HUBUNGAN ANTARA KEKURANGAN ENERGI KRONIS
(KEK) DENGAN KEJADIAN PARTUS LAMA DI KECAMATAN CANTIGI KABUPATEN INDRAMAYU
Maria Ulfah
Poltekes Bhakti Pertiwi Husada Cirebon
Email: [email protected]
info
artikel |
abstrak |
Hanya menggunakan AIJ: Tanggal diterima Tanggal revisi Tanggal yang diterima |
Ibu bersalin yang KEK secara teori memiliki resiko lebih besar
untuk mengalami partus lama dibandingkan ibu bersalin tidak KEK. Menurut
Manuaba (2012) ibu bersalin dengan KEK akan cenderung kekurangan energi untuk melakukan his sehingga his lemah
yang dampaknya proses pengeluaran janin terhambat dan memicu terjadinya
partus lama.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kekurangan energi kronis (KEK) dengan kejadian partus lama pada ibu bersalin
di Kecamatan
Cantigi Kabupaten Indramayu tahun 2018. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deksriptif
analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin di Kecamatan Cantigi
Kabupaten Indramayu dengan jumlah sampel 62 orang. Teknik samplingnya menggunakan purposive sampling. Hasil uji korelasi Chi Square diketahui nilai�
p-value = 0,011. Karena nilai p-value� 0,011 kurang dari < α 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya
terbukti ada� hubungan signifikan kekurangan energi kronis (KEK) dengan kejadian partus lama pada ibu bersalin di Wetan Kecamatan Cantigi Kabupaten Indramayu |
Kata kunci: Pernikahan dini, pendidikan, ekonomi |
Pendahuluan
Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tahun 2015 mencapai 349 per 100.000 kelahiran
hidup. Kehamilan dengan Kekurangan Energi Kronis (KEK) merupakan salah satu
penyebab tidak langsung pada kematian ibu hamil di Indonesia sekitar 19,1%
(Depkes RI,2017).
Partus lama adalah jika
persalinan berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada
multi maka dikategorikan sebagai partus lama
(Rustam, 2008:124). Menurut Winkjosastro (2012:75) persalinan (partus) lama ditandai
dengan fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau
lebih tanpa kelahiran bayi, dan dilatasi serviks di kanan garis waspada pada
partograf.Sebab-sebab terjadinya persalinan lama ini adalah multikomplek dan tentu
saja bergantung pada pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan yang baik
dan penatalaksanaannya. Faktor-faktor penyebabnya antara lain kelainan letak
janin, kelainan-kelainan panggul, pimpinan persalinan yang salah, janin besar atau ada
kelainan congenital, primi tua primer dan sekunder, perut gantung, grandemulti, ketuban pecah dini ketika
servik masih menutup, keras dan belum mendatar, analgesi dan anestesi yang
berlebihan dalam fase laten, wanita yang dependen, cemas dan ketakutan dengan
orang tua yang menemaninya ke rumah sakit merupakan calon partus lama.
Partus lama juga bisa disebabkan
oleh kelainan kekuatan his dan mengejan. Ibu bersalin yang memiliki status gizi
baik akan memiliki kekuatan yang cukup untuk melakukan his dan mengejan,
sementara ibu bersalin yang mempunyai status gizinya kurang (KEK) akan
mengalami cepat lelah dan kesulitan untuk melakukan his dan mengejan secara
kuat.
KEK adalah suatu kondisi kurang gizi disebabkan rendahnya konsumsi energi
dalam kehidupan sehari-hari yang berlangsung menahun sehingga tidak memenuhi
angka kecukupan gizi� (Supariasa,
2012:34). Menurut Depkes RI� yang dikutip
oleh Waryana (2010:78), ibu hamil yang menderita KEK mempunyai resikokesakitan
lebih besarterutama pada trimester III kehamilan dibandingkan dengan ibu hamil
normal. Akibatnya mereka mempunyai resiko yanglebih besar untukmelahirkan bayi
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Menurut WHO sekitar 51,8%
ibu hamil di dunia menderita anemia. Dan menurut Pusat Data dan Informasi
Kesehatan RI (Infodatin) tahun 2015 dari seluruh ibu hamil di Indonesia, 82%
mengalami anemia. Anemia merupakan pemicu utama terjadinya kekurangan energi
kronis (KEK)
Pada tahun
2015, angka wanita hamil yang mengalami KEK di Indonesia mencapai 23,4%
sedangkan pada tahun 2016 naik menjadi 31,3%. (Depkes RI, 2017) Untuk propinsi
Jawa Barat prevalensi KEK pada ibu hamil tahun 2016 mencapai 21,2% sedangkan di
Kabupaten Indramayu prevalensi KEK pada ibu hamil tahun 2016 mencapai 16,7% dan
tahun 2017 naik menjadi 17,8% (Dinkes Jabar, 2017).
Kekurangan
Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana ibu penderita kekurangan makanan yang
berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan
pada ibu. Ibu hamil diketahui menderita KEK dilihat dari pengukuran LILA,
adapun batas LILA ibu hamil dengan resiko KEK adalah kurang dari23,5 cm (Depkes
RI, 2010). Ibu hamil dengan KEK adalah suatu keadaan dimana seorang ibu hamil
mengalami kekurangan energi dan protein yang terjadi karena konsumsi bahan
pangan pokok yang tidak memenuhi kebutuhan disertai hidangan yang tidak
seimbang dan pengabsorbsian metabolisme zat gizi yang terganggu (Salmah,
2012:34).
Ibu bersalin yang KEK secara teori
memiliki resiko lebih besar untuk mengalami partus lama dibandingkan ibu
bersalin tidak KEK. Menurut Manuaba (2012) ibu bersalin dengan KEK akan
cenderung kekurangan energi untuk melakukan his
sehingga his lemah yang dampaknya proses pengeluaran janin terhambat dan memicu
terjadinya partus lama.
Metode
Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
pendekatan penyelidikan epidemiologi kasus kontrol (case
control). Menurut Badriah (2009:24) penelitian
kuantitatif adalah suatu penelitian dimana analisis data menggunakan analisis
statistik. Sedangkan pendekatan penyelidikan epidemiologi case control adalah
rancangan penelitian epidemologis yang mempelajari hubungan
antara paparan (faktor resiko atau amatan penelitian) �dan penyakit
atau efek
dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan
status paparannya secara retrospektif (data dari masa lalu) untuk mengetahui besarnya faktor resiko paparan (pada penelitian ini
adalah KEK) terhadap efek (pada penelitian� ini
adalah partus
lama).
Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin
di KecamatanCantigi Kabupaten Indramayu yang berjumlah 135 orang yang terdiri
dari 36 orang yang mengalami partus lama (populasi kasus) dan sisanya yaitu 99
orang tidak mengalami partus lama (populasi kontrol).
Sampel
adalah sebagian kecil dari populasi atau objek yang memiliki karakteristik sama
(Hidayat,2013:37). Jumlah sampel kasus
diambil dari populasi kasus sebanyak 36 orang dengan teknik samplingnya total sampling (yaitu cara pengambilan
sampel dimana seluruh anggota populasi diambil sebagai sampel). Jumlah sampel
kontrol diambil dari populasi kontrol berdasar perbandingan 1:1 dengan sampel
kasus jadi jumlah sampel kontrol sama dengan jumlah sampel kasus yaitu 36 orang dengan teknik samplingnya juga purposive
sampling (yaitu cara pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu,
dalam hal ini yang menjadi pertimbangan adalah matching atau kesamaan paritas). Jadi jika sampel kasus berparitas
primi maka sampel kontrolnya diambil yang berparitas primi juga dan seterusnya.
Jadi jumlah total sampelnya adalah 120 orang. Analisis data
dilakukan dengan analisa univariat dan analisa bivariate untuk mengetahui
apakah ada hubungan variabel independen dengan variabel dependen. Analisa data akan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak dengan
program SPSS.
Hasil dan Pembahasan
A.
Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
a. Kekurangan Energi Kronis (KEK) Pada Ibu Bersalin
Gambaran KEK
pada ibu bersalin sebagai berikut:
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Kekurangan
Energi Kronis (KEK)
Kekurangan Energi Kronik |
�(F) |
Prosentase (%) |
Positif KEK |
20 |
32,3 |
Negatif Tidak KEK |
42 |
67,7 |
Jumlah |
62 |
100.0 |
Berdasar tabel di atas, diketahui bahwa ibu bersalin yang
menjadi responden penelitian hubungan kekurangan energi kronis (KEK) dengan kejadian partus lama pada ibu bersalin
di Kecamatan Cantigi
Kabupaten Indramayu sebagian
besar (67,7%) tidak mengalami kejadian energi kronis (KEK).
b.
Kejadian Partus Lama Pada Ibu Bersalin
Gambaran kejadian partus lama pada ibu bersalin adalah sebagai berikut:
Tabel 2
Gambaran Partus Lama pada Ibu Bersalin
Kejadian Partus Lama |
�(F) |
Prosentase (%) |
Positif Partus Lama |
31 |
50,0 |
Negatif Tidak Partus Lama |
31 |
50,0 |
Jumlah |
62 |
100.0 |
Berdasar tabel 2,
ibu bersalin di BPM Ika Puspayanti, S.Tr, Keb.yang
menjadi responden penelitian hubungan kekurangan energi kronis (KEK) dengan kejadian partus lama pada ibu bersalin
di Kecamatan Cantigi
Kabupaten Indramayu separuhnya
(50,0%) mengalami kejadian partus lama.
2. Analisis Bivariat
Hasil analisis bivariat
hubungan kekurangan energi kronis (KEK) dengan kejadian partus lama pada ibu bersalin di Kecamatan
Cantigi Kabupaten
Indramayu menggunakan
uji Chi Square adalah
sebagai berikut
Tabel 3
Hubungan kekurangan energi kronis (KEK) dengan kejadian partus lama pada ibu bersalin
KEK |
Partus Lama |
p-value |
|||||
Positif |
Negatif |
Total |
|||||
N |
% |
N |
% |
N |
% |
0.011 |
|
Positif |
11 |
84,6 |
2 |
15,4 |
13 |
100 |
|
Negatif |
20 |
40,8 |
29 |
59,2 |
49 |
100 |
|
Total |
31 |
50,0 |
31 |
50,0 |
62 |
100 |
Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa ibu bersalin yang mengalami
kekurangan energi
kronis (KEK), sebagian
besar (84,6%) mengalami
kejadian partus lama. Sedangkan ibu bersalin yang negatif tidak KEK
hanya 40,8% yang mengalami mengalami kejadian partus lama.
Hasil uji korelasi Chi Square diketahui nilai p-value = 0,011. Karena nilai p-value 0,011
kurang dari < α
0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya terbukti ada hubungan signifikan
kekurangan energi kronis (KEK) dengan kejadian partus lama
pada ibu bersalin di Kecamatan Cantigi Kabupaten Indramayu.
B. Pembahasan
1. Kekurangan Energi Kronis (KEK) Pada ibu bersalin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu bersalin di Kecamatan
Cantigi Kabupaten Indramayu adalah 32,2% KEK dan 677% tidak KEK.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian Nur�aisyah (2009) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian partus lama di Puskesmas Remaja Banjarmasin tahun 2009 yang menemukan
bahwa dari 124 sampel yang diteliti terdapat ibu bersalin yang mengalami KEK
sebesar 22.7%.
Selain itu, hasil peneltian ini juga sesuai dengan penelitian Hermanto
(2011), tentang hubungan paritas dengan kejadian KEK pada ibu bersalin di
Puskesmas Kuta Dalam Bali tahun 2011 yang menemukan bahwa 21% ibu bersalin yang
diteliti mengalami KEK.
Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana ibu
penderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang
mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu. Ibu bersalin diketahui
menderita KEK dilihat dari pengukuran LILA, adapun batas LILA ibu bersalin
dengan resiko KEK adalah kurang dari 23,5 cm.
Ibu bersalin� dengan KEK adalah suatu keadaan dimana seorang
ibu bersalin mengalami kekurangan energi dan protein yang terjadi karena
konsumsi bahan pangan pokok yang tidak memenuhi kebutuhan disertai hidangan
yang tidak seimbang dan pengabsorbsian metabolisme zat gizi yang terganggu.
Kekurangan energi kronis pada ibu bersalin mempunyai resiko
kematian ibu mendadak pada masa perinatal atau resiko melahirkan bayi dengan
berat badan lahir rendah (BBLR). Pada keadaan ini banyak ibu yang meninggal
karena perdarahan, sehingga AKI dan AKB meningkat (Depkes RI, 2010).
Gizi yang baik mempunyai andil yang cukup besar pada
pembentukan kualitas SDM, karena kekurangan gizi berdampak negatif pada
kesehatan dan dapat menghambat kualitas SDM. Bila kekurangan gizi terjadi pada
ibu bersalin akan berakibat buruk bagi ibu itu sendiri maupun anak yang
dilahirkan.
KEK adalah suatu kondisi kurang gizi
disebabkan rendahnya konsumsi energi dalam kehidupan sehari-hari yang
berlangsung menahun sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. (Supariasa, 2012).� KEK dapat terjadi pada wanita usia subur
(WUS) dan pada ibu bersalin (bumil). Pada ibu bersalin lingkar lengan atas
digunakan untuk memprediksi kemungkinan bayi yang dilahirkan memiliki berat
badan lahir rendah. Ibu bersalin diketahui menderita KEK dilihat dari
pengukuran LILA, adapun ambang batas LILA WUS (ibu bersalin) dengan risiko KEK
di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau
dibagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK dan
diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai
risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan
anak. Lingkar lengan atas merupakan indikator status gizi yang digunakan
terutama untuk mendeteksi kurang energi protein pada anak-anak dan merupakan alat
yang baik untuk mendeteksi wanita usia subur dan ibu bersalin dengan risiko
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.
Hal ini sesuai dengan teori Proverawati
(2009), bahwa pengukuran LILA pada kelompok wanita usia subur (WUS) adalah
salah satu cara deteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat
awam, untuk mengetahui kelompok berisiko kekurangan energi kronis (KEK).
Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status
gizi dalam jangka pendek. Pengukuran LILA digunakan karena pengukurannya sangat
mudah dan cepat. Hasil pengukuran LILA ada dua kemungkinan yaitu kurang dari
23,5 cm��� dan diatas atau sama dengan
23,5 cm.� Apabila hasil pengukuran
<23,5 cm berarti risiko KEK dan ≥23,5 cm berarti tidak berisiko KEK.
Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Penilaian secara tidak langsung ada dua yaitu survei konsumsi makanan dan
statistik vital. Penilaian status gizi secara langsung ada empat penilaian
yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Untuk mengetahui status gizi
ibu bersalin digunakan pengukuran secara langsung dengan menggunakan penilaian
antropometri.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi ibu bersalin
diantaranya adalah umur, berat badan, aktivitas, status kesehatan, pengetahuan
gizi dalam makanan, kebiasaan dan pandangan wanita terhadap makanan, dan status
ekonomi (Surasih, 2006). Selain itu, keadaan gizi ibu bersalin juga dipengaruhi
oleh asupan makanan, pernah tidaknya menderita penyakit infeksi, jarak
kelahiran, paritas, dan usia kehamilan pertama.
Masih adanya ibu bersalin yaitu 23,8%
yang mengalami KEK tidak terlepas dari adanya umur ibu bersalin yang resiko
tinggi yaitu < 20 tahun dan > 35 tahun. Umur ibu bersalin yang masih muda menyebabkan kejiwaan
ibu selama kehamilan
labil dan ini akan berpengaruh pada aspek fisik dan emosional ibu bersalin
sehingga berpengaruh pada nafsu makan yang tidak bergairah yang dampaknya
kekurangan asupan nutrisi sumber energi. Demikian juga pada ibu bersalin umur
di atas 35 tahun, secara fisik kondisinya sudah cepat lelah sehingga dapat
menyebabkan kekurangan energi kronis juga.
2.
Kejadian Partus Lama Pada ibu bersalin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian partus lama pada ibu bersalin
di Kecamatan Cantigi Kabupaten Indramayu tahun 2018 adalah
50,0% positif partus lama dan 50,0% negatif tidak patus lama.
Adanya proporsi yang sama besarnya
antara ibu bersalin mengalami kejadian partus lama dan yang tidak mengalami
kejadian partus lama terjadi karena rancangan penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah rancangan�
epidemiologi case control (kasus
pembandng).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nur�aisyah (2009)
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian partus lama di Puskesmas
Remaja Banjarmasin tahun 2009 yang menemukan bahwa dari 124 sampel yang
diteliti terdapat ibu bersalin yang mengalami partus lama 21,5%.
Hasil peneliian ini juga sesuai dengan penelitian Farhatun (2011) tentang
hubungan partus lama dengan asifikasi pada BBL di Puskesmas Banjarmasin Muda
Kabupaten Banjarmasin tahun 2011 yang salah satunya hasilnya menyebutkan bahwa
rata-rata kejadian partus lama mencapai nilai 20.6%.
Menurut Rahayu (2011), persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan
janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian
fisiologis yang normal. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam.
Persalinan normal bila tidak ada, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin. Persalinan dikatakan normal bila tidak ada penyulit.
Partus lama adalah jika persalinan berlangsung lebih dari 24 jam pada
primi dan lebih dari 18 jam pada multi maka dikategorikan sebagai partus lama.
Persalinan lama ditandai dengan fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah
berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi, dan dilatasi serviks di
kanan garis waspada pada partograf. Sebab-sebab terjadinya persalinan
lama ini adalah multikomplek dan tentu saja bergantung pada pengawasan selagi
hamil, pertolongan persalinan yang baik dan penatalaksanaannya.
Faktor-faktor penyebabnya antara lain kelainan letak
janin, kelainan-kelainan panggul, ibu kurang gizi (KEK), pimpinan persalinan yang salah, janin
besar atau ada kelainan congenital, primi tua primer dan sekunder,perut gantung, grandemulti, ketuban
pecah dini ketika servik masih menutup, keras dan belum mendatar, analgesi dan
anestesi yang berlebihan dalam fase laten, wanita yang dependen, cemas dan
ketakutan dengan orang tua yang menemaninya ke rumah sakit merupakan calon
partus lama.
Partus lama juga bisa disebabkan oleh kelainan kekuatan his dan mengejan. Ibu bersalin yang memiliki status gizi baik
akan memiliki kekuatan yang cukup untuk melakukan his dan mengejan, sementara
ibu bersalin yang mempunyai status gizinya kurang (KEK) akan mengalami cepat
lelah dan kesulitan untuk melakukan his dan mengejan secara kuat sehingga akan
mengakibatkan partus lama. Sebab-sebab terjadinya persalinan lama ini adalah
multikomplek dan tentusaja bergantung pada pengawasan selagi hamil, pertolongan
persalinan yangbaik dan penatalaksanaannya.
Berdasar data pengamatan dan wawancara� penulis selama melakukan penelitian, hampir semuanya menyatakan takut akan mengalami
kejadian partus lama. Kecemasan ini terjadi terutama pada ibu primigravida dan
ibu multigravida. Data responden penelitian juga banyak yang merupakan ibu primigravida
sehingga dan kajadian partus lama sebagian besar terjadi pada ibu primigravida.
Hal ini dapat dipahami karena ibu primigravida menjelang bersalin akan
mengalami kecemasan yang lebih tinggi dibanding ibu multigravida, padahal
kecemasan adalah salah satu faktor resiko terjadinya partus lama. Primigravida
adalah keadaan di mana seorang wanita mengalami masa kehamilan untuk pertama
kalinya (Manuaba, 2007).
Dengan kemungkinan risiko tinggi, sehingga
dibutuhkan perawatan antenatal, natal dan postnatal (Nargis et al., 2010).
Perbedaan mendasar kehamilan primigravida dengan multigravida yaitu pada
primigravida, ostium uteri internum belum terbuka dan akan terbuka lebih
dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis kemudian ostium uteri
internum baru akan membuka. Sedangkan pada multigravida, ostium uteri internum
dan ostium uteri eksternum sudah sedikit terbuka (Prawirohardjo, 2009).
Pengawasan pada ibu hamil dengan usia di bawah 18
tahun perlu diperhatikan karena pada saat itu sering terjadi risiko anemia,
hipertensi menuju preeklamsia/eklamsia, persalinan dengan berat bayi lahir
rendah, kehamilan disertai infeksi, penyulit proses persalinan yang diakhiri
dengan tindakan operasi. Aspek sosial yang sering menyertai ibu hamil dengan
usia muda adalah kehamilan yang belum diinginkan, kecanduan obat dan atau
perokok, dan antenatal care yang kurang diperhatikan. Dalam era modern, wanita
karir dan berpendidikan banyak yang ingin hidup mandiri mengejar karir sehingga
kemungkinan akan terlambat menikah dan hamil di atas usia 35 tahun (Manuaba,
2007).
Usia terbaik seorang wanita untuk hamil adalah 20
tahun hingga 35 tahun. Apabila seorang wanita mengalami primigravida (masa
kehamilan pertama kali) di bawah usia 20 tahun, maka disebut primigravida muda.
Sedangkan apabila primigravida dialami oleh wanita di atas usia 35 tahun, maka
disebut primigravida tua. Bukti menunjukkan bahwa patofisiologi primigravida
dengan preeklamsia berbeda dari observasi pada multigravida, yang menunjukkan
bahwa risiko preeklamsia pada primigravida lima belas kali lebih besar daripada
multigravida (Barden et al., 1999).
Umur reproduksi tidak sehat
lebih dikenal dengan umur resiko
tinggi (Resti). Status
ini melekat pada wanita yang berusia < 20 tahun dan > 35 tahun. Pada fase reproduksi wanita usia ini memiliki resiko tinggi untuk menjalani kehamilan. Umur
kurang dari 20 tahun
adalah keadaan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga mempengaruhi keadaan ibu dan perkembangan janinnya. Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun secara biologis belum
optimal emosinya cenderung
labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami guncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap kesiapan alat-alat
reproduksinya. Usia di bawah
20 tahun bukan masa yang baik untuk hamil karena organ-organ reproduksi belum sempurna, hal ini tentu akan menyulitkan proses kehamilan dan
persalinan. (Prihartini dan Iryadi, 2019).
Beberapa peneliti menggunakan istilah �advanced
maternal age� pada ibu hamil usia 35 tahun atau lebih, tanpa melihat paritas. Atau
Older woman atau Gravida tua atau Elderly gravid (Cunningham, 1995). Sedangkan
dalam Jurnal Naqvi et al. (2004) menyebut older primigravida pada ibu yang
hamil pertama pada usia 35 tahun atau lebih.
Primigravida tua (older primigravida) adalah
seorang wanita dimana mengalami kehamilan pertama pada usia lebih dari 35
tahun. Seorang primigravida tua
memiliki risiko preeklamsia lebih tinggi oleh karena adanya perbedaan
elastisitas dan kemunduran sistem kardiovaskuler, selain itu seorang
primigravida tua memiliki kecenderungan mengalami masalah obesitas lebih tinggi
dibanding primigravida muda (Naqvi et al., 2004).
Banyak faktor yang menyebabkan seorang wanita
mengalami primigravida tua. Selain oleh karena faktor alami biologis, kini
wanita karir dan terdidik banyak yang ingin hidup mandiri untuk mengejar karir
sehingga akan terlambat menikah dan hamil di atas usia 35 tahun. Pengawasan
perlu diperhatikan karena dapat terjadi hipertensi karena stres pekerjaan yang
kemudian hipertensi ini dapat menjadi pemicu preeklamsia, Diabetes Melitus,
perdarahan antepartum, abortus, persalinan prematur, kelainan kongenital, dan
ganggguan tumbuh kembang janin dalam rahim (Manuaba, 2007).
Baik
primigravida muda maupun primigravida tua memiliki Kehamilan Risiko Tinggi
(KRT), yaitu keadaan di mana jiwa ibu dan janin yang dikandungnya dapat
terancam, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Namun pada primigravida muda
memiliki risiko lebih rendah, karena dianggap memiliki ketahanan tubuh lebih
baik daripada primigravida tua (Manuaba, 2007).
Hal ini diperkuat oleh suatu penelitian yang
membandingkan antara primigravida muda dan primigravida tua. Didapatkan pada
kehamilan primigravida tua memiliki risiko komplikasi lebih berat, seperti
hipertensi kronis, superimposed hypertension, tingkat persalinan dengan operasi
caesar yang lebih tinggi, persalinan dengan bantuan bila dibandingkan
primigravida muda (Shehadeh, 2002). Juga ditemukan adanya kelainan pertumbuhan
intrauterin dan malformasi kongenital (Naqvi et al., 2004).
Dikemukakan juga oleh penelitian Al-Turki et al.
(2003) dan Heija A (2000) bahwa pada primigravida tua memiliki risiko
komplikasi seperti Diabetes Melitus, preeklamsia, plasenta previa dan besar
kemungkinan menyebabkan persalinan secara sectio caesarea bila dibandingkan dengan
penyebab lain seperti umur kehamilan lewat bulan dan berat lahir bayi.
3. Hubungan Kekurangan Energi Kronis (KEK) Dengan Kejadian Partus Lama Pada Ibu Bersalin
Hasil analisis bivariat untuk menguji hipotesis penelitian menggunakan
uji Chi Square didapat
hasil p-value yang besarya 0,011< α 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
signifikan kekurangan energi kronis (KEK) dengan kejadian partus lama pada ibu bersalin di Kecamatan
Cantigi Kabupaten Indramayu.
Hubungan signifikan artinya bahwa faktor kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu bersalin merupakan salah satu faktor yang
cukup bermakna dalam kejadian partus lama, sehingga harus diperhatikan dan
diprioritaskan agar setiap ibu bersalin memiliki status gizi yang baik sehingga tidak
mengalami KEK agar proses persalinan dapat�
berjalan secara normal.
Berdasarkan hasil uji Chi Square di atas maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis nihil (ho) berhasil ditolak jadi hipotesis alternative (Ha) diterima
artinya ada hubungan signifikan kekurangan energi kronis (KEK) dengan kejadian partus lama pada ibu bersalin di Kecamatan
Cantigi Kabupaten Indramayu.
Hasil penelitian di atas sesuai dengan penelitian dari Nur�aisyah (2009)
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian partus lama di Puskesmas
Remaja Banjarmasin tahun 2009 yang menghasilkan kesimpulan bahwa KEK merupakan
salah satu faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian partus lama
denga nilai p=0.001.
Menurut Manuaba (2008), sebab-sebab terjadinya persalinan lama ini adalah multikomplek
dan tentusaja bergantung pada pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan
yangbaik dan penatalaksanaannya. Faktor-faktor penyebabnya antara lain kelainan
letak janin, kelainan-kelainan panggul, kelainan kekuatan his dan mengejan,
pimpinan persalinan yang salah, janin besar atau ada kelainan congenital, primi
tua primer dan sekunder, perut gantung, grandemulti, ketuban pecah dini ketika
servik masih menutup, keras dan belum mendatar, analgesi dan anestesi yang
berlebihan dalam fase laten, wanita yang dependen, cemas dan ketakutan dengan
orang tua yangmenemaninya ke rumah sakit merupakan calon partus lama. Ibu
bersalin yang KEK maka ketika bersalin akan mengalami kekurangan tenaga dalam
melakukan his bahkan sering pingsan sehingga ini dapat memperlama proses
persalinan. Jadi hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
partus lama dapat disebabkan salah satunya karena adanya faktor KEK.
�����������
Kesimpulan
Kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu bersalin di BPM Ika Puspayanti, S.Tr,Keb. Desa Cantigi Wetan Kecamatan Cantigi Kabupaten Indramayu tahun 2018 �adalah 32,3%�
positif KEK dan 67,7% negatif tidak KEK.
Kejadian partus lama pada
pada ibu bersalin di BPM Ika Puspayanti, S.Tr,Keb.
Desa Cantigi Wetan Kecamatan Cantigi Kabupaten Indramayu tahun 2018. adalah 50,0% positif partus lama dan 50,0% negatif tidak
partus lama.
Ada hubungan signifikan
kekurangan energi kronis (KEK) dengan kejadian partus lama ibu bersalin di BPM Ika Puspayanti, S.Tr,Keb. Desa Cantigi Wetan Kecamatan Cantigi Kabupaten Indramayu dengan p-value
0,011.
BIBLIOGRAFI
Arikunto,S, 2010.�
Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik.Jakarta :RenikaCipta.
BKKBN.�
2008.(Data susenas,2010 dalam puslitbang kependudukan BKKBN)
Fakultas Syariah UIN Raden Fatah Palembang
Maesaroh, M., & Iryadi, R. (2020). Pengaruh Empat
Faktor Terhadap Pemberdayaan Remaja Dalam Upaya Pencegahan Seks Bebas Pada
Program PKPR. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 5(4),
92-109.
Narbuko, Achmadi. 2009. Metodologi Penelitian Jakarta: Bumi Aksara
Notoatmodjo, Soedikidjo. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soedikidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soedikidjo. 2012. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono, 2010.�
Metode Penelitian Kuantitatif,
kualitatif. Alfabeta Bandung.
Etha Mambaya.2011, akibat
dari pernikahan dini terhadap reproduksi.
Hotnatalia Naibaho.2013, remaja yang ingin tahu dan ingin mencoba.
Novita, Ahmad. 2014. �faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi remaja terhadap
pernikahan usiadini di SMA Negeri 1 Rengas dengklok Kabupaten Karawang� Karya
Tulis Ilmiah: UNSIKA
Nukman, Abbas, Al-Asy�ari. 2009. Misteri Perbuatan Manusia dan Pernikahan. Jakarta: Erlangga
Saebani, Ahmad, Beni. 2008 Pengaruh Nikah Muda.�
Bandung: PustakaSetia
Sugiyono, 2010.
Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Ulwan, Abdullah, Nasikh. 2009. Perkawinan Masalah Orang Muda, Orang Tuadan
Negara Jakarta: Gema Insani Press
Copyright
holder: Maria Ulfah (2020) ������������������������������������������������������� |
First publication
right: Jurnal Health Sains |
|