Jurnal Health Sains: p�ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398�����

Vol. 2, No. 11, November 2021

 

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG SWAMEDIKASI DENGAN POLA PENGGUNAAN OBAT DI APOTEK KIMIA FARMA SENEN JAKARTA PUSAT

 

Zaenab Durotul Aliyah

Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta, Indonesia

Email[email protected]

 

info artikel

abstraK

Diterima

5 November 2021

Direvisi

15 November 2021

Disetujui

25 November 2021

Swamedikasi merupakan pengobatan yang dilakukan diri sendiri tanpa melalui resep dokter. Badan Pusat Statistik mencatat bahwa pada tahun 2017 terdapat 69,43% penduduk Indonesia yang melakukan swamedikasi dibandingkan penduduk yang berobat jalan 46,32%. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku swamedikasi di Indonesia masih cukup besar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang swamedikasi dengan pola penggunaan obat. Jenis penelitian korelasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 345 responden dengan teknik Accidental sampling. Pengambilan data menggunakan kuisioner dan analisis statistik menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa deskriptif variabel secara umum pengetahuan tentang swamedikasi adalah baik, analisa deskriptif pola penggunaan obat adalah baik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan hubungan pengetahuan tentang swamedikasi dengan pola penggunaan obat (p-value 0,001). Kesimpulan, terdapat hubungan pengetahuan tentang swamedikasi dengan pola penggunaan obat.

 

ABSTRACT

Self-medication is the use of medicine that is done alone without a doctor's prescription. The Central Statistics Agency noted that in 2017 there were 69.43% of the Indonesian population who did self-medication compared to the population who received outpatient treatment at 46.32%. This shows that the behavior of self-medication in Indonesia is still quite large. The purpose of this study was to determine the relationship between knowledge about self-medication and patterns of drug use. This type of research is correlational with a cross sectional approach. The sample in this study were 345 respondents with accidental sampling technique. Data retrieval using questionnaires and statistical analysis using the Spearman Rank correlation test. The results of descriptive analysis of variables in general knowledge about self-medication is good, descriptive analysis of drug use patterns is good. The results showed that there was a significant relationship between knowledge about self-medication and patterns of drug use (p-value 0.001). In conclusion, there is a relationship between knowledge about self-medication and patterns of drug use.

Kata Kunci:

pengetahuan; swamedikasi; pola penggunaan obat

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keywords:

knowledge; self-medication; pattern of drug use


 


Pendahuluan

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan, pengobatan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan secara terpadu oleh pemerintah dan atau masyarakat (No, 2018).

Upaya pertama pengobatan sakit yang paling banyak dilakukan adalah pengobatan sendiri (self- medication) (Utari & Setiono, 2016) Masyarakat di negara berkembang upaya pemeliharan keseahatan banyak dilakukan untuk mengatasi keluhan kesehatannya dengan berobat sendiri (Rivi et al., 2014).

Badan Pusat Statistik mencatat bahwa pada tahun 2017 terdapat 69,43% penduduk Indonesia yang melakukan swamedikasi dibandingkan penduduk yang berobat jalan 46,32%. Angka ini meningkat dari tahun 2016 sebanyak 63,77%. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku swamedikasi di Indonesia masih cukup besar. Berdasarkan data dari hasil kunjungan pasien yang berkunjung ke Kimia Farma Senen Jakarta Pusat pada bulan November 2020 pembelian obat tanpa resep 2.520, transaksi dengan rata-rata perhari 84 transaksi pembelian tanpa resep.

Masyarakat memilih pengobatan sendiri karena sakit ringan, hemat biaya, dan hemat waktu, serta sifatnya sementara, yaitu penanggulangan pertama sebelum berobat ke puskesmas atau mantri. Alasan masyarakat Indonesia melakukan swamedikasi atau peresepan sendiri karena penyakit dianggap ringan (46%), harga obat yang lebih murah (16%) dan obat mudah diperoleh (9%) (Kartajaya, 2011).

Dalam hal ini swamedikasi diperlukan ketepatan dalam pemilihan obat juga ketepatan dalam dosis pemberian. Dampak buruk dari swamedikasi yaitu dapat terjadi salah obat, timbul efek samping yang merugikan. Swamedikasi hendaknya dilaksanakan berdasarkan tingkat pengetahuan yang cukup untuk menghindari penyalahgunaan obat, serta kegagalan terapi akibat penggunaan obat yang tidak sesuai.

Menurut teori (Green, 1980) menyatakan bahwa perilaku kesehatan atau swamedikasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya pengetahuan. Pengetahuan yang cukup akan memberikan kesempatan kepada individu untuk mampu mengidentifikasi stressor yang merugikan kesehatan sehingga individu dapat memelihara kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2012).�

Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Hidayati, 2017) tentang tingkat pengetahuan penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas untuk swamedikasi pada masyarakat RW 8 Morobangun Jogotirto Berbah Sleman Yogyakarta menunjukan bahwa responden yang mempunyai tingkat pengetahuan baik penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas sebanyak (42,9%), dan tingkat pengetahuan kurang baik penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas sebanyak (57,1%).

Berdasarkan uraian di atas ingin diketahui tentang apakah terdapat hubungan pengetahuan tentang swamedikasi dengan pola penggunaan obat pada pasien di Kimia Farma Senen Jakarta Pusat.

�Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang swamedikasi dengan pola penggunaan obat di Kimia Farma Senen Jakarta Pusat.

Secara khusus penelitian ini, diharapkan dapat mengetahui gambaran pengetahuan tentang swamedikasi, pola penggunaan obat dan Mengetahui hubungan pengetahuan tentang swamedikasi dengan pola penggunaan obat di Kimia Farma Senen Jakarta Pusat.

 

Metode Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis penelitian korelasional. Penelitian korelasional yaitu penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih. Pada suatu situasi atau sekelompok subjek. Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional dimana data yang menyangkut variabel bebas dan variabel terikat akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. (Arikunto, 2010). Penelitian korelasi adalah suatu penelitian yang berfungsi untuk mengetahui derajat atau keeratan hubungan dan juga berfungsi untuk� mengetahui arah hubungan dua variabel numeric (Hastono, 2010). Dalam penelitian ini mengkaji hubungan pengetahuan tentang swamedikasi dengan pola penggunaan obat di Kimia Farma Senen Jakarta Pusat.

 

Hasil dan Pembahasan

A.   Hasil Penelitian

1.    Karakteristik Responden

Karakterstik responden dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, umur, pendidikan status pernikahan, status pekerjaan, dan pendapatan.

Hasil deskriptif karakteristik responden berdasarkan usia� responden dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini

 


Tabel 1

Karakterisitik Responden

Berdasarkan Usia

No.

Usia

Jumlah

Persentase (%)

1

>60

23

6.9

2

18-28

88

25.4

3

29-39

90

26.0

4

40-50

96

27.7

5

51-69

48

13.9

Jumlah

345

100

 


Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 40-50 tahun yaitu sebesar 27,7% atau sebanyak 96 orang, dan sebagian kecil responden berusia >60 tahun yaitu sebesar 6.9% atau sebanyak 23 orang.

Hasil deskriptif karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin� responden dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:


Tabel 2

Karakterisitik Responden

Berdasarkan Jenis Kelamin

No

Jenis Kelamin

Jumlah

Persentase (%)

1

Laki-laki

184

53.2

2

Perempuan

161

46.8

Jumlah

345

100

 


Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 53,2% atau sebanyak 184 orang, dan sebagian kecil responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 46,8% atau sebanyak 161 orang.

Hasil deskriptif karakteristik responden berdasarkan pendidikan responden dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.


 

 

 

 

Tabel 3

Karakterisitik Responden Berdasarkan Pendidikan

No

Pendidikan

Jumlah

Persentase (%)

1

D1 s/d D3

63

18.2

2

Perguruan Tinggi

84

24.3

3

S1 s/d S3

58

16.8

4

Tamat SD/sederajat

27

7.8

5

Tamat SMA

63

18.2

6

Tamat SMP

15

4.3

7

Tidak sekolah

18

5.2

Jumlah

345

100

 


Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan perguruan tinggi yaitu sebesar 24,3% atau sebanyak 84 orang, dan sebagian kecil responden berpendidikan tamat SMP yaitu sebesar 4,3% atau sebanyak 15 orang.

Hasil deskriptif karakteristik responden berdasarkan pekerjaan responden dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini:


Tabel 4

Karakterisitik Responden Berdasarkan Pekerjaan

No

Pekerjaan

Jumlah

Persentase (%)

1

Karyawan Swasta

63

18.2

2

Pagawai Negeri/TNI/

26

7.5

3

Pedagang/Wirausaha

85

24.0

4

Pelajar/Mahasiswa

15

4.3

5

Tenaga kesehatan

42

12.1

6

Tidak/belum bekerja

114

32.9

Jumlah

345

100

 


Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak/belum bekerja yaitu sebesar 32,9% atau sebanyak 114 orang, dan sebagian kecil responden pelajar/mahasiswa yaitu sebesar 4,3% atau sebanyak 15 orang.

Hasil deskriptif karakteristik responden berdasarkan Status menikah responden dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:


Tabel 5

Karakterisitik Responden Berdasarkan Status Pernikahan

No

Status Pernikahan

Jumlah

Persentase (%)

1

Belum Menikah

78

22.5

2

Duda

8

2.3

3

Janda

9

2.6

4

Menikah

250

72.5

Jumlah

345

100

 


Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berstatus menikah yaitu sebesar 72,5% atau sebanyak 250 orang, dan sebagian kecil responden berstatus duda yaitu sebesar 2,3% atau sebanyak 8 orang.

 


Tabel 6

Karakterisitik Responden Berdasarkan Pendapatan

No

Jumlah Pendapatan

Jumlah

Persentase (%)

1

< Rp. 1. 500.000

161

46.8

2

Rp. 1.500.000- Rp. 2.500.000

2

0.6

3

> Rp. 2.500.000 � Rp. 3.500.000

117

33.8

3

> Rp. 3. 500.000

65

18.8

Jumlah

345

100

 


Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pendapatan < Rp. 1.500.000 yaitu sebesar 46,8% atau sebanyak 161 orang, dan sebagian kecil responden mempunyai pendapatan > Rp. 3. 500.000 yaitu sebesar 18.8 % atau sebanyak 65 orang.

1)      Analisis Univariat

a.     ��Gambaran Pengetahuan Tentang Swamedikasi Di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat Ciemas Kabupaten Sukabumi

Hasil gambaran pengetahuan tentang swamedikasi yaitu seperti yang dipaparkan pada tabel 7 berikut ini


Tabel 7

Skrining Pengenalan Swamedikasi

No

Pengenalan Swamedikasi

Jumlah

Persentase (%)

1

Pernah Mengobati diri sendiri

Pernah

Tidak Pernah

 

184

161

 

53,2

46,8

2

Nama Obat

Antasid

Asam Mefenamat

Bodrex

Bodrexin

Bodrexi

Ceftrizin

Diatabs

Neuralg

Neuroma

Omeprazole

Oskadon

Paramex

Ranitidine

Sanmol

Stimuno

Tolak Angin

Vitamin

 

13

26

4

3

2

6

13

9

14

1

18

18

14

130

1

1

72

 

3,8

7,5

1,2

0,9

0,6

1,7

3,8

2,6

4,0

0,3

5,2

5,2

4,0

37,6

0,3

0,3

21,1

3

Keluhan

Alergi

Demam

Diare

Lemas

Maag

Masuk Angin

Nyeri

Pegal

Pusing

Sakit kepala

 

6

128

13

73

27

2

35

15

10

36

 

1,7

37,3

3,8

21,1

7,8

0,6

10,1

4,3

2,9

10,4

4

Pernah Mendengar Istilah Medikasi

Tidak

Ya

 

 

223

122

 

 

64,5

35,5

5

Contoh Obat Swamedikasi

Antasid

Asam Mefenamat

Bodrex

Bodrexin

Bodrexi

Ceftrizin

Diatabs

Neuralg

Neuroma

Omeprazole

Oskadon

Paramex

Ranitidine

Sanmol

Stimuno

Tolak Angin

Vitamin

 

13

26

4

3

2

6

13

9

14

1

18

18

14

130

1

1

72

 

3,8

7,5

1,2

0,9

0,6

1,7

3,8

2,6

4,0

0,3

5,2

5,2

4,0

37,6

0,3

0,3

21,1

Jumlah

345

100

 

 


Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden pernah mengobati sendiri yaitu sebesar 53,2% atau sebanyak 184 orang, dan sebagian kecil responden tidak pernah mengobati sendiri yaitu sebesar 46,8% atau sebanyak 161 orang. Sebagian besar responden mengetahui nama obat sanmol yaitu sebanyak 37,6% atau 130 orang, dan sebagian kecil responden mengetahui nama obat omeprazole, stimuno dan tolak angin yaitu sebanyak 0,3 % atau 1 orang dari masing-masing produk. Sebagian besar responden mengeluh demam yaitu sebanyak 37,3% atau 128 orang, dan sebagian kecil responden mengeluh masuk angin yaitu sebanyak 0,6% atau 2 orang. Sebagian besar responden tidak pernah mengdengar istilah swamedikasi yaitu sebanyak 64,5% atau 223 orang, dan sebagian kecil responden pernah mendengar istilah swamedikasi yaitu sebanyak 35,5% atau 122 orang. Sebagian besar responden membeli obat swamedikasi sanmol yaitu sebanyak 37,6% atau 130 orang, dan sebagian kecil responden membeli obat swamedikasi seperti omeprazole, stimuno dan tolak angin yaitu sebanyak 0,3 % atau 1 orang dari masing-masing produk.

Hasil deskriptif data analitik responden dapat dilihat pada tabel berikut ini dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.


Tabel 8

Data Analitik Swamedikasi

No

Data Analitik

Jumlah

Persentase (%)

 

1

Dalam 1 bulan saya melakukan swamedikasi

Jarang

Sering

 

 

167

178

 

 

48,6

51,4

 

2

Sering Membeli Obat Di

Apotek

Warung

 

227

118

 

65,9

34,1

 

3

Jarak Pembelian Obat

Relatif Dekat

Relatif Jauh

 

133

212

 

38,7

61,3

 

4

Harga Obat

Relatif Mahal

Relatif Murah

 

142

203

 

41,0

59,0

 

5

Ketika Sakit Menggunakan Obat

Obat Modern

Obat Tradisional

 

 

176

169

 

 

51,2

48,8

 

6

Informasi Mengenai Obat

Apotek

Teman/Keluarga

 

227

118

 

65,9

34,1

 

Jumlah

345

100

 


Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam 1 bulan sering melakukan swamedikasi yaitu sebesar 51,4% atau sebanyak 178 orang, dan sebagian kecil responden dalam 1 bulan jarang melakukan swamedikasi yaitu sebesar 48,6% atau sebanyak 167 orang. Sebagian besar responden membeli obat di apotek yaitu sebanyak 65,9% atau 227 orang, dan sebagian kecil responden membeli obat di warung yaitu sebanyak 34,1% atau 118 orang. Sebagian besar jarak pembelian obat relatif jauh yaitu sebanyak 61,3% atau 212 orang, dan sebagian kecil jarak pembelian obat relatif dekat sebanyak 38,7% atau 133 orang. Sebagian besar harga obat relatif murah yaitu sebanyak 59,0% atau 203 orang, sebagian kecil harga obat relatif mahal yaitu sebanyak 41,0% atau 142 orang. Sebagian besar responden menggunakan obat modern ketika sakit yaitu sebanyak 51,2% atau 176 orang, dan sebagian kecil responden menggunakan obat tradisional yaitu sebanyak 48,8% atau 169 orang. Sebagian besar responden mengetahui informasi obat dari apotek yaitu 65,9% atau 227 orang, dan sebagian kecil responden mengetahui informasi obat dari teman/keluarga yaitu sebanyak 34,1% atau 118 orang.

b.    Gambaran Pengetahuan Tentang Swamedikasi Di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat

Hasil gambaran pengetahuan tentang swamedikasi yaitu seperti yang dipaparkan pada tabel 9 berikut ini.


Tabel 9

Distribusi Frekuensi Gambaran Pengetahuan Tentang Swamedikasi Di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat

No

Pengetahuan

Jumlah

Persentase (%)

1

Rendah

65

18.8

2

Tinggi

280

81.2

Jumlah

345

100

 


Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 280 orang (81,2%) dan sebagian kecil responden mempunyai pengetahuan rendah yaitu sebanyak 65 orang (18,8%).

c.     ��Gambaran Pola Penggunaan Obat Di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat

Hasil gambaran pola penggunaan obat di apotek kimia farma yaitu seperti yang dipaparkan pada table 10 berikut ini.

 


Tabel 10

Distribusi Frekuensi Gambaran Pola Penggunaan Obat Di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat

No

Pola Penggunaan Obat

Jumlah

Persentase (%)

1

Frekuensi Berobat

1x sebulan

2x sebulan

3x sebulan

4x sebulan

5x sebulan

 

217

48

32

27

11

 

63,0

13,9

9,2

10,7

3,2

2

Tempat Membeli Obat

Apotek

Bidan

Puskesmas

Warung

 

151

76

71

47

 

43,9

22,0

20,5

13,6

3

Jarak

� 1-5 km

� 10-50 m

� 10-20 m

� 100-500 m

 

65

37

48

195

 

18,8

10,7

13,9

56,6

4

Jarak Tempuh

� 1-5 km

� 10-50 m

� 10-20 m

� 100-500 m

 

65

37

48

195

 

18,8

10,7

13,9

56,6

5

Harga Obat

Rp. 1.000-2.000

Rp. 3.000-7.000

Rp. 8.000-15.000

Rp. 16.000-25.000

Rp. >25.000

 

21

226

62

1

35

 

6,1

65,6

17,9

0,3

10,1

6

Nama Obat

Antasida doen

Asam Mefenamat

Bodrex

Bodrexin

Bodrexin

Ceftrizin

Diatabs

Hidrokortison

Neuralgin

Neuromacyl

Neurosanbe

Omeprazole

Dexamethason

Oskadon

Paramex

Ranitidine

Sanmol

Stimuno

Tolak Angin

Ultraflu

 

13

26

4

3

2

6

13

5

9

12

66

6

1

16

18

14

122

1

1

7

 

3,8

7,5

1,2

0,9

0,6

1,7

3,8

1,4

2,6

3,5

19,1

1,7

0,3

4,6

5,2

4,0

35,5

0,3

0,3

2,0

7

Cara Penggunaan Obat

Digerus

Dioles

Langsung Diminum

 

21

5

319

 

6,1

1,4

92,5

8

Sediaan Obat

Kapsul

Salep

Sirup

Tablet

 

7

5

11

322

 

2,0

1,4

3,2

93,4

9

Keluhan

Alergi

Demam

Diare

Flu

Lemas

Maag

Masuk Angin

Nyeri

Pegal

Pusing

Sakit kepala

 

11

121

13

7

66

33

2

34

13

10

35

 

3,2

35,3

3,8

2,0

19,1

9,5

0,6

9,8

3,8

2,9

10,1

10

Efek Samping

Mengantuk

Mual

Tidak Ada

 

13

20

312

 

3,8

5,8

90,5

11

Informasi Obat

Apotek

Bidan

Dokter

TV (Iklan)

 

151

76

71

47

 

43,9

22,0

20,5

13,6

12

Kategori

Baik

Tidak Baik

 

278

65

 

80,6

18,8

 


Berdasarkan tabel 10 bahwa sebagian besar frekuensi berobat responden 1x sebulan yaitu sebanyak 63,0% atau 217 orang, dan sebagian kecil frekuensi berobat responden yaitu sebanyak 5x sebulan yaitu sebanyak 3,2% atau 11 orang. Sebagian besar responden membeli obat di apotek yaitu sebanyak 43,9% atau 151 orang, dan sebagian kecil responden membeli obat di warung yaitu sebanyak 13,6% atau 47 orang. Sebagian besar jarak dari rumah reponden berjarak � 100-500 meter yaitu sebanyak 56,6% atau 195 orang, dan sebagian kecil berjarak � 10-50 meter yaitu sebanyak 10,7% atau 37 orang. Sebagian besar responden memiliki jarak tempuh � 100-500 meter yaitu sebanyak 56,6% atau 195 orang, dan sebagian kecil memiliki jarak tempuh � 10-50 meter yaitu sebanyak 10,7% atau 37 orang. Sebagian besar harga obat yang dibeli responden berkisar Rp. 3.000- 7000 yaitu sebanyak 65,6% atau 226 orang, dan sebagian kecil harga obat yang dibeli responden berkisar Rp. 16.000-25.000 yaitu sebanyak 0,3% atau 1 orang. Sebagian besar responden mengetahui nama obat sanmol yaitu sebanyak 35,5% atau 122 orang, dan sebagian kecil responden mengetahui nama obat dexamethasone, stimuno dan tolak angin yaitu sebanyak 0,3 % atau 1 orang dari masing-masing produk. Sebagian besar responden cara penggunaan obatnya langsung diminum yaitu sebanyak 92,5% atau 319 orang, dan sebagian kecil dioles sebanyak 1,4% atau 5 orang. Sebagian besar responden meminum obat tablet yaitu sebanyak 93,4% atau 322 orang, dan sebagian kecil responden menggunakan salep yaitu sebanyak 1,4% atau 5 orang. Sebagian besar responden mengeluh demam yaitu sebanyak 37,3% atau 128 orang, dan sebagian kecil responden mengeluh masuk angin yaitu sebanyak 0,6% atau 2 orang. Sebagian besar responden tidak memiliki efek samping yaitu sebanyak 90,5% atau 312 orang, dan sebagian kecil responden mengalami efek samping mengantuk yaitu sebanyak 3,8% atau 13 orang. Sebagian besar responden mendapatkan informasi tentang obat dari apoteker yaitu sebanyak 43,9% atau 151 orang, dan sebagian kecil responden mendapatkan informasi dari TV (Iklan) yaitu sebanyak 13,6% atau 47 orang. Sebagian besar pola penggunaan obat responden baik yaitu sebanyak 278 orang (80,6%) dan sebagian kecil penggunaan obat responden tidak baik yaitu sebanyak 67 orang (19,4%).

2)    Analisis Bivariat

a.     ���Hubungan Usia Dengan Pengetahuan Tentang Swamedikasi


Tabel 11

Tabulasi Silang Hubungan Usia dengan Pengetahuan Tentang Swamedikasi

Usia

Pengetahuan

p-value

Rendah

Tinggi

Jumlah

F

%

F

%

F

%

18-28

36

40,9

52

59,1

88

100

0,018

29-39

27

30,0

63

70,0

90

100

40-50

20

20,8

76

79,2

96

100

51-69

9

18,8

39

81,2

48

100

>60

6

45,0

17

55,0

23

100

Jumlah

98

28,3

247

71,7

345

100

 


Berdasarkan tabel 11 diatas dari 345 responden dapat dilihat sebagian besar responden yang berusia 40-50 mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 79,2% atau 76 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan rendah yaitu sebanyak 20,8% atau 20 orang. Pada usia 18-28 tahun sebagian besar mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi sebanyak 59,1% atau 52 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan rendah sebanyak 40,6% atau 36 orang. Usia 29-39 sebagian besar mempunyai pengetahuan tinggi tentang swamedikasi sebanyak 70,0% atau 63 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan rendah sebanyak 30,0% atau 30 orang. Usia 51-69 sebagian besar mempunyai pengetahuan tinggi tentang swamedikasi sebanyak 81,2% atau 39 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan rendah sebanyak 18,8% atau 9 orang. Usia >60 sebagian besar mempunyai pengetahuan tinggi tentang swamedikasi sebanyak 55,0% atau 17 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan rendah sebanyak 45,0% atau 6 orang.

Berdasarkan hasil uji analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square, nilai chi-square yang diperoleh adalah nilai P value 0,018. Nilai P value ini < 0,05 yang artinya Ho ditolak, maka terdapat hubungan antara usia dengan pengetahuan tentang swamedikasi.

b.    Hubungan Jenis Kelamin Dengan Pengetahuan Tentang Swamedikasi


 

Tabel 12

Tabulasi Silang Hubungan Jenis Kelamin Dengan Pengetahuan Tentang Swamedikasi

Jenis Kelamin

Pengetahuan

p-value

Rendah

Tinggi

Jumlah

F

%

F

%

F

%

Laki-laki

67

37,0

116

63,0

184

100

0,000

Perempuan

30

18,5

132

81,5

161

100

Jumlah

97

28,3

248

71,7

345

100

 


Berdasarkan tabel 12 diatas dari 345 responden dapat dilihat sebagian besar responden mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi berjenis kelamin perempuan sebanyak 132 orang.� Sebagian besar laki-laki mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang sewamedikasi yaitu sebanyak 63% atau 116 orang dan sebagian kecil laki-laki mempunyai pengetahuan rendah sebanyak 37,0% atau 67 orang. Sebagian besar perempuan mempunyai pengetahuan tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 81,5% atau 132 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan rendah sebanyak 18,5% atau 30 orang.

Berdasarkan hasil uji analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square, nilai chi-square yang diperoleh adalah nilai P value 0,000. Nilai P value ini < 0,05 yang artinya Ho ditolak, maka terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan pengetahuan tentang swamedikasi.

c.     ��Hubungan Pendidikan Dengan Pengetahuan Tentang Swamedikasi


Tabel 13

Tabulasi Silang Hubungan Pendidikan Dengan Pengetahuan Tentang Swamedikasi

Pendidikan

Pengetahuan

p-value

Rendah

Tinggi

Jumlah

F

%

F

%

F

%

D1 s.d D3

8

12,7

55

87,3

63

100

0,000

Perguruam

18

21,4

66

78,6

84

100

S1 s/d D3

12

20,7

46

79,3

58

100

Tamat SD

14

51,9

13

48,1

27

100

Tamat SMA

31

49,2

32

50,8

63

100

Tamat SMP

9

60,0

6

40,0

15

100

Tidak Sekolah

12

66,7

6

33,3

18

100

Jumlah

110

28,3

247

71,7

345

100

 


Berdasarkan tabel 13 diatas dari 345 responden dapat dilihat sebagian besar responden mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi berpendidikan perguruan tinggi sebanyak 66 orang.� Sebagian besar pendidikan D1 s/d D3 mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 87,3% atau 55 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 12,7% atau 8 orang. Sebagian besar pendidikan perguruan tinggi mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 78,6% atau 66 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 21,4% atau 18 orang. Sebagian besar pendidikan S1 s/d D3 mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 79,3% atau 46 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 20,7% atau sebanyak 12 orang. Sebagian besar pendidikan tamat SD mempunyai pengetahuan yang rendah tentang swamedikasi yaitu sebanyak 51,9% atau 14 orang dan sebagian besar mempunyai pengetahuan yang tinggi sebanyak 48,1% atau 13 orang. Sebagian besar pendididkan tamat SMA mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swmedikasi yaitu sebanyak 50,8% atau 32 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan rendah sebanyak 49,2% atau 31 orang. Sebagian besar pendidikan tamat SMP mempunyai pengetahuan yang rendah tentang swamedikasi yaitu sebanyak 60,0% atau 9 orang dan sebagian kecil responden mempunyai pengetahuan yang tinggi sebanyak 40,0% atau 6 orang. Sebagian besar yang tidak sekolah mempunyai pengetahuan rendah tentang swamedikasi yaitu sebanyak 66,7% atau 12 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang tinggi sebanyak 33,3% atau 6 orang.

Berdasarkan hasil uji analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square, nilai chi-square yang diperoleh adalah nilai P value 0,000. Nilai P value ini < 0,05 yang artinya Ho ditolak, maka terdapat hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan tentang swamedikasi.

d.    Hubungan Pekerjaan Dengan Pengetahuan Tentang Swamedikasi


Tabel 14

Tabulasi Silang Hubungan Pekerjaan Dengan Pengetahuan Tentang Swamedikasi

Pekerjaan

Pengetahuan

p-value

Rendah

Tinggi

Jumlah

F

%

F

%

F

%

 

Karyawan Swasta

18

28,6

45

71,4

63

100

0,005

Pegawai Negeri/TNI/

5

19,2

21

80,8

26

100

Pedagang/Wirausaha

29

34,9

54

65,1

83

100

Pelajar/Mahasiswa

6

40,0

9

60,0

15

100

Tenaga Kesehatan

6

14,3

36

85,7

42

100

Tidak/belum bekerja

51

44,7

63

55,3

114

100

Jumlah

115

33,2

231

66,8

345

100

 


Berdasarkan tabel 14 diatas dari 345 responden dapat dilihat sebagian besar responden mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi.� Sebagian besar karyawan swasta mempunyai pengetahuan tentang swamedikasi yang tinggi yaitu sebanyak 71,4% atau 45 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah yaitu sebanyak 28,6% atau 18 orang. Sebagian besar pegawai negeri/TNI mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 80,8% atau 21 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 19,2% atau 5 orang. Sebagian besar pegadang/wirausaha mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 65,1% atau 54 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 34,9% atau 29 orang. Sebagian besar pelajar/mahasiswa mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu seabnyak 60,0% atau 9 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 40,0% atau 6 orang. Sebagian besar tenaga kesehatan mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 85,7% atau 36 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 14,3% atau 6 orang. Sebagian besar yang tidak/belum bekerja mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 55,3% atau 63 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 44,7% atau 51 orang.

Berdasarkan hasil uji analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square, nilai chi-square yang diperoleh adalah nilai P value 0,005. Nilai P value ini < 0,05 yang artinya Ho ditolak, maka terdapat hubungan antara pekerjaan dengan pengetahuan tentang swamedikasi.

e.     ��Hubungan Status Pernikahan Dengan Pengetahuan Tentang Swamedikasi


Tabel 15

Tabulasi Silang Hubungan Status Pernikahan Dengan Penegatahuan Tentang Swamedikasi

Status Pernikahan

Pengetahuan

p-value

Rendah

Tinggi

Jumlah

F

%

F

%

F

%

Belum Menikah

16

20,5

62

79,5

78

100

0,000

Duda

4

50,0

4

50,0

8

100

Janda

8

88,9

1

11,1

9

100

Menikah

87

34,7

163

65,3

250

100

Jumlah

115

33,2

231

66,8

345

100

 


Berdasarkan tabel 15 diatas dari 345 responden dapat dilihat sebagian besar reponden yang belum menikah mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 79,5% atau 62 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah tentang swamedikasi sebanyak 20,5% atau 16 orang. Sebagian besar responden berstatus duda mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 50,0% atau 4 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 50,0% atau 4 orang. Sebagian besar responden berstatus janda mempunyai pengetahuan yang rendah tentang swamedikasi yaitu sebanyak 88,9% atau 8 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 11,1% atau 1 orang. Sebagian besar responden yang sudah menikah mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 65,3% atau 163 orang dan sebagian kecil mempnyai pengetahuan yang rendah sebanyak 34,7% atau 87 orang.

Berdasarkan hasil uji analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square, nilai chi-square yang diperoleh adalah nilai P value 0,000. Nilai P value ini < 0,05 yang artinya Ho ditolak, maka terdapat hubungan antara status pernikahan dengan pengetahuan tentang swamedikasi.

f. ��Hubungan Pendapatan Dengan Pengetahuan Tentang Swamedikasi


 

 

Tabel 16

Tabulasi Silang Hubungan Pendapatan Dengan Pengetahuan Tentang Swamedikasi

Jumlah Pendapatan

Pengetahuan

p-value

Rendah

Tinggi

Jumlah

F

%

F

%

F

%

 

< Rp. 1. 500.000

63

38,9

98

61,1

161

100

0,019

 

 

Rp. 1.500.000 - Rp. 2. 500.000

2

100

0

0

2

100

Rp. 2.500.000 - Rp. 3.500.000

35

29,9

82

70,1

117

100

> Rp. 3. 500.000

15

23,1

50

76,9

65

100

Jumlah

115

33,2

231

66,8

345

100

 


Berdasarkan tabel 16 diatas dari 345 responden dapat dilihat sebagian besar reponden yang memiliki penghasilan <Rp. 1.500.000 mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 61,1% atau 98 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 38,9% atau 63 orang. Sebagian besar responden yang memiliki penghasilan >Rp. 3.500.000 mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 76,9% atau 50 orang dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 23,1% atau 15 orang. Sebagian besar responden yang memiliki penghasilan Rp. 1.500.000- 2.500.000 mempunyai pengetahuan yang rendah tentang swamedikasi yaitu sebanyak 100% atau 2 orang. Sebagian responden yang memiliki penghasilan Rp. 2.500.000-3.500.000 mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 70,1% atau 82 orang dan sebagian besar mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 29,9% atau 35 orang.

Berdasarkan hasil uji analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square, nilai chi-square yang diperoleh adalah nilai P value 0,019. Nilai P value ini < 0,05 yang artinya Ho ditolak, maka terdapat hubungan antara pendapatan dengan pengetahuan tentang swamedikasi

B.   Pembahasan

1.    Gambaran Pengetahuan Tentang Swamedikasi Di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan tentang swamedikasi di apotek kimia farma Senen Jakarta Pusat sebagian besar responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang swamedikasi yaitu sebanyak 280 orang (81,2%) dan sebagian kecil responden mempunyai pengetahuan rendah yaitu sebanyak 65 orang (18,8%).

Apotek sebagai tempat dilaksanakannya pekerjaan kefarmasian mempunyai peran penting sebagai tempat untuk memperoleh informasi tentang obat. Pelayanan kefarmasian di apotek hendaknya memiliki tujuan pokok agar pasien mendapatkan obat yang bermutu baik dengan informasi yang selengkaplengkapnya.

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang umum dilakukan di apotek. Pemberian informasi obat bertujuan agar pasien dapat menggunakan obat secara tepat. Kebutuhan akan informasi obat erat kaitannya dengan pengetahuan dan sikap pengunjung apotek. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abdullah, Andrajadi dan Supardi pada tahun 2010 di kota Depok menyatakan bahwa pengunjung apotek mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang informasi obat dan pengunjung apotek sangat membutuhkan informasi obat.

Menurut (Soekidjo, 2010), bahwa pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan pengetahuan, menurut (Soekidjo Notoatmodjo, 2010) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pengalaman, pendidikan, kepercayaan, umur, dan sumber informasi.

Sumber informasi merupakan salah satu variabel yang berhubungan erat dengan pengetahuan. Menurut (Soekidjo, 2010) bahwa sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi peranan dalam menyampaikan informasi, mempengaruhi kemampuan, semakin banyak informasi yang diperoleh akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh informasi maka ia cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih luas.

Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat dipengaruhi seberapa banyak informasi yang diperolehnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengetahuan juga dapat dipengaruhi oleh kecepatan seseorang dalam menerima informasi yang diperoleh, sehingga semakin banyak seseorang memperoleh informasi, maka semakin baiklah pengetahuannya, sebaliknya semakin kurang informasi yang diperoleh, maka semakin kurang pengetahuannya. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui media massa dan elektronik serta tenaga kesehatan dan penyuluhan-penyuluhan kesehatan.

2.    Gambaran Pola Penggunaan Obat Di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat

���� Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat sederhana yang dibeli bebas di apotik atau toko obat, atas inisiatif sendiri tanpa nasihat dokter (Tjay & Rahardja, 2007). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 10 no.1 menunjukkan bahwa sebagian besar frekuensi berobat responden 1x sebulan yaitu sebanyak 63,0% atau 217 orang, dan sebagian kecil frekuensi berobat responden yaitu sebanyak 5x sebulan yaitu sebanyak 3,2% atau 11 orang. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Arumsari et al., 2014) dan (Asnasari, 2017) yang menyatakan bahwa sebagian besar responden menggunakan obat untuk swamedikasi sebanyak 1x dalam sebulan dengan menggunakan batasan rentang waktu yang bertujuan untuk mempermudah responden mengingat obat yang digunakan dalam swamedikasi dan menghindari terjadinya bias.

Pada tabel 10 no.2, Sebagian besar responden membeli obat di apotek yaitu sebanyak 43,9% atau 151 orang, dan sebagian kecil responden membeli obat di warung yaitu sebanyak 13,6% atau 47 orang. Dalam hal ini, sebagian besar jarak dari rumah responden berjarak � 100-500 meter yaitu sebanyak 56,6% atau 195 orang, dan sebagian kecil berjarak � 10-50 meter yaitu sebanyak 10,7% atau 37 orang. Sebagian besar responden memiliki jarak tempuh � 100-500 meter yaitu sebanyak 56,6% atau 195 orang , dan sebagian kecil memiliki jarak tempuh � 10-50 meter yaitu sebanyak 10,7% atau 37 orang. Jarak lokasi pembelian obat yang bervariasi dipengaruhi oleh lokasi rumah yang berbeda-beda jaraknya untuk mencapai lokasi pembelian obat (Asnasari, 2017). (Veronica et al., 2016) menyatakan bahwa jarak antara tempat tinggal dengan lokasi pembelian obat yang dekat memberikan keuntungan kepada pasien, dimana pasien tidak perlu menempuh jarak yang jauh untuk memperoleh obat untuk swamedikasi, tidak memerlukan alat transportasi untuk mencapai lokasi pembelian, serta menghemat waktu dan biaya dibandinkan pergi ke pelayanan kesehatan lainnya yang harus menempuh jarak yang lebih jauh. (Asnasari, 2017).

Pada tabel 4.10 no.5, sebagian besar harga obat yang dibeli responden berkisar Rp. 3.000- 7000 yaitu sebanyak 65,6% atau 226 orang, dan sebagian kecil harga obat yang dibeli responden berkisar Rp. 16.000-25.000 yaitu sebanyak 0,3% atau 1 orang. Pelaksanaan swamedikasi memberikan beberapa keuntungan, salah satunya dalam bidang ekonomi yaitu terutama karena konsultasi medis akan dikurangi atau dihindari sehingga biaya yang dikeluarkan untuk swamedikasi lebih sedikit dibandingkan melakukan pengobatan ke dokter (El-Hage et al., 2020).

Pada tabel 4.10 no.6, sebagian besar responden mengetahui nama obat sanmol yaitu sebanyak 35,5% atau 122 orang, dan sebagian kecil responden mengetahui nama obat dexamethasone, stimuno dan tolak angin yaitu sebanyak 0,3 % atau 1 orang dari masing-masing produk. Seseorang yang melakukan swamedikasi dalam �mendiagnosis� penyakitnya, harus mampu mengetahui kegunaan obat tersebut sehingga obat yang digunakan sesuai dengan kondisi pasien. Obat yang dipilih harus memiliki efek terapi yang sesuai dengan keluhan. (Depkes, 2008). Hasil dari jawaban responden pada penelitian ini, diketahui bahwa responden sudah mengetahui obat yang harus digunakan untuk mengatasi keluhan yang dirasakannya.

Cara penggunan obat yang sering digunakan oleh responden sebagian besar cara penggunaan obatnya langsung diminum yaitu sebanyak 92,5% atau 319 orang, dan sebagian kecil dioles sebanyak 1,4% atau 5 orang. Cara penggunaan obat harus mengacu pada pedoman penggunaan obat yang rasional, dimana cara penggunaan obat harus sesuai dengan anjuran yang tertera pada kemasan obat. Salah satunya yaitu waktu minum obat, harus sesuai dengan yang dianjurkan, baik pagi, siang atau malam hari serta frekuensi penggunaan obat dalam sehari. (Depkes, 2008).

Bentuk sediaan obat bermacam-macam ada yang berupa tablet, kapsul, puyer, dan ada pula yang berupa sirup maupun krim/salep. Menurut (Depkes, 2008), secara umum bentuk sediaan obat dapat berupa padat, yaitu puyer, tablet, dan kapsul. Selain itu, bentuk sediaan obat berupa larutan yaitu sirup, emulsi, suspensi, dan larutan biasa, serta bentuk sediann obat semi padat yaitu krim/salep dan lotion. Hasil penelitian ini menunjukan sebagian besar responden meminum obat tablet yaitu sebanyak 93,4% atau 322 orang, dan sebagian kecil responden menggunakan salep yaitu sebanyak 1,4% atau 5 orang. Hasil tersebut sesuai yang dinyatakan oleh (Syamsuni, 2006) yang menyatakan bahwa tablet merupakan bentuk sediaan obat yang paling banyak digunakan. (Asnasari, 2017).

Pada tabel 4.10 no.9, hasil penelitian sebagian besar responden mengeluh demam yaitu sebanyak 37,3% atau 128 orang, dan sebagian kecil responden mengeluh masuk angin yaitu sebanyak 0,6% atau 2 orang. Pada umumnya yang dapat dikatakan keluahan ringan yaitu keluhan yang biasanya dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menggunakan obat, seperti pilek, sakit kepala dan tenggorokkan, nyeri lambung, punggung atau nyeri otot (H. L. Tan et al., 2013). Dalam hal ini, sebagian besar responden tidak memiliki efek samping yaitu sebanyak 90,5% atau 312 orang, dan sebagian kecil responden mengalami efek samping mengantuk yaitu sebanyak 3,8% atau 13 orang. Efek samping merupakan setiap respon obat yang merugikan dan efek yang tidak diinginkan yang terjadi pada penggunaan obat dengan dosis terapi atau takaran normal. Efek samping tersebut dapat berupa mual, diare, dan kembung ringan (Aziz et al., 2020).

Pada tabel 10 no.11, sebagian besar responden mendapatkan informasi tentang obat dari apoteker yaitu sebanyak 43,9% atau 151 orang, dan sebagian kecil responden mendapatkan informasi dari TV (Iklan) yaitu sebanyak 13,6% atau 47 orang. Pengobatan sendiri atau kerap pula disebut sebagai �swamedikasi� merupakan alternatif yang ditempuh oleh kebanyakan masyarakat, namun penting untuk dipahami bahwa swamedikasi yang tepat, aman, dan rasional tidak dengan cara mengobati tanpa terlebih dahulu mencari informasi umum yang bisa diperoleh tanpa harus melakukan konsultasi dengan pihak dokter. Adapun informasi umum dalam hal ini bisa berupa etiket atau brosur. Selain itu, informasi tentang obat bisa juga diperoleh dari apoteker pengelola apotek, utamanya dalam swamedikasi obat keras yang termasuk dalam daftar obat wajib apotek (Zeenot, 2013).

Dalam penelitian ini, sebagian besar pola penggunaan obat responden baik yaitu sebanyak 278 orang (80,6%) dan sebagian kecil penggunaan obat responden tidak baik yaitu sebanyak 67 orang (19,4%). Menurut (Efayanti et al., 2019), swamedikasi apabila dikakukan secara benar akan memberikan konstribusi yang besar bagi pemerintah dalam pemeliharaan kesejahteraan secara nasional. Namun bila tidak dilakukan benar, justru dapat menimbulkan bencana yaitu tidak sembuhnya penyakit atau bahkan bisa muncul penyakit baru akibat pemakaian obat yang kurang tepat. (Efayanti et al., 2019).

3.    Hubungan Pengetahuan Tentang Swamedikasi Dengan Pola Penggunaan Obat Di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat

Berdasarkan hasil penelitian uji statistik dengan menggunakan korelasi spearman dari 345 responden dapat dilihat hasil diperoleh nilai P = 0,001 berarti < 0,05. Berdasarkan aturan penolakan hipotesis maka Ho ditolak, ini menyatakan bahwa terdapat hubungan pengetahuan tentang swamedikasi dengan pola penggunaan obat. Hasil penelitian juga menunjukkan nilai korelasi spearman positif yaitu semakin tinggi pengetahuan maka akan semakin tinggi penggunaan pola obat.

Menurut (Soekidjo, 2010), bahwa pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan pengetahuan, menurut (Soekidjo Notoatmodjo, 2010) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pengalaman, pendidikan, kepercayaan, umur, dan sumber informasi.

Pada penelitian ini, yang paling banyak mempengaruhi pasien melakukan swamedikasi adalah pengalaman pribadi. Sebagian besar pasien satu bulan sekali akan berobat ulang yaitu sebanyak 63.0%, atau 217 orang. Itu semua dikarenakan pasien sudah cocok dan sering menggunakan obat tersebut. Sebagian besar pasien yang melakukan swamedikasi karena pengalaman pribadi adalah pasien yang telah melakukan swamedikasi berulang-ulang dengan gejala dan obat yang sama sehingga mereka merasa tidak perlu untuk ke dokter (Harianto et al., 2005).

Pada umumnya pasien terkadang menanyakan obat dari pengalaman orang lain. Pasien yang melakukan swamedikasi karena adanya referensi orang lain, adakalanya tidak tahu dengan kebenaran informasi tersebut. Mereka langsung mengikuti tanpa meninjau kembali kebenaran informasi itu, hal ini dapat berdampak negatif pada pasien karena jika informasi tersebut salah maka akan dapat memperburuk keadaan pasien atau bahkan muncul penyakit baru (Alamri, 2015).

Dalam penelitian ini sebagian besar responden mendapatkan informasi tentang obat dari apoteker yaitu sebanyak 43,9% atau 151 orang. Adapun informasi umum dalam hal ini bisa berupa etiket atau brosur.� Selain itu, informasi tentang obat juga diperoleh dari apoteker pengelola apotek, utamanya dalam swamedikasi obat keras yang termasuk dalam daftar obat wajib apotek (Zeenot, 2013). Faktor iklan sebanyak 13,6% yang paling sedikit melakukan swamedikasi, karena kurangnya pasien melihat iklan di televisi dan tidak memberikan pengaruh yang signifikan perilaku swamedikasi (Dimara et al., 2012).

Sumber informasi merupakan salah satu variabel yang berhubungan erat dengan pengetahuan. Menurut (S Notoatmodjo, 2018) bahwa sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi peranan dalam menyampaikan informasi, mempengaruhi kemampuan, semakin banyak informasi yang diperoleh akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh informasi maka ia cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih luas.

Dilihat dari tingkat pendidikan yang paling banyak melakukan swamedikasi adalah Perguruan Tinggi sebanyak 84 responden, karena mereka lebih banyak berhubungan dengan media sosial dan media komunikasi. Dari penelitian sebelumnya juga menunjukkan hasil yang sama bahwa sebagian besar pasien melakukan swamedikasi memiliki latar belakang pendidikan yang cukup tinggi (NitaLazar et al., 2008)

Dari umur dapat dilihat bahwa yang paling banyak melakukan swamedikasi adalah berumur 40-50 tahun sebanyak 96 responden. Hal ini bukan dikarenakan tindakan swamedikasi lebih efektif dibanding pengobatan melalui diagnose dokter, melainkan karena tindakan swamedikasi harganya lebih terjangkau dibandingkan berobat di instansi-instansi kesehatan. Dapat menghemat biaya, waktu dan mudah di dapat di kios, toko obat dan apotek-apotek terdekat (B. K. Tan et al., 2010). Karena kemudahan pasien membeli obat yang dekat dengan Apotek. Saat ini pasien dan konsumen lebih memilih kenyamanan membeli obat yang bisa diperoleh� dimana saja, dibandingkan harus menunggu lama di rumah sakit atau klinik.

���� Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan masyarakat sehingga memerlukan pedoman yang terpadu agar tidak terjadi kesalahan pengobatan. Perlunya pemahaman yang baik serta peran serta apoteker sebagai pemberi pelayanan sangat dibutuhkan guna mencapai perilaku swamedikasi yang baik.

�

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Hubungan Pengetahuan Tentang Swamedikasi Dengan Pola Penggunaan Obat Di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat pengetahuan tentang swamedikasi di Apotek Kimia Farma Senen Jakarta Pusat mempunyai pengetahuan dengan persentase 81,2% atau sebanyak 280 responden.

Pola penggunaan obat di Apotek Kimia Farma baik dengan persentase 80,6% atau sebanyak 278 responden.

Terdapat Hubungan Pengetahuan Tentang Swamedikasi Dengan Pola Penggunaan Obat Di Apotek Kimia Farma dengan hasil analisis yang diperoleh p-value 0,001.

 

BIBLIOGRAFI

 

Alamri, A. M. (2015). Hubungan Antara Mutu Pelayanan Perawat Dan Tingkat Pendidikan Dengan Kepuasan Pasien Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam (Rsi) Sitti Maryam Kota Manado. Pharmacon, 4(4). Google Scholar

 

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. 2010. Jakarta: Rineka Cipta. Google Scholar

 

Arumsari, N., Sutidjo Su, B., & Soedjono, E. S. (2014). Geographically Weighted Lasso (Gwl) Study For Modeling The Diarrheic To Achieve Open Defecation Free (Odf) Target. Aip Conference Proceedings, 1589(1), 361�368. Google Scholar

 

Asnasari, L. (2017). Hubungan Pengetahuan Tentang Swamedikasi Dengan Pola Penggunaan Obat Pada Masyarakat Dusun Kenaran, Sumberharjo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Frmasi Universitas Sanata Dharma. Google Scholar

 

Aziz, F., Chakarobaty, A., Liu, K., Yoshitomi, H., Li, X., Monts, J., Xu, G., Li, Y., Bai, R., & Bode, A. M. (2020). Gastric Tumorigenesis Induced Either By Helicobacter Pylori Infection Or Chronic Alcohol Consumption Through Il-10 Inhibition. Google Scholar

 

Depkes, R. I. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Ri No. 829/Menkes. Sk/Iv/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Di Rumah Sakit. Www. Depkes. Go. Id. Google Scholar

 

Dimara, L., Tuririday, H., & Yenusi, T. N. (2012). Identifikasi Dan Fotodegradasi Pigmen Klorofil Rumput Laut Caulerpa Racemosa (Forsskal) J. Agardh. Jurnal Biologi Papua, 4(2), 47�53. Google Scholar

 

Efayanti, E., Susilowati, T., & Imamah, I. N. (2019). Hubungan Motivasi Dengan Perilaku Swamedikasi. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 1(1), 21�32. Google Scholar

 

El-Hage, W., Hingray, C., Lemogne, C., Yrondi, A., Brunault, P., Bienvenu, T., Etain, B., Paquet, C., Gohier, B., & Bennabi, D. (2020). Les Professionnels De Sant� Face � La Pand�mie De La Maladie � Coronavirus (Covid-19): Quels Risques Pour Leur Sant� Mentale? L�encephale, 46(3), S73�S80. Google Scholar

 

Green, T. H. (1980). Island Arc And Continent-Building Magmatism�A Review Of Petrogenic Models Based On Experimental Petrology And Geochemistry. Tectonophysics, 63(1�4), 367�385. Google Scholar

 

Harianto, H., Khasanah, N., & Supardi, S. (2005). Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Resep Di Apotek Kopkar Rumah Sakit Budhi Asih Jakarta. Majalah Ilmu Kefarmasian, 2(1), 2. Google Scholar

 

Hastono, S. P. (2010). Statistik Kesehatan. Google Scholar

 

Hidayati, F. N. (2017). Asuhan Kebidanan Komprehensif Pada Ny� S� G3p2a0 Uk 33 Minggu Dengan Kehamilan Normal (Usia Lebih Dari 35 Tahun) Di Bpm Kunti Desa Gudo Kecamatan Gudo Jombang. Stikes Insan Cendekia Medika Jombang. Google Scholar

 

Kartajaya, H. (2011). Self Medication. Pt Mark Plus Indonesia: Jakarta Selatan. Google Scholar

 

NitaLazar, A., SaitoBenz, H., & White, F. M. (2008). Quantitative Phosphoproteomics By Mass Spectrometry: Past, Present, And Future. Proteomics, 8(21), 4433�4443. Google Scholar

 

No, P. (2018). Tahun 2013 �Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekammedis.� Republik Indonesia. Google Scholar

 

Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan (3rd Ed.). Pt Rineka Cipta. Google Scholar

 

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta. Google Scholar

 

Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Google Scholar

 

Rivi, E., Filippi, M., Fornasari, E., Mascia, M. T., Ferrari, A., & Costi, S. (2014). Effectiveness Of Standing Frame On Constipation In Children With Cerebral Palsy: A Single-Subject Study. Occupational Therapy International, 21(3), 115�123. Google Scholar

 

Soekidjo, N. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan: Rineka Cipta. Jakarta. Google Scholar

 

Syamsuni, H. A. (2006). Ilmu Resep. Google Scholar

 

Tan, B. K., Adya, R., & Randeva, H. S. (2010). Omentin: A Novel Link Between Inflammation, Diabesity, And Cardiovascular Disease. Trends In Cardiovascular Medicine, 20(5), 143�148. Google Scholar

 

Tan, H. L., Li, Z., Tan, Y. H., Rahardja, S., & Yeo, C. (2013). A Perceptually Relevant Mse-Based Image Quality Metric. Ieee Transactions On Image Processing, 22(11), 4447�4459. Google Scholar

 

Tjay, T. H., & Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan Dan Efek-Efek Sampingnya. Elex Media Komputindo. Google Scholar

 

Utari, D., & Setiono, W. (2016). Hubungan Status Ekonomi Keluarga Dengan Perilaku Pengobatan Sendiri (Self-Medication). Media Ilmu Kesehatan, 5(1), 7�13. Google Scholar

 

Veronica, M., Ali, A., Venkateshwari, A., Mamata, D., & Nallari, P. (2016). Association Of Estrogen And Progesterone Receptor Gene Polymorphisms And Their Respective Hormones In Uterine Leiomyomas. Tumor Biology, 37(6), 8067�8074. Google Scholar

 

Zeenot, S. (2013). Pengelolaan & Penggunaan Obat Wajib Apotek. D-Medika. Google Scholar

 

 

 


Copyright holder:

Zaenab Durotul Aliyah (2021)

 

First publication right:

Jurnal Health Sains

 

This article is licensed under: