PENGARUH
RELAKSASI GU IDED IMAGERY TERHADAP BODY IMAGE PADA PASIEN STROKE DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS KLANGENAN KABUPATEN CIREBON
Maesaroh, Wahyudin dan Mitha Erlisya Puspandhani
STIKes Mahardika Cirebon
Email:, M[email protected], [email protected], M[email protected]
info
artikel |
abstrak |
Hanya menggunakan AIJ: Tanggal diterima Tanggal revisi Tanggal yang diterima |
Stroke adalah suatu gangguan dimana
penderita mengalami keterbatasan dalam menjalankan aktifitas sehari-hari
sehingga mengakibatkan body image yang
negatif, Untuk meningkatkan body
image yang negatif dapat dilakukan salah satunya dengan relaksasi guided imagery. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh relaksasi guided imagery
terhadap body image pada pasien
stroke di wilayah kerja puskesmas klangenan kabupaten Cirebon. Desain
penelitian ini menggunakan quasi experimental dengan rancangan one grup pre test-post test design. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel 23 responden. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji paired t-test dengan α 0,05 (5%). Hasil dari penelitian ini didapatkan
bahwa body image
pasien stroke sebelum diberikan relaksasi guided
imageri sebagian besar dengan kategori
negatif yaitu 20 orang (87%), Body
image setelah dilakukan relaksasi guided
imageri sebagian besar dengan kategori negatif yaitu 12 orang (52,2%). dan ada pengaruh relaksasi guided imagery terhadap body
image pada pasien adalah (p=0,000) . Kesimpulan dari penelitian ini ada
pengaruh secara signifikan relaksasi
guided imagery terhadap body image pada
pasien stroke di Wilayah Kerja Puskesmas Klangenan Kabupaten Cirebon. Saran
peneliti, relaksasi guided imageri
dapat dijadikan tindakan keperawatan nonfarmakologis untuk meningkatkan body image pada pasien strokesecara
mandiri. |
Kata kunci: Stroke
, Body Image, Guided Imagery. |
Pendahuluan
Stroke
tergolong dalam cerebrovaskuler disease (CVD)
yang merupakan penyakit gawat darurat dan membutuhkan pertolongan secepat
mungkin (Soeharto, 2004). Stroke merupakan masalah medis utama sebagai penyebab
kematian yang terjadi di masyarakat saat ini (Junaidi, 2011) dan penyebab
kematian ketiga terbesar di dunia (Kaul & Munshi, 2012). Sekitar 42,2
kematian per 100.000 penduduk terjadi akibat stroke pada tahun 2007 (NCHS,
2010). Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penderita
stroke terbesar di Asia (Yastroki, 2009). Jumlah penderita stroke mencapai 8,3
per 100 populasi di Indonesia dengan populasi sekitar 211 juta jiwa, berarti
terdapat sekitar 1,7 juta penderita stroke di Indonesia (Depkes, 2008).
Kejadian
stroke selain menyebabkan kematian, dapat menimbulkan kecacatan bagi penderita
yang mampu bertahan hidup. Kecacatan pada pasien stroke diakibatkan oleh
gangguan organ atau gangguan fungsi organ seperti hemiparesis serta gangguan
kognitif (Wirawan, 2009, Afasia, Disatria, Klebic (2011), & Bejot (2012). Bagi
penderita stroke, konsep diri secara khusus didasarkan pada body image dan sebagai konsekuensinya,
hal ini mempengaruhi fungsi sosial dan hubungan interpersonal mereka
(Rubin, 2005). Body image yang
baik akan menjadikan seseorang memiliki konsep diri yang positif (Dacey &
Keny, 2001 dalam Sari, 2010).
Body Image |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Positif |
3 |
13 |
Negatif |
20 |
87 |
Total |
23 |
100 |
Beberapa teknik non farmakologis direkomendasikan sebagai modalitas pada
pasien stroke seperti stimulasi dan masase, terpi es dan panas, stimulasi
syaraf elektris, distraksi, relaksasi, teknik distraksi seperti musik, guided imagery, dan hipnotis (Strong, Unruh, Wright & Baxter,
2002 dalam Novita, 2012). Guided
imagery merupakan teknik yang menggunakan imajinasi seseorang untuk mencapai
efek positif tertentu (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010).
Body Image |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Positif |
11 |
47,8 |
Negatif |
12 |
52,2 |
Total |
23 |
100 |
Berdasarkan
studi pendahuluan di wilaya kerja Puskesmas Klangenan Kabupaten Cirebon dari
bulan januari sampai april terdapat 38 penderita stroke, Peneliti melakukan
wawancara terhadap 10 orang pasien yang datang ke Puskesmas. Terdapat 7 orang
yang mengalami body image negative
dan 3 orang dengan body image positif.
Berdasarkan
uaraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
�Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery
terhadap Body Image pada
penderita stroke.
Metode
Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian quasi eksperimental dengan metode one group pretest and posttest design dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh relaksasi guided imagery terhadap body image pada pasien stroke, Jumlah sampel sebanyak 23 responden
dengan pengambilan sampel purposive
sampling analisa data dalam penelitian ini uji paired t-test.
Hasil dan Pembahasan
A.
Hasil Penelitian
1. Univariat
a.
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Responden Bahwa Body Image Sebelum Dilakukan Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien
Stroke Diwalayah Kerja Puskesmas Klangenan Kabupaten Cirebon Pada Tanggal 14 Juli
b.
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Responden Bahwa Body Image Setelah Dilakukan
Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Stroke Diwalayah Kerja Puskesmas Klangenan Kabupaten Cirebon
Pada Tanggal 14 Juli Tahun 2014
2. Bivariat
Tabel 3 Hasil Uji Paired Samples Test Pengaruh
Relaksasi Guided Imagery Terhadap Body Image Pada
Pasien Stroke di Wilayah Kerja Puskesmas Klangenan Kabupaten Cirebon
Body Image |
Mean |
SD |
SE |
P value |
N |
Pre Test |
65,43 |
5,341 |
1,114 |
0,000 |
23 |
Post Test |
59,48 |
5,930 |
1,237 |
B.
Pembahasan
1. Univariat
a.
Gambaran
Body Image Pada Pasien
Stroke Di
Wilayah Kerja Puskesmas Klangenan Kabupaten Cirebon
Berdasarkan analisis deskriptif menunjukkan bahwa body image sebelum dilakukan relaksasi guided imagery pada pasien stroke dengan kategori negatif
yaitu 20 orang (87%) dan kategori positif yaitu 3 orang (13%).
Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mufit, (2009) terhadap pasien post
operasi fraktur anggota gerak di ruang bedah wanita RS Militer Malang dengan
hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran diri (body image) negatif sebanyak 6 orang (54,5 %) dan gambaran diri (body image) positif sebanyak 5 orang
45,5 %). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Panusur (2005)
terhadap pasien dengan kolostomi yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan
dengan gambaran diri negatif adalah 58,33% dan hanya 41,67% dari responden
dengan gambaran diri positif.
Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa
sebagian besar body image responden
sebelum dilakukan relaksasi guided
imagery dalam kategori negatif. Hal ini disebabkan adannya pemikiran dan
perasaan negatif dari responden terhadap tubuhnya yang mengalami kecacatan,
maka diperlukan pemberian beberapa teknik psikoterapi seperti stimulasi dan
masase, terpi es dan panas, stimulasi syaraf elektris, distraksi, relaksasi,
teknik distraksi seperti musik, guided
imagery, hipnotis, terapi
perilaku, biofeedback, meditasi, teknik relaksasi autogenik, relaksasi
otot progresif.
Body image adalah persepsi mental seseorang terhadap
tubuh, persepsi mengenai bentuk dan ukuran tubuh berdasarkan evaluasi
individual dan pengalaman sosial terhadap atribut fisik yang dimiliki, serta
penilaian atau cara pandang seseorang terhadap tubuh diri sendiri. (Cash dan
Pruzinsky, 2002.,
Sousa, 2008.,
Rahardjo, 2008.,
Papalia, 2009.,
Putri., 2012., Na�imah dan Putri, 2012).
Cash (2002, dalam Husna, 2013) mengemukakan ada lima
dimensi dalam pengukuran body image
yaitu appearance evaluation (evaluasi penampilan), appearance orientation (orientasi penampilan), overweight preoccupation (kecemasan menjadi gemuk), self-classified weight (pengkategorian
ukuran tubuh) dan body area satisfaction (kepuasan
terhadap bagian tubuh).
Gangguan body
image yang dialami responden terjadi karena dipengaruhi pemikiran dan
perasaan negatif mengenai tubuhnya (Husna, 2013). Hal ini disebabkan kecacatan
yang dialami penderita stroke meliputi ketidakmampuan berjalan, ketidakmampuan
berkomunikasi, serta ketidakmampuan perawatan diri (Wirawan, 2009).
Kondisi tersebut akan mempengaruhi psikologis pasien
stroke. Psikologis pasien stroke bervariasi sesuai dengan penerimaan dan
pemahaman pasien terhadap dirinya.Bagi penderita stroke, konsep diri secara
khusus didasarkan pada body image dan
sebagai konsekuensinya, hal ini mempengaruhi fungsi sosial dan hubungan
interpersonal mereka (Rubin, 2005).
Dengan demikian, gambaran body image pada pasien stroke sebelum dilakukan relaksasi guided imagery sebagian besar berada
dalam kategori negatif. Hal ini disebabkan kondisi fisik dari responden yang
menyebabkan keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang berdampak
pada psikologis pasien.
b.
Gambaran Body
Image Setelah Intervensi Relaksasi Guided
Imagery Pada Pasien
Stroke di Wilayah Kerja Puskesmas Klangenan Kabupaten Cirebon
Berdasarkan analisis deskriptif menunjukkan bahwa body image setelah dilakukan relaksasi guided imagery pada pasien stroke diperoleh peningkatan jumlah
responden dengan kategori positif yaitu 11 orang (47,8) dan penurunan responden dengan kategori negatif
menjadi 12 orang (52,2%) dengan jumlah responden sebanyak 23 orang.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada body image sesudah dilakukan relaksasi guided imagery mengalami perubahan, maka
dapat disimpulkan bahwa relaksasi guided
imagery yang dilakukan dapat meningkatkan body image pasien stroke menjadi lebih baik karena dengan
memberikan latihan guided imagery
pada pasien dengan gangguan body image
dapat memberikan kenyamanan fisik dan mental. Peningkatan jumlah responden yang
memiliki body image positif
disebabkan mereka aktif mengikuti latihan relaksasi guided imagery dan mengikuti prosedur relaksasi guided imagery dengan baik. Sedangkan
responden yang body imagenya tetap
dan tidak mengalami kenaikan karena
responden tidak bisa mengikuti prosedur dengan baik.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh (Lestari, Rauf, Anggriani, 2013) yang meneliti tentang pengaruh latihan
imajinasi terpimpin terhadap tingkat kecemasan pasien di Ruang Perawatan Stroke
Center Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi dengan hasil yaitu ada
pengaruh yang signifikan pada kecemasan yang sudah dilakukan teknik relaksasi guided imagery, menunjukkan data bahwa tingkat kecemasan pasien pada saat pretest sebagian besar responden yang
mengalami cemas sebanyak 16 (53,3%), dan pada saat posttest sebagian besar
responden tidak mengalami cemas sebanyak 27 orang (90,0%).
Stephanie (2004) dalam penelitiannya mengatakan bahwa
respon relaksasi dapat dirasakan jika digunakan dan dipraktekan secara terus
menerus. Sehingga walaupun pasien masih dalam keadaan body image yang masih negatif apabilah melakukan relaksasi guided imagery secara kontinnyu body image bisa jadi positif.
Snyder & Lindquist (2006) mendefinisikan guided imagery sebagai intervensi
pikiran dan tubuh manusia menggunakan kekuatan imajinasi untuk mendapatkan affect
fisik, emosional maupun spiritual. Guided imagery dikategorikan
dalam terapi mind-body medicine oleh Bedford (2012) dengan
mengombinasikan bimbingan imajinasi dengan meditasi pikiran sebagai cross-modal
adaptation.
Walaupun relaksasi guided imagery menunjukkan
hubungan yang signifikan tetapi kalau dilihat dari mean body image setelah dilakukan relaksasi guided imagery pasien
masih ada yang body imagenya negatif
tetapi tujuan dari relaksasi guided imagery sendiri bukan untuk merubah body image jadi positif sekaligus tetapi
bagaimana pasien dapat mengontrol dirinya karena body imagenya.
Guided imagery adalah metode relaksasi untuk mengkhayalkan
tempat dan kejadian berhubungan dengan relaksasi yang menyenangkan. Khayalan
tersebut memungkinkan klien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi
(Novarenta, 2013). Guided imagery menggunakan
imajinasi seseorang yang memanfaatkan cerita atau narasi dalam suatu dirancang
secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu (Smeltzer & Bare, 2002,
Hart, 2008, & Widodo, 2012).
Guided imagery dapat membangkitkan perubahan neurohormonal
dalam tubuh yang menyerupai perubahan yang terjadi ketika sebuah peristiwa yang
sebenarnya terjadi (Hart, 2008). Hal ini bertujuan untuk membangkitkan keadaan
relaksasi psikologis dan fisiologis untuk meningkatkan perubahan yang
menyembuhkan ke seluruh tubuh (Jacobson, 2006).
Dengan demikian, gambaran body image pada pasien stroke setelah dilakukan relaksasi guided imagery sebagian besar berada
dalam kategori positif. Hal ini disebabkan pemberian terapi relaksasi guided imagery karena kondisi rileks ini
sangat dibutuhkan bagi tubuh untuk mencapai kondisi �istirahat� yang akan
mempengaruhi fungsi alat-alat tubuh yang lain.
2.
Analisa Bivariat
Pengaruh Relaksasi Guided Imagery Terhadap Body Image Pada Pasien
Stroke di Wilayah Kerja Puskesmas Klangenan Kabupaten Cirebon Tahun 2014
Berdasarkan hasil uji analisis statistik parametrik
dengan uji Paired Samples Test menunjukkan
bahwa nilai p=0,000 dengan taraf signifikansi 5 % (0,05). Dapat ditarik
kesimpulan bahwa Ha diterima artinya relaksasi guided imagery berpengaruh terhadap body image.
Hasil ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh�
Susanti, Warsito, Armunanto (2013) yang meneliti tentang pengaruh teknik
relaksasi guided imagery terhadap
penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan hasil yaitu ada pengaruh
yang signifikan pada tekanan darah yang sudah dilakukan teknik relaksasi guided imagery, menunjukkan rata-rata
tekanan darah systole 165,86 mmHg dan rata-rata tekanan darah
diastole 104,83 mmHg, sesudah diberikan terapi relaksasi guided imagery menunjukkan rata-rata tekanan darah sistole
158,62 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastole 97,24 mmHg.
Komora et all (2011)
yang meneliti tentang efektifitas teknik relaksasi guided imagery terhadap
pemenuhan rata-rata jam tidur pasien di Ruang Rawat Inap Bedah. Hasil analisa
yang dilakukan dengan uji t independen antara post tes rata-rata jam tidur
kelompok esperimen dengan kontrol didapatkan nilai p<0,05 (0,000). Berarti
dapat disimpulkan ada pengaruh pemberian teknik relaksasi guided imagery terhadap
rata-rata jam tidur pasien rawat inap. Watanabe et al (2006) yang
membuktikan hasil penelitiannya menyebutkan bahwa guided imagery meningkatkan mood positif dan menurunkan mood negatif
individu secara signifikan dan level kortisol yang diukur menggunakan saliva
test juga menunjukkan penurunan yang signifikan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Carter (2006)
menyebutkan bahwa relaksasi guided
imagery dapat mengurangi stress dan pikiran negatif. Demikian pula dengan
penelitian yang dilakukan oleh Burns (2001) yang menyatakan bahwa relaksasi guided imagery efektif dalam
meningkatkan mood dan kualitas hidup pasien kanker. Penelitian Apostolo (2009)
pada pengukuran yang dilakukan berulang menyatakan bahwa relaksasi guided imagery secara signifikan dapat
meningkatkan rasa nyaman dan mengurangi depresi.
Hal ini menunjukkan
bahwa relaksasi guided imagery memiliki efek
relaksasi yang bermanfaat terhadap kesehatan seseorang. Para ahli dalam
bidang teknik guided imagery berpendapat
bahwa imajinasi merupakan penyembuh yang efektif yang mempercepat penyembuhan
dan membantu tubuh mengurangi berbagai macam penyakit seperti mengurangi stress dan kecemasan, mengurangi
nyeri, mengurangi efek samping, mengurangi tekanan darah tinggi, mengurangi
level gula darah (diabetes), mengurangi alergi dan gejala pernapasan,
mengurangi sakit kepala, mengurangi biaya rumah sakit, meningkatkan penyembuhan
luka dan tulang, dan lain-lain. dan body image (Townsend, 2005 & Snyder, 2006).
Tahapan awal guided imagery dilakukan eksplorasi
ketidaksadaran untuk mengetahui sumber permasalahan di masalalu. Tahapan
berikutnya dilakukan intervesi pikiran yang lebih positif melalui imajinasi
yang dipandu. Elias (2009) menyebut teknik untuk menggali masa lalu dengan
istilah teknik regresi. Dalam guided imagery, individu diarahkan untuk
mengeksplorasi ketidaksadarannya sendiri dibantu dengan guided imagery. Berbagai bayangan yang muncul diindikasikan sebagai
sumber permasalahan yang ditekan. Dengan individu menyadari sumber permasalahan
dan perasaannya sendiri, diharapkan individu mengalami perubahan kesadaran (alteredstate
of consciousness). Tahapan berikutnya, yaitu mengarahkan individu untuk
membuat gambaran mental tentang berbagai keadaan yang mampu mengurangi tingkat
kecemasan. Bayangan-banyangan positif pun dibangun untuk mencapai keterbebasan
dari berbagai gejala kecemasan.
Menurut Elias (2009) menyatakan bahwa manusia sendiri
yang menciptakan pikiran serta perasaan yang terganggu maka manusia juga
memiliki kekuatan untuk mengontrol masa depan emosinya. Dengan demikian,
penggantian bayang-bayang (khayalan) negatif memungkinkan pikiran dalam keadaan
positif, tubuh rileks, dan keadaan emosi yang tenang. Keadaan tersebut akan
memperbesar kesempatan meningkakan body
image pada pasien. Imajinasi yang dilakukan individu sepertinya bekerja
secara tidak disadari, sedangkan guided imagery berusaha mengarahkan
imajinasi secara sengaja untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Carter (2006)
menerapkan guided imagery untuk mengurangi tingkat stres, penyebab, dan
gejala-gejala yang menyertai stres. Van Tilburg, et all (2009) menerapkan guidedimagery dalam menangani
gangguan sakit perut pada anak-anak. Dengan demikian, bisa dipahami bahwa guided
imagery melibatkan imajinasi dengan panduan yang ditampilkan dalam bentuk
audio, audio-visual, dan bisa pula panduan audio dipadukan dengan musik
relaksasi.
Snyder & Lindquist (2006) mendefinisikan guided imagery sebagai intervensi
pikiran dan tubuh manusia menggunakan kekuatan imajinasi untuk mendapatkan affect
fisik, emosional maupun spiritual. Guided imagery dikategorikan
dalam terapi mind-body medicine oleh Bedford (2012) dengan
mengombinasikan bimbingan imajinasi dengan meditasi pikiran sebagai cross-modal
adaptation.
Penelitian ini menemukan bahwa penggunaan guided imagery dapat meningkatkan body image pada pasien, hal ini dapat
dijadikan intervensi keperawatan untuk membantu pasien yang mengalami body image yang negatif. Walaupun guided imagery dapat menurunkan
meningkatkan body image tetapi pasien
belum terbebas dari body image yang
negatif. Oleh karena itu tindakan guided
imagery baru efektif jika dipraktekan secara terus menerus, selain itu
praktek latihan guided imagery
memerlukan ruangan khusus yang tenang dan modifikasi dari pelaksanaannya
sehingga tingkat relaksasi yang diharapkan dapat tercapai.
Berdasarkan hasil penelitian peneliti berpendapat bahwa
sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi guided
imagery pada body image mengalami
perubahan, dimana diperoleh peningkatan rata-rata body image pasien stroke. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
relaksasi guided imagery efektif
dalam meningkatkan body image pasien
stroke.
Berdasarkan uraian di atas, disarankan kepada instansi
terkait agar melakukan sosialisasi tentang pelaksanaan relaksasi guided imagery kepada masyarakat dan keluarga pasien
stroke secara berkelanjutan sehingga body
image pada pasien strioke menjadi lebih baik.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 23
responden yaitu pasien
stroke di Wilayah Kerja Puskesmas Klangenan Kabupaten Cirebon, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat
pengaruh relaksasi guided imagery terhadap body
image pada responden dengan nilai probabilitas (p =0,000), di Wilayah Kerja Puskesmas Klangenan Kabupaten
Cirebon.
BIBLIOGRAFI
Astpolo, J., & Katharine, K. (2009). The effects of guided imagery on comfort, depression, anxisety, and
stress of psychiatric inpaintents with depressive disorders. Journal Archives
of Psichiatric Nursing, 23, 403-414.
Bejot, Y., Jacquin, A., Rouaud, O., Durier, J., Eboule, C. A., Hervieu, M.,
Giroud, M. (2012). One-year survival of demented stroke patients: data from the
dijon stroke registry, France (1985-2008). European
Journal of Neurology, 19, 712-717.
Carter, E. (2006). Pre-packaged
Guided Imagery for Stress Reduction: Initial Results. CPH Journal (Counselling,
Psychotherapy, and, Health), 2 (2), 27-39.
Cash.T.F. & Pruzinsky, T. (2002). A
Handbook of theory, research. And clinical practice. Guidfor press.
Castro, A. J., Marchut, M.p., Neafsey, E. J., & Wuster, R. D (2002). Neuroscience an outline approach.
Philadelphia: Mousby.
Chandra, K.P., Tangka. Rottie (2013). Efektifitas
teknik relaksasi nafas dalam dan guided
Elias, J. (2009). Hipnosis dan Hipnoterapi Transpersonal/NLP.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hart, J. (2008). Guided Imagery. Mary
Ann Liebert, INC, 14(6), 295-299.
Husna, N. (2013). Hubungan antara
body image dengan perilaku diet. Skripsi: Universitas Negri Semarang
Jacobson, A.F. (2006). Cognitive-behavioral
interventions for IV insertion pain. AORN JOURNAL, 84(6), 1031-1045
Junaidi, I. (2011). Stroke waspadai
ancamannya panduan stroke paling lengkap. Yogyakarta: ANDI.
Klebic, J., Salihovic, N., Softic, R., & Salihovic, D. (2011). Aphasia disorders outcome after stroke.
Medical Achives, 65(5), 283-286.
Komora, et
all (2011). Efektifitas Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap
Pemenuhan Rata-Rata Jam Tidur Pasien Di Ruang Rawat Inap Bedah. UMS:
Semarang.
Lestari, I, Rauf, S.P., Anggriani. S. (2013). Pengaruh Latihan Imajinasi Terpimpin Terhadap Kecemasan Pasien Stroke
Di Ruang Perawatan Stroke Center Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan. Jurnal Penelitian. Volume 3 Nomor 2 ISSN: 2302-1721.
Mufit., Kasan. (2009). Gambaran Diri (Body
Image) Pada Pasien Poat Operasi fraktur Anggota Gerak di Ruang Bedah
Wanita RS Militer Malang. Jurnal Poltekkes RS dr. Soepraoen
Malang.
NCHS. (2010). Heart disease stroke.
NCHS dataline. Retrieved from http://www.cdc.gov/nchs/pressroom/stats_states.htm.
Novarenta, A. (2013). Guided Imagery
Untuk Mengurangi Rasa Nyeri Saat Menstruasi. Jurnal Vol. 01. No.02. ISSN:
2301-8267
Panusur., Simanjuntak 2005. Kemampuan
Self Care Dan Gambaran Diri Pasien Kolostomi Di Rsup H. Adam Malik Medan.
Jurnal USU.
Putri. D.R. (2012). Hubungan Antara
Body Image Dan Kohesifitas Kelompok Teman Sebaya Dengan Penyesuaian Sosial Pada
Siswa Kelas VIII Progran Akselerasi Di SMP Negri 2 Surakarta. Skripsi:
Universitas Sebelas Maret.
Rubin. L. R. (2005). Eathing For Two:
Body Image Among Frist time Pregnant Woman (dissertation). Arizona: Arizona
State Ubiversity. Dalam Skripsi. Sari. S.H. (2010). Pengaruh Body Image �Tergadap Penyesuaian Diri Wanita Pada
kehamilan pertama. Universitas Sumatera Utara
Smeltzer., Suzanne C. Bare Brenda G. Hinkle
Janice L & Cheever Kerry H. (2002). Buku ajar keperawatan
medikal-bedah Brunner & Suddarth (A. Hartono, H. Y. Kuncara, e. S. L.
Siahaan & A. Waluyo, Trans. 8 ed. Vol. III). Jakarta: EGC.
_______ (2008). Textbook of medical surgical nursing. (11th ed).
Brunner, & Suddarth�s. Philadhelpia: Lippincott Williams & Wilkins, a
Wolter Kluwer Bussiness.
________ (2010). Brunner & Suddarth�s Textbook of Medical-Surgical Nursing edisi
12. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health
Snyder, M., & Lindquist, R. (2006). Complementary/alternaive
therapies in nursing (4th ed). New York: Springer publishing company.
Yastroki. (2009). Stroke Dapat Timbulkan Epilepsi. Diakses
pada tanggal 05 mei 2014. http://www.yastroki.or.id.
Copyright
holder: Maesaroh, Wahyudin dan
Mitha Erlisya Puspandhani (2020) |
First publication
right: Jurnal Health Sains |
|