Jurnal Health Sains: p�ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398�����

Vol. 2, No. 7, Juli 2021

 

FAKTOR PREDISPOSISI, PENCEGAHAN DAN PERILAKU SEMBUH PASIEN TUBERKULOSIS PARU

 

Sopian Solihin, Lintang Alifah

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Yatsi Tangerang Banten, Indonesia

Email[email protected], [email protected]

 

INFO ARTIKEL

abstraK

Diterima

5 Juli 2021

Direvisi

15 Juli 2021

Disetujui

25 Juli 2021

Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tangerang, sejak Januari sampai Maret 2019 IR (insident rate) 252 per 100.000 penduduk, jumlah penderita TBC mencapai 6.500 orang. Jumlah penderita itu, naik dibanding tahun 2018 yang mencapai 3.838 orang. Literature review ini bertujuan melihat dan meninjau artikel terkait Faktor predisposisi, pencegahan dan perilaku sehat pasien TB paru. Penelitian ini merupakan metode studi kepustakaaan atau literature review. Pencarian artikel menggunakan mesin pencarian Google search engine (Google scholar, repository), Pubmed/Medline dan Researchgate dengan strategi pencarian PRISMA. Artikel pencarian berdasarkan tahun publikasi 2015 hingga 2019. Hasil dari 15 artikel hasil analisa didapatkan bahwa faktor predisposisi yang dominan adalah pengetahuan, sikap merokok, status ekonomi yang mempengaruhi status gizi atau asupan nutrisi serta dukungan keluarga. Pada variable pencegahan ditemukan bahwa pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara membuang dahak/meludah di toilet, membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di rumah tangga, olahraga teratur, tidak merokok serta praktek menutup mulut dan hidung ketika batuk dan bersin. Selain itu membuka jendela agar rumah mendapatkan sinar matahari dan udara segar serta menjemur alas tidur agar tidak lembab harus dilakukan. Sedangkan pada perilaku sembuh pasien kepatuhan meminum obat serta pencegahan yang dilakukan akan berpengaruh terhadap kesembuhan pasien TB paru.

 

ABSTRACT

Based on data, Ministry of Health (Dinkes) Tangerang Regency, from January to March 2019 IR (insident rate) 252 for 100,000 inhabitants, the number of patients with TUBERCULOSIS reaches 6,500 people. The number of sufferers, up compared to 2018 who reached 3,838 people. This Literature review aims to view and review related articles on predisposition factors, prevention and behavior of healthy lung TB patients. This research is a method of study of libraries or literature review. Search for articles using search engine Google search engines (Google scholar, repository), Pubmed/Medline and Researchgate with PRISMA search strategy. Search articles by publication year 2015 to 2019. Results: of 15 Articles of Analytanisi derived that the dominant predisposition factor is knowledge, smoking attitude, economic status that affects the status of nutrition or nutritional intake and support of the family. In variable prevention found that prevention is done by throwing phlegm/spit in the toilet, familiarize the behavior of clean and healthy life (PHBS) in the household, regular exercise, not smoking as well as the practice of closing the mouth and nose when coughing and sneezing. In addition, opening the window for the house to get sunlight and fresh air and drying the sleeping mat so as not to be moist should be done. Meanwhile, in the behavior of recovering patients compliance with medication and prevention carried out will affect lung patients cure.

Kata Kunci:

faktor predisposisi; pencegahan; perilaku sehat pasien TB paru

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keywords:

predisposing factors; prevention; healthy behavior of lung TB patients




Pendahuluan

Tuberkulosis adalah salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting baik ditingkat global, regional, nasional, maupun lokal (Reviono et al., 2013). Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis dengan gejala yang sangat bervariasi. Sebagian kuman TB menyerang paru (TB paru) tetapi dapat menyerang berbagai organ dan jaringan tubuh lainnya. Tuberkulosis juga merupakan penyakit dengan proses penularan yang sangat cepat (Utari, 2019).

Penularan dapat terjadi ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara, atau meludah, mereka memercikkan kuman TB atau bacilli ke udara. Setelah kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Matutina, 2017).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO), Global Tuberculosis Report menunjukkan prevalensi TB di dunia mengalami peningkatan dari tahun 2014 tercatat sebanyak 6.116.536 kasus dan tahun 2015 sebanyak 10.400.000 kasus TB di seluruh dunia. Menurut WHO prevalensi TB di Indonesia termasuk dalam enam negara dengan prevalensi TB tertinggi di dunia tahun 2015. Indonesia berada pada peringkat kedua tertinggi setelah India kemudian disusul China, Nigeria, Pakistan dan Afrika Selatan. Keenam negara tersebut menyumbang sebanyak 60% dari total prevalensi TB di dunia. Namum diantara keenam negara tersebut, China, India dan Indonesia sendiri menyumbang sebanyak 45% dari total kasus TB di dunia (Organization, 2016).

Jumlah kasus tuberkulosis di Indonesia mengalami peningkatan yaitu sebanyak 285.254 kasus pada tahun 2014 dan meningkat menjadi 330.910 kasus pada tahun 2015. Kasus TB terbanyak di Indonesia pada tahun 2015 yaitu pada Provinsi Jawa Barat dengan jumlah kasus sebanyak 65.275 kasus, kemudian Jawa Timur dengan jumlah kasus sebanyak 44.086 kasus dan Jawa Tengah dengan jumlah kasus sebanyak 37.396 kasus, sedangkan Provinsi Banten menjadi provinsi ke-6 tertinggi pengidap Tuberculosis atau TB se-Indonesia. Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten, hingga 2017 ini total sekitar 15.000 warga Banten suspek TB (Dinkes, 2013).

Berdasarkan data, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tangerang, sejak Januari sampai Maret 2019 IR (insident rate) 252 per 100.000 penduduk, jumlah penderita TBC mencapai 6.500 orang. Jumlah penderita itu, naik dibanding tahun 2018 yang mencapai 3.838 orang.

Besarnya jumlah pasien TB di Indonesia menunjukkan terdapatnya permasalahan dalam penanganan penyakit tersebut. Keadaan ini disebabkan karena terdapatnya beberapa faktor yang mendukung perkembangan penyakit TB, salah satunya adalah masalah kepatuhan pasien untuk berobat dan minum obat (Fairuz & Elya, 2015). Kepatuhan (adherence) pasien untuk berobat dan minum obat adalah kunci keberhasilan terapi pegobatan TB, namun kemungkinan terjadinya ketidakpatuhan pada pasien TB sangat besar. Hal ini disebabkan karena panjangnya jangka waktu pemakaian terapi obat TB, banyaknya jumlah obat yang harus diminum perhari, kemungkinan timbulnya efek samping obat, dan kurangnya kesadaran pasien terhadap penyakitnya (Fairuz & Elya, 2015).

Faktor penyebab terjadinya tuberkulosis dipengaruhi oleh faktor agent, orang (pejamu) dan lingkungan. Tuberkulosis ditularkan melalui udara yang terkontaminasi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Udara terkontaminasi oleh bakteri karena penderita tuberkulosis aktif melepaskan bakteri melalui batuk dan bakteri dapat bertahan dalam udara selama beberapa jam. Janin dapat tertular dari ibunya sebelum atau selama proses persalinan karena menghirup atau menelan cairan ketuban yang terkontaminasi. Bayi dapat tertular karena menghirup udara yang mengandung bakteri (Mahdiana & Laurensia, 2010).

Dalam rangka mencapai tujuan kesembuhan pada pasien TB, maka perlu dibiasakan menjadi suatu norma hidup dan budaya penderita TB sehingga sadar dan mandiri untuk hidup sehat. Namun demikian, menumbuhkan kesadaran kepatuhan minum obat TB, perlu suatu tindakan yang dapat memotivasi secara benar dan konsisten.

Pengobatan dengan waktu yang cukup lama menimbulkan kebosanan dan memperlihatkan adanya efek samping obat seperti nyeri sendi, mual, gatal-gatal, kurang nafsu makan, pusing, kesemutan, muntah, sakit perut, gangguan penglihatan, sakit kepala dan gangguan pendengaran (Musdalipah & Wulaisfan, 2018).

Menurut WHO, rendahnya kepatuhan penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) merupakan penghalang utama dalam pengontrolan global penyakit TB (Organization, 2018) dan hal ini dapat meningkatkan resiko morbiditas, mortalitas, dan resistensi obat pada individu maupun masyarakat. Untuk menyikapi hal tersebut, salah satu prinsip pengobatan TB yang bertujuan menjamin kepatuhan penderita TB dalam penggunaan obat adalah melakukan pengobatan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) (Fairuz & Elya, 2015).

Salah satu bentuk upaya lainnya dalam meningkatkan kepatuhan penggunaan obat adalah pemberian intervensi pendidikan kesehatan. Intervensi pendidikan kesehatan yang dimaksudkan adalah pemberian informasi tentang penyakit TB dan pentingnya mengikuti pengobatan TB (Organization, 2018). Namun, manfaat dari pemberian intervensi pendidikan kesehatan dan efektifitas kepemilikan PMO masih sangat kurang dirasakan secara langsung oleh pasien TB.

Menyadari pentingnya kepatuhan (adherence) dalam keberhasilan pengobatan TB, pengupayaan penyediaan pengobatan TB obat harus dimulai dari unit kesehatan masyarakat terdepan. Puskesmas merupakan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bertanggung jawab dalam mengupayakan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (seperti TB) serta penyediaan pengobatan dasar dalam bentuk pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) (Dinkes, 2013).

Tujuan literature review ini untuk melihat dan meninjau artikel terkait Faktor Predisposisi, Pencegahan Dan Perilaku Sembuh Pada Pasien TB Paru.

 

Metode Penelitian

�� Metode penelitian yang digunakan adalah kajian Literature review. Literature review merupakan kegiatan menganalisis kritis terhadap berbagai sumber bacaan ataupun literatur yang sudah dipublikasikan pada suatu topik tertentu yang menjadi fokus seorang peneliti (Suryani et al., 2016).

Untuk mendapatkan sumber yang relevan strategi pencarian dilakukan dengan menggunakan database Pubmed/Medline, Researchgate dan Google Search enggine. Literature review didasarkan pada format Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA) (Moher et al., 2009).

 

Hasil dan Pembahasan

Pada pembahasan akan dijelaskan urian dan analisis artikel dalam pencarian menggunakan google search engine (google scholar, repository), Pubmed/Medline dan Researchgate. Adapun beberapa pembahasan yang akan dipaparkan adalah sebagai berikut:

1.    Faktor predisposisi Pasien TB Paru

Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Berdasarkan hasil temuan pada artikel penelitian, factor predisposisi yang berpengaruh antara lain:

a.     Faktor Pengetahuan

Hasil analisis artikel didapatkan bahwa pengetahuan responden mencakup apa yang diketahui oleh seseorang tentang cara perawatan kesehatan, seperti pengetahuan tentang TB paru, faktor-faktor yang berhubungan dengan TB paru, fasilitas perawatan kesehatan dan cara untuk menghindari penyakit.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Datiko et al., 2019) dari 3.503 resonden mayoritas (95,5%) pernah mendengar tentang TB, tetapi hanya 25,8% yang mengetahui bahwa TB disebabkan oleh bakteri. Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh (LeGrand, 2016) factor predisposisi yang diteliti adalah pengetahuan dan sikap dalam upaya pencegahan yang dilakukan oleh pasien TB paru. Mayoritas responden pada penelitian ini memiliki karakteristik pengetahuan yang baik yaitu sebanyak 62,3% dan mayoritas responden memiliki sikap yang baik sebanyak 63,9%.

Hasil serupa juga ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh� (Hutama et al., 2019; Marhamah et al., 2018; Sukartini et al., 2019) dimana mayoritas responden dalam penelitian ini memiliki penegatahuan yang baik serta. Hal ini di buktikan dengan uji statistik pengetahuan penderita TB paru tentang praktik pencegahan Tb paru dengan nilai p-value 0,005.

Menurut (Pangestika et al., 2019) dalam penelitiannya untuk meningkatkan tingkat pengetahuan penderita TB paru dilakukan metode edukasi berupa penyuluhan. Sebelum dilakukan edukasi tingkat pengetahuan responden yaitu 42,8% dan setelah dilakukan penyuluhan terdapat peningkatan yang signifikan yaitu 71,4%.

Menurut (Pangestika et al., 2019) peningkatan pengetahuan tersebut akan diikuti juga peningkatan nilai rata-rata persepsi yang selanjutnya dapat mempengaruhi perilaku deteksi dini penyakit TB jika terus dilakukan follow-up perubahan perilaku minimal 3 bulan setelah intervensi melalui penyuluhan.

Peneliti berasumsi tingkat pengetahuan yang dimiliki responden dalam temuan artikel didapatkan dari pengalaman serta informasi yang didapatkan.

b.       Faktor Sikap merokok penderita TB paru

Hasil analisis artikel yang ditemukan didapatkan bahwa sebagain besar pasien TB paru adalah perokok dan mantan perokok. Penelitian yang dilakukan oleh (Kamisah et al., 2015) didapatkan hasil bahwa 40 responden (61,5%) memiliki riwayat merokok dimana sebagian besar merupakan merupakan former smoker (mantan perokok) dengan persentase 60%.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Manansang, 2016) didapatkan bahwa mantan perokok lebih cenderung kambuh daripada bukan perokok (χ2= 12.979, P <0.001), tetapi perbandingan antara perokok dan mantan perokok tidak signifikan (χ2= 1,746, P = 0,186). Selain itu, semakin banyak rokok yang dihisap pasien, semakin besar kemungkinan kekambuhan pasien (χ2= 14.971, P = 0,01).

Pasien former smoker merupakan pasien TB Paru yang memiliki riwayat merokok dan pada saat dilakukan penelitian sudah berhenti merokok, umumnya pasien berhenti merokok setelah didiagnosis oleh dokter menderita penyakit TB Paru dan yang lainnya mengaku sudah berhenti merokok beberapa tahun sebelum sakit TB.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Saifullah et al., 2019) didapatkan uji statistik dengan Chi-Square terhadap faktor perilaku terdahulu (p-value 0,100) dan faktor personal (p-value 0,130) didapatkan tidak ada hubungan untuk kedua faktor tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku terdahulu penderita Tuberkolosis paru buruk disebabkan oleh kebiasaan penderita yang memiliki kebiasaan merokok saat ini maupun riwayat merokok. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seperlima beban akibat penyakit tuberkulosis dapat dicegah dengan mengeliminasi perilaku merokok.

c.       Faktor sosial budaya

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Saifullah et al., 2019) didapatkan hasil bahwa faktor Sosial budaya (p-value 0,000). Menurut (P�rlin et al., 2019) menyatakan bahwa keterbatasan ekonomi atau dikatakan tingkat ekonomi kurang yang berarti ketidak mampuan daya beli keluarga yang berarti tidak mampu membeli bahan makanan yang berkualitas baik, maka pemenuhan gizinya akan terganggu. Semakin memburuknya keadaan ekonomi seseorang, kelompok penduduk miskin bertambah banyak, daya beli makin menurun, kemampuan memenuhi kebutuhan pokok makin berkurang dan dikhawatirkan keadaan ini akan memperburuk kondisi kesehatan masyarakat khususnya penderita TB paru.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Muchtar et al., 2018) didapatkan bahwa pasien dengan gizi kurang lebih banyak ditemukan. Jumlah pasien TB paru dengan status gizi kurang melebihi 50% dibandingkan dengan pasien TB paru yang memiliki status gizi yang cukup dan lebih.

2.    Pencegahan Pasien TB paru

Hasil analisi artikel yang ditemukan mengatakan bahwa metode pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara membuang dahak/meludah di toilet, membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di rumah tangga, olahraga teratur, tidak merokok serta praktek menutup mulut dan hidung ketika batuk dan bersin.

Menurut (Marhamah et al., 2018) terdapat 5 faktor yang paling berpengaruh dalam praktik pencegahan penularan TB Paru diantaranya adalah: (1) Pendidikan, (2) Pekerjaan (3) Pengetahuan. (4) sikap dan (5) dukungan keluarga. Pencegahan penularan TB dalam kategori lingkungan misalnya dalam bentuk konstruksi rumah. Melalui ventilasi, udara dapat keluar membawa M. tuberculosis dan mati terkena sinar ultraviolet. Tidak cukupnya luas ventilasi juga dapat meningkatkan kelembaban ruangan.

Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen termasuk M. Tuberculosis. Oleh karena itu membuka jendela agar rumah mendapatkan sinar matahari dan udara segar serta menjemur alas tidur agar tidak lembab harus dilakukan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Datiko et al., 2019) dari 3.505 peserta yang diteliti di ethopia 2.483 peserta, 96% melaporkan bahwa mereka akan pergi ke fasilitas kesehatan masyarakat jika mereka mengalami gejala TB.

Metode pencegahan yang dilakukan oleh (Pangestika et al., 2019) adalah dengan melakukan kegiatan Brainstorming pencegahan penularan TB melalui kontak serumah. Kegiatan ini dilakukan dengan mendatangi rumah pasien TB lalu memberikan materi penyuluhan dengan media leaflet dan poster. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa terdapat peningkatan tingkat pencegahan sebelum dan sesudah diberikan edukasi dengan rata-rata total pencegahan 100% dan rata-rata tingkat pengetahuan sebesar 80,7%.

Menurut Ifroh dalam (Pangestika et al., 2019) menyatakan bahwa penggunaan media komunikasi, informasi dan edukasi berupa leaflet sangat bermanfaat dalam pelaksanaan edukasi kepada masyarakat. Kumpulan gambar berdasarkan kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan sikap dan kesadaran mengenai peristiwa atau kejadian yang mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat.

Hal ini dibuktikan oleh (Galenieks, 2017) hasil penelitian didapatkan uji statistik chi-square dengan nilai p-value 0,010 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku pencegahan penularan pasien TB paru. Penyuluhan atau pendidikan kesehatan dapat meningkatkan nilai rata-rata pengetahuan dari sebelum dan sesudah penyuluhan. Hasil serupa juga terdapat dalam penelitian yang dilakukan oleh (Manansang, 2016; Prihanti & Rahmawati, 2015; Utami, 2020) bahwa mayoritas responden memiliki sikap yang baik terhadap pencegahan penyakit TB paru.

Selain itu menurut (Galenieks, 2017) menyatakan bahwa terdapat 4 indikator dukungan keluarga yang berpengaruh dalam pencegahan penularan diantaranya adalah dukungan emosional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dukungan penilaian, dan dukungan informasional.

Bentuk nyata dari dukungan keluarga dapat dilakukan dengan mengingatkan kapan harus berobat, mengantarkan pasien TB paru untuk berobat, serta mengingatkan pasien TB paru untuk melakukan upaya pencegahan penularan misalnya dengan mengingatkan untuk tidak membuang dahak sembarangan. Sebagian besar hasil penelitian membuktikan bahwa pencegahan yang ditentukan oleh penderita sudah tepat untuk tidak menularkan penyakit tersebut kepada orang disekitarnya.

Pengetahuan yang baik mengenai pencegahan penularan penyakit terlihat sudah baik pada sebagian besar artikel yang ditemukan. Hal ini kemuingkinan didukung oleh tingkat pendidikan yang baik pada mayoritas responden. Walapun kejadian TB paru pada penelitian ini terjadi pada kondisi lingkungan, pengetahuan, dan pencegahan yang sudah baik, terjangkitnya responden terhadap TB tidak lepas dari tingkat imunitas dan faktor antigen.

3.    Perilaku sembuh pasien TB Paru

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Astiti et al., 2015) didapatkan hubungan yang dignifikan antara tingkat pengetahuan dan sikap dalam keteraturan meminum obat. Hal ini membuktikan bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan dan sikap yang baik akan berperilaku baik pula terhadap kesembuhan.

Hasil serupa di kemukakan oleh penelitian yang dilakukan (Manansang, 2016; Rumkabu et al., 2019; Saifullah et al., 2019) mengatakan bahwa kepatuhan pasien dalam menjalani terapi obat mempengaruhi kesembuhan pasien. selain itu petugas kesehatan serta keluarga berperan penting dalam meningkatkan motivasi kesembuhan pasien.

Penulis menemukan artikel yang membahas tentang perilaku sehat dimana semua faktor saling mempengaruhi seperti perilaku merokok menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi turun. Selain dapat memperburuk keadaan tuberculosis menjadi resisten terhadap obat, juga dapat menyebabkan risiko kekambuhan ketika tuberculosis sudah diobati. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seperlima beban akibat penyakit tuberkulosis dapat dicegah dengan mengeliminasi perilaku merokok.

Menurut (Retnaningrum, 2016) dalam penelitiannya diapatkan hasil bahwa Para partisipan menceritakan tentang pengetahuan tentang TBMDR disaat didiagnosa didapatkan bahwa adanya persamaan pendapat dimana partisipan mengatakan menerima informasi pengobatan yang relatif lama. Strategi yang dilakukan oleh partisipan adalah Para partisipan memikirkan bagaimana mengatasi penyebab stress, dengan cara membuat strategi untuk bertindak, serta memikirkan langkah yang diambil dalam menghadapi masalah. Pada pengetahuan tentang terapi berobat dan kepatuhan berobat, didapatkan hasil bahwa responden mengatahui lama pengobatan yaitu selama 6-9 bulan.

Kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang ditentukan oleh beberapa faktor selain dari pasien itu sendiri, juga ada faktor lima dimensi yang saling terkait, yaitu faktor terapi, faktor sistem kesehatan, faktor lingkungan, faktor sosial ekonomi dan faktor dukungan keluarga.

Dukungan keluarga berperan penting terhadap kesembuhan pasien. Pasien TB paru yang mendapat dukungan keluarga akan memiliki stimulus yang positif sehingga memiliki perilaku yang baik dalam upaya pencegahan penularan kepada anggota keluarga dan membantu dalam proses penyembuhan karena mendapat dukungan agar meminum obat secara teratur.

Ketidakpatuhan pasien tuberkulosis paru untuk minum obat secara tuntas di sebabkan karena obat TB paru harus dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang sehingga akan memberikan tekanan psikologis bagi penderita karena harus menjalani pengobatan yang lama.

Pasien dengan tingkat kepatuhan yang rendah umumnya dikarenakan setelah menjalani terapi 1-2 bulan atau lebih, penderita akan merasakan sembuh karena berkurang atau hilangnya gejala penyakit maka pendrita akan malas untuk meneruskan pengobatan kembali (Prameswari & Yustrianthe, 2015).

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan (pada akhir pengobatan intensif). Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehinga mencegah terjadinya kekambuhan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Manansang, 2016) didapatkan bahwa di antara pasien TB yang baru terdeteksi, mereka yang minum obat secara tidak teratur selama pengobatan sebelumnya lebih banyak kemungkinan kambuh daripada mereka yang minum obat secara teratur (χ2=4.440, P = 0,035).

 

Kesimpulan

Berdasarakan hasil yang didapatkan dalam pencarian melalui google search engine (google scholar, repository), Pubmed/Medline dan Researchgate didapatkan kesimpulan bahwa. Faktor predisposisi yang paling dominan adalah tingkat pengetahuan dan sikap pasien sebelum terdiagnosis TB dan yang mempengaruhinya adalah perilaku kebiasaan merokok.

Hasil analisi didapatkan bahwa factor predisposisi yang berpengaruh adalah pengetahuan, sikap, status ekonomi, status gizi atau asupan nutrisi dan dukungan keluarga.

Hasil analisis pada artikel yang didapatkan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan cara membuang dahak/meludah di toilet, membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di rumah tangga, olahraga teratur, tidak merokok serta praktek menutup mulut dan hidung ketika batuk dan bersin. Selain itu membuka jendela agar rumah mendapatkan sinar matahari dan udara segar serta menjemur alas tidur agar tidak lembab harus dilakukan.

Hasil analisis didapatkan bahwa kepatuhan pasien dalam menjalani terapi obat mempengaruhi kesembuhan pasien. Hal ini dipengaruhi juga dengan pengetahuan pasien terkait sikap pencegahan dan pengetahuan masalah kesehatan TB paru serta dukungan keluarga dan petugas kesehatan berperan penting dalam keberhasilan terapi yang dilakukan selama 6-9 bulan.

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Astiti, S., Wayan, N., Windia, W., & Lestari, P. F. K. (2015). Penerapan Tri Hita Karana Untuk Keberlanjutan Sistem Subak Yang Menjadi Warisan Budaya Dunia: Kasus Subak Wangaya Betan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Jurnal Manajemen Agribisnis, 3(1), 26290. Google Scholar

 

Datiko, D. G., Habte, D., Jerene, D., & Suarez, P. (2019). Knowledge, Attitudes, And Practices Related To Tb Among The General Population Of Ethiopia: Findings From A National Cross-Sectional Survey. Plos One, 14(10), E0224196. Google Scholar

 

Dinkes, J. (2013). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. 2013. Semarang: Dinkes Jateng. Google Scholar

 

Fairuz, S., & Elya, B. (2015). Praktek Kerja Profesi Di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Periode Bulan April Tahun 2015= Professional Internship At Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan On April 2015. Google Scholar

 

Galenieks, A. (2017). Importance Of Urban Street Tree Policies: A Comparison Of Neighbouring Southern California Cities. Urban Forestry & Urban Greening, 22, 105�110. Google Scholar

 

Hutama, A. S., Huang, H., & Kurniawan, Y. S. (2019). Investigation Of The Chemical And Optical Properties Of Halogen-Substituted N-Methyl-4-Piperidone Curcumin Analogs By Density Functional Theory Calculations. Spectrochimica Acta Part A: Molecular And Biomolecular Spectroscopy, 221, 117152. Google Scholar

 

Kamisah, Y., Periyah, V., Lee, K. T., Noor-Izwan, N., Nurul-Hamizah, A., Nurul-Iman, B. S., Subermaniam, K., Jaarin, K., Azman, A., & Faizah, O. (2015). Cardioprotective Effect Of Virgin Coconut Oil In Heated Palm Oil Diet-Induced Hypertensive Rats. Pharmaceutical Biology, 53(9), 1243�1249. Google Scholar

 

Legrand, C. (2016). Colonizaci�n Y Protesta Campesina En Colombia (1850-1950). Ediciones Uniandes-Universidad De Los Andes. Google Scholar

 

Mahdiana, A., & Laurensia, S. P. (2010). Status Perikanan Lobster (Panulirus Spp.) Di Perairan Kabupaten Cilacap. Sains Akuatik: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Perairan, 13(2). Google Scholar

 

Manansang, C. Y. (2016). Sistem Pendeteksi Pertumbuhan Tanaman Berbasis Citra Digital. Politeknik Negeri Manado. Google Scholar

 

Marhamah, M., Putra, E. D., & Ramadan, Z. H. (2018). Pengembangan Bahan Ajar Tematik Berbasis Nilai-Nilai Budaya Melayu Di Sekolah Dasar. Jurnal Aplikasi Iptek Indonesia, 2(3), 101�105. Google Scholar

 

Matutina, S. M. (2017). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Kinerja Perawat Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan Di Unit Medikal Bedah Rumah Sakit St. Carolus, Jakarta 2016. Stik Sint Carolus. Google Scholar

 

Moher, D., Liberati, A., Tetzlaff, J., Altman, D. G., & Group, P. (2009). Reprint�Preferred Reporting Items For Systematic Reviews And Meta-Analyses: The Prisma Statement. Physical Therapy, 89(9), 873�880. Google Scholar

 

Muchtar, E., Gertz, M. A., Kumar, S. K., Lin, G., Boilson, B., Clavell, A., Lacy, M. Q., Buadi, F. K., Hayman, S. R., & Kapoor, P. (2018). Digoxin Use In Systemic Light-Chain (Al) Amyloidosis: Contra-Indicated Or Cautious Use? Amyloid, 25(2), 86�92. Google Scholar

 

Musdalipah, M., & Wulaisfan, R. (2018). Aktivitas Ekstrak Kulit Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus Mutans Penyebab Karies Gigi. Jurnal Ilmiah Farmasi Farmasyifa, 1(2), 126�132. Google Scholar

 

Organization, W. H. (2016). World Health Statistics 2016: Monitoring Health For The Sdgs Sustainable Development Goals. World Health Organization. Google Scholar

 

Organization, W. H. (2018). Who Expert Consultation On Rabies: Third Report (Vol. 1012). World Health Organization. Google Scholar

 

Pangestika, R., Fadli, R. K., & Alnur, R. D. (2019). Edukasi Pencegahan Penularan Penyakit Tb Melalui Kontak Serumah. Jurnal Solma, 8(2), 229�238. Google Scholar

 

P�rlin, K., Riihonen, T., & Turunen, M. (2019). Sweep Jamming Mitigation Using Adaptive Filtering For Detecting Frequency Agile Systems. 2019 International Conference On Military Communications And Information Systems (Icmcis), 1�6. Google Scholar

 

Prameswari, A. S., & Yustrianthe, R. H. (2015). Analisis Faktor�Faktor Yang Memengaruhi Audit Delay (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Akuntansi, 19(1), 50�67. Google Scholar

 

Prihanti, G. S., & Rahmawati, I. (2015). Analisis Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru. Saintika Medika: Jurnal Ilmu Kesehatan Dan Kedokteran Keluarga, 11(2), 127�132. Google Scholar

 

Retnaningrum, W. (2016). Peningkatan Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini Melalui Media Bermain Memancing. Jurnal Pendidikan Dan Pemberdayaan Masyarakat, 3(2), 207. Google Scholar

 

Reviono, R., Sulaeman, E. S., & Murti, B. (2013). Modal Sosial Dan Partisipasi Masyarakat Dalam Penemuan Penderita Tuberkulosis. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National Public Health Journal), 7(11), 495�501. Google Scholar

 

Rumkabu, Y. L. H., Rochman, F., Wikananda, D. A. T. R., & Yuliatni, P. C. D. (2019). Gambaran Aspek Lingkungan Dan Perilaku Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Dawan I, Kabupaten Klungkung Tahun 2017. Tb-Hiv (Human Immunodeficiency Virus), 1, 2. Google Scholar

 

Saifullah, M., Shishir, M. R. I., Ferdowsi, R., Rahman, M. R. T., & Van Vuong, Q. (2019). Micro And Nano Encapsulation, Retention And Controlled Release Of Flavor And Aroma Compounds: A Critical Review. Trends In Food Science & Technology, 86, 230�251. Google Scholar

 

Sukartini, T., Hidayati, L., & Khoirunisa, N. (2019). Knowledge, Family And Social Support, Self Efficacy And Self-Care Behaviour In Pulmonary Tuberculosis Patients. Jurnal Keperawatan Soedirman, 14(2). Google Scholar

 

Suryani, S., Widianti, E., Hernawati, T., & Sriati, A. (2016). Psikoedukasi Menurunkan Tingkat Depresi, Stres Dan Kecemasan Pada Pasien Tuberkulosis Paru. Jurnal Ners, 11(1), 128�133. Google Scholar

 

Utami, V. D. (2020). Peran International Organization For Migration (Iom) Dalam Menangani Para Pengungsi Rohingya Di Kota Medan (Vol. 21, Issue 1). Universitas Sumatera Utara. Google Scholar

 

Utari, D. (2019). Gambaran Lingkungan Fisik Rumah Dan Karakteristik Penderita Tb Paru Di Wilayah Kerja Upt Puskesmas Hajimena Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Poltekkes Tanjungkarang. Google Scholar

 


 

Copyright holder:

Sopian Solihin, Lintang Alifah (2021)

 

First publication right:

Jurnal Health Sains

 

This article is licensed under:

�������������������������������������������������������