Jurnal Health Sains: p�ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398�����

Vol. 2, No. 7, Juli 2021

 

ISOLASI SENYAWA ALKALOID BAHAN ALAM

 

Bismar Al Bara, Faizal Auladi Rivianto, Nurlaela, Sulastri

Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA) Jawa Barat, Indonesia

Email[email protected][email protected], [email protected], [email protected]

 

INFO ARTIKEL

abstrak

Diterima

5 Juli 2021

Direvisi

15 Juli 2021

Disetujui

25 Juli 2021

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa golongan alkaloid dari beberapa sampel tumbuhan yang dipakai. Metode studi literatur review ini berasal dari tinjauan pustaka dan studi lainnya dengan mengumpulkan berbagai literatur yang relevan. Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Pemeriksaan pada tanaman yang mengandung alkaloid terdapat beberapa tahapan, yaitu pengeringan, ekstraksi, fraksinasi, dan isolasi. Isolasi senyawa alkaloid dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode. Dalam proses ekstraksi digunakan metode maserasi 3x24 jam, selanjutnya proses fraksinasi menggunakan Kromatografi Cair Vakum (KCV) dengan fase diam silika gel dan fase gerak n-heksan: etil asetat dan fraksi tersebut diisolasi lagi menggunakan Kromatografi Kolom Gravitasi (KKG) dengan fase diam silika gel dan fase gerak nheksan: etil asetat. Fraksi tersebut dianalisis kemurniannya menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam silika gel254.

 

ABSTRACT

This study aims to isolate and identify alkaloid group compounds from some plant samples used. Alkaloid compounds are the most common organic compounds found in nature. This method of review literature study comes from library reviews and other studies by collecting a variety of relevant literature. Almost all alkaloids are native to plants and are widespread in various types of plants. Examination of plants containing alkaloids there are several stages, namely drying, extraction, fractionation, and isolation. Isolation of alkaloid compounds can be done using several methods. In the extraction process used 3x24 hours maceration method, then the fractionation process using Vacuum Liquid Chromatography (KCV) with the silent phase of silica gel and n-hexan motion phase: ethyl acetate and fractions are isolated again using Gravitational Column Chromatography (KKG) with a silent phase of silica gel and nheksan motion phase: ethyl acetate. The fraction is analyzed for purity using Thin Layer Chromatography (KLT) with a still phase of silica gel254.

Kata Kunci:

alkaloid; ekstraksi; fraksinasi; isolasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keywords:

alkaloids; extraction; fractionation; isolation



Pendahuluan

Tumbuhan merupakan organisme eukariota multiseluler yang termasuk dalam organisme Regnum Plantae (Bakhtiar, 2018). Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan keankeragaman hayati. Beragam jenis tumbuhan dapat tumbuh di Indonesia. Berbagai jenis tumbuhan juga dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan. Bahan-bahanalamhayatiyang berasaldari tumbuh tumbuhanhewan dan mikroorganismetelah digunakan�� oleh umat�� manusia untuk�� memenuhi berbagai keperluan hidup, sepertipangan,sandang, papan,energi, wangi-wangian,zat warna,insektisida, herbisidadan obat-obatan(Achmad & Hussein, 2004). Umumnya tumbuhan-tumbuhan digunakan oleh masyarakat sebagai bahan�� obat-obatan tradisional yang lazim disebut sebagai jamu-jamuan. Perkembangannya dapat dikatakan sangat lambat apabila dibandingkan dengan obat modern yang dihasilkan oleh industri farmasi yang berkembang sangat pesat sejalan dengan kemajuan di bidang kesehatan (Lenny & Barus, 2016). Untuk membuat sebuah obat, diperlukan penelitian terhadap kandungan suatu tumbuhan. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan kandungan alkaloid dari beragam macam tumbuhan. Alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Keberadaan alkaloid di alam tidak pernah berdiri sendiri (Saragih, 2018).

Alkaloid memiliki manfaat seperti anti diabetes, anti diare, anti malaria dan anti mikroba. Namun, tidak seluruh alkaloid aman untuk digunakan. Beberapa golongan alkaloid bersifat racun seperti alkaloid dioscorin yang terdapat pada umbi gadung. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi senyawa alkaloid dalam tumbuhan guna mengetahui jenis alkaloid dan manfaatnya. Pada penelitian ini proses identifikasi senyawa alkaloid menggunakan beragam metode. Metode yang digunakan berasal dari berbagai literatur yang relevan. Sumber tinjauan meliputi studi pencarian sistemasis database jurnal. Adapun beragam bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian, meliputi daun alpukat, kulit buah mangrove pidada, kulit batang mangga, biji sirsak, batang pelir kambing, kulit batang klika faloak, daun tempuyung, daun bulian, daun kayu jawa dan rimpang lengkuas merah.

Tujuannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan senyawa alkaloid dari sampel bahan alam yang di gunakan dan mengetahui tata cara isolasi senyawa bahan alam dari berbagai sumber jurnal yang dibuat dalam sebuah review jurnal.

Manfaat penelitian ini adalah kita dapat mengetahui kandungan alkaloid dari beberapa sampel bahan alam yang digunakan sehingga tahu manfaat dari bahan alam tersebut, dan bisa mengetahui tata cara isolasi senyawa bahan alam.

 

Metode Penelitian

�� Metode studi literatur review ini berasal dari tinjauan pustaka dan studi lainnya dengan mengumpulkan berbagai literatur yang relevan. Sumber tinjauan meliputi studi pencarian sistematis database jurnal (google cendikia, researchgate).

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Hasil dan Pembahasan

 

Tabel 1

Hasil Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid

No

Nama Tumbuhan

Ekstraksi

Uji Fitokimia

Penarikan Alkaloid

Fraksinasi

Uji Kemurnian

Hasil

1.

Daun Alpukat

Maserasi:

pelarut metanol

       Lempengan mg dan larutan HCl

       H2 SO4��

       NaOH

       Pereaksi meyer

       Pereaksi dragendorff

       Pereaksi wagner

       Pereaksi lieberman bauchard

-

Ekstraksi

Cair-cair

(ECC),

KLT ����� dan

KKG

KLT ��������������� dan

KLT ����� 2

dimensi

Menunjuk kan noda tunggal = isolat telah murni

2

Kulit Buah mangrove pidada

Maserasi: metanol

       Pereaksi liebermann Burchad (LB),

       Pereaksi Fecl3 1%

       Pereaksi mayer

       Pereaksi wagner

-

KLT, KCV dan KKF

KLT ����� 3

dimensi

Menunjuk kan noda tunggal = isolat telah murni

3

Kulit Batang Mangga

Maserasi: Metanol

       NaOH

       H2SO4

       Mg-HCL

       Pereaksi hager

       Pereaksi Mayer

       Pereaksi wagner Pereaksi liebermann Burchad (LB)

-

KLT dan KKG

KLT 1 dan 2 dimensi

Menunjuk kan noda tunggal = isolat telah murni

4

Biji Sirsak

Maserasi: Metanol

H2SO4

Pereaksi Mayer

Pereaksi wagner

Serbuk Mg-HCL

NaOH��

-

Ekstraksi cair-cair

(ECC),

KKG dan

KLT

KLT dimensi 2

Menunjuk kan noda tunggal = isolat telah murni

5

Batang Pelir Kambing

Maserasi: Metanol

Pereaksi dragendroff pereaksi meyer

pereaksi wagner

Serbuk Mg-HCl

HCl 1 %

Pereaksi FeCl3

Pereaksi liebermann Burchad (LB)

-

Ekstraksi cair-cair

(ECC),

KCV, KKT

KLT KLT dimensi ��������������� dan 2

Menunjuk kan noda tunggal = isolat telah murni

6

Kulit Batang Klika Faloak

Maserasi: Metanol

HCl

Pereaksi wagner

Pereaksi mayer

Pereaksi liebermann Burchard (LB)

-

Ekstraksi

Cair-Cair

(ECC),

KCV, KLT, KLT

preparatif

KLT dimensi 2

Menunjuk kan noda tunggal = isolat telah murni

7

Daun

Tempuyung

Maserasi:

Metanol

Pereaksi mayer

Pereaksi dragendorf

Penambahan HCl dan penambahan NH4OH

Ekstraksi

Cair-Cair

(ECC),

KLT dan KLT

preparatif

KLT KLT dimensi ��������������� dan 2

Menunjukkan noda tunggal = isolat telah murni

8

Daun Bulian

Maserasi:

Metanol

Pereaksi dragendorf

FeCl3

-

Ekstraksi

Cair-Cair

(ECC),

KCV dan

KKG

KLT dimensi 3

Menunjukkan noda tunggal = isolat telah murni

9

Daun Kayu

Jawa

Maserasi: metanol

Pereaksi FeCl3

Pereaksi liebermann Burchard

Pereaksi Mayer

Pereaksi wagner

-

Ekstraksi

Cair-Cair (ECC), KL

T, KCV,

KKT dan

rekristalisasi

Titik lebur

Menunjukkan titik leleh yang sama dengan pustaka

10

Rimpang

Lengkuas

Merah

Maserasi:

Etanol 96

%

Pereaksi meyer

Pereaksi dragendorff Serbuk Mg

H2SO4 pekat

Penambahan HCl dan penambahan NH4OH

Ekstraksi

Cair-Cair (ECC), KL T dan KLT preparatif

KLT berbagai eluen

Menunjukkan noda tunggal = isolat telah murni

 


1.    Daun Alpukat

Pada penelitian ini menggunakan sampel daun alpukat (Persea americana Mill), sebelum melakukan ekstraksi daun alpukat sudah dikeringkan, dibentuk serbuk dan ditimbang sebanyak 400 gram. Serbuk daun alpukat diekstraksi menggunakan pelarut metanol sebanyak 4 liter, metode maserasi dilakukan selama 4 X 24 jam, setiap 24 jam dilakukan penyaringan dan dimaserasi kembali dengan memakai metanol yang baru. Kemudian filtrat yang diperoleh dievaporasi dengan menggunakan alat penguap vakum pada suhu 30-40˚C hingga diperoleh ekstrak kental metanol sebanyak 53,41 gram. Kemudian ekstrak metanol pekat dilakukan fraksinasi dengan mensuspensi ekstrak metanol - air (Tengo et al., 2013) dan dipartisi dengan menggunakan pelarut n-heksan dan fraksi air. Lalu fraksi n-heksan dievaporasi menghasilkan ekstrak n-heksan, sedangkan fraksi air dipartisi dengan pelarut etil asetat diperoleh fraksi air dan etil asetat. Hasil fraksi dievaporasi menghasilkan ekstrak air dan etil asetat. Kemudian hasil fraksi yang telah diperoleh dilakukan uji fitokimia. Berdasarkan pengujian ekstrak kental metanol, ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksan memberikan hasil positif uji alkaloid dan uji flavonoid. Pada uji alkaloid memberikan hasil positif karena setelah diberikan pereaksi mayer yang ditandai dengan terbentuknya endapan hijau, dimana endapan hijau tersebut diperkirakan merupakan kompleks kalium-alkaloid. Sedangkan pada uji flavonoid memberikan hasil positif yang ditandai dengan adanya perubahan warna.

Hasil dari Ekstrak kental metanol dipisahkan terlebih dahulu menggunakan kromotografi lapis tipis dan kromotografi kolom gravitasi. Penggunaan kromotografi Lapis Tipis (KLT) untuk mencari perbandingan eluen (fase gerak) yang akan digunakan pada metode pemisahan selanjutnya yaitu kromotografi kolom gravitasi. Setelah menemukan fase gerak yang cocok ekstrak kental metanol sebanyak 4gram dipisahkan dengan menggunakan kromotografi kolom gravitasi dengan fase diam berupa silika gel GF60 dan dielusi berturut-turut menggunakan fase gerak n-heksan: etil asetat dan etil asetat: metanol dengan perbandingan tertentu. Pemisahan kromotografi kolom gravitasi menghasilkan 220 fraksi, lalu fraksi yang diperoleh dari kromotografi kolom gravitasi selanjutnya dilakukan proses kromatografi lapis tipis kembali untuk menggabungkan fraksi-fraksi yang mempunyai nilai Rf yang sama. Setelah dilakukan kromotografi lapis tipis menghasilkan fraksi yang terdiri dari N1 � N17. Dari hasil penggabungan fraksi, fraksi N12 dipilih karena beberapa hal yaitu berat fraksi, pola noda hasil kromatografi lapis tipis dan fraksi ini menghasilkan kristal jarum berwarna hijau. Pada Kromatografi kolom kedua ini fraksi N12 dielusi secara bergradien 10 % dengan eluen n-heksan: etil asetat dan etil asetat: metanol menghasilkan berat sebesar 0,07gram dan 83 fraksi. Dari 83 fraksi ini dilakukan kromotografi lapis tipis dan dihitung nilai Rfnya dari setiap fraksinya. Berdasarkan hasil kromatografi kolom kedua ini, fraksi N7 menghasilkan kristal jarum. Hasil Kromatografi lapis tipis terhadap fraksi ini menunjukkan pola noda tunggal pada eluen n-heksan: etil asetat. Fraksi 7 yang berbentuk kristal jarum berwarna hijau dipisahkan kembali untuk memperoleh isolat murni dengan manggunakan kromatografi lapis tipis berbagai eluen yang berfungsi sebagai fasa gerak. Eluen yang digunakan yaitu n-heksan: etil asetat (Aksara et al., 2013), etil asetat: metanol (Wijaya, 2009) dan kloroform: metanol (Mutiara et al., 2016). Hasil KLT berbagai eluen dari fraksi 7, menunjukkan pola noda tunggal sehingga dapat disimpulkan bahwa fraksi N7 telah murni dan didukung oleh data KLT dua dimensi yang tetap menunjukkan pola noda tunggal, setelah dilakukan uji fitokimia fraksi N7 positif alkaloid karena membentuk endapan.

2.    Kulit Buah Mangrove Pidada

Pada penelitian ini menggunakan sampel kulit buah mangrove pidada. Kulit buah mangrove pidada yang sudah kering, dipotong kecil-kecil dan dihaluskan menggunakan blender akan menjadi serbuk halus. Kemudian serbuk halus kulit buah mangrove pidada sebanyak 1,217 kg dimaserasi menggunakan pelarut metanol selama 3 x 24 jam pada suhu kamar. Tujuannya untuk mengekstrak kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam kulit buah mangrove pidada. Ekstrak metanol (maserat) yang didapatkan berwarna hijau pekat sebanyak 6 L. Ekstrak yang diperoleh kemudian disaring menggunakan corong buchner dan pelarut diuapkan menggunakan rotary evaporator dengan suhu 300C. Hasil penguapan diperoleh setelah itu dikeringkan pada suhu kamar sehingga diperoleh ekstrak kering yang berbentuk seperti pasta. Untuk uji pendahuluan menggunakan beberapa pereaksi, ekstrak kental yang telah didapatkan diuji dengan pereaksi Lieberman-Burchad (LB) dan terbentuk warna hijau hasil tersebut menunjukan hasil yang positif adanya senyawa golongan steroid. Dari hasil uji pendahuluan menggunakan pelarut FeCl3 1% menunjukan hasil positif adanya golongan senyawa flavonoid yang memberikan perubahan warna menjadi hijau pekat, uji pendahuluan menggunakan pereaksi Mayer menunjukan hasil positif terdapat adanya golongan alakaloid dengan terbentunya endapan putih, uji pendahuluan menggunakan pelarut Wagner menunjukan hasil positif adanya golongan alkaloid yang ditandai dengan terbentuknya endapan cokelat. Kemudian dilakukan fraksinasi menggunakan metode kromatografi kolom yang terdiri dari kromatografi kolom cair vakum (KKCV) dan kromatografi kolom flash (KKF). Kemudian dilakukan analisis kromatografi lapis tipis terlebih dahulu sebelum dilakukan KKCV, tujuannya untuk mengetahui jenis eluen yang cocok untuk digunakan pada saat KKCV, hasil KLT didapatkan bahwa eluen nheksan:etil asetat (Muhammad, 2019) menunjukan kromatogram yang baik. Untuk proses fraksinasi menggunakan fase diam silika gel G60 dan fase geraknya berupa eluen yang ditingkatkan kepolarannya secara bergradien dimulai dari n-heksan 100%, n-heksan: etil asetat. Tujuannya agar semua senyawa nonpolar atau polar dapat terfarksinasi dengan baik. Fraksi tersebut ditampung hingga diperoleh 24 fraksi. Fraksi-fraksi yang diperoleh dari hasil KKCV kemudian dianalisis menggunakan metode KLT dengan eluen nheksan: etil asetat, fraksi dengan kromatogram digabungkan sehingga diperoleh fraksi gabungan sebanyak 12 fraksi. Fraksi gabungan H1, H2, dan H3 membentuk isolat yang berbentuk serbuk berwarna putih kekuningan, setelah itu ketiga fraksi H direkristalisasi menggunakan pelarut yang dapat melarutkan zat pengotor dari isolat yang diperoleh. Isolat yang diperoleh direkristalisasi menggunakan pelarut n-hesan, isolat yang diperoleh kemudian di KLT dengan eluen n-heksan: etil asetat. Dari hasil KLT maka fraksi H1, H2 dan H3 digabungkan karena memiliki pola noda yang sama. Setelah dilakukan rekristalisasi diperoleh isolat murni yang berbentuk serbuk berwarna putih sebanyak 2,861 mg dan ditunjukan dengan kromatogram berupa noda tunggal.

Isolat yang diperoleh kemudian diuji kemurniannya menggunakan metode tiga sistem eluen. Kemurnian isolat dapat ditandai dengan adanya noda tunggal pada setiap plat KLT. Tiga jenis eluen yang digunakan yaitu n-heksan: kloroform (Rahasasti, 2017), n-heksan:etil asetat (Muhammad, 2019), dan klorofrom:etil asetat (Afrida, 2014), hasil yang didapatkan yaitu berupa noda tunggal.

3.    Kulit Batang Mangga

Pada penelitian ini sampel berupa kulit batang mangga (M. indica L) yang berwarna kecoklatan, dibersihkan dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di udara terbuka yang terlindungi dari sinar matahari kemudian dihaluskan dengan menggunakan penghalus yaitu palung batu, dengan menggunakan sedikit metanol hingga terbentuk serbuk. Sampel serbuk kulit batang mangga (M. indika L) diambil sebanyak 700gram kemudian diekstraksi menggunakan cara maserasi dengan methanol selama 3�24 jam, setiap 24 jam pelarut diganti dengan yang baru. Diperoleh maserat sebanyak 3,1 liter yang berwarna merah kecoklatan. Maserat yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan penguap putar vakum (rotary vacuum evaporator) pada suhu 40�C diperoleh ekstrak kental metanol berwarna merah kecoklatan sebanyak 26,89 gram. Kemudian dilakukan skrining fitokimia untuk mengetahui kandungan kimia utamanya. Hasil uji fitokimia positif terhadap flavonoid, alkaloid dan steroid serta negatif terhadap saponin dan terpenoid.

Ekstrak metanol yang telah di uji fitokimianya dianalisis dengan menggunakan kromatografi lapis tipis sampai diperoleh pola pemisahan untuk melihat pola noda (kandungan senyawa). Lalu ekstrak metanol sebanyak 3 gr dipisahkan dengan kromatografi kolom dengan fasa diam silica gel GF60 dan di elusi berturut-turut, lalu diperoleh 124 fraksi. Hasilnya dikromatografi kolom yang sebelumnya telah dimasukan silica gel yang dipanaskan dalam oven. Pelarut kloroform dan metanol secara bergradien dimasukkan. Pergantian pelarut dan perbandingan pelarut diganti berdasarkan perubahan warna terdapat pada botol vial. Fraksi pada botol vial tersebut dengan menghitung nilai Rf-nya. Fraksi yang mempunyai nilai Rf dan noda yang sama digabung, maka diperoleh 22 kelompok fraksi (R1-R22). Mengadakan KLT dengan menggunakan perbandingan eluen kloroform: metanol (Muhammad, 2019) pada 22 fraksi (R1-R22) ini memiliki 1 noda yang sama, akan tetapi pada Fraksi R1, R2, R3, R4, R17, R18, R19, R20. R21, dan R22 tidak terdapt kristal, hanya terdapat pada fraksi R5-R16. Pada fraksi ini hanya fraksi R14 yang di uji kemurniannya karena memiliki banyak kristal.

Uji kemurnian dilakukan dengan kromatografi lapis tipis menggunakan beberapa macam eluen. Jika isolat tetap menunjukkan pola noda tunggal, maka dilakukan uji kemurnian dengan menggunakan KLT 1 dan 2 dimensi. Hasil uji kemurnian menunjukan bahwa fraksi R14 hanya mengandung satu senyawa, yang ditunjukkan dengan timbulnya satu noda dengan berbagai campuran eluen yang digunakan (kloroforom: metanol). Uji fitokimia menunjukan bahwa fraksi R14 mengandung metabolisme sekunder yaitu merupakan golongan senyawa alkaloid.

4.    Biji Tumbuhan Sirsak

Penelitian ini dilakukan isolasi dan karakterisasi senyawa alkaloid dari biji tumbuhan sirsak (Annona muricata Linn). Penelitian ini berfungsi untuk menguji kandungan alkaloid yang terdapat pada biji tumbuhan sirsak (Annona muricata Linn). (Pulukadang, 2015) telah melakukan pemeriksaan kandungan kimia biji sirsak dan hasilnya mengandung senyawa golongan alkaloid, iriterpenoid, dan acetogenin. Pada penelitian ini digunakan teknik ekstraksi secara maserasi untuk menguji kandungan alkaloid dari biji tumbuhan sirsak (Annona muricata Linn). Ekstraksi senyawa alkaloid dari Biji Tumbuhan Sirsak (Annona muricata linn) dilakukan menggunakan teknik ekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut metanol. Langkah awal proses ekstrasi terlebih dahulu menghaluskan biji tumbuhan sirsak (Annona muricata Linn) sehingga didapatkan 800gram serbuk halus. Kemudian sampel tersebut diekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut methanol. Proses maserasi dilakukan dalam kurun waktu 3x24 jam. Setiap 24 jam kemudian ekstrak disaring dan dimaserasi lagi dengan metanol yang baru. Setelah dilakukan proses maserasi, ekstrak yang didapatkan dikumpulkan sehingga didapatkan filtrat dan reside methanol Filtrat methanol dievaporasi dengan suhu 30-40�C sehingga didapatkan ekstrak kental methanol.Selanjutnya, ekstrak kental methanol disuspensi dengan perbandingan methanol: air (Tengo et al., 2013) dan dipartisis berturut-turut menggunakan n-heksan, etil asetat sehingga didapatkan masing-masing partisi dari fraksi tersebut. Hasil partisi yang didapatkan dievaporasi pada suhu 30-40�C sampai diperoleh ekstrak dari n-heksan, etil asetat dan ekstrak air. Selanjutnya ekstrak methanol, ekstrak n-heksan, ekstrak etil asetat dan ekstrak air yang diperoleh dilakukan uji penapisan fitokimia. Untuk mengetahui kandungan alkaloid pada ekstrak, dilakukan pengujian alkaloid. Sebelumnya ekstrak methanol diambil sebanyak 0,1gram kemudian diesktraksi menggunakan kloroform amoniak sebanyak 10 mL dan dikocok selama 1 menit. Hasil yang didapatkan dibagi rata menjadi dua bagian kemudian dimasukkan kedalam dua tabung reaksi. Tabung reaksi pertama ditambahkan dengan asam sulfat pekat (H2SO4) 2N sebanyak 0,5 mL.Dengan perbandingan volume yang sama, lapisan asam dibagi menjadi 2 tabung reaksi dan masing-masing tabung dilakukan pengujian menggunakan pereaksi Mayer dan Wagner. Sedangkan pada tabung reaksi kedua dilakukan pengujian menggunakan pereaksi Hager.

Ekstrak metanol dipisahkan dengan kromatografi kolom dengan eluen yang berbeda. Hasil kromatografi kolom, kemudian dilanjutkan dengan pemurnian menggunakan kromatografi lapis tipis. Analisa kemurnian terhadap isolat dilakukan dengan cara KLT dua dimensi dengan menggunakan silika gel GF254 dengan perbandingan fasa gerak kloroform:metanol (Untoro et al., 2016) dan nheksan:etil asetat (Afrida, 2014), dengan nilai Rf yang diperoleh dari masing-masing perbandingan adalah 0,652 dan 0,434.

Pemisahan dengan kromatografi kolom gravitasi secara bergradien menghasilkan 15 fraksi yang di gabung berdasarkan warna yang di dapat (B1, B2, B3, B4, B5, B6, B7, B8, B9, B10, B11, B12, B13, B14, B15) masing-masing 0,02; 0,01; 0,1; 0,04; 0,14; 0,1; 0,02; 0,09; 0,03; 0,02; 0,05; 0,28; 0,06; 0,68; dan 0,17 gram. Kelima belas fraksi hasil kromatografi kolom gravitasi dilakukan uji KLT. Pola pemisahan komponen-komponen fraksi hasil kromatografi kolom gravitasi ekstrak kental metanol dianalisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan fasa gerak n-heksan: etil asetat (Aksara et al., 2013).Fraksi B12, B13, dan B15 hasil kromatografi kolom gravitasi dengan berat masing-masing sebanyak 0,28; 0,06; dan 0,17 gram di uji KLT dengan fase gerak kloroform:metanol (Tengo et al., 2013). Fraksi B13 hasil kromatografi kolom grafitasi sebanyak 0,06 gram, menghasilkan bercak noda tunggal. Isolat berupa senyawa yang berbentuk padatan kristal berwarna kuning yang diduga sebagai senyawa alkaloid. Uji Fitokimia menunjukkan bahwa fraksi B13 mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu merupakan golongan senyawa alkaloid.

5.    Kulit Batang Pelir Kambing

Pada Penelitian ini menggunakan sampel kulit batang pelir kambing (T. macrocarpa Jack). Sebelum melakukan ekstraksi kulit batang pelir kambing sudah dikeringkan dan dibentuk serbuk. Serbuk batang kulit pelir kambing sebanyak 3,6 Kg diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol. Maserat yang diperoleh kemudian dikentalkan dengan bantuan alat penguap putar vakum (rotary vacuum evapator) menghasilkan ekstrak kental metanol dengan berat 75,16gram berwarna hitam kecoklatan. Selanjutnya ekstrak kental metanol dipartisi menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol. Ekstrak kental metanol dipartisi dengan pelarut n-heksan lalu dikentalkan menggunakan rotary vacuum evapator menghasilkan fraksi n-heksan berwarna kuning kehijauan sebanyak 7,92 gram (15,85%). Selanjutnya filtrat metanol dipartisi menggunakan etil asetat menghasilkan fraksi etil asetat sebanyak 15,82gram (31,64 %) menggunakan pelarut metanol dan n-heksan, lalu fraksi n-heksan dikentalkan di rotary vacuum evapator menghasilkan fraksi n-heksan berwarna kuning kehijauan sebanyak 7,92gram (15,85 %) dan ekstrak metanol dipartisi menggunakan pelarut metanol menghasilkan fraksi metanol berwarna kecoklatan sebanyak 25,74 gram (51,48 %).

Selanjutnya ekstrak metanol, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol dilakukan uji fitokimia. Pada uji alkaloid menggunakan pereaksi dragendroff, meyer dan wagner sedangkan pada uji flavonoid menggunakan pereaksi mg-HCl, pada uji tanin menggunakan pereaksi HCl 1%, pada uji saponin menggunakan pereaksi FeCl3, pada uji terpenoid menggunakan pereaksi liebermann buchard. Setelah direasikan pada ekstrak metanol memberikan hasil positif pada uji alkaloid, flavonoid, terpenoid dan steroid. Sedangkan fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat memberikan hasil positif pada uji terpenoid dan steroid dan fraksi metanol memberikan hasil positif pada uji alkaloid, saponin dan terpenoid.

Fraksi metanol dipisahkan menggunakan kromotografi Cair Vakum (KVC) dengan menggunakan fase diam silika gel 60 dan fase gerak yang telah ditentukan dengan analisis kromotografi lapis tipis (KLT) menghasilkan 12 fraksi. pada fraksi FM1 (0,17 gram), FM2 (0,85 gram), FM3 (1,09 gram), FM4 (2,01 gram) dan FM5 (5,91 gram) memiliki kemiripan pola noda yang relatif sama. Selanjutnya fraksi FM4 dipisahkan kembali menggunakan KCV sehingga diperoleh 4 subfraksi (FM4.2), lalu gabungan FM4.2 diperoleh berat fraksi seberat 0,5726 gram. Fraksi FM4.2 dilakukan uji alkaloid menghasilkan positif alkaloid dengan ditandai adanya endapan. Setelah dilakukan uji alkalod fraksi FM4.2 dimurnikan dengan kromotografi kolom tekan (KKT) dengan menggunakan fase diam silika gel dan fase gerak kloroform: metanol menghasilkan 15 subfraksi, lalu subfraksi dianalisis menggunakan kromotografi lapis tipis (KLT). Pada subfraksi FM4.2.6 terlihat cukup murni sebanyak 26,3. Selanjutnya fraksi FM4.2.6 dilakukan uji alkaloid memberikan hasil positif alkaloid lalu fraksi FM4.2.6 dimurnikan menggunakan KLTP dengan fase gerak kloroform: metanol, setelah dielusi noda FM4.2.6 dikeruk dan dilarutkan pada metanol dan disaring hingga diperoleh filtratnya. Filtrat yang diperoleh dianalisis kembali menggunakan KLT pada eluen kloroform: metanol (Muhammad, 2019), etil asetat: metanol (Aksara et al., 2013) dan aseton 100 % menghasilkan noda tunggal.Isolat yang diperoleh Kemudian dilakukan uji kemurnian menggunakan KLT 2 dimensi menunjukkan noda tunggal sehingga dapat disimpulkan bahwa fraksi FM 4.2.6 telah murni.

6.    Kulit Batang Klika Faloak

Kulit batang faloak diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol kulit batang faloak dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Dilakukan uji golongan alkaloid dengan hasil positif mengandung alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan cokelat setelah penambahan pereaksi Wagner, endapan putih setelah penambahan pereaksi Mayer, dan endapan merah orange setelah penambahan pereaksi Dragendorff. Dilakukan uji kelarutan dalam beberapa pelarut, yaitu air, metanol, etil asetat, kloroform, n-butanol, dan n-heksan yang didapatkan hasil ekstrak larut dalam air, metanol, dan etil asetat serta agak larut dalam kloroform, n-butanol, dan n-heksan. Ekstrak kemudian dipartisi dengan pelarut nheksan, etil asetat, dan n-butanol. Hasil dari partisi dilakukan visualisasi dengan metode KLT. Digunakan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak n-heksan: etil asetat (Idrus et al., 2013). Diperoleh noda dengan nilai Rf 0,89;0,94;0,78, dan pada fraksi etil asetat diperoleh noda dengan nilai Rf 0,72. Dilakukan pemantauan dengan penampak bercak Dragendorff dan fraksi yang dipilih adalah fraksi n-heksan yang ditandai dengan terbentuknya noda orange atau jingga. Fraksi n-heksan difraksinasi dengan menggunakan metode kromatografi cair vakum (KCV). Digunakan fase diam silika gel 60 dan fase gerak sistem landaian yang kepolarannya ditingkatkan dengan variasi konsentrasi n-heksan, etil asetat, dan metanol, yaitu n-heksan: etil asetat dan etil asetat: metanol. Hasilnya diperoleh sebanyak 10 fraksi, setiap fraksinya ditampung, dipekatkan dan dipantau menggunakan KLT. Hasil visualisasi KLT diperoleh fraksi no. 4 terpilih untuk isolasi. Hal ini ditandai dengan adanya bercak warna orange atau jingga pada fraksi setelah disemprot dengan pereaksi penampak bercak Dragendorff.

Tahapan isolasi menggunakan KLT preparatif dilakukan terhadap fraksi no. 4 menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak n-heksan: etil asetat (Idrus et al., 2013) dengan nilai Rf 0,67. Hasil dari KLT preparatif diperoleh lima pita dan dari hasil penampak bercak pada lempeng KLT sebelumnya hanya pita empat yang positif menandakan adanya alkaloid. Pemisahan dilakukan dengan mengerok pita empat dan dilarutkan dalam metanol. Hasil pengerokan kemudian dipisahkan menggunakan magnetic stirrer dan disaring menggunakan kolom cair vakum. Kemudian isolat diuapkan dan dilakukan visualisasi profil KLT. Hasilnya diperoleh bercak tunggal (diberi nama isolat F4a). Dilakukan elusi isolat F4a pada lempeng RP-18 menggunakan eluen aseton: air (Idrus et al., 2013) untuk memastikan kemurnian dari isolat dan didapatkan hasil adanya beberapa bercak lain pada lempeng, namun senyawa target terlihat memiliki profil noda yang lebih dominan. Uji kemurnian dilakukan dengan metode KLT 2 dimensi menggunakan fase gerak n-heksan: etil asetat. Diperoleh noda tunggal yang merupakan senyawa murni golongan alkaloid.

7.    Daun Tempuyung

Pada penelitian ini menggunakan sampel daun tempuyumg (Sonchus arvensis L.), sebelum melakukan ekstraksi daun tempuyung sudah dikeringkan dan ditimbang sebanyak 650 gram.Ekstraksi daun tempuyung dengan pelarut etanol 96% menggunakan metode maserasi selama 24 jam. Kemudian hasil ekstraksi etanol dipekatkan dengan cara diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator untuk memperoleh ekstrak kental sebanyak 8 gram. Hasil ekstraksi pekat ditambahkan dengan asam asetat 10% hingga suasana ekstrak etanol menjadi asam, pemberian asam asetat 10% bertujuan untuk membentuk garam alkaloid. Ekstrak larutan asam diekstraksi kembali dengan etil asetat sehingga terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan etil asetat dan lapisan asam. Pada lapisan asam terletak pada bagian bawah dimana alkaloid akan berikatan pada lapisan asam. Untuk membebaskan alkaloid dari garamnya maka ditambahkan ammonium hidroksida (NH4OH) pekat sampai suasana basa sehingga alkaloid akan terbentuk menjadi basa alkaloid kembali. Pada lapisan asam dilakukan ekstraksi kembali dengan etil asetat maka akan diperoleh lapisan basa dan lapisan etil asetat. Lapisan etil asetat inilah yang mengandung alkaloid, sedangkan lapisan basa mengandung air. Pemeriksaan senyawa alkaloid dapat menggunakan pereaksi Dragendorff, pada lapisan etil asetat ditambahkan pereaksi Dragendorff menghasilkan endapan merah bata yang menandakan pada lapisan etil asetat positif adanya alkaloid. Alkaloid murni diisolasi dengan menggunakan KLT preparatif dengan fase gerak menggunakan eluen etil asetat: etanol: n-heksan, dan fase diam menggunakan silika gel 60GF254, menghasilkan 6 noda. Masing- masing noda menghasilkan nilai dengan menggunakan sistem eluen yang berbeda maka diperoleh:

a.     Noda 1 menghasilkan Rf 0,2 merah kecoklatan

b.    Noda 2 menghasilkan Rf 0,34 merah kecoklatan

c.     Noda 3 menghasilkan Rf 0,46 biru kehijauan

d.    Noda 4 menghasilkan Rf 0,56 merah kecoklatan

e.     Noda 5 menghasilkan Rf 0,68 merah kekuningan

f.     Noda 6 menghasilkan Rf 0,77 biru terang

Pada noda nomor 6 dilakukan ekstraksi maserasi dengan etil asetat untuk memisahkan isolat dengan silika gel. Hasil ekstraksi dilakukan uji kemurnian kembali menggunakan KLT dengan campuran eluen dan KLT dua dimensi dengan eluen berbeda pada lampu UV λ365 nm menghasilkan noda tunggal berwarna biru yang merupakan hasil isolat murni.

8.    Daun Bulian

Pada penelitian ini menggunakan sampel daun bulian (Eusideroxylon zwagery T.et B), sebelum melakukan ekstraksi daun belian sudah dikeringkan dan ditimbang sebanyak 2 kg. Ekstraksi daun bulian menggunakan metode maserasi selama 2 hari yang dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan pelarut metanol menghasilkan ekstrak metanol sebanyak 25 gram, kemudian hasil ekstraksi dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Fraksinasi pertama dipartisi dengan pelarut n-heksan diperoleh ekstrak n-heksan sebanyak 5 gram. Pada fraksinasi kedua ekstrak n-heksan dipartisi kembali dengan etil asetat didapatkan ekstrak etil asetat sebanyak 4,3 gram. Isolasi senyawa dari ekstrak etil asetat sebanyak 4gram menggunakan kromotografi vakum cair (KVC). Fase gerak yang digunakan dalam proses pemisahan metode kromotografi vakum cair pada ekstrak etil asetat, yaitu kombinasi dari pelarut n-heksan dan etil asetat dengan teknik peningkatan kepolaran fase geraknya (step gradien polarity), maka akan diperoleh 15 fraksi sebanyak 10 mL. Fraksi 1-5 diduga mengandung alkaloid digabung dengan berat total 6 mg, kemudian dipisahkan kembali ekstrak etil asetat dengan menggunakan metode pemisahan kromotografi kolom gravitasi (KKG). Fase gerak yang digunakan dalam proses pemisahan kromotografi kolom gravitasi, yaitu pelarut n-heksan dengan teknik peningkatan kepolaran pada fase geraknya (step gradien polarity) dan fase diam yang digunakan yaitu silika gel, maka akan diperoleh 25 fraksi. Fraksi no. 57 dipilih karena diduga mengandung alkaloid kemudian digabung hingga membentuk kristal berwarna putih bening seberat 1,6 mg.

Masing-masing fraksi No. 5-7 dilakukan perhitungan nilai Rf dengan menggunakan sistem eluen yang berbeda maka diperoleh:

a)    n-heksan etil asetat didapatkan Rf = 0,175

b)    n-heksan dan etil asetat didapatkan Rf = 0,450

c)    n-heksan dan etil asetat didapatkan Rf = 0,750

Pada n-heksan dan etil asetat didapatkan Rf 0,750 menghasilkan noda tunggal berwarna biru yang merupakan hasil isolat murni.

9.    Daun Kayu Jawa

Pada penelitian ini menggunakan sampel kayu jawa. Daun kayu jawa dibersihkan dan dicuci setelah dicuci, lalu dikeringkan. Daun yang sudah kering kemudian dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 4,7 kg serbuk halus. Serbuk daun kayu jawa yang sudah halus dimaserasi dengan metanol sebanyak 28 L dilakukan 3 x 24 jam. Ekstrak metanol yang diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator dan diperoleh ekstrak kental metanol. Ekstrak kental metanol dipartisi dengan pelarut n-heksan. Esktrak n-heksan yang diperoleh dilakukan uji golongan dengan beberapa pereaksi dan dianalisis dengan KLT untuk mengidentifikasi golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak n-heksan. Dari hasil uji golongan ekstrak n-heksan dengan penambahan pereaksi FeCl3 reaksi positif flavonoid dengan ditandai warna kuning kehijauan, penambahan pereaksi Lieberman-burchard reaksi positif steroid dengan ditandai warna hijau, penambahan pereaksi Mayer negatif alkaloid dengan ditandai terbentuknya endapan cokelat, dan penambahan wagner reaksi positif alkaloid dengan ditandai warna hijau kekuningan. Kemudian ekstrak nheksan. Sebanyak 8.0247 gr di analisis menggunakan KLT untuk menentukan eluen yang akan digunakan pada proses fraksinasi. Hasil KLT n-heksan: etil asetat memberikan pola pemisahan yang baik dan jelas. Fraksinasi awal dilakukan dengan metode kromatografi kolom cair vakum (KKCV) menggunakan fase diam silika gel G60 dan fase geraknya menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat, aseton dan metanol yang ditingkatkan kepolarannya secara bergradien. Hasil KKCV diperoleh sebanyak 41 fraksi, fraksi 1-41 yang diperoleh di KLT dengan eluen n-heksan: etil asetat (Aksara et al., 2013). Fraksifraksi yang menunjukan pola kromatogram yang sama digabungkan, sehingga diperoleh 7 fraksi gabungan. Fraksi gabungan D dilanjutkan untuk mendapatkan senyawa murni. Fraksi D sebelum di fraksinasi menggunakan Kromatografi Kolom Tekan (KKT) di KLT terlebih dahulu untuk menentukan eluen yang akan digunakan pada KKT.

Hasil KLT diperoleh eluen n-heksan: etil asetat memberikan pola pemisahan noda yang baik, kemudian fraksi D di fraksinasi menggunakan fase diam silika gel G60 (230 � 400 mesh), dan fase geraknya menggunakan eluen n-heksan, etil asetat, metanol, dan aseton yang ditingkatkan kepolarannya. Kemudian, eluet ditampung dalam vial-vial diperoleh sebanyak 12 fraksi. Fraksi-fraksi hasil dari KKT dan KLT diuapkan pada suhu ruang untuk mengetahui komponen senyawa kimia yang terdapat pada fraksi, fraksi D7 membentuk kristal jarum berwarna hijau. Fraksi yang membentuk kristal direkristalisasi untuk memisahkan isolat dari pengotornya. Fraksi D7 direkritalisasi dengan n-heksan dan aseton yang menghasilkan isolat berupa kristal berbentuk jarum berwarna putih dengan berat 0,0142gram hanya isolat tersebut yang berbentuk kristal setelah proses KKT dari 12 frasi isolat D. Isolat D7 diduga senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid.Kemudian di uji kemurniannya menggunakan KLT sistem tiga eluen dengan perbandingan yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk memastikan kemurnian dari suatu isolat yang ditunjukan dengan munculnya satu noda pada tiap KLT dan uji titik leleh. Hasil dari analisis KLT menunjukan satu noda pada tiga macam eluen yaitu eluen n-heksan: kloroform (Afrida, 2014), n-heksan: etil asetat, dan etil asetat: kloroform (Rahasasti, 2017). Deteksi dengan lampu UV 254 dan UV 366 menunjukan adanya noda yang berpender, hal ini menunjukan bahwa struktur kimia isolat memiliki ikatan rangkap terkonjugasi. Noda hasil elusi yang tidak tampak dibawah lampu UV disemprot dengan reagen penampak noda CeSO4 2% dan dipanaskan diatas hotplate sehingga diperoleh noda yang berwarna ungu kemerahan. Isolat fraksi D7 dinyatakan relatif murni secara KLT, dan uji titik leleh menunjukan bahwa isolat D7 meleleh pada suhu 140, 20 C.

10. Rimpang Lengkuas Merah

Pada penelitian ini menggunakan sampel Rimpang Lengkuas Merah. Rimpang lengkuas merah dibersihkan dan dicuci, setelah pencucian lalu dikeringkan. Sampel yang sudah kering dihaluskan menjadi serbuk. Rimpang lengkuas merah yang sudah menjadi serbuk dilakukan uji fitokimia. Berdasarkan uji fitokimia diketahui bahwa rimpang lengkuas merah mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, steroid dan saponin. Serbuk rimpang lengkuas merah sebanyak 0,616 kg di ekstraksi menggunakan pelarut n-heksan menggunakan alat soxlet yang bertujuan untuk mengikat senyawa-senyawa metabolit sekunder pada rimpang lengkuas merah yang bersifat non-polar seperti steroid dan triterpenoid. Residu hasil ektrasi dengan pelarut nheksan, selanjutnya di ektraksi dengan pelarut etanol 96% menggunakan metode maserasi hingga filtratnya tidak berwarna menunjukan sudah tidak ada senyawa yang terekstrak lagi. Filtrat hasil maserasi dipekatkan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental etanol. Ekstrak kental etanol yang didapatkan didapatkan, ditambahkan larutan HCl 2M hingga PH larutan 3-4 agar terbentuk garam alkaloid, setelah terbentuk garam alkaloid, setelah itu dilakukan ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut etil asetat. Garam alkaloid yang telah terbentuk akan larut dalam air sedangkan senyawa lain akan larut dalam dalam fase etil asetat. Hasil ekstraksi akan terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan bawah merupakan lapisan asam, sedangkan lapisan atas merupakan lapisan etil asetat. Kemudian kedua lapisan tersebut dipisahkan, lapisan asam yang mengandung garam alkaloid ditambahkan NH4OH hingga PH larutan mencapai 8-9 tujuannya agar garam alkaloid membentuk alkaloid kembali. Hasil dari ekstraksi membentuk 2 lapisan yaitu lapisan etil asetat dan lapisan asam. Selanjutnya kedua lapisan dipisahkan, untuk lapisan etil asetat dipekatkan menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental alkaloid total sebanyak 2,61 gr. Ekstrak alkaloid total yang diperoleh dilakukan pemisahan komponen menggunakan teknik kromatografi. Analisis kandungan kimia awal dilakukan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam silika gel60 GF254 dan fase geraknya campuan eluen kloroform: etil asetat. Hasil dari KLT alkaloid total pada noda KLT 1 dengan nilai Rf 0,46 berwarna kuning, pada noda KLT 2 dengan Rf 0,56 berwarna ungu, pada noda KLT 3 dengan nilai Rf 0,73 berwarna orange, pada noda KLT 4 dengan nilai Rf 0,79 berwarna hijau kebiruan, dan pada noda KLT 5 dengan nilai Rf 0,96 berwarna biru. Selanjutnya ekstrak alkaloid total dilakukan pemisahan dengan metode kromatografi kolom menggunakan eluen kloroform: etil asetat dan diperoleh 7 fraksi. Pada fraksi III merupakan fraksi terbanyak sehingga dilakukan pemisahan kembali dengan metode KLT preparatif menggunakan eluen campuran kloroform: etil asetat dan hasil elusi KLT preparatif diperoleh 3 pita yaitu Fa (kuning), Fb (kuning kemerahan), dan Fc (hijau kebiruan) selanjutnya dilakukan KLT preparatif dengan eluen kloroform: etil asetat (9:1). Hasil dari KLT preparatif diperoleh 3 pita Fc1 (hijau pudar), Fc2 (hijau kebiruan) dan Fc3 (biru). Selanjutnya isolat Fa, Fb, Fc1, Fc2, dan Fc3 yang diperoleh diuji alkaloid dengan penyemprotan menggunakan pereaksi Dragendorf. Hasil penyemprotan dengan pereaksi Dragendorf diperoleh hasil bahwa noda Fc2 menunjukan hasil positif terhadap alkaloid ditandai dengan timbulnya bercak coklat kemerahan pada spot yang terbentuk.

Untuk Fc2 (hijau kebiruan) kemudian dilakukan uji kemurnian menggunakan KLT dengan eluen aseton, diklorometana, n-butanol, metanol, kloroform, kloroform: n-heksan (Tengo et al., 2013). Dari hasil uji kemurnian pada isolat Fc2 menunjukan bahwa isolat tersebut telah murni yang ditanda dengan noda tunggal yang berwarna hijau kebiruan. Filtrat tersebut kemudian diuapkan untuk menghilangkan pelarut yang terkandung didalamnya sehingga dihasilkan padatan alkaloid berwarna kuning kemerahan.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian isolasi senyawa alkaloid dilakukan dengan metode maserasi. Namun terdapat sedikit perbedaan pada penggunaan pelarut untuk proses maserasi. Terdapat jurnal yang menggunakan etanol atau metanol pada proses maserasi. Penggunaan pelarut mempengaruhi jumlah ekstrak yang dihasilkan dan rendamen ekstraknya. Digunakan pelarut metanol dikarenakan pelarut ini bersifat universal sehinggal mampu mengikat semua komponen kimia yang terdapat di dalam tumbuhan. Metanol mampu mengikat senyawa yang bersifat polar, non polar dan semi polar. Sedangkan pelarut etanol memiliki keunggulan berupa polaritas yang tinggi sehingga dapat mengekstrak bahan lebih banyak dibandingkan jenis pelarut yang lain. Selain itu etanol memiliki titik didih yang rendah dan cenderung aman. Pemilihan pelarut ini disesuaikan dengan situasi, kondisi dan karakteristik tumbuhan.Disamping itu, pada uji fitokimia setiap jurnal menggunakan pereaksi yang berbeda-beda. Masing-masing pereaksi memiliki keunggulan serta digunakan untuk tujuan yang berbeda-beda. Dari keseluruhan hasil penelitian, didapatkan noda tunggal pada plat KLT. Hal ini menandakan seluruh penelitian berhasil untuk mengekstraksi isolat murni/senyawa murni yaitu alkaloid.

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Achmad, B., & Hussein, E. M. A. (2004). An X-Ray Compton Scatter Method For Density Measurement At A Point Within An Object. Applied Radiation And Isotopes, 60(6), 805�814. Google Scholar

 

Afrida, A. (2014). Isolasi Senyawa Alkaloid Dari Daun Bulian (Eusideroxylon Zwagery T. Et B). Journal Of The Indonesian Society Of Integrated Chemistry, 6(2), 20�24. Google Scholar

 

Aksara, R., Musa, W. J. A., & Alio, L. (2013). Identifikasi Senyawa Alkaloid Dari Ekstrak Metanol Kulit Batang. Jurnal Entropi, 8(01). Google Scholar

 

Bakhtiar, N. (2018). Biologi Dasar Terintegrasi. Kreasi Edukasi. Google Scholar

 

Idrus, R. B., Bialangi, N., & Alio, L. (2013). Isolasi Dan Karakterisasi Senyawa Alkaloid Dari Biji Tumbuhan Sirsak (Annona Muricata Linn). Jurnal Sainstek, 7(01). Google Scholar

 

Lenny, S., & Barus, T. (2016). Isolasi Senyawa Alkaloid Dari Daun Sidaguri (Sida Rhombifolia L.). Jurnal Kimia Mulawarman, 8(1). Google Scholar

 

Muhammad, A. H. A. (2019). Isolasi Senyawa Alkaloid Dari Ekstrak Metanol Kulit Batang Tumbuhan Pelir Kambing (T. Macrocarpa Jack). Jurnal Kimia Khatulistiwa, 6(3). Google Scholar

 

Mutiara, R., Djangi, M. J., & Herawati, N. (2016). Isolasi Dan Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol Kulit Buah Mangrove Pidada (Sonneratia Caseolaris). Chemica: Jurnal Ilmiah Kimia Dan Pendidikan Kimia, 17(2), 52�62. Google Scholar

 

Pulukadang, M. A. (2015). Teknik Permainan Polopalo Berbasis Notasi (Studi Pola Permainan Bernada Diatonis Di Kabupaten Gorontalo. Penelitian Kolaboratif Dana Blu Fsb, 1(1992). Google Scholar

 

Rahasasti, I. D. (2017). Isolasi, Identifikasi Senyawa Alkaloid Total Daun Tempuyung (Sonchus Arvensis Linn) Dan Uji Sitotoksik Dengan Metode Bslt (Brine Shrimp Lethality Test). Jurnal Farmasi An Nasher, 1(1), 8�14. Google Scholar

 

Saragih, B. (2018). Bawang Dayak (Tiwai) Sebagai Pangan Fungsional. Deepublish. Google Scholar

 

Tengo, N. A., Bialangi, N., & Suleman, N. (2013). Isolasi Dan Karakterisasi Senyawa Alkaloid Dari Daun Alpukat (Persea Americana Mill). Jurnal Sainstek, 7(01). Google Scholar

 

Untoro, M., Fachriyah, E., & Kusrini, D. (2016). Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid Dari Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia Purpurata). Jurnal Kimia Sains Dan Aplikasi, 19(2), 58�62. Google Scholar

 

Wijaya, M. (2009). Analisis Praktik Perataan Laba Pada Industri Real Estate Dan Properti Yang Bereputasi Balk Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi Kontemporer, 1(2). Google Scholar

 

 

 

 

 

 


Copyright holder:

Bismar Al Bara, Faizal Auladi Rivianto, Nurlaela, Sulastri (2021)

 

First publication right:

Jurnal Health Sains

 

This article is licensed under: