stres kerja untuk satu unit meningkat, maka dengan asumsi nilai konflik kerja masih ada, keseimbangan kehidupan kerja akan menurun sebesar 0,379, sedangkan koefisien konflik kerja terendah -0,142 menunjukkan hubungan sebaliknya. Jika nilai konflik kerja dinaikkan satu unit, keseimbangan kehidupan kerja akan berkurang 0,142, dengan asumsi nilai faktor pribadi tetap sama. hubungani work life balance di lingkungan Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta adalah variabel Stress kerja dengan mengacu nilai koefisien regresi (B) sebesar -0,379 yang mengandung arti bahwa Koefisien Stress Kerja sebesar -0,379 maka menunjukkan adanya hubungan yang berlawanan arah. Jika terjadi penambahan pada nilai Stress Kerja sebesar satu satuan, maka work life balance akan turun sebesar 0,379 dengan asumsi nilai Konflik Kerja tetap, sedangkan yang terendah Koefisien Konflik Kerja sebesar -0,142 maka menunjukkan adanya hubungan yang berlawanan arah. Jika terjadi penambahan pada nilai Konflik Kerja sebesar satu satuan, maka work life balance akan turun sebesar 0,142 dengan asumsi nilai Faktor Individu tetap.

Akhir-akhir ini sering dijumpai beberapa tenaga medis yang bekerja di institusi merasa tidak nyaman dan tidak puas dalam bekerja. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tingginya volume pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu yang cukup singkat, serta suasana tempat kerja yang tidak mendukung, dan fasilitas yang kurang menguntungkan bagi tenaga medis. Melalui kasus-kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan work-life balance sangat diperlukan bagi setiap orang yang bekerja di suatu institusi.

Mengingat hubungan negatif antara stres kerja dan keseimbangan kehidupan kerja, temuan tentang hubungan antara stres kerja dan keseimbangan kehidupan kerja, kesejahteraan, dan konflik kerja-keluarga (Bell, Rajendran, & Theiler, 2013) menemukan bahwa stres kerja itu diperlukan untuk memiliki hubungan dengan karyawan, untuk menjalani kehidupan yang bahagia, untuk memecahkan masalah keluarga, dan untuk menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan. Karyawan yang mendapatkan tuntutan pekerjaan dan mengalami stres kerja terkait dengan kesulitan karyawan untuk fokus pada aspek lain dari kehidupan mereka, dengan kata lain mereka tidak mendapatkan keseimbangan kehidupan kerja. Sebaliknya, ketika karyawan puas dengan pekerjaannya tanpa stres kerja, karyawan mampu menyeimbangkan hidupnya ke arah yang lebih baik.

Dan dapat diartikan sebagai semakin tinggi stres kerja maka work-life balance akan menurun dan penurunan stres kerja akan menyebabkan work-life balance semakin tinggi. Berdasarkan hasil yang dihasilkan pada penelitian ini, peneliti menyarankan agar karyawan dapat mengunakan waktu cuti bersama dengan keluarga dapat membantu memberikan kenyamanan ketika karyawan tersebut kembali bekerja. Dan diharapkan perusahaan lebih sering mengadakan rotasi shift kerja antara pagi dan malam, karena stres kerja karyawan yang mendapat shift malam lebih banyak dirasakan dibandingkan pada karyawan yang mendapat shift pagi.

Konflik pekerjaan dan keluarga terjadi ketika tuntutan kehidupan kerja menimbulkan masalah dalam memenuhi tuntutan kehidupan keluarga. Konflik pekerjaan-keluarga didefinisikan di mana peran dari pekerjaan dan keluarga saling bertentangan (Greenhaus & Beutell, 1985).

Konflik pekerjaan dan keluarga pada awalnya dianggap satu dimensi, tetapi sekarang dikonseptualisasikan sebagai dua dimensi, dengan pekerjaan mengganggu keluarga dan sebaliknya (Frone, 1992). Greenhaus & Beutell (1985) mengidentifikasi dan mempelajari tiga jenis konflik pekerjaan dan keluarga, yaitu konflik berbasis waktu, konflik berbasis ketegangan, dan konflik berbasis perilaku. Ketika persyaratan waktu satu karakter membuat sulit untuk melibatkan karakter lain, itu disebut konflik berbasis waktu. Berdasarkan kerangka kerja rumahan, studi sebelumnya oleh Staines (1980) menunjukkan bahwa penghalang paling umum antara domain pekerjaan dan rumah adalah tuntutan waktu yang bersaing.

17. �Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan proses penelitian ini, terdapat beberapa keterbatasan yang dapat dijadikan sebagai beberapa faktor bagi peneliti selanjutnya untuk menyempurnakan penelitian ini, karena penelitian ini sendiri tentunya memiliki kekurangan dan perlu diperbaiki pada penelitian selanjutnya. Beberapa keterbatasan penelitian ini, antara lain:

Adanya keterbatasan penelitian dengan menggunakan kuesioner yaitu terkadang jawaban yang diberikan oleh sampel tidak menunjukkan keadaan sesungguhnya selain itu dalam proses pengambian data, di era Pandemi Covid 19 informasi yang diberikan responden melalui kuesioner terkadang tidak menunjukkan pendapat responden yang sebenarnya, hal ini terjadi karena kadang perbedaan pemikiran, anggapan dan pemahaman yang berbeda tiap responden, juga faktor lain seperti faktor kejujuran dalam pengisian pendapat responden dalam kuesionernya dan keterbatasan untuk melakukan wawancara singkat di Era Pandemi Covid 19 ini karena semua harus dilakukan sesuai protokol kesehatan.

 

Kesimpulan

Terdapat hubungan yang signifikan antara Faktor individu, stress kerja, dan konflik kerja secara simultan dengan work life balance diterima (H01 ditolak dan Ha1 diterima Dan dapat diartikan sebagai semakin tinggi Faktor individu, stress kerja, dan konflik kerja maka work-life balance akan menurun dan penurunan Faktor individu, stress kerja, dan konflik kerja akan menyebabkan work-life balance semakin tinggi. Terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara Faktor Individu dengan work life balance ditolak (H02 ditolak dan Ha2 diterima) Dan dapat diartikan sebagai semakin tinggi Faktor Individu maka work-life balance akan menurun dan penurunan Faktor Individu akan menyebabkan work-life balance semakin tinggi. Terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara Stress Kerja dengan work life balance diterima (H03 ditolak dan Ha3 diterima) yang maknanya adalah� semakin tinggi stres kerja maka work-life balance akan menurun dan penurunan stres kerja akan menyebabkan work-life balance semakin tinggi. Terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara Konflik Kerja dengan work life balance diterima (H04 ditolak dan Ha4 diterima) Dan dapat diartikan sebagai semakin tinggi Konflik Kerja maka work-life balance akan menurun dan penurunan Konflik Kerja akan menyebabkan work-life balance semakin tinggi.

 

BIBLIOGRAFI

Atheya, R., & Arora, R. (2014). Stress and its brunt on employee�s work-life balance (wlb): A conceptual study. IOSR Journal of Humanities and Social Science, 19(3), 57�62.

 

Bakalım, O., & Kar�kay, A. T. (2017). Effect of group counseling on happiness, life satisfaction and positive-negative affect: A mixed method study. Journal of Human Sciences, 14(1), 624�632.

 

Balkan, O. (2014). Work-life balance, job stress and individual performance: an application. International Journal of Management Sciences and Business Research, 3(3), 38�46.

 

Bull, F. C., Al-Ansari, S. S., Biddle, S., Borodulin, K., Buman, M. P., Cardon, G., Carty, C., Chaput, J.-P., Chastin, S., & Chou, R. (2020). World Health Organization 2020 guidelines on physical activity and sedentary behaviour. British Journal of Sports Medicine, 54(24), 1451�1462.

 

Greenhaus, J. H., Collins, K. M., & Shaw, J. D. (2003). The relation between work�family balance and quality of life. Journal of Vocational Behavior, 63(3), 510�531.

Masita, T. S., Delyara, D. A., Fernando, M. L., Himmawan, G., & Claudianty, G. S. (2019). Work-family conflict dan work-life balance pada prajurit wanita TNI AL di Surabaya. FENOMENA, 28(1), 39�44.

 

Nasution, N. H., & Hidayah, A. (2021). Gambaran Pengetahuan Masyarakat Tentang Pencegahan Covid-19 Di Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Kota Padangsidimpuan. Jurnal Kesehatan Ilmiah Indonesia (Indonesian Health Scientific Journal), 6(1), 107�114.

 

Nurendra, A. M., & Saraswati, M. P. (2016). Model peranan work life balance, stres kerja dan kepuasan kerja pada karyawan. Humanitas: Jurnal Psikologi Indonesia, 13(2), 84�94.

 

Nursofwa, R. F., Sukur, M. H., & Kurniadi, B. K. (2020). Penanganan Pelayanan Kesehatan Di Masa Pandemi Covid-19 Dalam Perspektif Hukum Kesehatan. Inicio Legis, 1(1).

 

Omar, M. K., Mohd, I. H., & Ariffin, M. S. (2015). Workload, role conflict and work-life balance among employees of an enforcement agency in Malaysia. International Journal of Business, Economics and Law, 8(2), 52�57.

 

Pamungkas, R. A., & Usman, A. M. (2017). Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Trans Media.

 

Putra, P. A., & Suryanata, I. G. N. P. (2021). Sinergi Halodoc Dalam Mutu Pelayanan Rumah Sakit Di Masa Pandemi Covid 19. Ejurnal Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana, 10(04), 211�222.

 

Sholihah, M & Indrawati, R. (2020). The Effect of Multiple Role Conflict (Family Work) and Work Stress on Women Nurse Performance. International Advanced Research Journal in Science, Engineering and Technology. Vol. 7, Issue 10, October 2020 ISSN (Online) 2393-8021 ISSN (Print) 2394-1588.

 

Sugiyono, P. D. (2017). Metode penelitian bisnis: pendekatan kuantitatif, kualitatif, kombinasi, dan R&D. Penerbit CV. Alfabeta: Bandung, 225.

 

Wardana, M. C., Anindita, R., & Indrawati, R. (2020). Work Life Balance, Turnover Intention, And Organizational Commitment in Nursing Employees at X Hospital, Tangerang, Indonesia. Journal of Multidisciplinary Academic, 4(4), 221�228.

 

Yadav, T., & Rani, S. (2015). Work life balance: challenges and opportunities. International Journal of Applied Research, 1(11), 680�684.

 

 



Copyright holder:

Edward Dian Suwito , Rian Adi Pamungkas , Ratna Indrawati (2022)

 

First publication right:

Jurnal Health Sains

 

This article is licensed under: