Jurnal Health Sains: p�ISSN:
2723-4339 e-ISSN:
2548-1398�����
Vol. 2, No. 11, November 2021
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG SWAMEDIKASI DENGAN POLA
PENGGUNAAN OBAT DI APOTEK KIMIA FARMA SENEN JAKARTA PUSAT
Zaenab Durotul Aliyah
Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta, Indonesia
Email: [email protected]
info artikel |
abstraK |
Diterima 5 November 2021 Direvisi 15 November 2021 Disetujui 25 November 2021 |
Swamedikasi merupakan pengobatan yang dilakukan diri sendiri tanpa melalui resep dokter. Badan Pusat Statistik mencatat bahwa pada tahun 2017 terdapat 69,43% penduduk Indonesia yang melakukan
swamedikasi dibandingkan penduduk yang berobat jalan 46,32%. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku swamedikasi di
Indonesia masih cukup besar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang swamedikasi dengan pola penggunaan
obat. Jenis penelitian korelasional dengan pendekatan cross sectional.
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 345 responden dengan teknik Accidental
sampling. Pengambilan data menggunakan
kuisioner dan analisis statistik menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa
deskriptif variabel secara umum pengetahuan
tentang swamedikasi adalah baik, analisa deskriptif pola penggunaan obat adalah baik.
Hasil penelitian menunjukkan
terdapat hubungan yang signifikan hubungan pengetahuan tentang swamedikasi dengan pola penggunaan obat (p-value 0,001). Kesimpulan, terdapat
hubungan pengetahuan tentang swamedikasi dengan pola penggunaan
obat. ABSTRACT Self-medication is the use of medicine that is done alone without a doctor's
prescription. The Central Statistics Agency noted that in 2017 there were
69.43% of the Indonesian population who did self-medication compared to the
population who received outpatient treatment at 46.32%. This shows that the
behavior of self-medication in Indonesia is still quite large. The purpose of
this study was to determine the relationship between knowledge about
self-medication and patterns of drug use. This type of research is
correlational with a cross sectional approach. The sample in this study were
345 respondents with accidental sampling technique. Data retrieval using
questionnaires and statistical analysis using the Spearman Rank correlation
test. The results of descriptive analysis of variables in general knowledge
about self-medication is good, descriptive analysis of drug use patterns is
good. The results showed that there was a significant relationship between
knowledge about self-medication and patterns of drug use (p-value 0.001). In
conclusion, there is a relationship between knowledge about self-medication
and patterns of drug use. |
Kata Kunci: pengetahuan; swamedikasi; pola penggunaan obat Keywords: knowledge; self-medication; pattern of drug use |
Pendahuluan
Upaya kesehatan
adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan,
pengobatan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan secara terpadu oleh pemerintah dan atau masyarakat (No, 2018).
Upaya pertama
pengobatan sakit yang paling
banyak dilakukan adalah pengobatan sendiri (self- medication) (Utari & Setiono, 2016)
Masyarakat di negara berkembang upaya
pemeliharan keseahatan banyak dilakukan untuk mengatasi keluhan kesehatannya dengan berobat sendiri (Rivi et al., 2014).
Badan Pusat Statistik
mencatat bahwa pada tahun 2017 terdapat 69,43% penduduk Indonesia yang melakukan
swamedikasi dibandingkan penduduk yang berobat jalan 46,32%. Angka ini meningkat dari tahun 2016 sebanyak 63,77%. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku swamedikasi di Indonesia masih cukup besar. Berdasarkan
data dari hasil kunjungan pasien yang berkunjung ke Kimia Farma Senen Jakarta Pusat pada bulan November 2020 pembelian obat tanpa resep
2.520, transaksi dengan
rata-rata perhari 84 transaksi
pembelian tanpa resep.
Masyarakat memilih
pengobatan sendiri karena sakit ringan,
hemat biaya, dan hemat waktu, serta
sifatnya sementara, yaitu penanggulangan pertama sebelum berobat ke puskesmas
atau mantri. Alasan masyarakat Indonesia melakukan swamedikasi atau peresepan sendiri karena penyakit dianggap ringan (46%), harga obat yang lebih murah (16%) dan obat mudah diperoleh (9%) (Kartajaya, 2011).
Dalam hal
ini swamedikasi diperlukan ketepatan dalam pemilihan obat juga ketepatan dalam dosis pemberian.
Dampak buruk dari swamedikasi yaitu dapat terjadi
salah obat, timbul efek samping yang merugikan. Swamedikasi hendaknya dilaksanakan berdasarkan tingkat pengetahuan yang cukup untuk menghindari penyalahgunaan obat, serta kegagalan terapi akibat penggunaan
obat yang tidak sesuai.
Menurut teori
(Green, 1980)
menyatakan bahwa perilaku kesehatan atau swamedikasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya pengetahuan. Pengetahuan yang cukup akan memberikan kesempatan kepada individu untuk mampu mengidentifikasi stressor
yang merugikan kesehatan sehingga individu dapat memelihara kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2012).�
Dalam penelitian
yang dilakukan oleh (Hidayati, 2017)
tentang tingkat pengetahuan penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas
untuk swamedikasi pada masyarakat RW 8 Morobangun Jogotirto Berbah Sleman Yogyakarta menunjukan bahwa responden yang mempunyai tingkat pengetahuan baik penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas sebanyak (42,9%), dan tingkat pengetahuan kurang baik penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas
sebanyak (57,1%).
Berdasarkan uraian
di atas ingin diketahui tentang apakah terdapat hubungan pengetahuan tentang swamedikasi dengan pola penggunaan
obat pada pasien di Kimia Farma Senen Jakarta Pusat.
�Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
hubungan pengetahuan tentang swamedikasi dengan pola penggunaan
obat di Kimia Farma Senen Jakarta Pusat.
Secara khusus
penelitian ini, diharapkan dapat mengetahui gambaran pengetahuan tentang swamedikasi, pola penggunaan obat dan Mengetahui hubungan pengetahuan tentang swamedikasi dengan pola penggunaan obat di Kimia Farma Senen Jakarta Pusat.
Metode Penelitian
Desain penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis penelitian
korelasional. Penelitian korelasional yaitu penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau
lebih. Pada suatu situasi atau sekelompok
subjek. Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional dimana
data yang menyangkut variabel
bebas dan variabel terikat akan dikumpulkan
dalam waktu yang bersamaan. (Arikunto,
2010).
Penelitian korelasi adalah suatu penelitian
yang berfungsi untuk mengetahui derajat atau keeratan hubungan
dan juga berfungsi untuk� mengetahui arah hubungan dua
variabel numeric (Hastono,
2010).
Dalam penelitian ini mengkaji hubungan
pengetahuan tentang swamedikasi dengan pola penggunaan obat di Kimia Farma Senen Jakarta Pusat.
Hasil dan Pembahasan
A.
Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
Karakterstik responden dalam penelitian ini meliputi usia,
jenis kelamin, umur, pendidikan status pernikahan, status pekerjaan, dan
pendapatan.
Hasil deskriptif
karakteristik responden berdasarkan usia� responden
dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini
Tabel 1
Karakterisitik Responden
Berdasarkan Usia
No. |
Usia |
Jumlah |
Persentase (%) |
1 |
>60 |
23 |
6.9 |
2 |
18-28 |
88 |
25.4 |
3 |
29-39 |
90 |
26.0 |
4 |
40-50 |
96 |
27.7 |
5 |
51-69 |
48 |
13.9 |
Jumlah |
345 |
100 |
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan
bahwa sebagian besar responden berusia 40-50 tahun yaitu sebesar 27,7% atau sebanyak 96 orang, dan sebagian kecil responden berusia >60 tahun yaitu sebesar
6.9% atau sebanyak 23 orang.
Hasil
deskriptif karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin� responden
dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 2
Karakterisitik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
No |
Jenis Kelamin |
Jumlah |
Persentase (%) |
1 |
Laki-laki |
184 |
53.2 |
2 |
Perempuan |
161 |
46.8 |
Jumlah |
345 |
100 |
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan
bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 53,2% atau sebanyak 184 orang, dan sebagian kecil responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 46,8% atau sebanyak 161 orang.
Hasil
deskriptif karakteristik responden berdasarkan pendidikan responden dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.
Tabel 3
Karakterisitik Responden Berdasarkan Pendidikan
No |
Pendidikan |
Jumlah |
Persentase (%) |
1 |
D1 s/d D3 |
63 |
18.2 |
2 |
Perguruan Tinggi |
84 |
24.3 |
3 |
S1 s/d S3 |
58 |
16.8 |
4 |
Tamat SD/sederajat |
27 |
7.8 |
5 |
Tamat SMA |
63 |
18.2 |
6 |
Tamat SMP |
15 |
4.3 |
7 |
Tidak sekolah |
18 |
5.2 |
Jumlah |
345 |
100 |
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan
bahwa sebagian besar responden berpendidikan perguruan tinggi yaitu sebesar
24,3% atau sebanyak 84
orang, dan sebagian kecil responden berpendidikan tamat SMP yaitu sebesar 4,3% atau sebanyak 15 orang.
Hasil
deskriptif karakteristik responden berdasarkan pekerjaan responden dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini:
Tabel 4
Karakterisitik Responden Berdasarkan Pekerjaan
No |
Pekerjaan |
Jumlah |
Persentase (%) |
1 |
Karyawan Swasta |
63 |
18.2 |
2 |
Pagawai Negeri/TNI/ |
26 |
7.5 |
3 |
Pedagang/Wirausaha |
85 |
24.0 |
4 |
Pelajar/Mahasiswa |
15 |
4.3 |
5 |
Tenaga kesehatan |
42 |
12.1 |
6 |
Tidak/belum bekerja |
114 |
32.9 |
Jumlah |
345 |
100 |
Berdasarkan
tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak/belum bekerja
yaitu sebesar 32,9% atau sebanyak 114 orang, dan sebagian kecil responden pelajar/mahasiswa yaitu sebesar 4,3% atau sebanyak 15 orang.
Hasil deskriptif karakteristik responden berdasarkan Status menikah responden dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:
Tabel 5
Karakterisitik Responden Berdasarkan
Status Pernikahan
No |
Status Pernikahan |
Jumlah |
Persentase (%) |
1 |
Belum Menikah |
78 |
22.5 |
2 |
Duda |
8 |
2.3 |
3 |
Janda |
9 |
2.6 |
4 |
Menikah |
250 |
72.5 |
Jumlah |
345 |
100 |
Berdasarkan
tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berstatus menikah yaitu sebesar 72,5% atau sebanyak 250 orang, dan sebagian kecil responden berstatus duda yaitu sebesar
2,3% atau sebanyak 8 orang.
Tabel 6
Karakterisitik Responden Berdasarkan
Pendapatan
No |
Jumlah Pendapatan |
Jumlah |
Persentase (%) |
1 |
< Rp. 1. 500.000 |
161 |
46.8 |
2 |
Rp. 1.500.000- Rp. 2.500.000 |
2 |
0.6 |
3 |
> Rp. 2.500.000 � Rp. 3.500.000 |
117 |
33.8 |
3 |
> Rp. 3. 500.000 |
65 |
18.8 |
Jumlah |
345 |
100 |
Berdasarkan
tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pendapatan < Rp. 1.500.000
yaitu sebesar 46,8% atau sebanyak 161 orang, dan sebagian kecil responden mempunyai pendapatan > Rp. 3. 500.000 yaitu
sebesar 18.8 % atau sebanyak 65 orang.
1) Analisis Univariat
a.
��Gambaran
Pengetahuan Tentang Swamedikasi Di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat Ciemas Kabupaten Sukabumi
Hasil gambaran pengetahuan tentang swamedikasi yaitu seperti yang dipaparkan pada tabel 7 berikut ini
Tabel 7
Skrining Pengenalan Swamedikasi
No |
Pengenalan Swamedikasi |
Jumlah |
Persentase (%) |
||
1 |
Pernah
Mengobati diri sendiri Pernah Tidak Pernah |
184 161 |
53,2 46,8 |
||
2 |
Nama Obat Antasid Asam Mefenamat Bodrex Bodrexin Bodrexi Ceftrizin Diatabs Neuralg Neuroma Omeprazole Oskadon Paramex Ranitidine Sanmol Stimuno Tolak Angin Vitamin |
13 26 4 3 2 6 13 9 14 1 18 18 14 130 1 1 72 |
3,8 7,5 1,2 0,9 0,6 1,7 3,8 2,6 4,0 0,3 5,2 5,2 4,0 37,6 0,3 0,3 21,1 |
||
3 |
Keluhan Alergi Demam Diare Lemas Maag Masuk
Angin Nyeri Pegal Pusing Sakit kepala |
6 128 13 73 27 2 35 15 10 36 |
1,7 37,3 3,8 21,1 7,8 0,6 10,1 4,3 2,9 10,4 |
||
4 |
Pernah Mendengar Istilah
Medikasi Tidak Ya |
223 122 |
64,5 35,5 |
||
5 |
Contoh Obat Swamedikasi Antasid Asam Mefenamat Bodrex Bodrexin Bodrexi Ceftrizin Diatabs Neuralg Neuroma Omeprazole Oskadon Paramex Ranitidine Sanmol Stimuno Tolak Angin Vitamin |
13 26 4 3 2 6 13 9 14 1 18 18 14 130 1 1 72 |
3,8 7,5 1,2 0,9 0,6 1,7 3,8 2,6 4,0 0,3 5,2 5,2 4,0 37,6 0,3 0,3 21,1 |
||
Jumlah |
345 |
100 |
|
||
Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden pernah mengobati sendiri yaitu sebesar 53,2% atau sebanyak 184 orang, dan sebagian kecil responden tidak pernah mengobati sendiri yaitu sebesar
46,8% atau sebanyak 161
orang. Sebagian besar responden
mengetahui nama obat sanmol yaitu
sebanyak 37,6% atau 130
orang, dan sebagian kecil responden mengetahui nama obat omeprazole, stimuno dan tolak angin yaitu sebanyak
0,3 % atau 1 orang dari masing-masing
produk. Sebagian besar responden mengeluh demam yaitu sebanyak
37,3% atau 128 orang, dan sebagian
kecil responden mengeluh masuk angin yaitu sebanyak
0,6% atau 2 orang. Sebagian besar
responden tidak pernah mengdengar istilah swamedikasi yaitu sebanyak 64,5% atau 223 orang, dan sebagian kecil responden pernah mendengar istilah swamedikasi yaitu sebanyak 35,5% atau 122 orang. Sebagian besar responden membeli obat swamedikasi sanmol yaitu sebanyak
37,6% atau 130 orang, dan sebagian
kecil responden membeli obat swamedikasi
seperti omeprazole, stimuno
dan tolak angin yaitu sebanyak 0,3 % atau 1 orang dari masing-masing produk.
Hasil deskriptif data analitik
responden dapat dilihat pada tabel berikut ini dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi.
Tabel 8
Data
Analitik Swamedikasi
No |
Data Analitik |
Jumlah |
Persentase (%) |
|
||
1 |
Dalam
1 bulan saya melakukan swamedikasi Jarang Sering |
167 178 |
48,6 51,4 |
|
||
2 |
Sering Membeli Obat
Di Apotek Warung |
227 118 |
65,9 34,1 |
|
||
3 |
Jarak Pembelian
Obat Relatif Dekat Relatif Jauh |
133 212 |
38,7 61,3 |
|
||
4 |
Harga Obat Relatif Mahal Relatif Murah |
142 203 |
41,0 59,0 |
|
||
5 |
Ketika Sakit Menggunakan Obat Obat Modern Obat Tradisional |
176 169 |
51,2 48,8 |
|
||
6 |
Informasi Mengenai Obat Apotek Teman/Keluarga |
227 118 |
65,9 34,1 |
|
||
Jumlah |
345 |
100 |
||||
Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam 1 bulan sering melakukan
swamedikasi yaitu sebesar 51,4% atau sebanyak 178 orang, dan sebagian kecil responden dalam 1 bulan jarang
melakukan swamedikasi yaitu sebesar 48,6% atau sebanyak 167 orang. Sebagian
besar responden membeli obat di apotek yaitu sebanyak
65,9% atau 227 orang, dan sebagian
kecil responden membeli obat di warung yaitu sebanyak
34,1% atau 118 orang. Sebagian besar
jarak pembelian obat relatif jauh
yaitu sebanyak 61,3% atau 212 orang, dan sebagian kecil jarak pembelian
obat relatif dekat sebanyak 38,7% atau 133 orang. Sebagian besar harga obat relatif
murah yaitu sebanyak 59,0% atau 203 orang, sebagian kecil harga obat relatif
mahal yaitu sebanyak 41,0% atau 142 orang. Sebagian besar responden menggunakan obat modern ketika sakit yaitu sebanyak
51,2% atau 176 orang, dan sebagian
kecil responden menggunakan obat tradisional yaitu sebanyak 48,8% atau 169 orang.
Sebagian besar responden mengetahui informasi obat dari apotek
yaitu 65,9% atau 227 orang,
dan sebagian kecil responden mengetahui informasi obat dari teman/keluarga
yaitu sebanyak 34,1% atau 118 orang.
b.
Gambaran Pengetahuan Tentang Swamedikasi Di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat
Hasil gambaran pengetahuan
tentang swamedikasi yaitu seperti yang dipaparkan pada tabel 9 berikut ini.
Tabel 9
Distribusi Frekuensi
Gambaran Pengetahuan Tentang
Swamedikasi Di Apotek Kimia
Farma Senen Jakarta Pusat
No |
Pengetahuan |
Jumlah |
Persentase (%) |
1 |
Rendah |
65 |
18.8 |
2 |
Tinggi |
280 |
81.2 |
Jumlah |
345 |
100 |
Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 280 orang (81,2%)
dan sebagian kecil responden mempunyai pengetahuan rendah yaitu sebanyak 65 orang (18,8%).
c.
��Gambaran Pola Penggunaan Obat Di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat
Hasil gambaran pola penggunaan obat di apotek kimia farma
yaitu seperti yang dipaparkan pada table 10 berikut ini.
Tabel 10
Distribusi Frekuensi
Gambaran Pola Penggunaan Obat
Di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat
No |
Pola Penggunaan Obat |
Jumlah |
Persentase (%) |
1 |
Frekuensi Berobat 1x sebulan 2x sebulan 3x sebulan 4x sebulan 5x sebulan |
217 48 32 27 11 |
63,0 13,9 9,2 10,7 3,2 |
2 |
Tempat Membeli
Obat Apotek Bidan Puskesmas Warung |
151 76 71 47 |
43,9 22,0 20,5 13,6 |
3 |
Jarak � 1-5 km � 10-50 m � 10-20 m � 100-500 m |
65 37 48 195 |
18,8 10,7 13,9 56,6 |
4 |
Jarak Tempuh � 1-5 km � 10-50 m � 10-20 m � 100-500 m |
65 37 48 195 |
18,8 10,7 13,9 56,6 |
5 |
Harga Obat Rp. 1.000-2.000 Rp. 3.000-7.000 Rp. 8.000-15.000 Rp. 16.000-25.000 Rp. >25.000 |
21 226 62 1 35 |
6,1 65,6 17,9 0,3 10,1 |
6 |
Nama Obat Antasida doen Asam Mefenamat Bodrex Bodrexin Bodrexin Ceftrizin Diatabs Hidrokortison Neuralgin Neuromacyl Neurosanbe Omeprazole Dexamethason Oskadon Paramex Ranitidine Sanmol Stimuno Tolak Angin Ultraflu |
13 26 4 3 2 6 13 5 9 12 66 6 1 16 18 14 122 1 1 7 |
3,8 7,5 1,2 0,9 0,6 1,7 3,8 1,4 2,6 3,5 19,1 1,7 0,3 4,6 5,2 4,0 35,5 0,3 0,3 2,0 |
7 |
Cara Penggunaan Obat Digerus Dioles Langsung Diminum |
21 5 319 |
6,1 1,4 92,5 |
8 |
Sediaan Obat Kapsul Salep Sirup Tablet |
7 5 11 322 |
2,0 1,4 3,2 93,4 |
9 |
Keluhan Alergi Demam Diare Flu Lemas Maag Masuk Angin Nyeri Pegal Pusing Sakit kepala |
11 121 13 7 66 33 2 34 13 10 35 |
3,2 35,3 3,8 2,0 19,1 9,5 0,6 9,8 3,8 2,9 10,1 |
10 |
Efek Samping Mengantuk Mual Tidak Ada |
13 20 312 |
3,8 5,8 90,5 |
11 |
Informasi Obat Apotek Bidan Dokter TV (Iklan) |
151 76 71 47 |
43,9 22,0 20,5 13,6 |
12 |
Kategori Baik Tidak Baik |
278 65 |
80,6 18,8 |
Berdasarkan tabel 10 bahwa sebagian besar frekuensi berobat responden 1x sebulan yaitu sebanyak
63,0% atau 217 orang, dan sebagian
kecil frekuensi berobat responden yaitu sebanyak 5x sebulan yaitu sebanyak
3,2% atau 11 orang. Sebagian besar
responden membeli obat di apotek yaitu sebanyak 43,9% atau 151 orang, dan sebagian kecil responden membeli obat di warung yaitu sebanyak
13,6% atau 47 orang. Sebagian besar
jarak dari rumah reponden berjarak � 100-500 meter yaitu sebanyak 56,6% atau 195 orang, dan sebagian kecil berjarak � 10-50 meter yaitu sebanyak 10,7% atau 37 orang. Sebagian besar responden memiliki jarak tempuh � 100-500
meter yaitu sebanyak
56,6% atau 195 orang, dan sebagian
kecil memiliki jarak tempuh � 10-50 meter yaitu sebanyak 10,7% atau 37 orang. Sebagian besar harga obat yang dibeli responden berkisar Rp. 3.000- 7000 yaitu sebanyak 65,6% atau 226 orang,
dan sebagian kecil harga obat yang dibeli responden berkisar Rp. 16.000-25.000 yaitu sebanyak 0,3% atau 1 orang.
Sebagian besar responden mengetahui nama obat sanmol yaitu
sebanyak 35,5% atau 122
orang, dan sebagian kecil responden mengetahui nama obat dexamethasone, stimuno dan tolak angin yaitu sebanyak
0,3 % atau 1 orang dari
masing-masing produk. Sebagian besar
responden cara penggunaan obatnya langsung diminum yaitu sebanyak 92,5% atau 319 orang, dan sebagian kecil dioles sebanyak
1,4% atau 5 orang. Sebagian besar
responden meminum obat tablet yaitu sebanyak 93,4% atau 322 orang,
dan sebagian kecil responden menggunakan salep yaitu sebanyak
1,4% atau 5 orang. Sebagian besar
responden mengeluh demam yaitu sebanyak
37,3% atau 128 orang, dan sebagian
kecil responden mengeluh masuk angin yaitu sebanyak
0,6% atau 2 orang. Sebagian besar
responden tidak memiliki efek samping
yaitu sebanyak 90,5% atau 312 orang, dan sebagian kecil responden mengalami efek samping mengantuk yaitu sebanyak 3,8% atau 13 orang. Sebagian besar responden mendapatkan informasi tentang obat dari apoteker
yaitu sebanyak 43,9% atau 151 orang, dan sebagian kecil responden mendapatkan informasi dari TV (Iklan) yaitu sebanyak 13,6% atau 47 orang. Sebagian besar pola penggunaan obat responden baik yaitu sebanyak
278 orang (80,6%) dan sebagian kecil
penggunaan obat responden tidak baik yaitu sebanyak
67 orang (19,4%).
2) Analisis Bivariat
a. ���Hubungan Usia Dengan Pengetahuan
Tentang Swamedikasi
Tabel 11
Tabulasi Silang Hubungan Usia dengan Pengetahuan
Tentang Swamedikasi
Usia |
Pengetahuan |
p-value |
|||||
Rendah |
Tinggi |
Jumlah |
|||||
F |
% |
F |
% |
F |
% |
||
18-28 |
36 |
40,9 |
52 |
59,1 |
88 |
100 |
0,018 |
29-39 |
27 |
30,0 |
63 |
70,0 |
90 |
100 |
|
40-50 |
20 |
20,8 |
76 |
79,2 |
96 |
100 |
|
51-69 |
9 |
18,8 |
39 |
81,2 |
48 |
100 |
|
>60 |
6 |
45,0 |
17 |
55,0 |
23 |
100 |
|
Jumlah |
98 |
28,3 |
247 |
71,7 |
345 |
100 |
Berdasarkan
tabel 11 diatas dari 345 responden dapat dilihat sebagian
besar responden yang berusia 40-50 mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 79,2% atau 76 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan rendah yaitu sebanyak 20,8% atau 20 orang. Pada usia 18-28 tahun sebagian besar mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi sebanyak 59,1% atau 52 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan rendah sebanyak 40,6% atau 36 orang. Usia 29-39 sebagian besar mempunyai pengetahuan tinggi tentang swamedikasi sebanyak 70,0% atau 63 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan rendah sebanyak 30,0% atau 30 orang. Usia 51-69 sebagian besar mempunyai pengetahuan tinggi tentang swamedikasi sebanyak 81,2% atau 39 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan rendah sebanyak 18,8% atau 9 orang. Usia >60 sebagian besar mempunyai pengetahuan tinggi tentang swamedikasi sebanyak 55,0% atau 17 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan rendah sebanyak 45,0% atau 6 orang.
Berdasarkan
hasil uji analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square, nilai
chi-square yang diperoleh adalah
nilai P value 0,018. Nilai P value ini < 0,05 yang artinya Ho ditolak, maka terdapat
hubungan antara usia dengan pengetahuan
tentang swamedikasi.
b. Hubungan Jenis Kelamin Dengan
Pengetahuan Tentang Swamedikasi
Tabel 12
Tabulasi Silang Hubungan Jenis Kelamin Dengan
Pengetahuan Tentang Swamedikasi
Jenis
Kelamin |
Pengetahuan
|
p-value |
|||||
Rendah |
Tinggi |
Jumlah |
|||||
F |
% |
F |
% |
F |
% |
||
Laki-laki |
67 |
37,0 |
116 |
63,0 |
184 |
100 |
0,000 |
Perempuan |
30 |
18,5 |
132 |
81,5 |
161 |
100 |
|
Jumlah |
97 |
28,3 |
248 |
71,7 |
345 |
100 |
Berdasarkan tabel 12 diatas dari 345 responden dapat dilihat sebagian besar responden mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi berjenis kelamin perempuan sebanyak 132 orang.�
Sebagian besar laki-laki
mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang sewamedikasi yaitu sebanyak 63% atau 116 orang dan sebagian kecil laki-laki mempunyai pengetahuan rendah sebanyak 37,0% atau 67 orang.
Sebagian besar perempuan mempunyai pengetahuan tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 81,5% atau 132 orang dan
sebagian kecil mempunyai pengetahuan rendah sebanyak 18,5% atau 30 orang.
Berdasarkan hasil uji analisis bivariat dengan menggunakan uji chi
square, nilai chi-square yang diperoleh
adalah nilai P value 0,000.
Nilai P value ini < 0,05 yang artinya
Ho ditolak, maka terdapat hubungan antara jenis kelamin
dengan pengetahuan tentang swamedikasi.
c.
��Hubungan
Pendidikan Dengan Pengetahuan
Tentang Swamedikasi
Tabel 13
Tabulasi Silang Hubungan
Pendidikan Dengan Pengetahuan
Tentang Swamedikasi
Pendidikan |
Pengetahuan
|
p-value |
|||||
Rendah |
Tinggi |
Jumlah |
|||||
F |
% |
F |
% |
F |
% |
||
D1 s.d
D3 |
8 |
12,7 |
55 |
87,3 |
63 |
100 |
0,000 |
Perguruam |
18 |
21,4 |
66 |
78,6 |
84 |
100 |
|
S1 s/d D3 |
12 |
20,7 |
46 |
79,3 |
58 |
100 |
|
Tamat SD |
14 |
51,9 |
13 |
48,1 |
27 |
100 |
|
Tamat SMA |
31 |
49,2 |
32 |
50,8 |
63 |
100 |
|
Tamat SMP |
9 |
60,0 |
6 |
40,0 |
15 |
100 |
|
Tidak Sekolah |
12 |
66,7 |
6 |
33,3 |
18 |
100 |
|
Jumlah |
110 |
28,3 |
247 |
71,7 |
345 |
100 |
Berdasarkan tabel 13 diatas dari 345 responden dapat dilihat sebagian besar responden mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi berpendidikan perguruan tinggi sebanyak 66 orang.�
Sebagian besar pendidikan
D1 s/d D3 mempunyai pengetahuan
yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 87,3% atau 55 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 12,7% atau 8 orang. Sebagian besar pendidikan perguruan tinggi mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 78,6% atau 66 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 21,4% atau 18 orang.
Sebagian besar pendidikan
S1 s/d D3 mempunyai pengetahuan
yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 79,3% atau 46 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 20,7% atau sebanyak 12 orang. Sebagian besar pendidikan tamat SD mempunyai pengetahuan yang rendah tentang swamedikasi yaitu sebanyak 51,9% atau 14 orang dan sebagian besar mempunyai pengetahuan yang tinggi sebanyak 48,1% atau 13 orang.
Sebagian besar pendididkan tamat SMA mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swmedikasi yaitu sebanyak 50,8% atau 32 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan rendah sebanyak 49,2% atau 31 orang.
Sebagian besar pendidikan tamat SMP mempunyai pengetahuan yang rendah tentang swamedikasi yaitu sebanyak 60,0% atau 9 orang dan sebagian kecil responden mempunyai pengetahuan yang tinggi sebanyak 40,0% atau 6 orang. Sebagian besar yang
tidak sekolah mempunyai pengetahuan rendah tentang swamedikasi yaitu sebanyak 66,7% atau 12 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang tinggi sebanyak 33,3% atau 6 orang.
Berdasarkan hasil uji analisis bivariat dengan menggunakan uji chi
square, nilai chi-square yang diperoleh
adalah nilai P value 0,000.
Nilai P value ini < 0,05 yang artinya
Ho ditolak, maka terdapat hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan tentang swamedikasi.
d.
Hubungan Pekerjaan
Dengan Pengetahuan Tentang Swamedikasi
Tabel 14
Tabulasi Silang Hubungan
Pekerjaan Dengan Pengetahuan Tentang Swamedikasi
Pekerjaan
|
Pengetahuan
|
p-value |
||||||
Rendah |
Tinggi |
Jumlah |
||||||
F |
% |
F |
% |
F |
% |
|
||
Karyawan Swasta |
18 |
28,6 |
45 |
71,4 |
63 |
100 |
0,005 |
|
Pegawai Negeri/TNI/ |
5 |
19,2 |
21 |
80,8 |
26 |
100 |
||
Pedagang/Wirausaha |
29 |
34,9 |
54 |
65,1 |
83 |
100 |
||
Pelajar/Mahasiswa |
6 |
40,0 |
9 |
60,0 |
15 |
100 |
||
Tenaga Kesehatan |
6 |
14,3 |
36 |
85,7 |
42 |
100 |
||
Tidak/belum bekerja |
51 |
44,7 |
63 |
55,3 |
114 |
100 |
||
Jumlah |
115 |
33,2 |
231 |
66,8 |
345 |
100 |
||
Berdasarkan tabel 14 diatas dari 345 responden dapat dilihat sebagian besar responden mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi.�
Sebagian besar karyawan
swasta mempunyai pengetahuan tentang swamedikasi yang tinggi yaitu sebanyak 71,4% atau 45 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah yaitu sebanyak 28,6% atau 18 orang. Sebagian besar pegawai negeri/TNI mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 80,8% atau 21 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 19,2% atau 5 orang.
Sebagian besar pegadang/wirausaha mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 65,1% atau 54 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 34,9% atau 29 orang.
Sebagian besar pelajar/mahasiswa mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu seabnyak 60,0% atau 9 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 40,0% atau 6 orang.
Sebagian besar tenaga kesehatan mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 85,7% atau 36 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 14,3% atau 6 orang.
Sebagian besar yang tidak/belum bekerja mempunyai
pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 55,3% atau 63 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 44,7% atau 51 orang.
Berdasarkan hasil uji analisis bivariat dengan menggunakan uji chi
square, nilai chi-square yang diperoleh
adalah nilai P value 0,005.
Nilai P value ini < 0,05 yang artinya
Ho ditolak, maka terdapat hubungan antara pekerjaan dengan pengetahuan tentang swamedikasi.
e.
��Hubungan
Status Pernikahan Dengan Pengetahuan Tentang Swamedikasi
Tabel 15
Tabulasi Silang Hubungan
Status Pernikahan Dengan Penegatahuan Tentang Swamedikasi
Status Pernikahan |
Pengetahuan
|
p-value |
|||||
Rendah |
Tinggi |
Jumlah |
|||||
F |
% |
F |
% |
F |
% |
||
Belum Menikah |
16 |
20,5 |
62 |
79,5 |
78 |
100 |
0,000 |
Duda |
4 |
50,0 |
4 |
50,0 |
8 |
100 |
|
Janda |
8 |
88,9 |
1 |
11,1 |
9 |
100 |
|
Menikah |
87 |
34,7 |
163 |
65,3 |
250 |
100 |
|
Jumlah |
115 |
33,2 |
231 |
66,8 |
345 |
100 |
Berdasarkan tabel 15 diatas dari 345 responden dapat dilihat sebagian besar reponden yang belum menikah mempunyai
pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 79,5% atau 62 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah tentang swamedikasi sebanyak 20,5% atau 16 orang.
Sebagian besar responden berstatus duda mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 50,0% atau 4 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 50,0% atau 4 orang. Sebagian besar responden berstatus janda mempunyai pengetahuan yang rendah tentang swamedikasi yaitu sebanyak 88,9% atau 8 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 11,1% atau 1 orang.
Sebagian besar responden
yang sudah menikah mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 65,3% atau 163 orang dan
sebagian kecil mempnyai pengetahuan yang rendah sebanyak 34,7% atau 87 orang.
Berdasarkan hasil uji analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square,
nilai chi-square yang diperoleh
adalah nilai P value 0,000.
Nilai P value ini < 0,05 yang artinya
Ho ditolak, maka terdapat hubungan antara status pernikahan dengan pengetahuan tentang swamedikasi.
f.
��Hubungan
Pendapatan Dengan Pengetahuan Tentang Swamedikasi
Tabel 16
Tabulasi Silang Hubungan
Pendapatan Dengan Pengetahuan Tentang Swamedikasi
Jumlah
Pendapatan |
Pengetahuan
|
p-value |
||||||
Rendah |
Tinggi |
Jumlah |
||||||
F |
% |
F |
% |
F |
% |
|
||
< Rp. 1. 500.000 |
63 |
38,9 |
98 |
61,1 |
161 |
100 |
0,019 |
|
Rp. 1.500.000 - Rp. 2.
500.000 |
2 |
100 |
0 |
0 |
2 |
100 |
||
Rp. 2.500.000 - Rp.
3.500.000 |
35 |
29,9 |
82 |
70,1 |
117 |
100 |
||
> Rp. 3. 500.000 |
15 |
23,1 |
50 |
76,9 |
65 |
100 |
||
Jumlah |
115 |
33,2 |
231 |
66,8 |
345 |
100 |
||
Berdasarkan tabel 16 diatas dari 345 responden dapat dilihat sebagian besar reponden yang memiliki penghasilan <Rp.
1.500.000 mempunyai pengetahuan
yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 61,1% atau 98 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 38,9% atau 63 orang. Sebagian besar responden yang memiliki penghasilan >Rp. 3.500.000 mempunyai
pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 76,9% atau 50 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 23,1% atau 15 orang.
Sebagian besar responden
yang memiliki penghasilan
Rp. 1.500.000- 2.500.000 mempunyai pengetahuan yang rendah tentang swamedikasi yaitu sebanyak 100% atau 2 orang. Sebagian responden
yang memiliki penghasilan
Rp. 2.500.000-3.500.000 mempunyai pengetahuan
yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 70,1% atau 82 orang dan sebagian besar mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 29,9% atau 35 orang.
Berdasarkan hasil uji analisis bivariat dengan menggunakan uji chi
square, nilai chi-square yang diperoleh
adalah nilai P value 0,019.
Nilai P value ini < 0,05 yang artinya
Ho ditolak, maka terdapat hubungan antara pendapatan dengan pengetahuan tentang swamedikasi
B.
Pembahasan
1. Gambaran
Pengetahuan Tentang Swamedikasi Di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat
Berdasarkan
hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan tentang swamedikasi di apotek kimia farma Senen
Jakarta Pusat sebagian besar
responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 280 orang (81,2%)
dan sebagian kecil responden mempunyai pengetahuan rendah yaitu sebanyak 65 orang (18,8%).
Apotek
sebagai tempat dilaksanakannya pekerjaan kefarmasian mempunyai peran penting sebagai
tempat untuk memperoleh informasi tentang obat. Pelayanan
kefarmasian di apotek hendaknya memiliki tujuan pokok agar pasien mendapatkan obat yang bermutu baik dengan informasi
yang selengkaplengkapnya.
Pelayanan
informasi obat merupakan kegiatan yang umum dilakukan di apotek. Pemberian informasi obat bertujuan agar pasien dapat menggunakan obat secara tepat.
Kebutuhan akan informasi obat erat kaitannya dengan pengetahuan dan sikap pengunjung apotek. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Abdullah, Andrajadi dan Supardi
pada tahun 2010 di kota
Depok menyatakan bahwa pengunjung apotek mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang informasi obat dan pengunjung apotek sangat membutuhkan informasi obat.
Menurut
(Soekidjo, 2010),
bahwa pengetahuan adalah hasil dari
tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra
manusia yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan pengetahuan, menurut (Soekidjo Notoatmodjo, 2010)
faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan adalah pengalaman, pendidikan, kepercayaan, umur, dan sumber informasi.
Sumber
informasi merupakan salah satu variabel yang berhubungan erat dengan pengetahuan. Menurut (Soekidjo, 2010)
bahwa sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi peranan dalam menyampaikan informasi, mempengaruhi kemampuan, semakin banyak informasi yang diperoleh akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh informasi maka ia cenderung mempunyai
pengetahuan yang lebih luas.
Pengetahuan
yang dimiliki seseorang dapat dipengaruhi seberapa banyak informasi yang diperolehnya baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pengetahuan juga dapat dipengaruhi oleh kecepatan seseorang dalam menerima informasi yang diperoleh, sehingga semakin banyak seseorang memperoleh informasi, maka semakin baiklah
pengetahuannya, sebaliknya semakin kurang informasi yang diperoleh, maka semakin kurang
pengetahuannya. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui media massa dan elektronik serta tenaga kesehatan
dan penyuluhan-penyuluhan kesehatan.
2. Gambaran
Pola Penggunaan Obat Di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat
���� Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat sederhana yang dibeli bebas di apotik atau toko
obat, atas inisiatif sendiri tanpa nasihat dokter
(Tjay & Rahardja, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 10 no.1 menunjukkan bahwa sebagian besar frekuensi berobat responden 1x sebulan yaitu sebanyak 63,0% atau 217 orang, dan sebagian kecil frekuensi berobat responden yaitu sebanyak 5x sebulan yaitu sebanyak
3,2% atau 11 orang. Hasil penelitian
ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Arumsari et al., 2014)
dan (Asnasari, 2017)
yang menyatakan bahwa sebagian besar responden menggunakan obat untuk swamedikasi
sebanyak 1x dalam sebulan dengan menggunakan batasan rentang waktu yang bertujuan untuk mempermudah responden mengingat obat yang digunakan dalam swamedikasi dan menghindari terjadinya bias.
Pada tabel 10 no.2,
Sebagian besar responden membeli obat di apotek yaitu sebanyak
43,9% atau 151 orang, dan sebagian
kecil responden membeli obat di warung yaitu sebanyak
13,6% atau 47 orang. Dalam hal ini, sebagian
besar jarak dari rumah responden
berjarak � 100-500 meter yaitu sebanyak 56,6% atau 195 orang, dan sebagian kecil berjarak � 10-50 meter yaitu sebanyak 10,7% atau 37 orang. Sebagian besar responden memiliki jarak tempuh � 100-500 meter yaitu sebanyak 56,6% atau 195 orang , dan sebagian kecil memiliki jarak tempuh � 10-50 meter yaitu sebanyak 10,7% atau 37 orang.
Jarak lokasi pembelian obat yang bervariasi dipengaruhi oleh lokasi rumah yang berbeda-beda jaraknya untuk mencapai lokasi pembelian obat (Asnasari, 2017). (Veronica et al., 2016)
menyatakan bahwa jarak antara tempat
tinggal dengan lokasi pembelian obat yang dekat memberikan keuntungan kepada pasien, dimana pasien tidak
perlu menempuh jarak yang jauh untuk memperoleh obat untuk swamedikasi,
tidak memerlukan alat transportasi untuk mencapai lokasi pembelian, serta menghemat waktu dan biaya dibandinkan pergi ke pelayanan kesehatan
lainnya yang harus menempuh jarak yang lebih jauh. (Asnasari, 2017).
Pada tabel 4.10 no.5,
sebagian besar harga obat yang dibeli responden berkisar Rp. 3.000- 7000 yaitu sebanyak 65,6% atau 226 orang,
dan sebagian kecil harga obat yang dibeli responden berkisar Rp. 16.000-25.000 yaitu sebanyak 0,3% atau 1 orang. Pelaksanaan swamedikasi memberikan beberapa keuntungan, salah satunya dalam bidang ekonomi
yaitu terutama karena konsultasi medis akan dikurangi
atau dihindari sehingga biaya yang dikeluarkan untuk swamedikasi lebih sedikit dibandingkan melakukan pengobatan ke dokter (El-Hage et al., 2020).
Pada tabel 4.10 no.6,
sebagian besar responden mengetahui nama obat sanmol
yaitu sebanyak 35,5% atau 122 orang, dan sebagian kecil responden mengetahui nama obat dexamethasone, stimuno dan tolak angin yaitu
sebanyak 0,3 % atau 1 orang
dari masing-masing produk. Seseorang yang melakukan swamedikasi dalam �mendiagnosis� penyakitnya, harus mampu mengetahui
kegunaan obat tersebut sehingga obat yang digunakan sesuai dengan kondisi
pasien. Obat yang dipilih harus memiliki
efek terapi yang sesuai dengan keluhan.
(Depkes, 2008).
Hasil dari jawaban responden pada penelitian ini, diketahui bahwa responden sudah mengetahui obat yang harus digunakan untuk mengatasi keluhan yang dirasakannya.
Cara penggunan obat yang sering digunakan oleh responden sebagian besar cara penggunaan obatnya langsung diminum yaitu sebanyak
92,5% atau 319 orang, dan sebagian
kecil dioles sebanyak 1,4% atau 5 orang. Cara penggunaan obat harus mengacu pada pedoman penggunaan obat yang rasional, dimana cara penggunaan
obat harus sesuai dengan anjuran
yang tertera pada kemasan obat. Salah satunya yaitu waktu minum
obat, harus sesuai dengan yang dianjurkan, baik pagi, siang atau
malam hari serta frekuensi penggunaan obat dalam sehari. (Depkes, 2008).
Bentuk
sediaan obat bermacam-macam ada yang berupa tablet, kapsul, puyer, dan ada pula yang berupa sirup maupun krim/salep. Menurut
(Depkes, 2008),
secara umum bentuk sediaan obat dapat berupa
padat, yaitu puyer, tablet, dan kapsul. Selain itu, bentuk
sediaan obat berupa larutan yaitu sirup, emulsi, suspensi, dan larutan biasa, serta bentuk
sediann obat semi padat yaitu krim/salep dan lotion. Hasil penelitian
ini menunjukan sebagian besar responden meminum obat tablet yaitu sebanyak 93,4% atau 322 orang,
dan sebagian kecil responden menggunakan salep yaitu sebanyak
1,4% atau 5 orang. Hasil tersebut
sesuai yang dinyatakan oleh
(Syamsuni, 2006)
yang menyatakan bahwa
tablet merupakan bentuk sediaan obat yang paling banyak digunakan. (Asnasari, 2017).
Pada tabel 4.10 no.9,
hasil penelitian sebagian besar responden mengeluh demam yaitu sebanyak
37,3% atau 128 orang, dan sebagian
kecil responden mengeluh masuk angin yaitu sebanyak
0,6% atau 2 orang. Pada umumnya
yang dapat dikatakan keluahan ringan yaitu keluhan yang biasanya dapat sembuh dengan sendirinya
tanpa menggunakan obat, seperti pilek,
sakit kepala dan tenggorokkan, nyeri lambung, punggung atau nyeri otot
(H. L. Tan et al., 2013).
Dalam hal ini, sebagian besar
responden tidak memiliki efek samping
yaitu sebanyak 90,5% atau 312 orang, dan sebagian kecil responden mengalami efek samping mengantuk yaitu sebanyak 3,8% atau 13 orang. Efek samping merupakan setiap respon obat
yang merugikan dan efek
yang tidak diinginkan yang terjadi pada penggunaan obat dengan dosis
terapi atau takaran normal. Efek samping tersebut dapat berupa mual,
diare, dan kembung ringan (Aziz et al., 2020).
Pada tabel 10 no.11, sebagian besar responden mendapatkan informasi tentang obat dari apoteker
yaitu sebanyak 43,9% atau 151 orang, dan sebagian kecil responden mendapatkan informasi dari TV (Iklan) yaitu sebanyak 13,6% atau 47 orang. Pengobatan sendiri atau kerap
pula disebut sebagai �swamedikasi� merupakan alternatif yang ditempuh oleh kebanyakan masyarakat, namun penting untuk
dipahami bahwa swamedikasi yang tepat, aman, dan rasional tidak dengan cara
mengobati tanpa terlebih dahulu mencari informasi umum yang bisa diperoleh tanpa harus melakukan konsultasi dengan pihak dokter. Adapun informasi umum dalam hal ini
bisa berupa etiket atau brosur.
Selain itu, informasi tentang obat bisa juga diperoleh dari apoteker pengelola apotek, utamanya dalam swamedikasi obat keras yang termasuk dalam daftar obat wajib apotek
(Zeenot, 2013).
Dalam
penelitian ini, sebagian besar pola penggunaan obat responden baik yaitu sebanyak
278 orang (80,6%) dan sebagian kecil
penggunaan obat responden tidak baik yaitu sebanyak
67 orang (19,4%). Menurut (Efayanti et al., 2019),
swamedikasi apabila dikakukan secara benar akan memberikan
konstribusi yang besar bagi pemerintah dalam pemeliharaan kesejahteraan secara nasional. Namun bila tidak dilakukan
benar, justru dapat menimbulkan bencana yaitu tidak
sembuhnya penyakit atau bahkan bisa
muncul penyakit baru akibat pemakaian
obat yang kurang tepat. (Efayanti et al., 2019).
3. Hubungan Pengetahuan Tentang Swamedikasi Dengan Pola Penggunaan Obat Di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat
Berdasarkan
hasil penelitian uji statistik dengan menggunakan korelasi spearman dari 345 responden dapat dilihat hasil
diperoleh nilai P = 0,001 berarti < 0,05. Berdasarkan aturan penolakan hipotesis maka Ho ditolak, ini menyatakan
bahwa terdapat hubungan pengetahuan tentang swamedikasi dengan pola penggunaan
obat. Hasil penelitian juga
menunjukkan nilai korelasi spearman positif yaitu semakin tinggi
pengetahuan maka akan semakin tinggi
penggunaan pola obat.
Menurut
(Soekidjo, 2010),
bahwa pengetahuan adalah hasil dari
tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra
manusia yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan pengetahuan, menurut (Soekidjo Notoatmodjo, 2010)
faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan adalah pengalaman, pendidikan, kepercayaan, umur, dan sumber informasi.
Pada penelitian ini, yang paling banyak mempengaruhi pasien melakukan swamedikasi adalah pengalaman pribadi. Sebagian besar pasien satu bulan
sekali akan berobat ulang yaitu
sebanyak 63.0%, atau 217
orang. Itu semua dikarenakan pasien sudah cocok dan sering menggunakan obat tersebut. Sebagian besar pasien yang melakukan swamedikasi karena pengalaman pribadi adalah pasien yang telah melakukan swamedikasi berulang-ulang dengan gejala dan obat yang sama sehingga mereka
merasa tidak perlu untuk ke
dokter (Harianto et al., 2005).
Pada umumnya pasien terkadang menanyakan obat dari pengalaman orang lain. Pasien yang melakukan swamedikasi karena adanya referensi orang lain, adakalanya tidak tahu dengan kebenaran
informasi tersebut. Mereka langsung mengikuti tanpa meninjau kembali kebenaran informasi itu, hal ini
dapat berdampak negatif pada pasien karena jika informasi
tersebut salah maka akan dapat memperburuk
keadaan pasien atau bahkan muncul
penyakit baru (Alamri, 2015).
Dalam
penelitian ini sebagian besar responden mendapatkan informasi tentang obat dari apoteker
yaitu sebanyak 43,9% atau 151 orang. Adapun informasi umum dalam hal
ini bisa berupa etiket atau
brosur.� Selain itu, informasi
tentang obat juga diperoleh dari apoteker pengelola apotek, utamanya dalam swamedikasi obat keras yang termasuk dalam daftar obat wajib apotek
(Zeenot, 2013). Faktor iklan sebanyak
13,6% yang paling sedikit melakukan
swamedikasi, karena kurangnya pasien melihat iklan di televisi dan tidak memberikan pengaruh yang signifikan perilaku swamedikasi (Dimara et al., 2012).
Sumber
informasi merupakan salah satu variabel yang berhubungan erat dengan pengetahuan. Menurut (S Notoatmodjo, 2018)
bahwa sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi peranan dalam menyampaikan informasi, mempengaruhi kemampuan, semakin banyak informasi yang diperoleh akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh informasi maka ia cenderung mempunyai
pengetahuan yang lebih luas.
Dilihat
dari tingkat pendidikan yang paling banyak melakukan swamedikasi adalah Perguruan Tinggi sebanyak 84 responden, karena mereka lebih
banyak berhubungan dengan media sosial dan media komunikasi. Dari penelitian sebelumnya juga menunjukkan hasil yang sama bahwa sebagian besar pasien melakukan
swamedikasi memiliki latar belakang pendidikan yang cukup tinggi (Nita‐Lazar et al.,
2008)
Dari umur dapat dilihat bahwa
yang paling banyak melakukan
swamedikasi adalah berumur 40-50 tahun sebanyak 96 responden. Hal ini bukan dikarenakan
tindakan swamedikasi lebih efektif dibanding
pengobatan melalui diagnose
dokter, melainkan karena tindakan swamedikasi harganya lebih terjangkau dibandingkan berobat di instansi-instansi kesehatan. Dapat menghemat biaya, waktu dan mudah di dapat di kios, toko obat
dan apotek-apotek terdekat (B. K. Tan et al., 2010). Karena kemudahan pasien membeli obat yang dekat dengan Apotek.
Saat ini pasien dan konsumen lebih memilih kenyamanan
membeli obat yang bisa diperoleh� dimana
saja, dibandingkan harus menunggu lama di rumah sakit atau
klinik.
���� Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan masyarakat sehingga memerlukan pedoman yang terpadu agar tidak terjadi kesalahan
pengobatan. Perlunya pemahaman yang baik serta peran serta
apoteker sebagai pemberi pelayanan sangat dibutuhkan guna mencapai perilaku swamedikasi yang baik.
�
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa Hubungan Pengetahuan Tentang Swamedikasi Dengan Pola Penggunaan Obat Di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat pengetahuan tentang swamedikasi di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat mempunyai pengetahuan dengan persentase 81,2% atau sebanyak 280 responden.
Pola penggunaan obat di Apotek Kimia Farma baik dengan persentase
80,6% atau sebanyak 278 responden.
Terdapat Hubungan Pengetahuan
Tentang Swamedikasi Dengan Pola Penggunaan Obat Di Apotek Kimia Farma dengan hasil
analisis yang diperoleh
p-value 0,001.
BIBLIOGRAFI
Alamri, A.
M. (2015). Hubungan Antara Mutu Pelayanan Perawat Dan Tingkat Pendidikan Dengan
Kepuasan Pasien Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam (Rsi) Sitti Maryam Kota Manado. Pharmacon,
4(4). Google Scholar
Arikunto,
S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. 2010. Jakarta:
Rineka Cipta. Google Scholar
Arumsari,
N., Sutidjo Su, B., & Soedjono, E. S. (2014). Geographically Weighted Lasso
(Gwl) Study For Modeling The Diarrheic To Achieve Open Defecation Free (Odf)
Target. Aip Conference Proceedings, 1589(1), 361�368. Google Scholar
Asnasari,
L. (2017). Hubungan Pengetahuan Tentang Swamedikasi Dengan Pola Penggunaan Obat
Pada Masyarakat Dusun Kenaran, Sumberharjo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Yogyakarta.
Skripsi. Fakultas Frmasi Universitas Sanata Dharma.
Google Scholar
Aziz,
F., Chakarobaty, A., Liu, K., Yoshitomi, H., Li, X., Monts, J., Xu, G., Li, Y.,
Bai, R., & Bode, A. M. (2020). Gastric Tumorigenesis Induced Either By
Helicobacter Pylori Infection Or Chronic Alcohol Consumption Through Il-10 Inhibition. Google Scholar
Depkes,
R. I. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Ri No. 829/Menkes. Sk/Iv/2008
Tentang Standar Pelayanan Minimal Di Rumah Sakit. Www. Depkes. Go. Id. Google Scholar
Dimara,
L., Tuririday, H., & Yenusi, T. N. (2012). Identifikasi Dan Fotodegradasi
Pigmen Klorofil Rumput Laut Caulerpa Racemosa (Forsskal) J. Agardh. Jurnal
Biologi Papua, 4(2), 47�53. Google Scholar
Efayanti,
E., Susilowati, T., & Imamah, I. N. (2019). Hubungan Motivasi Dengan
Perilaku Swamedikasi. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 1(1),
21�32. Google Scholar
El-Hage,
W., Hingray, C., Lemogne, C., Yrondi, A., Brunault, P., Bienvenu, T., Etain,
B., Paquet, C., Gohier, B., & Bennabi, D. (2020). Les Professionnels De
Sant� Face � La Pand�mie De La Maladie � Coronavirus (Covid-19): Quels Risques
Pour Leur Sant� Mentale? L�encephale, 46(3), S73�S80. Google Scholar
Green,
T. H. (1980). Island Arc And Continent-Building Magmatism�A Review Of
Petrogenic Models Based On Experimental Petrology And Geochemistry. Tectonophysics,
63(1�4), 367�385. Google Scholar
Harianto,
H., Khasanah, N., & Supardi, S. (2005). Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan
Resep Di Apotek Kopkar Rumah Sakit Budhi Asih Jakarta. Majalah Ilmu
Kefarmasian, 2(1), 2. Google Scholar
Hastono,
S. P. (2010). Statistik Kesehatan. Google Scholar
Hidayati,
F. N. (2017). Asuhan Kebidanan Komprehensif Pada Ny� S� G3p2a0 Uk 33 Minggu
Dengan Kehamilan Normal (Usia Lebih Dari 35 Tahun) Di Bpm Kunti Desa Gudo
Kecamatan Gudo Jombang. Stikes Insan Cendekia Medika Jombang. Google Scholar
Kartajaya,
H. (2011). Self Medication. Pt Mark Plus Indonesia: Jakarta Selatan. Google Scholar
Nita‐Lazar, A., Saito‐Benz, H., & White, F. M.
(2008). Quantitative Phosphoproteomics By Mass Spectrometry: Past, Present, And
Future. Proteomics, 8(21), 4433�4443. Google Scholar
No,
P. (2018). Tahun 2013 �Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekammedis.�
Republik Indonesia. Google Scholar
Notoatmodjo,
S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan (3rd Ed.). Pt Rineka Cipta. Google Scholar
Notoatmodjo,
Soekidjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta. Google Scholar
Notoatmodjo,
Soekidjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Google Scholar
Rivi,
E., Filippi, M., Fornasari, E., Mascia, M. T., Ferrari, A., & Costi, S.
(2014). Effectiveness Of Standing Frame On Constipation In Children With
Cerebral Palsy: A Single-Subject Study. Occupational Therapy International,
21(3), 115�123. Google Scholar
Soekidjo,
N. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan: Rineka Cipta. Jakarta. Google Scholar
Syamsuni,
H. A. (2006). Ilmu Resep. Google Scholar
Tan,
B. K., Adya, R., & Randeva, H. S. (2010). Omentin: A Novel Link Between
Inflammation, Diabesity, And Cardiovascular Disease. Trends In
Cardiovascular Medicine, 20(5), 143�148. Google Scholar
Tan,
H. L., Li, Z., Tan, Y. H., Rahardja, S., & Yeo, C. (2013). A Perceptually
Relevant Mse-Based Image Quality Metric. Ieee Transactions On Image
Processing, 22(11), 4447�4459. Google Scholar
Tjay,
T. H., & Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan Dan
Efek-Efek Sampingnya. Elex Media Komputindo. Google Scholar
Utari,
D., & Setiono, W. (2016). Hubungan Status Ekonomi Keluarga Dengan Perilaku
Pengobatan Sendiri (Self-Medication). Media Ilmu Kesehatan, 5(1),
7�13. Google Scholar
Veronica,
M., Ali, A., Venkateshwari, A., Mamata, D., & Nallari, P. (2016).
Association Of Estrogen And Progesterone Receptor Gene Polymorphisms And Their
Respective Hormones In Uterine Leiomyomas. Tumor Biology, 37(6),
8067�8074. Google Scholar
Zeenot,
S. (2013). Pengelolaan & Penggunaan Obat Wajib Apotek. D-Medika. Google Scholar
Copyright holder: Zaenab Durotul
Aliyah (2021) |
First publication right: Jurnal Health Sains |
This article is licensed under: |