Jurnal Health Sains: p�ISSN:
2723-4339 e-ISSN:
2548-1398�����
Vol. 2, No. 7, Juli 2021
PENCITRAAN PENYAKIT METABOLIK TULANG DENGAN MODALITAS
KEDOKTERAN NUKLIR
Sri Puspa
Handayani, Erwin Affandi Soeriadi
Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung Jawa
barat, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
info artikel |
abstraK |
Diterima 5 Juli 2021 Direvisi 15 Juli 2021 Disetujui 25 Juli 2021 |
Penyakit metabolik tulang merupakan kelompok kelainan yang berkaitan dengan adanya gangguan pada perubahan kadar kalsium dan homeostasis fosfor, sering terjadi namun sulit dibedakan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan studi pencitraan. Osteoporosis merupakan salah satu yang sering terjadi, dimana sering terjadi pada wanita memiliki resiko osteoporosis lebih tinggi (21,7%) dibandingkan laki-laki (14,8%).
Secara klinis, penyakit tulang metabolik sering ditemukan pada pasien dengan fraktur yang merupakan komplikasi utama penyakit ini. Modalitas yang digunakan antara lain radiografi polos atau bahkan dengan
Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI), namun saat ini
bone scan (sidik tulang)
merupakan pemeriksaan
yang dapat digunakan untuk mendeteksi, merupakan teknik pencitraan yang berkemampuan resolusi tinggi dalam waktu yang singkat (akuisisi seluruh tubuh atau bagian tertentu
dari tulang), dosis relatif rendah, sensitivitas dan spesifisitas untuk mendeteksi lesi sebagai hasil data tomografi dan menjadi pilihan dalam pemeriksaan yang rutin pada Kedokteran Nuklir. Pada artikel ini, akan dijelaskan secara menyeluruh manifestasi beragam berupa kekhasan gambaran uptake penyakit
metabolik pada tulang menggunakan pemeriksaan bone
scan (sidik tulang) dengan menggunakan metode studi kepustakaan atau literature
review serta melakukan
inklusi artikel dan
review artikel. Artikel tersebut dapat berupa penelitian, systematic
review maupun case-report. Tempat dilakukan penelitian dari artikel tersebut semua berasal dari luar negeri, di benua Asia, Eropa, dan Amerika. ABSTRACT Metabolic bone disease is a group of disorders
associated with disturbances in changes in calcium levels and phosphorus
homeostasis, which occur frequently but are difficult to distinguish based on
history, physical examination and imaging studies. Osteoporosis is one that
often occurs, which often occurs in women who have a higher risk of
osteoporosis (21.7%) than men (14.8%). Clinically, metabolic bone disease is
often found in patients with fractures which are the main complications of
this disease. The modalities used include plain radiography or even computed
tomography (CT) and Magnetic Resonance Imaging (MRI), but currently Bone scan
(bone fingerprint) is an examination that can be used to detect, is an
imaging technique capable of high resolution in a long time. short
(acquisition of whole body or specific parts of bone), relatively low dose,
sensitivity and specificity for detecting lesions as a result of tomographic
data and is an option in routine examinations in Nuclear Medicine. In this
article, we will thoroughly explain the various manifestations in the form of
peculiarities of the uptake picture of metabolic disease in bone using bone
scan (bone fingerprint) examination using the literature study method or
literature review as well as conducting article inclusion and article review.
These articles can be in the form of research, systematic reviews or case
reports. The places where the research was carried out from these articles
all came from abroad, on the continents of Asia, Europe, and America. |
Kata Kunci: penyakit metabolik
tulang; pencitraan sidik tulang Keywords: metabolic bone
disease; bone scan |
Pendahuluan
Penyakit metabolik tulang merupakan kelompok kelainan yang berkaitan dengan adanya gangguan
pada perubahan kadar kalsium dan homeostasis fosfor (Ryan & Fogelman, 1997).
Meskipun pada umumnya sering terjadi, namun sulit dibedakan
berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan studi pencitraan. Osteoporosis merupakan salah satu yang sering terjadi, dimana sering terjadi
pada wanita memiliki resiko osteoporosis lebih tinggi yaitu 21,7%, dibandingkan dengan laki-laki yang hanya berisiko terkena osteoporosis sebanyak 14,8 % (Depkes, 2010). Menurut penelitian di Indonesia, prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari
70 tahun wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun wanita 53,6%, pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada tahun 2050 (Organization, 2018).
Mereka yang terserang rata-rata
berusia diatas 50 tahun. Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang
osteoporosis atau keretakan
tulang. Dua dari lima orang Indonesia memiliki
resiko terkena penyakit osteoporosis. Jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh
lebih besar dari data terakhir Departemen Kesehatan yang mematok
angka 19,7% dari seluruh penduduk dengan alasan perokok
di negeri ini urutan ke-2
dunia setelah Cina (Rachman, 2010).
Umumnya penderita datang dengan fraktur yang merupakan komplikasi utama. Keluhan klinis tidak spesifik.
Modalitas yang digunakan antara lain� radiografi polos atau bahkan dengan Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI), namun saat ini
bone scan (sidik
tulang) merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendeteksi, dimana kamera gamma merupakan teknik pencitraan yang berkemampuan resolusi tinggi dalam waktu
yang singkat (akuisisi seluruh tubuh atau
bagian tertentu dari tulang), menggunakan
dosis relatif rendah, menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas untuk mendeteksi lesi sebagai hasil
data tomografi dan menjadi pilihan dalam pemeriksaan
yang rutin pada Kedokteran Nuklir (RI, 2016).
Pada artikel ini, akan dijelaskan secara menyeluruh manifestasi beragam berupa kekhasan gambaran uptake penyakit metabolik pada tulang menggunakan pemeriksaan bone scan
(sidik tulang). Artikel ini bertujuan
untuk memberikan tinjauan secara menyeluruh dan dengan singkat mengenai lebih banyak lagi
dari penyakit ini (Ryan & Fogelman, 1997).
Adapun proses patologis yang terjadi
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain hiperkalsium (hiperparatiroidisme
dan familial sindrom), hipokalsium (hipoparatiroidisme, PHP/Albright�s, renal osteodistropia,
rickets/osteomalacia), osteodense (paget�s disease, osteopetrosis), osteopenia
(osteoporosis, scurvy).
Metode Penelitian
�� Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode studi kepustakaan
atau literature
review. Jenis literature
review yang digunakan adalah
metode narrative
review. Kami mencari artikel
yang relevan dengan materi dari Pubmed
dengan artikel berbahasa inggris. Kami menggunakan kata kunci seperti: metabolic
bone disease, bone scan.
Kami melakukan inklusi
artikel dan review artikel,
kemudian mengeksklusi artikel non-english. Semua artikel dianalisis untuk didiskusikan materi-materi mengenai penyakit metabolik tulang serta modalitas
yang digunakan dalam menegakkan diagnosa serta peranan pemeriksaan
kedokteran nuklir pada penyakit metabolik tulang.
Hasil dan Pembahasan
A.
Hasil Penelitian
Berdasarkan artikel-artikel
yang berkaitan dengan penyakit metabolik tulang pada pemeriksaan kedokteran nuklir. Artikel tersebut dapat berupa penelitian,
systematic review maupun
case-report. Tempat
dilakukan penelitian dari artikel tersebut
semua berasal dari luar negeri, di benua Asia, Eropa, dan Amerika.
B.
Pembahasan
1.
Penyakit Metabolik
Pada Tulang
Penyakit metabolik
pada tulang merupakan gambaran sejumlah gangguan yang biasanya menunjukkan keterlibatan baik umum atau
fokal pada tulang sebagai akibat dari gangguan metabolisme
mineral (Riskesdas, 2013).
Adapun proses patologis yang terjadi pada penyakit metabolik pada tulang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain hiperkalsium (hiperparatiroidisme dan familial sindrom),
hipokalsium (hipoparatiroidisme,
PHP/Albright�s, renal osteodistropia, rickets/osteomalacia), osteodense (paget�s disease, osteopetrosis), osteopenia (osteoporosis,
scurvy). (Ryan & Fogelman, 1997)
Sel-sel tulang terdiri dari osteoblas,
osteosit dan osteoklas. Osteoblas bertanggung jawab dalam pembentukan
tulang. Fungsi osteosit masih belum jelas, dan diduga berperan dalam resorpsi tulang dan transport
ion kalsium, di bawah pengaruh hormon paratiroid. Os1 `eoklas merupakan mediator utama dalam proses resoprsi tulang. Vaskularisasi dibentuk oleh a.nutricia dan arahnya menjauhi �the growing end� (cited 2007 Apr 14).
Tulang terdiri dari
matriks ekstraselular dan seluler. Struktur matriks ekstraselular dipertahankan sepanjang hidup secara remodeling terus menerus oleh matriks seluler. Sebagian besar tulang tersusun
oleh matriks kolagen yang mengandung garam-garam mineral dan sel-sel
tulang. Dalam matriks terdapat pula sebagian kecil protein non-kolagen yang berbentuk proteoglikan dan protein spesifik
pada tulang yaitu osteonektin yang berfungsi dalam mineralisasi tulang serta osteokalsin.
Mineral tulang terdiri dari hidroksiapatit dalam bentuk kristal
dan kalsium fosfat (Favus,
2010; Klippel, 1997).
Mekanisme pengaturan
modeling dan remodeling tidak jelas,
tapi respon lokal terhadap rangsangan mekanik dianggap memiliki peran utama. Proses tersebut dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1
Memperlihatkan contoh lain proses remodeling microfraktur pada trabekular dimana proses osteoklas dan osteblas berperan pada mekanisme ini (A dan B)
Penyakit metabolik
pada tulang umumnya terjadi karena adanya gangguan hormon dan juga dapat disebabkan karena ketidakseimbangan mineral seperti
kalsium.
Keseimbangan kalsium banyak proses intraseluler yang tergantung pada konsentrasi kalsium ekstraseluler terionisasi. Pola makan orang
rata-rata mengandung 0,5-1,0 gr kalsium
/ hari; 20-40%� diserap melalui ginjal dan usus
(Gambar.2). Namun, jika asupan kalsium berkurang, mekanisme homoeostatik yang memengaruhi tulang meliputi hormone paratiroid, vitamin D dan faktor lainnya.
Gambar 2
Kesimbangan Metabolisme Kalsium
Dan Pengaturan Metabolisme Kalsium Oleh Hormone Paratiroid
Dan Vitamin D. Dalam Tubuh
Penyakit metabolik
pada tulang merupakan sejumlah gangguan yang terjadi pada tulang, baik yang mengenai secara umum atau
fokal pada tulang yang disebabkan akibat dari gangguan metabolisme
mineral.
�Dari gangguan
metabolisme mineral tersebut
maka penyakit metabolik tulang dapat dibedakan menjadi 4 yang terdiri dari:
1)
Hiperkalsemia
a.
Hiperparatiroidisme.
Hiperparatiroidisme didefinisikan sebagai peningkatan sekresi PTH (Paratiroid hormon) dari kelenjar paratiroid, bentuk yang paling umum dari hipertiroidisme primer adalah gangguan yang ditandai adanya hiperkalsemia kronis.
b.
Familial
Syndrom.
Familial Syndrom merupakan
bagian dari hiperparatiroid primer, yang disebabkan
karena Multiple
Endocrine Neoplasia (MEN) terdiri dari Type I dan Type II, Adenoma Pitutari,
dan hiperkalsemia. Secara klinis biasanya ditandai adanya kidney stone dan hiperreflexi.
2)
Hipokalsemia
a.
Hipoparatiroidisme
Hipoparatiroidisme merupakan
penurunan produksi hormon paratiroid atau tidak adanya
hormon paratiroid, dengan klinis ditandai
adanya infeksi jamur pada kuku, rambut rontok, hilangnya pigmen kulit (vitiligo), ioatrogenik hipoparatiroidisme akibat tiroidektomi.���
b.
PHP/ Albright�s (pseudohipoparatiroidisme)
Pseudohypoparathyroidisme merupakan kelainan
bawaan, yang ditandai dengan kadar kalsium
serum yang rendah, kadar fosfat serum tinggi dan kadar PTH yang tinggi (resistensi paratiroid).
c.
Renal osteodistropia��
Renal Osteodytrophy
merupakan komplikasi yang terjadi pada stadium dini, pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal. Gejala klinik osteodistrofi
ginjal beragam dan sangat mengganggu pasien seperti nyeri tulang, periarthritis, nyeri sendi, fraktur dan deformitas tulang, kista tulang, osteopenia, miopati, pruritus, kalsifikasi ekstraskeletal, ruptur tendon dan
gagal tumbuh pada anak.
d.
Riketsia / Osteomalacia
Rickets adalah suatu istilah
untuk suatu keadaan di mana terjadi gangguan mineralisasi pada epifisis pertumbuhan yang mengakibatkan deformitas dan gangguan pertumbuhan dari tulang panjang.
Kerapuhan tulang merupakan
akibat dari penurunan asupan vitamin D atau efek samping
gagal ginjal. Penyebab utama terjadinya omalasia adalah kurangnya asupan vitamin D, fosfat, dan kalsium yang merupakan zat utama yang mendukung kepadatan tulang.
3)
Osteodense (kelainan
densitas pada tulang):
a.
Paget�s disease
Merupakan suatu penyakit metabolisme pada tulang yang ditandai dengan penebalan dan pembesaran tulang, kerapuhan tulang dan struktur dalam tulang yang tidak normal. Umumnya mengenai tulang tibia, femur, pelvis, vertebra dan tulang tengkorak, serta terdapat pada 3-5% dari populasi penduduk
yang berumur di atas 40 tahun.
b.
Osteopetrosis
Osteopetrosis adalah suatu
penyakit herediter yang terjadi karena mineralisasi tulang yang berlebihan sehingga tulang menjadi lebih tebal dari
pada normal. Osteopetrosis ditandai oleh berlebihnya jaringan tulang akibat gangguan
osteoklas dalam meresorbsi tulang. (Higuchi et al., 1998)
Pada osteopetrosis, nervus optikus dan auditorius terhimpit oleh jaringan tulang mengakibatkan hilangnya penglihatan dan pendengaran (Fried & Watkinson, 1990)
Ancaman terbesar bila menghimpit sumsum tulang akan
terjadi pansitopenia (Tseng et al., 2012).
Dikenal sebagai �marble bone disease� dalam
kelompok penyakit pada anak-anak dimana terdapat peningkatan ketebalan tulang skeletal dan lebih rapuh dibandingkan
tulang yang normal (Tseng et al., 2012).
4)
Osteopenia
a.
Osteoporosis
Osteoporosis merupakan satu
penyakit metabolik tulang yang ditandai oleh menurunnya masa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan mineral tulang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, sehingga tulang cenderung mudah patah (Khamoui
et al., 2011).
b.
Scurvy
Scurvy adalah gangguan nutrisi yang disebabkan oleh defisiensi
vitamin C yang menyebabkan kegagalan
sintesis kolagen dan pembentukan osteoid yang mengakibatkan
osteoporosis dan disertai perdarahan
subperiostal dan submukous.
2.
Pencitraan Penyakit
Metabolik Tulang
Seperti yang telah
diketahui, ada berbagai macam modalitas yang dapat digunakan dalam pemeriksaan penyakit metabolik pada tulang. Pemeriksaan kimia darah dapat� mengetahui penyebab dari gangguan
tulang metabolik, antara lain serum kreatinina meningkat terutama pada penyakit gagal ginjal kronis atau
multiple myeloma dapat
pula karena dehidrasi akibat poliuria pada kondisi hiperkalsemia, serum calcium,
serum fosfat meningkat pada
gagal ginjal kronis dan hipoparathyroidisme dan menunurun
pada hiperparatyhroidisme primer dan sekunder
dan defisiensi, malabsorbsi
atau metabolism abnormal dari
vitamin D, Serum alkaline phosphatase
meningkat pada hiperaktifitas
oseteoblastik, Serum PTH (meningkat
pada defisiensi, malabsorpsi
atau metabolime abnormal dari vitamin D dan pada hyperparathyroidism
primer, sekunder, dan teritier.
Sedangkan serum PTH menurun
pada hipokalsemia akibat hipoparathyroidisme)
(Klippel, 1997).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dilakukan antara lain foto polos dimana perubahan yg kurang spesifik
bila terjadi perubahan umumnya pada osteomalacia, bone densitometry yang terdiri dari dua
jenis yakni dengan basis energy
x-ray absorptiometry (DXA) yang mengukur densitas mineral pada tulang dan dengan basis ultrasound,
biopsy tulang
dapat dinilai seperti abnormalitas mineralisasi osteoid, kehilangan tulang-tulang trabekula serta aktivitas osteoklas yang berlebihan namun bersifat invasif. Sistem muskuloskeletal adalah sistem organ yang dinamis, yang merespon sistemik serta tekanan lokal
dan karenanya terlepas dari visualisasi anatomi, itu memerlukan
evaluasi fisiologis (Corwin et al., 2018).
Teknik kedokteran nuklir memberi gambaran fisiologis terperinci yang dapat memberikan informasi, yang tidak selalu dapat dicapai
dari radiografi polos atau bahkan dengan
computed tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Keuntungan utama pencitraan kedokteran nuklir adalah adanya
perubahan fungsional yang dapat terdeteksi jauh sebelum terjadinya
perubahan anatomi. Oleh karena itu, pencitraan
kedokteran nuklir memungkinkan deteksi dini penyakit yang memengaruhi sistem muskuloskeletal bahkan sebelum timbul gejala klinis (Corwin et al., 2018).
3.
Sidik Tulang
Sidik tulang (bone scan) merupakan
salah satu Teknik Kedokteran
Nuklir yang sering digunakan pada pencitraan muskuloskeletal dalam mendeteksi adanya perubahan fungsi yang bersifat patologis yang biasanya disebabkan oleh keganasan penyakit.� Sidik tulang umumnya digunakan sebagai tes skrining untuk
kasus curiga metastase tulang karena memiliki sensitivitas tinggi, biaya rendah, dan mempunyai kemampuan untuk sidik seluruh
kerangka. data historis dan
pengalaman klinis telah menetapkan sidik tulang sebagai
standar acuan dala mendeteksi penyakit metastasis tulang, dan kelainan pada tulang lainnya seperti infeksi tulang serta penyakit metabolisme tulang (Chairuddin et al., 2013).
Sidik tulang menyajikan
gambaran fungsional metabolisme tulang dan memiliki peran yang berharga dalam penilaian pasien dengan gangguan tulang metabolik. Namun, penampilan bone scan pada penyakit
tulang metabolik sering non spesifik, dan tergantung dari besarnya penyerapan radiofarmaka pada seluruh tulang (Chairuddin et al., 2013).
Kelebihan yang paling penting
dari sidik tulang pada penyakit metabolik yaitu sensitivitas yang tinggi dan dengan mudah mendapatkan
gambaran seluruh tubuh. Saat ini,
gambaran klinis utama sidik tulang
pada penyakit tulang metabolik adalah deteksi kondisi vokal atau komplikasi
vokal pada penyakit tersebut seperti deteksi patah tulang
pada osteoporosis, pseudofraktur di osteomalacia dan evaluasi penyakit Paget. �������
4.
Radiofarmaka dan Mekanisme
Biodistribusi
Syarat radiofarmaka yang digunakan pada pemeriksaan sidik tulang antara
lain yaitu tidak mahal, stabil, mudah dalam
penyiapannya, cepat terlokalisasi dalam tulang serta memiliki
bersihan background
yang cepat pada jaringan lunak serta memberikan
gambar yang baik dan memilikii karekteristik dosimetri. Beberapa radiofarmaka yang digunakan antara lain adalah Technetium 99m
methylene diphosphonate (99mTc-MDP), Technetium
99m 1-hydroxyethylidene diphosphonate (99mTc-HEDP), Tc99m hydroxymethylene diphosphonate (99mTc-HDP), dan Tc99m dicarboxypropane diphosphonate (99mTc- DPD) ( Tabel.1 dan tabel. 2).
Selama bertahun-tahun diphosphonates,
terutama 99mTc-berlabel 99mTc-methylene diphosphonate (MDP), telah menjadi radiofarmaka yang paling banyak digunakan (Gambar 4 dan
5). Secara molekul,
phosphonate memiliki ikatan
yang lebih stabil in vivo dari senyawa fosfat
karena ikatan P-O-P dalam fosfat mudah
dipecah oleh enzim fosfatase, sedangkan ikatan P-C-P dalam difosfonat tidak. Untuk alasan ini,
kompleks difosfonat berlabel 99mTc umumnya digunakan untuk pencitraan sidik tulang. (Gambar. 5) Penggunakan
99mTc-MDP menunjukkan sensitivitas
baik untuk patologi tulang, tapi teknik ini
memiliki keterbatasan yang
non-spesifik.
Gambar 4
Struktur Molekul Phospat
dan Senyawa Phosphonate Yang Digunakan
Pada Sidik Tulang
Gambar 5
Menunjukkan Mekanisme Penyerapan
Diphosphonate Pada Tulang Mekanisme
Secara Fisiologi Penangkapan Radiofarmaka Tersebut Pada Tulang
Tabel 1
Beberapa senyawa Tc99m diphosphonate
Tc99m hydroxymethylene
diphosphonate |
Tc99m HDP |
Tc99m hydroxyethylidene
diphosphonate |
Tc99m HEDP |
Tc99m methylene
diphosphonate |
Tc99m MDP |
Tc99m dicarboxypropane
diphosphonate |
Tc99m DPD |
Tc99m dimethylamino
diphosphonate |
Tc99m DMAD |
Tabel 2
�Mekanisme Uptake Radiofarmaka Diphosphonate
1. |
Uptake in immature collagen |
2. |
Uptake in hydroxyapatite |
3. |
Uptake by enzyme receptor binding |
Diperkirakan bahwa serapan diphosphonate pada tulang
terutama tidak hanya tergantung pada aktivitas osteoblastik tetapi juga tergantung pada vaskularisasi tulang. Dengan demikian, gambar sidik tulang
memberikan tampilan fungsional aktivitas skeletal. Seperti perubahan fungsional dalam tulang terjadi lebih awal dari
perubahan struktural di sebagian besar pada keadaan patologis, sidik tulang akan
mendeteksi kelainan pada tulang sebelum kelainan terlihat pada sinar-X. Setiap diphosphonate,
yang tidak diserap oleh tulang, diekskresikan melalui saluran kemih, dan dalam keadaan normal�� ginjal� jelas divisualisasikan pada bone
scan, �memang,
ada banyak contoh patologi ginjal yang telah terdeteksi untuk pertama kalinya di scan tulang.
5.
Gambaran uptake penyakit metabolik pada tulang
Dalam penyakit tulang metabolik yang berat mempunyai gambaran khas pada sidik tulang dengan
99mTc-MDP:
a.
�tie sternum�;
b.
beading of the
costochondral junction;
c.
reduced renal activity,
faint or absent kidney images;
d.
increased tracer uptake in
long bones;
e.
increased tracer uptake in
axial skeleton;
f. increased tracer uptake in periarticular areas;
g.
prominence of calvaria and
mandible;
Peningkatan serapan
tracer di calvaria dan mandibula mungkin pada kesempatan menjadi sangat menonjol dan menghasilkan gambar yang mencolok yang dikenali sebagai abnormal. Peningkatan penyerapan di calvaria dan mandibula mungkin
patognomonik dari hiperparatiroidisme. Ketika ada peningkatan aviditas skeletal untuk tracer, gambar ginjal dapat
muncul samar atau bahkan absen
akibat kurang pelacak yang tersedia untuk ekskresi, dengan menghasilkan kontras tinggi antara tulang dan ginjal. Persimpangan costochondral mungkin
menonjol, dan gambaran ini dikenal sebagai
"manik-manik" atau
"rosario bead". Di tulang
dada, penampilan karakteristik
mungkin sering terlihat, dengan peningkatan umum serapan tracer oleh manubrium dan, di perbatasan
lateral tubuh. Kadang-kadang
gambaran penyerapan tracer
oleh sternum, hanya garis-garis horizontal "Striped- tie".
Berikut ini adalah gambaran Sidik tulang pada penyakit metabolik tulang yang telah dijelaskan di bab sebelumnya:
Gambar 6
Menunjukkan Bone Scan Pada Pasien Hiperparatiroidisme Yang Disebabkan CKD Dengan Gambaran
Khas Suatu Penyakit Metabolik Tulang. Sedangkan Tangkapan Radioaktivitas Difus Pada Paru Menunjukkan Mikrokalsifikasi (Khas Adanya Hiperkalsemia
Sy WM, smith AJ. Chronic renal dialysis. In: Sy WM editor. Gamma images
in benign and metabolic bone disease. Boca Raton (FL) CRC Press 1981: 151�186.
Gambaran 7
�Khas Bone
Scan Pada Pasien Dengan Osteodistrofi Renal Adanya Gambaran
Super Scan� (Pada
Tulang Calvaria, Mandibulla,
Tulang Pelvis, Area Periarticular �Dan Tulang Panjang), Tie
Sternum, Rosary
Bead Pada Ujung Tulang
Costochondral, Minimnya Atau
Tidak Tampak Penangkapan Radioaktivitas Pada Ginjal Dan Vesika Urinaria x
Gambar 8
�Memperlihatkan
Penangkapan Radioaktivitas Yang Meningkat Pada Daerah Distal Femur Kanan,
Proksimal Femur Kiri Dan Tibia Bagian Distal Menunjukkan� Daerah Fraktur Yang Mengalami Perbaikan Dan
Gambaran Khas Metabolik Bone Disease Serta Multiple Fraktur Os.Costa (Gambaran
Uptake Radioaktivitas Yang Meningkat�
Multiplefokal)
Gambar 9
Memperlihatkan Sidik Tulang
Secara Dinamis (Three Phase) Menggunakan
99mtc-MDP Pada Paget�s Desease.A.Fase Vaskuler.
B.Fase Blood Pool. C.Fase Statik 3 Jam Pasca-Penyuntikkan.Tampak Penangkapan
Radioaktivitas Yang Menetap
Pada Os.Tibia Kiri
Gambar 10
Memperlihatkan Sidik Tulang
Menggunakan 99mtc-MDP Pada Peaget�s
Desease Yang Melibatkan Tulang Kepala.(Coburn JW, 1991)
Gambar
11
Sidik Tulang
Menggunakan 99mtc-MDP Memperlihatkan
Penangkapan Radioaktivitas
Yang Meningkat Pada Tulang Humerus Kanan (A) Dan Pada X-Ray
Juga Menunjukkan Peaget�s Desease Yang Mengenai Tulang Humerus Tersebut
Gambar 12
Photo Rongent
Pasien Osteopetrosis Ditandai
Dengan Adanya Gambaran Mask
Sign, Sandwich Sign, Bone Within The Bones (Gerritsen
Et Al., 1994)
Kesimpulan
Sidik tulang memainkan peran penting dalam
pengelolaan kelainan tulang, antara lain Penyakit metabolik pada tulang. Kelebihan sidik tulang dalam
mendeteksi adanya gangguan fungsional sebelum terjadi perubahan anatomis dan juga bisa sebagai skrining
curiga adanya metastasis
pada keganasan penyakit metabolik pada tulang dengan lebih sering
menggunakan radiofarmaka Tc
99m MDP. Gambaran sidik tulang
pada penyakit ini tergantung pada aktivitas osteoblastik, vaskularisasi pada tulang dan peningkatan tangkapan radioaktivitas pada tulang. Namun, sidik tulang memiliki
kemampuan melakukan pencitraan seluruh� tubuh
dalam waktu yang cepat walaupun� pada penyakit metabolik pada tulang sering non-spesifik, dan tergantung pada tangkapan� radioaktivitas seluruh tulang yang paling penting adalah sensitivitas tinggi dan kapasitas untuk menunjukkan pola diagnostik khas pada kelainan tulang.
BIBLIOGRAFI
Chairuddin,
F., Tjaronge, W., Ramli, M., & Patanduk, J. (2013). An Eksperimental
Permeable Asphalt Pavement Using Local Material Domato Stone On Quality Of
Porous Asphalt. International Conference On Engineering And Technology
Development (Icetd). Google Scholar
Corwin,
L. A., Runyon, C. R., Ghanem, E., Sandy, M., Clark, G., Palmer, G. C.,
Reichler, S., Rodenbusch, S. E., & Dolan, E. L. (2018). Effects Of
Discovery, Iteration, And Collaboration In Laboratory Courses On
Undergraduates� Research Career Intentions Fully Mediated By Student Ownership.
Cbe�Life Sciences Education, 17(2), Ar20.
Google Scholar
Depkes,
R. I. (2010). Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Depkes Ri. Google Scholar
Favus,
M. J. (2010). Bisphosphonates For Osteoporosis. New England Journal Of
Medicine, 363(21), 2027�2035. Google Scholar
Fried,
P. A., & Watkinson, B. (1990). 36-And 48-Month Neurobehavioral Follow-Up Of
Children Prenatally Exposed To Marijuana, Cigarettes, And Alcohol. Journal
Of Developmental And Behavioral Pediatrics. Google Scholar
Higuchi,
T., Seki, N., Kamizono, S., Yamada, A., Kimura, A., Kato, H., & Itoh, K.
(1998). Polymorphism Of The 5′‐Flanking
Region Of The Human Tumor Necrosis Factor (Tnf)‐Α Gene In Japanese. Tissue
Antigens, 51(6), 605�612. Google Scholar
Khamoui,
A. V, Brown, L. E., Nguyen, D., Uribe, B. P., Coburn, J. W., Noffal, G. J.,
& Tran, T. (2011). Relationship Between Force-Time And Velocity-Time
Characteristics Of Dynamic And Isometric Muscle Actions. The Journal Of
Strength & Conditioning Research, 25(1), 198�204. Google Scholar
Klippel,
J. H. (1997). Systemic Lupus Erythematosus: Demographics, Prognosis, And
Outcome. The Journal Of Rheumatology. Supplement, 48, 67�71. Google Scholar
Organization,
W. H. (2018). Who Expert Consultation On Rabies: Third Report (Vol.
1012). World Health Organization. Google Scholar
Rachman,
S. (2010). Betrayal: A Psychological Analysis. Behaviour Research And
Therapy, 48(4), 304�311. Google Scholar
Ri,
K. (2016). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Pedoman Umum Gizi
Seimbang. Jakarta (Id): Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Google Scholar
Riskesdas.
(2013). Riskesdas 2013. In Jakarta Kementeri Kesehat Ri (Vol. 6). Google Scholar
Ryan,
P. J., & Fogelman, I. (1997). Bone Scintigraphy In Metabolic Bone Disease. Seminars
In Nuclear Medicine, 27(3), 291�305. Google Scholar
Tseng,
H. F., Chi, M., Smith, N., Marcy, S. M., Sy, L. S., & Jacobsen, S. J.
(2012). Herpes Zoster Vaccine And The Incidence Of Recurrent Herpes Zoster In
An Immunocompetent Elderly Population. The Journal Of Infectious Diseases,
206(2), 190�196. Google Scholar
Copyright holder: Sri Puspa Handayani,
Erwin Affandi Soeriadi (2021) |
First publication right: |
This article is licensed under: |