FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERNIKAHAN USIA MUDA DI DESA GUNUNG SEMBUNG KECAMATAN PAGADEN KABUPATEN SUBANG

 

Ade Rahayu Prihartini dan Rosidah

Poltekes Bhakti Pertiwi Husada Cirebon

Email: [email protected], [email protected]

 

info artikel

abstrak

Hanya menggunakan AIJ:

Tanggal diterima

Tanggal revisi

Tanggal yang diterima

Pernikahan usia muda merupakan pernikahan di bawah usia kurang dari 20 tahun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Faktor-Faktor yang mempengaruhi pernikahan usia muda di Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang. Metodeyang digunakan adalah metode survey analitik dengan menggunakan analisa secara univariat dan bivariat dengan populasinya yaitu wanita yang menikah di Desa Gunung Sembung sebanyak 50 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode total sampling. Hasil penelitian univariat yaitu terdapat 19 orang (38%) menikah di usia muda dan sebanyak 31 orang (62%) tidak menikah di usia muda, sebanyak 18 orang (36%) dengan ekonomi rendah dan sebanyak 32 orang (64%) dengan tingkat ekonomi tinggi 2018 sebanyak 18 orang (36%) Ada hubungan factor pendidikan dengan pernikahan usia Hasil analisa bivariat hasilnya muda di Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang dengan nilai p value 0,000 atau p value < 0,05.

Kata kunci:

Pernikahan dini, pendidikan, ekonomi



Pendahuluan

Di abad 21, fenomena pernikahan gadis belia yang masih di bawah umur masih banyak terjadi di negara berkembang. Menurut data dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), satu dari sembilan anak perempuan di negara berkembang, menikah di usia yang masih tergolong muda yakni 15 tahun. Jika tidak ada perubahan terhadap tradisi ini, diperkirakan pada tahun 2020, ada 14,2 juta gadis belia akan menjadi pengantin perempuan tiap tahunnya. Berbagai alasan, mulai dari kemiskinan hingga tradisi budaya, melatarbelakangi terjadinya pernikahan gadis di usia dini. Pernikahan usia muda yang menjadi fenomena sekarang ini pada dasarnya merupakan satu siklus fenomena yang terulang dan tidak hanya terjadi di daerah pedesaan yang kebanyakan dipengaruhi oleh minimnya kesadaran dan budaya namun juga terjadi di wilayah perkotaan yang secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh era model dari dunia hiburan yang mereka tonton.

Menurut definisi Organisasi Dunia (WHO), remaja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10-19 tahun. Sementara PBB menyebut anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun. Masa-masa remaja sering berhubungan dengan pertumbuhan, perubahan, dan Kesehatan munculnya berbagai kesempatan terhadap risiko kesehatan reproduksi. (Rafidah,2009).

Keberadaanremajamemilikipengaruhyangbesarbagiperkembanganmasa depandunia.Padatahun2009jumlahremajadidunia mencapai 1,2milliardari6,79miliar jiwa penduduk dunia. Di Asia Tenggara mencapai 18-25 % dari seluruh populasi didaerahtersebut.Sedangkanmenurutsensuspendudukpadatahun2014,jumlah remaja di Indonesia usia 10-24tahun adalah sebesar � 64 juta jiwa, artinya 27,6 % dari totalpendudukIndonesia237,6jiwa(Indonesia,2014).Besarnyajumlahpenduduk padakelompokiniakansangatmempengaruhipertumbuhanpendudukdimasayang akandatang.Ketika pendudukkelompokumurinimemasukiumurreproduksiakan mengakibatkan laju pertambahan penduduk yang tinggi untuk beberapa tahun ke depan, sertamenimbulkanbeberapamasalahyangmenghawatirkanapabilatidakdiadakan pembinaan yang tepat dalam perjalanan hidupnya terutama kesehatannya. Masa remaja dapatdikelompokankedalam masaremajaawalyaituusia12-15tahun,masaremaja pertengahan yaitu usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir yaitu usia 18-21 tahun. Masa remajadisebutjugasebagaiperiodeperubahan,tingkatperubahandalamsikap,dan perilakuselamamasaremajasejajardenganperubahanfisikyangdialamiolehremaja. (Maesaroh, 2020).

Pada kasus pernikahan usia dini biasanya memiliki faktor penyebab yaitu pengaruh pergaulan, kurangnya budaya akan bahaya pernikahan usia dini, faktor sosial ekonomi, kebudayaan, kurangnya budaya agama dan masih banyak lagi. Di sini peran orang tua sebagai keluarga sangat penting untuk mengarahkan anak ke arah yang lebih baik serta peran tokoh agama pun dibutuhkan untuk lebih memberikan edukasi tentang pernikahan dini serta memberikan pemahaman agar para remaja memiliki keyakinan agar hidup lebih terarah. (Rafidah, 2009).

Menurut kesehatan dunia (WHO) secara global terdapat 28 kasus per 1.000 perempuan setiap tahunnya. Jumlahnya naikdari 44 persen di tahun 2006 menjadi 49 persen pada tahun 2008.Fenomena nikah usia dini ( early marriage ) masih sering djumpai pada masyarakat Timur Tengah dan Asia Selatan dan pada beberapa kelompok masyarakat di Sub- Sahara Afrika. Di Indonesia sendiri angkanya sekitar 30%, Indonesia merupakan negara ke-37 dengan jumlah perkawinan dini terbanyak di dunia(Rafidah, 2009).

Di Asia Tenggara didapatkan data bahwa sekitar 10 juta anak usia di bawah 18 tahun telah menikah. Untuk levelASEAN, Indonesia berada di urutan kedua setelah kamboja. (Haritono, 2014) Di Indonesia didapatkan data pada tahun 2016 sebanyak 22.000 perempuan muda di Indonesia berusia 10-16 tahun sudah menikah terutama terjadi di pedesaan sebesar 0,03 persen. (Haritono, 2014).

Di Jawa Barat angka kejadian pernikahan usia dini mencapai 52,26% kasus perempuan menikah usia di bawah 19 tahun.(Aryo, 2016). Di Kabupaten Subang angka kejadian pernikahan usia dini pada tahun 2016 sekitar 74.321 pasangan yang melakukan pernikahan dan sebagian besar yang melakukan pernikahan adalah pada usia di bawah 20 tahun (Suheri, 2016).

Di Kecamatan Pagaden angka kejadian pernikahan usia dini pada tahun 2017 mencapai 327 pasangan yang melakukan pernikahan dan sebagian besar yang melakukan pernikahan adalah pada usia di bawah 20 tahun (Data Kementerian Agama Kabupaten Subang, di Wilayah Kecamatan Pagaden tahun 2017). Di Desa Gunung Sembung angka kejadian pernikahan usia dini pada tahun 2017 mencapai 53 pasangan yang melakukan pernikahan dan sebagian besar yang melakukan pernikahan adalah pada usia di bawah 20 tahun. (KUA Desa Gunung Sembung 2017).

Dalam suatu lingkungan peran masyarakat sangat penting dalam pembentukan suatu hubungan sosial, baik dilingkungan pedesaan mau pun perkotaan. Masyarakat adalah suatu kumpulan individu yang saling berinteraksi satu sama lain untuk mencapai kesejahteraan bersama.

Dalam kehidupan bermasyarakat tentunya sering ditemukan kejadian dan masalah yang tidak di duga dan masyarakat pun kadang bersikap acuh tak acuh dan bahkan memilih tidak peduli untuk mengatasinya, tapi pada hakikatnya dalam mengatasi masalah yang ada di lingkup lingkungan masyarakat peran anggota masyarakat sangat penting untuk memecahkan dan memberikan solusi pada masalah tersebut.(Rafidah, 2009).

Salah satu contoh masalah yang terjadi dalam masyarakat adalah kasus pernikahan usia dini. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia dengan berbagai latarbelakang. Telah menjadi perhatian komunitas internasional mengingat resiko yang timbul akibat pernikahan yang dipaksakan, hubungan seksual pada usia dini, kehamilan pada usia muda, dan infeksi penyakit menular seksual. Kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor penting yang berperan dalam pernikahan usia dini. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu risiko komplikasi yang terjadi di saat kehamilan dan saat persalinan pada usia muda, sehingga berperan meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Selain itu, pernikahan di usia dini juga dapat menyebabkan gangguan perkembangan kepribadian dan menempatkan anak yang dilahirkan beresiko terhadap kejadian kekerasan dan keterlantaran. Masalah pernikahan usia dini ini merupakan kegagalan dalam perlindungan hak anak. Dengan demikian diharapkan semua pihak termasuk dokter anak, akan meningkatkan kepedulian dalam menghentikan praktek pernikahan usia dini.(Rafidah, 2009)

Tingginya angka pernikahan usia dini akan berdampak pada kesehatan reproduksi wanita dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang akan menyebabkan dampak pada ibu dan janin. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium development goals yaitu tujuan ke 5 meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015adalah menurunkan 102 kematian/100.000 kelahiran hidup resiko jumlah kematian ibu, dan sekarang diubah menjadi Sustainable development goals yang ada di tujuan ke 3 yaitu kehidupan sehat dan sejahtera dengan poin target yang sama yaitu menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi.

Untuk meredam maraknya kasus pernikahan usia dini, BKKBN menggencarkan program Generasi Berencana (Genre). Program itu berisi sosialisasi tentang budaya mengenai keluarga berencana yang menyasar kalangan remaja dengan cara melakukan penyuluhan. Dalam program tersebut remaja diberikan arahan tentang dunia pergaulan bebas, di program tersebut remaja di berikan berbagai macam materi yang membahas seputar dampak, kerugian dan faktor apa saja yang menyebabkan terjadi pernikahan usia dini, sehingga remaja tahu dan mengerti dan lebih terpenting bisa menanggulangi dan menekan angka pernikahan usia dini di Indonesia.

Menurut penelitian yang di lakukan Ayu Dewi Listyorini (2010), dengan judul �Faktor yang mempengaruhi tingginya pernikahan dini di Desa Ngasem Kecamatan Colomadu Kabupaten Surakarta Tahun 2015�.Penelitian ini menggunakan survey deskriptif cross sectionaldengan simplerandom sampling. Hasil penelitian dari 60 responden menunjukkan bahwa peran serta keluarga tentang risiko pernikahan dini sebagian besar masuk dalam kategori baik sebanyak 16responden (26,67%), kategori cukup sebanyak 9 responden (15 %), dan kategori kurang sebanyak 35 responden (58,33%). Dan dapat disimpulkan bahwa penelitian ini dari 60 keluarga banyak yang kurang berperan serta terhadap penanganan risiko pernikahan usia dini sebanyak 35 responden (58,33%).

Beradasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang dengan wawancara kepada 10 orang wanita yang menikah usia dini, 4 orang beralasan karena faktor ekonomi, 3 orang beralasan karena faktor pendidikan rendah dan 3 orang beralasan karena faktor budaya atau adat di daerah mereka, Dari data tersebutpenulis ikut tertarik ingin mengetahui dan mengukur seberapa banyak peran masyarakat terhadap kasus pernikahan dini inidikarenakan pernikahan dini adalah salah satu masalah yang sangat penting bagi kesehatan karena mencangkup ruang lingkup kesehatan reproduksi yang bisa mengakibatkan bahaya tidak hanya dalam sisi psikologis bahkan kematian., dan penulis akan melakukan penelitian di Desa Gunung Sembung.

 

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian survey analitik (korelasional) yaitu survei atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi, kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara faktor resiko dengan faktor efek, dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita yang menikah pada bulan Januari - Agustus di Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang sebanyak 50 orang

 

Hasil dan Pembahasan

Hasil Univariat

GambaranPernikahan usia muda di Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang adalah sebagai berikut:

No

Pernikahanan usia muda

F

%

1.

Ya

19

38.0

2.

Tidak

31

62.0

Total

50

100%

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa variabel Pernikahan usia muda di Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang menunjukkan bahwa dari 50 responden terdapat 19 orang (38%) menikah di usia muda dan sebanyak 31 orang (62%) tidak menikah di usia muda.

Gambaran Faktor pendidikan di Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang adalah sebagai berikut :

Pendidikan Responden

F

%

Rendah

18

36.0

Menengah

29

58.0

Tinggi

3

6.0

Total

50

100,0

Dari tabel di atas diketahui bahwa dari 50 orang yang menjadi responden penelitian 18 orang (36%) berpendidikan dengan kategori Rendah (SD,SMP), 29 orang (58%) berpendidikan dengan kategori Menenggah (SMA), dan 3 orang (6%) berpendidikan dengan kategori Tinggi (Diploma, PT).

Gambaran Faktor ekonomi di Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang.

Non

Faktor ekonomi

F

%

1.

Rendah

18

36.0

2.

Tinggi

32

64.0

Total

50

100%

 

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 50 orang responden yang menjadi sampel penelitian di Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subangmenunjukkan bahwa sebanyak 18 orang (36%) dengan ekonomi rendah dan sebanyak 32 orang (64%) dengan tingkat ekonomi tinggi.

Hasil Bivariat dan Pembahasan:

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan uji chi square dalam penelitian ini untuk mengetahui Faktor-Faktor yang mempengaruhi pernikahan usia muda di Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi squere menunjukan bahwa nilai p value 0,000 atau p value < 0,05 hal ini berarti Ho ditolak yang artinya ada hubungan faktor pendidikan dengan pernikahan usia muda di Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang.

Halini sesuai dengan penelitian (Fahmidul Haque, 2014)menyatakanbahwaadahubungan yang signifikan antara usia pernikahan dini dantingkatpendidikanresponden(x2=53,54 dengan nilai P 0,000)

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi squere menunjukan bahwa nilai p value 0,001 atau p value < 0,05 hal ini berarti Ho ditolak yang artinya ada hubungan faktor ekonomi dengan pernikahan usia mudadi Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang.

Halini sejalandenganpenelitian(Rafidah, Barkinah,&Yuliastuti,2015)yang menyatakanbahwaadahubunganyang bermaknaantara ekonomi keluarga dengan pernikahanusiadinip=0,000danOR sebesar21,74artinyarespondendengan ekonomirendahkemungkinanberisiko21 kalimenikahpadausia<20tahun disbanding responden dengan ekonomi tinggi.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi squere menunjukan bahwa nilai p value 0,001 atau p value < 0,05 hal ini berarti Ho ditolak yang artinya ada hubungan faktor ekonomi dengan pernikahan usia mudadi Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang.

Halini sejalandenganpenelitian(Rafidah, Barkinah,&Yuliastuti,2015)yang menyatakanbahwaadahubunganyang bermaknaantara ekonomi keluarga dengan pernikahanusiadinip=0,000danOR sebesar21,74artinyarespondendengan ekonomirendahkemungkinanberisiko21 kalimenikahpadausia<20tahun dibanding responden dengan ekonomi tinggi.

BKKBN sendiri telah mencanangkan Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) pada tahun 2010, bahwa disarankan untuk menikah bagi wanita pada usia 20 tahun dan bagi laki-laki 25 tahun. Sayangnya program ini belum disahkan pemerintah melalui Undang-Undang Perkawinan, karena sampai saat ini Undang-Undang Perkawinan yang digunakan adalah Undang-Undang tahun 1974. Dengan demikian, masyarakat masih akan menganggap sah-sah saja jika menikah maupun menikahkan anaknya pada usia yang masih sangat muda.

Maraknya pernikahan usia muda di pedesaan diakibatkan masyarakat di pedesaan tingkat ekonomi dan pendidikannya masih rendah, sehingga para orang tua memilih untuk menikahkan anaknya, dengan harapan akan meringankan beban ekonomi keluarga bahkan bisa untuk mengangkat ekonomi keluarga jika sang anak wanita menikah dengan pria yang lebih mapan. Pernikahan usia muda di pedesaan masih banyak terjadi, walaupun himbauan dari pemerintah setempat sudah diberikan, namun masih banyak remaja yang memilih menikah diusia muda dengan berbagai alasan.

Maraknya pernikahan usia muda di pedesaan diakibatkan masyarakat di pedesaan tingkat ekonomi dan pendidikannya masih rendah, sehingga para orang tua memilih untuk menikahkan anaknya, dengan harapan akan meringankan beban ekonomi keluarga bahkan bisa untuk mengangkat ekonomi keluarga jika sang anak wanita menikah dengan pria yang lebih mapan. Pernikahan usia muda di pedesaan masih banyak terjadi, walaupun himbauan dari pemerintah setempat sudah diberikan, namun masih banyak remaja yang memilih menikah diusia muda dengan berbagai alasan.

Rendahnya pendidikan seorang wanitapun dapat diakbibatkan karena wanita tersebut yang memutuskan untuk menikah pada usia muda, dan menganggap bahwa pendidikan hanyalah formalitas, sehingga mereka akan lebih mementingkan untuk sesegera mungkin berumah tangga daripada melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, bahkan ada saja yang rela meninggalkan bangku sekolah demi menikah pada usia muda.

Masalah ekonomi pada keluarga sering kali mendorong orang tua untuk cepat-cepat menikahkan anaknya, karena orang tua yang tidak mampu membiayai hidup dan sekolah terkadang membuat anak memutuskan untuk menikah di usia dini dengan alasan beban ekonomi keluarga jadi berkurang dan dapat membantu perekonomian keluarga, karena menurut orang tua anak perempuan yang sudah menikah menjadi tanggung jawab suaminya.

�����������

Kesimpulan

1.��� Gambaran Pernikahan usia muda di Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang terdapat 19 orang (38%) menikah di usia muda dan sebanyak 31 orang (62%) tidak menikah di usia muda.

2.��� Gambaran faktor pendidikan di Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang sebanyak 18 orang (36%) berpendidikan dengan kategori Rendah (SD,SMP), 29 orang (58%) berpendidikan dengan kategori Menenggah (SMA), dan 3 orang (6%) berpendidikan dengan kategori Tinggi (Diploma, PT).

3.��� Gambaran Faktor ekonomi di Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang sebanyak 18 orang (36%) dengan ekonomi rendah dan sebanyak 32 orang (64%) dengan tingkat ekonomi tinggi.

4.��� Ada hubungan faktor pendidikan dengan pernikahan usia muda di Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang dengan nilai p value 0,000 atau p value < 0,05.

5.��� Hubungan faktor ekonomi dengan pernikahan usia muda di Desa Gunung Sembung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang dengan nilai p value 0,001 atau p value < 0,05.

 

 

Daftar Pustaka

Arikunto,S, 2010.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta :RenikaCipta.

 

BKKBN.2008.(Data susenas,2010 dalam puslitbang kependudukan BKKBN)

 

Fakultas Syariah UIN Raden Fatah Palembang

 

Maesaroh, M., & Iryadi, R. (2020). Pengaruh Empat Faktor Terhadap Pemberdayaan Remaja Dalam Upaya Pencegahan Seks Bebas Pada Program PKPR. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia5(4), 92-109.

 

Narbuko, Achmadi. 2009. Metodologi Penelitian Jakarta: Bumi Aksara

 

Notoatmodjo, Soedikidjo. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

 

Notoatmodjo, Soedikidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.

 

Notoatmodjo, Soedikidjo. 2012. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

 

Sugiyono, 2010.Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif. Alfabeta Bandung.

 

Etha Mambaya.2011, akibat dari pernikahan dini terhadap reproduksi.

 

Hotnatalia Naibaho.2013, remaja yang ingin tahu dan ingin mencoba.

 

Novita, Ahmad. 2014. �faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi remaja terhadap pernikahan usiadini di SMA Negeri 1 Rengas dengklok Kabupaten Karawang�Karya Tulis Ilmiah : UNSIKA

 

Nukman, Abbas, Al-Asy�ari. 2009. Misteri Perbuatan Manusia dan Pernikahan. Jakarta :Erlangga

 

Saebani, Ahmad, Beni. 2008 Pengaruh Nikah Muda.Bandung :PustakaSetia

 

Sugiyono, 2010. Statistik Untuk Penelitian. Bandung :Alfabeta

 

Ulwan, Abdullah, Nasikh. 2009. Perkawinan Masalah Orang Muda, Orang Tuadan Negara Jakarta: Gema Insani Press

 


Copyright holder:

Ade Rahayu Prihartini dan Rosidah (2020)

 

First publication right:

Jurnal Health Sains

 

This article is licensed under: