Jurnal Health Sains: p�ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398�����
Vol. 2, No. 9, September 2021
ASTAXANTIN TOPIKAL SEBAGAI TERAPI ADJUVAN TERHADAP KADAR SERUM INTERLEUKIN 8 PADA AKNE VULGARIS
Fiska Rosita, Putti Fatiharani Dewi, Muhammad Eko Irawanto, Rina Sidharta
Universitas Sebelas Maret, RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
info artikel |
abstraK |
Diterima 5 September 2021 Direvisi 15 September 2021 Disetujui 25 September 2021 |
Akne vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik dari unit pilosebasea yang berhubungan dengan kelenjar sebum. Reactive oxygen species berperan dalam patofisiologi AV. Astaxantin memiliki efek antiinflamasi sehingga pemberian ASX topikal ini diharapkan dapat menyebabkan perbaikan lesi pada AV. Tujuan penelitian untuk mengetahui bahwa astaxantin topikal dapat menurunkan kadar serum interleukin-1. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental klinis dengan menggunakan rancangan pre and post control grup design double-blind randomized controlled trial dengan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan yang diberikan obat terapi standar AV berbentuk gel berisi tretinoin 0,025% + klindamisin fosfat 1,2% dan gel astaxantin 5% serta kelompok kontrol yang diberikan obat terapi standar AV yang sama dan gel plasebo. Penilaian kadar serum IL-8 dilakukan pada minggu ke-0 dan ke VIII sebagai penelitian in vitro. Uji beda berpasangan antara pemeriksaan kadar serum IL-8 pretest dan postest pada kelompok perlakuan adalah p=0,751 dan kelompok kontrol adalah p=0,837. Uji beda tidak berpasangan pemeriksaan kadar IL-8 antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada pretest adalah p=0,607 dan pada posttest adalah p=0,297 tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Kesimpulan dari penelitian ini Penambahan astaxantin topikal sebagai terapi tambahan AV tidak terbukti menurunkan kadar serum IL-8.
ABSTRACT Acne vulgaris (AV) is a chronic inflammatory disease of the pilosebasea unit associated with the sebum glands. Reactive oxygen species play a role in av pathophysiology. Astaxantin has an anti-inflammatory effect so administration of this topical ASX is expected to cause improvement of lesions in AV. The purpose of the study was to find out that topical astaxantin can lower serum levels of interleukin-1(. This study is a clinical experimental study using the pre and post control design group design double-blind randomized controlled trial with 2 groups, namely the treatment group given standard AV therapy drugs in the form of gel containing tretinoin 0.025% + clindamycin phosphate 1.2% and astaxantin gel 5% and control group given the same standard AV therapy drug and placebo gel. Acne vulgaris (AV) is a chronic inflammatory disease of the pilosebasea unit associated with the sebum glands. Reactive oxygen species play a role in av pathophysiology. Astaxantin has an anti-inflammatory effect so administration of this topical ASX is expected to cause improvement of lesions in AV. The purpose of the study was to find out that topical astaxantin can lower serum levels of interleukin-1(. This study is a clinical experimental study using the pre and post control design group design double-blind randomized controlled trial with 2 groups, namely the treatment group given standard AV therapy drugs in the form of gel containing tretinoin 0.025% + clindamycin phosphate 1.2% and astaxantin gel 5% and control group given the same standard AV therapy drug and placebo gel. Serum IL-8 levels were assessed at weeks 0 and VIII as an in vitro study. The paired difference between the serum IL-8 pretest and postest levels in the treatment group was p=0.751 and the control group was p=0.837. The unpaired test of il-8 level examination between the treatment group and the control group on the pretest was p=0.607 and the posttest was p=0.297 showed no significant difference. The addition of topical astaxantin as an AV supplemental therapy has not been shown to lower serum IL-8 levels. |
Kata Kunci: akne vulgaris; astaxantin; IL-8
Keywords: acne vulgaris; astaxanthin; IL-1 |
Pendahuluan
Akne vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik dari unit pilosebasea yang berhubungan dengan kelenjar sebum dengan kelainan noninflamasi (komedo terbuka dan tertutup), lesi inflamasi (papul, pustul, kista dan nodul) serta berbagai derajat jaringan paru (Williams, 2012).� Akne vulgaris banyak mengenai daerah-daerah yang memiliki folikel sebasea seperti wajah, dada dan punggung (Mahto, 2017).
Akne vulgaris mengenai 9,4% populasi global sehingga menjadikan AV sebagai penyakit terbanyak kedelapan di seluruh dunia (Tan & Bhate, 2015). Di Amerika, prevalensi AV sebesar 85% mengenai usia 12-24 tahun dan akan semakin menurun dengan bertambahnya usia (Tan & Bhate, 2015; Williams, 2012). Prevalensi AV di Cina meningkat dengan pertambahan usia sebesar 46,8% pada usia mulai dari 19 tahun (Ding et al., 2012). Akne vulgaris di Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai penyakit kulit dari jumlah pengunjung Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di seluruh Indonesia (Wasitaatmadja et al., 2015).
Perkembangan berbagai lesi AV dimulai terbentuknya mikrokomedo yang kemudian berkembang menjadi komedo, lesi AV inflamasi dan skar. Mikrokomedo terbentuk akibat hiperproliferasi keratinosit. Salah satu mekanisme patogenesis AV yang telah diketahui adalah keterlibatan C. acnes bersama dengan peningkatan produksi sebum, teraktivasinya proses inflamasi melalui aktivasi komplemen dan pelepasan produk metabolit, protease serta faktor-faktor kemotaktik netrofil (Knutsen-Larson et al., 2012). Peningkatan produksi sebum menyebabkan terjadinya pembentukan mikrokomedo yang mendasari hiperkeratinisasi sehingga memicu terbentuknya sumbatan keratin pada infundibulum folikel (Das & Reynolds, 2014). Pada mekanisme respons inflamasi, C. acnes menginduksi monosit untuk menghasilkan sitokin proinflamasi IL-8, IL-12 dan tumor necrosis factor alpha (TNF)- yang telah diketahui melibatkan toll like receptor (TLR)-2 (Goh et al., 2019). Interleukin 8 merupakan sitokin utama yang berperan penting sebagai faktor kemotaksis dalam perekrutan sel imunitas (Suvanprakorn et al., 2019).
Reactive oxygen species (ROS) merupakan struktur molekular kecil berumur pendek yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sel dan jaringan (Cullen et al., 2003). Reactive oxygen species berperan dalam patofisiologi AV. Produksi ROS dihasilkan dari neutrofil yang jumlahnya meningkat pada AV (Le Grange et al., 2010). Reactive oxygen species berperan dalam keparahan inflamasi pada AV dengan menyebabkan iritasi dan kerusakan dinding folikel (Ragab et al., 2014). Cutibacterium acnes menginduksi produksi ROS, mengaktivasi jalur TLR-2, mitogen-activated protein kinase (MAPK), NF- dan komponen inflamasi sehingga akan menginduksi sitokin proinflamasi (Nguyen et al., 2018).
Tujuan utama pengobatan AV adalah mengontrol dan mengobati lesi AV yang sudah ada, mencegah terbentuknya jaringan parut serta meminimalkan durasi penyakit (Fox, 2016). Terapi konvensional AV termasuk terapi topikal dan sistemik diberikan berdasarkan derajat keparahan AV dan variasi AV (Ferreira et al., 2019). Terapi standar dalam penatalaksaan AV derajat ringan dan sedang adalah terapi topikal sedangkan pada derajat berat adalah kombinasi terapi topikal dengan terapi oral berupa antibiotik dan retinoid (Wasitaatmadja et al., 2015; Zaenglein et al., 2016). Penggunaan terapi topikal kombinasi antibiotik dan antimikroba memberikan hasil yang lebih baik pada perbaikan lesi daripada pemakaian obat dosis topikal tunggal (Strauss, 2007). Penatalaksaan AV dapat diberikan terapi adjuvan, misalnya memberikan astaxantin topikal (ASX).
Astaxantin merupakan suatu karotenoid xantofil yang disintesis secara natural oleh bakteri, mikroalga dan jamur. Penggunaan ASX telah banyak digunakan di berbagai industri seperti makanan, kosmetik dan farmasi (Tominaga et al., 2012). Astaxantin memiliki efek antiinflamasi karena kemampuannya dalam menghambat ekspresi NF- pada sel keratinosit dan mengurangi produksi sitokin inflamasi pada manusia (Davinelli et al., 2018). Astaxantin merupakan suatu obat antioksidan yang dapat menghambat produksi ROS, melindungi kerusakan akibat radikal bebas dan meningkatkan fungsi sistem imunitas (Fakhri et al., 2018). Pemberian ASX topikal ini diharapkan dapat menyebabkan perbaikan lesi pada AV.
Saat ini telah tersedia beberapa studi yang melaporkan tentang penggunaan ASX topikal sebagai terapi berbagai penyakit inflamasi dan penyembuhan luka namun penelitian penggunaan ASX topikal sebagai terapi adjuvan pada AV belum pernah dilaporkan sehingga peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di Surakarta. Pengemasan gel berisi kandungan tretinoin 0,025% + klindamisin fosfat 1,2% dan gel berisi ASX 5% dilakukan di Laboratorium Universitas Setia Budi Surakarta. Pemeriksaan kadar serum IL-8 di laboratorium yang sudah terstandarisasi. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental klinis dengan rancangan pretest and posttest control group design, menggunakan double blind randomized control trial. Populasi penelitian adalah pasien akne vulgaris di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan uji T apabila distribusi data normal dan homogen (α = 0,05). Bila distribusi data tidak normal dan homogen digunakan uji nonparametrik Mann-Whitney. Bila data kategorikal menggunakan uji Chi Square. Perhitungan data penelitian dilakukan dengan menggunakan software komputer SPSS versi 21.0.
Penelitian telah dilakukan dari bulan April hingga Juli 2021 yang diikuti oleh 40 subjek dengan AV derajat ringan dan sedang. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental klinis dengan menggunakan rancangan pre and post control grup design double-blind randomized controlled trial dengan membagi pasien menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan yang diberikan obat terapi standar AV berbentuk gel berisi tretinoin 0,025% + klindamisin fosfat 1,2% dan gel astaxantin 5% serta kelompok kontrol yang diberikan obat terapi standar AV yang sama dan gel plasebo. Pemeriksaan kadar serum IL-8 dilakukan pada minggu ke-0 dan ke VIII. Seluruh subjek mengikuti penelitian dari awal sampai akhir. Data yang diperoleh kemudian di analisis menggunakan software SPSS versi 21.0.
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Subjek Penelitian
Jumlah subjek pada penelitian berjumlah 40 orang yang terdiri dari perempuan sebanyak 25 orang (62,5%) dan laki-laki 15 orang (37,5%). Kelompok usia terbanyak pada penelitian ini adalah kelompok usia 21-30 tahun 21 orang (52,5%) diikuti kelompok usia 31-40 tahun sebesar 21 orang (30,0%). Tingkat pendidikan terbanyak pada penelitian adalah SMA sebanyak 19 orang (47,5%), diikuti dengan perguruan tinggi sebanyak 19 orang (47,5%) dan SMP 3 orang (7,5%). Jenis pekerjaan pada sebagian besar subjek penelitian ini adalah karyawan yaitu sebanyak 12 orang (30%) diikuti dengan cleaning service sebanyak 11 orang (27.5%). Subjek penelitian ini memiliki derajat keparahan ringan sebanyak 28 orang (70,0%) dan derajat keparahan sedang sebesar 12 orang (30,0%) (Tabel 1).
Hasil uji statistik karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin (p=0,102), usia (p=0,185), pendidikan (p=0,199) dan pekerjaan (p=0,051) tidak menunjukan perbedaan yang signifikan antara kelompok A dan kelompok B, dapat diartikan bahwa karateristik subjek dalam penelitian ini sama atau homogen.
Tabel 1
Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik |
Kelompok |
Total (n=40) |
Nilai p |
|
Kelompok A (n=20) |
Kelompok B (n=20) |
|||
Jenis Kelamina |
0,102 |
|||
laki-laki |
5 (25,0%) |
10 (50,0%) |
15 (37,5%) |
|
Perempuan |
15 (75.0%) |
10 (50.0%) |
25 (62.5%) |
|
Usiab |
0,185 |
|||
<20 tahun |
3 (15,0%) |
3 (15,0%) |
6 (15,0%) |
|
21-30 tahun |
13 (65,0%) |
8 (40,0%) |
21 (52,5%) |
|
31-40 tahun |
4 (20,0%) |
8 (40,0%) |
12 (30,0%) |
|
>40 tahun |
0 (0,0%) |
1 (5,0%) |
1 (2,5%) |
|
Pendidikanb |
0,199 |
|||
SMP |
1 (5,0%) |
2 (10,0%) |
3 (7,5%) |
|
SMA |
8 (40,0%) |
11 (55,0%) |
19 (47,5%) |
|
Perguruan Tinggi |
11 (55,0%) |
7 (35,0%) |
18 (45,0%) |
|
Pekerjaana |
0,051 |
|||
Cleaning Servis |
2 (10,0%) |
9 (45,0%) |
11 (27,5%) |
|
Dokter |
3 (15,0%) |
2 (10,0%) |
5 (12,5%) |
|
Ibu Rumah Tangga |
0 (0,0%) |
3 (15,0%) |
3 (7,5%) |
|
Karyawan |
8 (40,0%) |
4 (20,0%) |
12 (30,0%) |
|
Mahasiswa |
4 (20,0%) |
0 (0,0%) |
4 (10,0%) |
|
Pelajar |
1 (5,0%) |
1 (5,0%) |
2 (5,0%) |
|
Satpam |
1 (5,0%) |
1 (5,0%) |
2 (5,0%) |
|
Wiraswasta |
1 (5,0%) |
0 (0,0%) |
1 (2,5%) |
|
Derajat Keparahanb |
|
|
|
0,496 |
Ringan |
15 (75,0%) |
13 (65,0%) |
28 (70,0%) |
|
Sedang |
5 (25.0%) |
7 (35.0%) |
12 (30,0%) |
|
Keterangan: Data disajikan dalam frekuensi (%); a data kategorik nominal uji chi square; bdata kategorik ordinal uji Mann whitney
2. Pretest dan Posttest Kadar IL-8 Kelompok Perlakuan
�Berdasarkan Uji Shapiro Wilk, distribusi data hasil pengamatan kadar serum IL-8 yang tidak memenuhi asumsi normalitas sehingga menggunakan uji Mann Whitney yaitu pemeriksaan pretest, posttest dan selisih posttest-pretest. Berdasarkan hasil analisis pada kelompok perlakuan didapatkan peningkatan kadar serum IL-8 dengan nilai rerata pretest adalah 189,40+74,87 dan posttest adalah 203,15+38,53. Selisih perubahan nilai kadar serum IL-8 posttest-pretest kelompok perlakuan didapatkan mengalami peningkatan rata-rata 13,75 +88,14 (7,3%). Pada uji Mann Whitney, dibandingkan antara nilai pretest dan posttest pada kelompok perlakuan didapatkan nilai p=0,751 (p<0.05) sehingga hal tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara pretest dan posttest pada kelompok perlakuan
a. ��Pretest dan Posttest Kadar IL-8 Kelompok Kontrol
�Hasil analisis kelompok kontrol didapatkan hasil rerata penilaian kadar serum IL-8 pretest adalah 218,25+11,41 dan posttest 219,55+16,14 dengan selisih perubahan kadar serum IL-8 posttest-prestest kelompok kontrol terjadi peningkatan rerata 1,30+19,55 (0,6%). Pada uji Mann Whitney, dibandingkan antara nilai pretest dan posttest pada kelompok kontrol didapatkan nilai p=0,837 (p<0.05) sehingga hal tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik antara pretest dan posttest pada kelompok kontrol.
b. Kelompok Perlakuan dan Kontrol
Uji beda berpasangan antara pemeriksaan kadar serum IL-8 pretest dan postest pada kelompok perlakuan adalah p=0,751 dan kelompok kontrol adalah p=0,837 dimana nilai signifikansi adalah p>0,05 dimana hal tersebut berarti bahwa pada kelompok perlakuan dan kontrol tidak mengalami perubahan yang signifikan hasil pemeriksaan IL-8 secara statistik. Uji beda tidak berpasangan pemeriksaan kadar IL-8 antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada pretest adalah p=0,607 dan pada posttest adalah p=0,297 tidak menunjukan perbedaan yang signifikan dengan nilai p>0,05, dan selisih perubahan nilai rerata kadar serum IL-8� posttest-pretest adalah p=0,636 juga tidak menunjukan perbedaan yang bermakna sehingga hal tesebut menunjukkan bahwa pengaruh penambahan gel astaxantin 5% terhadap kadar serum IL-8 tidak berbeda signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Diagram Batang Perbandingan IL-8 Antara Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Tabel 2
Efek Penambahan Gel Astaxantin 5% Terhadap Nilai Kadar Serum IL-8 Dibandingkan Dengan Kelompok Kontrol
Kelompok |
IL-8 (Rerata +Simpang Baku) |
|||
Pretest |
Posttest |
Nilai p |
Posttest-Pretest |
|
Kelompok A |
189,40 +74,87 |
203,15 +38,53 |
0,751 |
13,75 +88,14 |
Kelompok B |
218,25 +11,41 |
219,55 +16,14 |
0,837 |
1,30 +19,55 |
Nilai p |
0,607 |
0,297 |
|
0,636 |
Ket. IL-8; Interleukin 8, Hasil pengamatan, a uji beda kelompok tidak berpasangan lulus syarat normalitas (uji t indepen); b uji beda kelompok tidak berpasangan tidak lulus syarat normalitas (Mann Whitney); cuji beda kelompok berpasangan tidak lulus syarat normalitas (Wilcoxon). Dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05.
B. Pembahasan
Akne vulgaris merupakan permasalahan yang umum terjadi di kalangan dewasa muda dan remaja yang berdampak pada permasalahan kualitas hidup, fungsi sosial dan psikologi (Jaber et al., 2020). Prevalensi AV derajat berat lebih tinggi ditemukan pada individu yang berusia kurang dari 19 tahun dan prevalensi AV dengan derajat keparahan yang lebih ringan meningkat pada usia 30 tahun (Heng et al., 2021). Prevalensi AV pada orang dewasa diperkirakan terjadi pada usia 20-an sebesar 64% dan usia 30-an sebesar 43% (Goh et al., 2019). Hal ini serupa dengan hasil penelitian kami bahwa subjek pada penelitian ini terdiri dari 40 orang penderita AV derajat ringan dan sedang dengan rentang usia terbanyak adalah 21-30 tahun sebesar 52,5%.
Sebuah studi epidemiologi yang dilakukan di Amerika Serikat melaporkan prevalensi AV lebih tinggi terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki (Vos et al., 2012). Penelitian lain di Surabaya melaporkan insidensi AV terjadi pada perempuan sebesar 79,4% (Ayudianti & Indramaya, 2014) dimana hal ini serupa dengan penelitian kami bahwa subjek sebanyak 62,5% adalah perempuan.
Tingkat pendidikan terbanyak pada penelitian ini adalah sekolah menengah atas (SMA) sebesar 47,5% dimana hal ini sejalan dengan sebuah penelitian yang melaporkan bahwa pasien dengan pendidikan SMA memiliki pemahaman bahwa AV merupakan suatu penyakit yang harus diobati oleh dermatologis (Yorulmaz & Yalcin, 2020).
Akne vulgaris merupakan gangguan multifaktorial unit pilosebasea yang melibatkan beberapa proses diantaranya adalah ketidakseimbangan hormon, peningkatan produksi sebum dan kolonisasi bakteri (Mawardi et al., 2018). Empat faktor utama dalam proses terjadinya AV diantaranya adalah peningkatan produksi sebum, hiperkeratinisasi folikel, kolonisasi bakteri kulit dan proses inflamasi (Mawardi et al., 2018). Saat ini proses inflamasi memiliki peran penting dalam pembentukan lesi AV inflamasi maupun noninflamasi yang berlangsung terus dari tahap awal hingga tahap akhir pada AV (Mochtar et al., 2018). Peran sebum dalam patogenesis AV berkaitan dengan aktivitas C. acnes. Lingkungan mikro pada kelenjar sebasea bersifat anaerobik sehingga mendukung kelangsungan hidup C. acnes. Cutibacterium acnes bergantung pada lipid kelenjar sebasea sebagai sumber makanan dan memecah lipid tersebut menjadi asam lemak bebas sehingga mengiritasi dan berperan dalam respons inflamasi (Kutlubay et al., 2017). Pembentukan mikrokomedo merupakan tanda awal subklinis AV karena adanya hiperproliferasi dari folikel epitel dimana mikrokomedo akan berkembang menjadi lesi komedonal noninflamasi atau lesi komedonal inflamasi dengan dua bentuk spesifik yaitu komedo terbuka dan komedo tertutup (Mawardi et al., 2018).
Sistem imunitas bawaan lapisan epidermis kulit memiliki beberapa komponen dan mekanisme pertahanan yang melibatkan keratinosit, neutrofil, sel mast dan makrofag. Patogenesis AV dimulai dari adanya interaksi komponen bakteri seperti lipopolisakarida, asam lipoteikoat atau peptidoglikan dengan reseptor seperti TLR di sel epidermis (Phiboonchaiyanan et al., 2018). Peran TLR-4 yang utama adalah memediasi pensinyalan seluler yang diinduksi oleh bakteri Gram-negatif sedangkan TLR2 diperlukan untuk pensinyalan proinflamasi ke komponen bakteri Gram-positif (Molteni et al., 2016). Diketahui bahwa TLR2 dan TLR4 sebagian besar diekspresikan pada permukaan sel keratinosit infundibular (Mohamadzadeh et al., 1994). Aktivasi TLR ini menghasilkan kaskade pensinyalan yang menghasilkan IL-8 sehingga IL-8 bertindak sebagai sitokin proinflamasi dan kemoatraktan yang kuat (Sukkar et al., 2006; Suvanprakorn et al., 2019). Interleukin 8 menjadi sitokin yang berperan penting dalam respons inflamasi dengan aktivitasnya sebagai kemokin dan sebagai aktivator fungsi penting neutrofil (Suvanprakorn et al., 2019). Asam arakidonat dan asam linoleat dapat menstimulasi sintesis IL6, IL8 dan lipid sebasea sehingga meningkatkan rekrutmen neutrofil ke area inflamasi. Cutibacterium acnes merupakan bakteri batang gram positif yang adalah organisme komensal pada sebagian besar kulit manusia (termasuk kulit yang tidak berjerawat) dan bertahan hidup dengan asam lemak dari sebum yang diproduksi oleh kelenjar sebasea. Cutibacterium acnes dapat menginduksi peningkatan IL-8 melalui mediasi TLR-2 dan TLR-4 (Shalita et al., 2011). Toll-like receptor 2 berada di makrofag perifolikular yang memiliki afinitas terhadap C. acnes dan memicu pelepasan sitokin proinflamasi seperti IL-8 dan IL-12 oleh monosit. Sitokin tersebut menyebabkan kemotaktik neutrofil dan melepaskan enzim lisosom yang berperan dalam rusaknya dinding folikel sehingga akan meningkatkan derajat keparahan AV (Moreno-Arrones & Boixeda, 2016). Penelitian oleh Wang membuktikan bahwa adanya peningkatan yang bermakna kadar serum IL-8 pada pasien dengan AV dan berkorelasi positif dengan ekpresi TLR-2 (Wang et al., 2006)
Astaxantin merupakan karotenoid dan tipe dari xantofil yang dapat ditemukan pada mikroalga, makanan laut, tumbuhan, jamur dan burung puyuh. Astaxantin memiliki beberapa efek farmakologi diantaranya adalah antioksidan, anti tumor dan antiinflamasi. Efek lain dari ASX adalah dapat menghambat produksi ROS. Astaxantin merupakan antioksidan yang kuat melebihi efek dari provitamin A dan vitamin E (Park, 2017). Astaxantin memiliki efek dibidang dermatologi dalam menghambat sintesis melanin dan photoaging selain ini dapat menjadi terapi tambahan dalam perawatan kerutan, bintik-bintik penuaan dan meningkatkan kelembapan dari korneosit (Bin-Jumah et al., 2021). Efek astaxantin sebagai antioksidan berperan dalam penghambatan pembentukan ROS dan memodulasi ekspresi enzim yang responsif terhadap stres oksidatif seperti heme oxygenase-1 (HO-1) yang merupakan penanda stres oksidatif dan mekanisme pengaturan yang terlibat dalam adaptasi sel terhadap kerusakan oksidatif selain itu ASX sebagai antiinflamasi dapat menyebabkan penurunan signifikan iNOS dan cyclooxygenase (COX)-2 serta menurunkan pelepasan prostaglandin E2 dari keratinosit (Davinelli et al., 2018). Sebuah penelitian melaporkan penggunaan ASX topikal pada 11 perempuan yang dioleskan pagi dan sore memberikan perbaikan pada minggu ke ketiga setelah perawatan (Tominaga et al., 2012). Penelitian lain menyebutkan pemberian ASX topikal dapat memberikan perbaikan elastisitas dan kerutan pada tikus setelah 18 minggu (Arakane, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Yamashita melaporkan bahwa pemberian ASX topikal pada kulit orang sehat dapat menurunkan eritema walaupun pada penelitian tersebut tidak disebutkan rentang waktu penggunaannya (Yamashita et al., 1995).
Terapi kombinasi retinoid topikal dan antibiotik saat ini direkomendasikan oleh Global Alliance to Improve Outcomes in Acne Group sebagai pilihan pertama untuk pasien AV tipe papula/pustula dan campuran (Schmidt & Gans, 2011). Penelitian oleh Ochsendorf tahun 2015 melaporkan terapi kombinasi retinoid 0,025% dan klindamisin fosfat 1,2% menjadi terapi utama pada AV fasialis dimana kombinasi ini tidak menyebabkan kekambuhan lesi dan tidak menyebabkan peningkatan jumlah C. acnes yang resisten terhadap antibiotik. Kombinasi retinoid dan klindamisin memiliki potensi untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan keberhasilan terapi (Ochsendorf et al., 2015).
Interleukin 8 merupakan kemokin proinflamasi yang diproduksi oleh sel seperti sel epitel, fibroblas, sel endotel, makrofag, limfosit dan sel mast setelah adanya paparan dari lingkungan. Sekresi IL-8 akan menyebabkan aktivasi dan migrasi neutrofil dari darah perifer ke tempat infeksi yang berperan dalam membunuh atau menghambat patogen (Benakanakere et al., 2016). Pensinyalan IL-8 biasanya berada dalam regulasi yang ketat dengan ekspresi IL-8 yang berjumlah minimal di jaringan normal dan dapat meningkat karena adalanya sinyal inflamasi, spesies oksigen reaktif, reseptor kematian dan hormon steroid (Kutikhin & Yuzhalin, 2015). Peningkatan kadar serum IL-8 dapat terjadi pada kondisi seperti penyakit obstruktif paru menahun, hipertensi, hipertensi, karsinogenesis, fibrosis paru kronis dan kronis periodontitis (Benakanakere et al., 2016). Peningkatan kadar serum IL-8 dapat juga terlihat pada kondisi yang menyebabkan peningkatan aktivitas otot seperti berlari atau kegiatan yang melelahkan (Leg�rd & Pedersen, 2019). Studi oleh Lan melaporkan kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menyebabkan peningkatan kadar IL-8 di dalam darah. Studi lain menyebutkan adanya korelasi antara periondotitis kronis dengan adanya peningkatan kadar IL-8 sebagai respons inflamasi pada kondisi tersebut (Zhang et al., 2010)
Pada penelitian ini didapatkan adanya peningkatan kadar serum IL-8 baik pada kelompok perlakuan (dari rerata 189,40 menjadi 203,15) maupun kelompok kontrol (dari rerata 218,25 menjadi 219,55) walaupun tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada pretest dan posttest pada kedua kelompok tersebut p=0,751 dan p=0,837). Pada penelitian ini juga mendapatkan perbedaan yang tidak bermakna pada selisih perubahan nilai kadar IL-8 posttest-pretest antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (p=0,636). Peningkatan kadar IL-8 mungkin disebabkan berbagai faktor yang telah dijelaskan oleh beberapa studi diatas. Walaupun berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kadar serum IL-8 telah dieliminasi pada awal penelitian ini dimulai namun apabila didapatkan kondisi lain yang tidak disadari oleh subjek atau sulit dikendalikan oleh peneliti yang terjadi selama penelitian, maka hal tersebut tentu saja akan mempengaruhi hasil pemeriksaan kadar serum IL-8.
Kesimpulan
Efek penambahan astaxantin topikal sebagai terapi tambahan pada terapi standar akne vulgaris tidak terbukti dapat menurunkan kadar serum IL-8 hal ini mungkin dapat terjadi karena sampel pada subjek ini adalah serum darah dan durasi pemberian astaxantin topikal kurang dari 12 minggu.
BIBLIOGRAFI
Arakane, K. (2002). Superior skin protection via astaxanthin. Carotenoid Science, 5, 21�24. Google Scholar
Ayudianti, P., & Indramaya, D. M. (2014). Studi Retrospektif: Faktor Pencetus Akne Vulgaris. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin, 26(1), 1�7. Google Scholar
Benakanakere, M. R., Finoti, L. S., Tanaka, U., Grant, G. R., Scarel-Caminaga, R. M., & Kinane, D. F. (2016). Investigation of the functional role of human Interleukin-8 gene haplotypes by CRISPR/Cas9 mediated genome editing. Scientific Reports, 6(1), 1�11. Google Scholar
Bin-Jumah, M., Abdel-Fattah, A.-F. M., Saied, E. M., El-Seedi, H. R., & Abdel-Daim, M. M. (2021). Acrylamide-induced peripheral neuropathy: manifestations, mechanisms, and potential treatment modalities. Environmental Science and Pollution Research, 1�16. Google Scholar
Cullen, J. B., Parboteeah, K. P., & Victor, B. (2003). The effects of ethical climates on organizational commitment: A two-study analysis. Journal of Business Ethics, 46(2), 127�141. Google Scholar
Das, S., & Reynolds, R. V. (2014). Recent advances in acne pathogenesis: implications for therapy. American Journal of Clinical Dermatology, 15(6), 479�488. Google Scholar
Davinelli, S., Nielsen, M. E., & Scapagnini, G. (2018). Astaxanthin in skin health, repair, and disease: A comprehensive review. Nutrients, 10(4), 522. Google Scholar
Ding, X., Wang, T., Shen, Y., Wang, X., Zhou, C., Tian, S., Liu, Y., Peng, G., Zhou, J., & Xue, S. (2012). Prevalence of psoriasis in China: a population-based study in six cities. European Journal of Dermatology, 22(5), 663�667. Google Scholar
Fakhri, S., Abbaszadeh, F., Dargahi, L., & Jorjani, M. (2018). Astaxanthin: A mechanistic review on its biological activities and health benefits. Pharmacological Research, 136, 1�20. Google Scholar
Ferreira, M. E., Monteiro, J. d�Oliveira, & Silva, R. H. da. (2019). Dicion�rio. Instituto de Hist�ria da Arte/NOVA FCSH. Google Scholar
Fox, M. (2016). Interactive architecture: adaptive world. Chronicle Books. Google Scholar
Goh, B. H. H., Ong, H. C., Cheah, M. Y., Chen, W.-H., Yu, K. L., & Mahlia, T. M. I. (2019). Sustainability of direct biodiesel synthesis from microalgae biomass: A critical review. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 107, 59�74. Google Scholar
Heng, A. H. S., Say, Y.-H., Sio, Y. Y., Ng, Y. T., & Chew, F. T. (2021). Epidemiological Risk Factors Associated with Acne Vulgaris Presentation, Severity, and Scarring in a Singapore Chinese Population: A Cross-Sectional Study. Dermatology, 1�10. Google Scholar
Jaber, R. M., Alnshash, B. M., Mousa, S. N., Fayoumi, H. S., Al-Qaderi, L. M., & Zant, A. M. (2020). The Epidemiology of Acne Vulgaris among Adolescents and Young Adults in Jordan University Hospital. Open Journal of Nursing, 10(4), 353�366. Google Scholar
Knutsen-Larson, S., Dawson, A. L., Dunnick, C. A., & Dellavalle, R. P. (2012). Acne vulgaris: pathogenesis, treatment, and needs assessment. Dermatologic Clinics, 30(1), 99�106. Google Scholar
Kutikhin, A. G., & Yuzhalin, A. E. (2015). Pattern recognition receptors and cancer. Frontiers in Immunology, 6, 481. Google Scholar
Kutlubay, Z., Tanakol, A., ENG�N, B., Onel, C., S�MSEK, E., Serdaroglu, S., TUZUN, Y., Yilmaz, E., & Eren, B. (2017). Newborn skin: common skin problems. Maedica, 12(1), 42. Google Scholar
Le Grange, D., Lock, J., Loeb, K., & Nicholls, D. (2010). Academy for eating disorders position paper: The role of the family in eating disorders. International Journal of Eating Disorders, 43(1), 1. Google Scholar
Leg�rd, G. E., & Pedersen, B. K. (2019). Muscle as an endocrine organ. In Muscle and Exercise Physiology (pp. 285�307). Elsevier. Google Scholar
Mahto, A. (2017). Acne vulgaris. Medicine, 45(6), 386�389. Google Scholar
Mawardi, M., Deyundha, D., & Zainul, R. (2018). Characterization of PCC Cement by Addition of Napa Soil from Subdistrict Sarilamak 50 Kota District as Alternative Additional Material for Semen Padang. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 335(1), 12034. Google Scholar
Mochtar, M., Murasmita, A., Irawanto, M. E., Julianto, I., Kariosentono, H., & Waskito, F. (2018). The difference in interleukin-19 serum on degrees of acne vulgaris severity. International Journal of Inflammation, 2018. Google Scholar
Mohamadzadeh, M., Miiller, M., Hultsch, T., Enk, A., Saloga, J., & Knop, J. (1994). Enhanced expression of IL‐8 in normal human keratinocytes and human keratinocyte cell line HaCaT in vitro after stimulation with contact sensitizers., tolerogens and irritants. Experimental Dermatology, 3(6), 298�303. Google Scholar
Molteni, M., Gemma, S., & Rossetti, C. (2016). The role of toll-like receptor 4 in infectious and noninfectious inflammation. Mediators of Inflammation, 2016. Google Scholar
Moreno-Arrones, O. M., & Boixeda, P. (2016). The importance of innate immunity in acne. Actas Dermosifiliogr, 107(10). Google Scholar
Nguyen, H. T., Walker, C., & Walker, E. A. (2018). A first course in fuzzy logic. Chapman and Hall/CRC. Google Scholar
Ochsendorf, B. B., Brown, A. G. A., Bally, J., & Tielens, A. G. G. M. (2015). Nested Shells Reveal The Rejuvenation Of The Orion�Eridanus Superbubble. The Astrophysical Journal, 808(2), 111. Google Scholar
Park, H. B. (2017). kompetensi budaya dan strategi adaptasi budaya dalam komunikasi antarbudaya (studi kasus mahasiswa korea dan tionghoa di umn). Universitas Multimedia Nusantara. Google Scholar
Phiboonchaiyanan, P. P., Petpiroon, N., Sritularak, B., & Chanvorachote, P. (2018). Phoyunnanin E induces apoptosis of non-small cell lung cancer cells via p53 activation and down-regulation of survivin. Anticancer Research, 38(11), 6281�6290. Google Scholar
Ragab, A. H. M., Noaman, A. Y., Al-Ghamdi, A. S., & Madbouly, A. I. (2014). A comparative analysis of classification algorithms for students college enrollment approval using data mining. Proceedings of the 2014 Workshop on Interaction Design in Educational Environments, 106�113. Google Scholar
Schmidt, N., & Gans, E. H. (2011). Tretinoin: a review of its anti-inflammatory properties in the treatment of acne. The Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology, 4(11), 22. Google Scholar
Shalita, A. R., Del Rosso, J. Q., & Webster, G. (2011). Acne vulgaris. CRC Press. Google Scholar
Strauss, W. A. (2007). Partial differential equations: An introduction. John Wiley & Sons. Google Scholar
Sukkar, M. B., Xie, S., Khorasani, N. M., Kon, O. M., Stanbridge, R., Issa, R., & Chung, K. F. (2006). Toll-like receptor 2, 3, and 4 expression and function in human airway smooth muscle. Journal of Allergy and Clinical Immunology, 118(3), 641�648. Google Scholar
Suvanprakorn, P., Tongyen, T., Prakhongcheep, O., Laoratthaphong, P., & Chanvorachote, P. (2019). Establishment of an Anti-acne Vulgaris Evaluation Method Based on TLR2 and TLR4-mediated Interleukin-8 Production. In Vivo, 33(6), 1929�1934. Google Scholar
Tan, J. K. L., & Bhate, K. (2015). A global perspective on the epidemiology of acne. British Journal of Dermatology, 172, 3�12. Google Scholar
Tominaga, K., Hongo, N., Karato, M., & Yamashita, E. (2012). Cosmetic benefits of astaxanthin on humans subjects. Acta Biochimica Polonica, 59(1). Google Scholar
Vos, T., Flaxman, A. D., Naghavi, M., Lozano, R., Michaud, C., Ezzati, M., Shibuya, K., Salomon, J. A., Abdalla, S., & Aboyans, V. (2012). Years lived with disability (YLDs) for 1160 sequelae of 289 diseases and injuries 1990�2010: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2010. The Lancet, 380(9859), 2163�2196. Google Scholar
Wang, T., Carroll, W., Lenny, W., Boit, P., & Smith, D. (2006). The analysis of 1‐propanol and 2‐propanol in humid air samples using selected ion flow tube mass spectrometry. Rapid Communications in Mass Spectrometry: An International Journal Devoted to the Rapid Dissemination of Up‐to‐the‐Minute Research in Mass Spectrometry, 20(2), 125�130. Google Scholar
Wasitaatmadja, S. M., Arimuko, A., Norawati, L., Bernadette, I., & Legiawati, L. (2015). Pedoman tata laksana akne di Indonesia. Indonesian Acne Expert Meeting, 1�14. Google Scholar
Williams, H. C. (2012). dellavalle RP, Garner S. Acne vulgaris. Lancet, 379(9813), 361�372. Google Scholar
Yamashita, H., ten Dijke, P., Huylebroeck, D., Sampath, T. K., Andries, M., Smith, J. C., Heldin, C.-H., & Miyazono, K. (1995). Osteogenic protein-1 binds to activin type II receptors and induces certain activin-like effects. Journal of Cell Biology, 130(1), 217�226. Google Scholar
Yorulmaz, A., & Yalcin, B. (2020). Paronychia and periungual granulation as a novel side effect of ibrutinib: a case report. Skin Appendage Disorders, 6(1), 32�36. Google Scholar
Zaenglein, A. L., Pathy, A. L., Schlosser, B. J., Alikhan, A., Baldwin, H. E., Berson, D. S., Bowe, W. P., Graber, E. M., Harper, J. C., & Kang, S. (2016). Guidelines of care for the management of acne vulgaris. Journal of the American Academy of Dermatology, 74(5), 945�973. Google Scholar
Zhang, J., Chen, F., Yun, F., & Chen, J. (2010). Low level nicotine: a novel approach to reduce osteoporosis incidence. Medical Hypotheses, 74(6), 1067�1068. Google Scholar
Copyright holder: Fiska Rosita, Putti Fatiharani Dewi, Muhammad Eko Irawanto, Rina Sidharta (2021)
|
First publication right: Jurnal Health Sains
|
This article is licensed under:
|