1
Jurnal Health Sains: pISSN : 2723-4339 e-ISSN : 2548-1398
Vol. 2, No. 1, Januari 2021
UJI DAYA HAMBAT PERASAN RIMPANG JAHE PUTIH, KUNYIT DAN
TEMULAWAK TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS
AUREUS
Adelia Febriyossa dan Novita Rahayuningsih
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Kesetiakawanan Sosial, Jakarta, Indonesia
Email: adeliafebriyossa@stikeskesosi.ac.id dan novitaglorry@gmail.com
ARTIKEL INFO
ABSTRACT
Tanggal diterima: 05 Januari
2021
Tanggal revisi: 15 Januari
2021
Tanggal yang diterima: 25
Januari 2021
Staphylococcus aureus bacteria are Gram-positive, non-
spore coccus-shaped bacteria, including normal flora of
human skin and mucosa, but can also cause infection.
Often, antibiotics are used to treat infections caused by S.
aureus. Long-term use of antibiotics and overdose can lead
to antibiotic resistance. Therefore, an alternative treatment
is needed besides antibiotics by utilizing natural
compounds from rhizome medicine plants as
antimicrobials. Rhizome plants that are widely used as
antimicrobials are ginger, turmeric and curcuma. Ginger,
turmeric and curcuma contain secondary metabolite
compounds such as curcumin and essential oils as
antioxidants and antimicrobials. This study aims to
determine the ability of the Inhibition of White Ginger
(Zingiber officinale var. amarum), Turmeric (Curcuma
domestica Val.) and Curcuma (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.) extraction against the growth of S. aureus bacteria.
The research design used Laboratory Experiment with the
Kirby-Bauer Diffusion Disc technique with 8 repetitions.
The research was conducted at Laboratorium STIKes
Kesetiakawanan Sosial Indonesia, Jakarta Barat. The
results showed that the average inhibition zone of white
ginger juice was 11.00 mm, turmeric was 11.5 mm and
curcuma was 14.13 mm. The test results showed that
curcuma juice had the best inhibition effectiveness against
S. aureus compared to turmeric and white gingercount that
were checked at delay. 20 minutes and 40 minutes.
ABSTRAK
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri
berbentuk coccus, Gram positif, tidak berspora, termasuk
flora normal pada kulit dan mukosa manusia, namun juga
dapat menyebabkan infeksi. Seringkali dalam mengobati
infeksi yang disebabkan S. aureus diberikan antibiotik.
Penggunaan antibiotik jangka panjang dan dosis berlebihan
dapat menyebabkan resistensi antibiotik. Oleh sebab itu,
diperlukan alternatif pengobatan selain antibiotik dengan
memanfaatkan senyawa alami dari tanaman obat jenis
rimpang sebagai antimikroba. Tanaman rimpang yang
banyak dimanfaatkan sebagai antimikroba yaitu jahe,
Keywords:
Antimicrobial; Staphylococcus
aureus; Juice; White Ginger;
Turmeric; Curcuma
Kata Kunci:
Antimikroba; Staphylococcus
aureus; Jus; Jahe Putih;
Kunyit; Temulawak
2 Jurnal Health Sains Vol. 2, No. 1, Januari 2021
kunyit dan temulawak. Jahe, kunyit dan temulawak
mengandung senyawa metabolit sekunder jenis kurkumin
dan minyak atsiri yang berperan sebagai antioksidan dan
antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan Daya Hambat Perasan Rimpang Jahe Putih
(Zingiber officinale var. Amarum), Kunyit (Curcuma
domestica Val.) dan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri S. aureus. Desain
penelitian menggunakan Eksperimental Laboratorium
dengan teknik cakram difusi metode Kirby-Bauer dengan
pengulangan sebanyak 8 kali. Penelitian dilakukan di
Laboratorium STIKes Kesetiakawanan Sosial Indonesia,
Jakarta Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-
rata zona hambat perasan jahe putih terhadap S. aureus
adalah sebesar 11.00 mm, kunyit sebesar 11.5 mm dan
temulawak sebesar 14.13 mm. Dari hasil pengujian
menunjukkan perasan temulawak memiliki efektifitas daya
hambat paling baik terhadap S. aureus dibandingkan kunyit
dan jahe putih.
Coresponden Author:
Email: apriani@stikeskesosi.ac.id
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Infeksi merupakan penyakit yang
dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain
yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus
atau parasit. Bakteri banyak tersebar di alam
baik bersifat mutualisme maupun parasit yang
dapat menyebabkan infeksi atau patogenitas.
Salah satu bakteri yang dapat menyebabkan
infeksi pada manusia yaitu Staphylococcus
aureus (Brooks, 2007). Bakteri S. aureus
merupakan bakteri berbentuk coccus yang
tersusun seperti anggur, Gram positif, tidak
berspora dan tidak berflagel. Bakteri ini
tergolong flora normal pada kulit dan selaput
mukosa manusia, namun juga dapat
menyebabkan abses dan berbagai infeksi serta
septikemia (Jawetz & Melnick, 2008).
Seringkali dalam mengurangi gejala
atau mengobati infeksi yang disebabkan oleh
S. aureus diberikan pengobatan berbasis
antibiotik. Padahal diketahui penggunaan
antibiotik jangka panjang dan pemberian
dosis yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya resistensi antibiotic (Halawiyah,
2018). Disebutkan oleh (Kurniawan &
Aryana, 2015) bahwa resistensi antibiotik
terjadi pada saat bakteri penyebab infeksi
tidak mati walaupun telah diberikan terapi
antibiotik. Bakteri yang telah resisten
mengembangkan berbagai cara untuk
melawan antibiotik, sehingga bakteri yang
bertahan menjadi lebih kuat, bertambah
banyak dan semakin berbahaya.
Oleh sebab itu, diperlukan alternatif
pengobatan selain antibiotik dalam mengatasi
infeksi dengan memanfaatkan senyawa alami
dari tanaman obat golongan rimpang sebagai
antimikroba. Disebutkan oleh (Nursal et al.,
2006) bahwa tanaman obat jenis rimpang
diketahui memiliki kandungan senyawa aktif
berupa metabolit sekunder seperti Tanin,
Flavonoid, Kurkumin dan lainnya yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba.
Jurnal Health Sains Vol. 2, No. 1, Januari 2021 3
Salah satu tanaman rimpang yang
banyak dimanfaatkan sebagai antimikroba
karena kandungan senyawa aktifnya yang
dapat menghambat pertumbuhan mikroba
yaitu kunyit (Curcuma domestica Val.).
Senyawa metabolit yang terkandung di dalam
kunyit adalah kurkumin dan minyak atsiri
yang berperan sebagai antioksidan, antitumor,
antikanker, antijamur, antimikroba dan
antiracun. Penelitian (Phillips et al., 2013)
menemukan bahwa ekstrak rimpang kunyit
mempunyai daya hambat yang baik terhadap
pertumbuhan bakteri S. aureus dan
Pseudomonas sp.
Selain kunyit, temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) diketahui mengandung
minyak atsiri yang berkhasiat menurunkan
panas dan antibakteri (Maryani, 2006).
(Agustina et al., 2015) menyebutkan bahwa
air perasan temulawak memiliki aktifitas
antimikroba yang baik dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Salmonella thypi. Selain
kunyit dan temulawak, rimpang jahe
(Zingiber officinale) juga dimanfaatkan
sebagai tanaman obat dan bumbu dapur oleh
masyarakat (Agromedia, 2008).
Berdasarkan latar belakang diatas,
peneliti tertarik melakukan penelitian
mengenai Uji Daya Hambat Perasan Rimpang
Jahe Putih (Zingiber officinale var. Amarum),
Kunyit (Curcuma domestica Val.) dan
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb)
Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus.
Metode Penelitian
Desain Penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Eksperimental
Laboratorium. Penelitian dilakukan bulan
Oktober-Desember 2019 di Laboratorium
STIKes Kesetiakawanan Sosial Indonesia,
Jakarta Barat. Sampel yang digunakan adalah
rimpang jahe putih, kunyit, temulawak dan
biakan murni bakteri S. aureus yang didapat
dari Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit
Siloam Kebon Jeruk.
Pengujian Daya Hambat Perasan
Rimpang Jahe Putih (Zingiber officinale var.
Amarum), Kunyit (Curcuma domestica Val.)
dan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus dilakukan dengan cara
melihat zona hambat yang terbentuk di sekitar
perasan (zat antimikroba) menggunakan
teknik cakram difusi metode Kirby-Bauer
(Disc Diffusion-Kirby Bauer).
a. Pembuatan Perasan Rimpang
Perasan dibuat dengan mencuci
bersih 500 gr rimpang lalu disterilisasi
permukaan dengan alkohol 70%. Rimpang
dikupas dan dibilas dengan aquadest steril,
kemudian diparut dan disaring. Hasil
saringan (konsentrasi 100%) ditempatkan
pada tabung reaksi steril dan disentrifuge
selama 5 menit dengan kecepatan 1000
rpm (Ekawati, 2016).
b. Pembuatan Media
Pembuatan media Manitol Salt Agar
(MSA) untuk uji antimikroba bakteri S.
aureus dilakukan dengan menimbang
media MSA dan dilarutkan dengan 1 liter
aquadest lalu disterilisasi menggunakan
autoklaf pada suhu 121 °C selama 15
menit. Media MSA yang telah disteril
dituang pada cawan petri secara aseptis
dan dibiarkan memadat.
c. Pembuatan Suspensi Bakteri
Suspensi bakteri dibuat dengan
mengambil koloni bakteri S. aureus
menggunakan jarum ose dan dimasukkan
ke dalam tabung reaksi yang berisi larutan
NaCl 0.9% sebanyak 10 ml lalu dicampur
hingga homogen dan ditandai dengan
cairan berubah menjadi keruh sesuai
standar kekeruhan Mc Farland’s 0.5
(Harianto, 2017).
d. Uji efektifitas Disc Diffusion Kirby Bauer
Kapas lidi steril dicelupkan ke
suspensi bakteri standar Mc Farland’s 0.5
kemudian dioleskan pada media MSA.
Kertas cakram masing-masing direndam
pada perasan rimpang jahe putih, kunyit
4 Jurnal Health Sains Vol. 2, No. 1, Januari 2021
dan temulawak. Untuk kontrol negatif
kertas cakram direndam aquadest steril
dan kontrol positif menggunakan
antibiotik Amoxycillin. Kertas cakram
kemudian diletakkan pada media agar
yang telah digores S. aureus, kemudian
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37
°C. Diameter zona hambat yang terlihat
sebagai zona bening diukur menggunakan
penggaris. Uji daya hambat dilakukan
dengan pengulangan sebanyak 8 kali lalu
diambil nilai rata-rata dari setiap
perlakuan.
Data yang diperoleh melalui
pengukuran diameter zona bening yang
terbentuk disajikan dalam bentuk Tabel.
Data pengukuran diameter zona hambat
yang diperoleh dilakukan uji normalitas
menggunakan uji Saphiro Wilk dan uji
One Way Anova.
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian pada kultur S. aureus
yang terlihat pada Tabel 1 setelah dilakukan
uji efektifitas Disc Diffusion Kirby Bauer
pada media MSA menunjukkan aquadest
sebagai kontrol negatif tidak membentuk zona
hambat sedangkan Amoxycillin sebagai
kontrol positif membentuk zona hambat
dengan diameter sebesar 32 mm. Rata-rata
diameter zona hambat untuk perasan rimpang
jahe putih terhadap S. aureus adalah sebesar
11.00 mm dengan standar deviasi 1.069,
kunyit sebesar 11.5 mm dengan standar
deviasi 1.195 dan temulawak sebesar 14.13
mm dengan standar deviasi 0.835.
Setelah dilakukan uji normalitas dan
homogenitas kemudian didapatkan data
berdistribusi normal lalu dilanjutkan uji One
Way Anova. Pada uji One Way Anova
didapatkan nilai Sig. 0.000 = 0.05) yang
mana terdapat perbedaan signifikan rata-rata
zona hambat rimpang jahe putih, kunyit, dan
temulawak terhadap pertumbuhan S. aureus.
Tabel 1
Diameter efektifitas daya hambat perasan
rimpang jahe putih, kunyit, dan
temulawak terhadap pertumbuhan S.
aureus (dalam milimeter)
Perlakuan
Pengulangan
Rata
rata
Stan
dar
Dev
iasi
2
3
5
6
8
Control
negative
0
Amoxycilin
32
Jahe putih
10
11
11
13
10
11
1.06
9
Kunyit
11
10
13
12
12
11.5
1.19
5
Temulawak
14
13
13
14
14
14.1
0.83
5
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa
dari ketiga rimpang, perasan rimpang
temulawak memiliki efektifitas daya hambat
yang baik terhadap S. aureus dibuktikan
dengan terbentuknya diameter zona hambat
sebesar 14.13 mm yang mana lebih besar
dibandingkan rimpang jahe putih dan kunyit.
Diketahui rimpang temulawak memiliki
senyawa antimikroba khas yaitu xhantorrizol
yang tidak dimiliki oleh rimpang Curcuma
lainnya. (Hwang & Li, 2000) menyatakan
senyawa xhantorrizol merupakan senyawa
aktif antimikroba utama yang terdapat dalam
rimpang temulawak. Xhantorrizol secara
efisien dapat mengobati infeksi pada gigi dan
penyakit kulit. Penelitian (Fatmawati, 2008)
menyebutkan bahwa xanthorrizol mampu
menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans dan S. aureus.
Selain temulawak juga terbentuk zona
hambat pada kunyit dan jahe putih dengan
diameter masing-masing 11.5 mm dan 11
mm. Zona hambat ini terbentuk dikarenakan
pada perasan kedua rimpang diketahui juga
mengandung antibakteri. (Sari et al., 2010)
menyatakan bahwa di dalam rimpang kunyit
dan temulawak terdapat kurkumin dan
minyak atsiri yang berfungsi sebagai
antibakteri sehingga mampu membentuk zona
hambat. Kurkumin merupakan turunan
Jurnal Health Sains Vol. 2, No. 1, Januari 2021 5
senyawa fenolik yang berfungsi sebagai zat
antimikroba yang dapat merusak protein sel
bakteri sehingga menyebabkan kebocoran
nutrisi sel lalu bakteri akan mati atau
terhambat pertumbuhannya. Mekanisme kerja
minyak atsiri sebagai antibakteri adalah
dengan menghambat proses sintesis membran
atau dinding sel bakteri sehingga dapat
melisiskan sel bakteri (Wahyuni, 2016).
(Nursal et al., 2006) menambahkan
terbentuknya zona hambat pada perasan
rimpang jahe putih terhadap S. aureus
dikarenakan adanya kandungan senyawa
metabolit sekunder jenis fenol pada jahe
seperti gingerol, paradol, shogaol, zingerone,
resin dan minyak atsiri yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba patogen.
Terhambatnya pertumbuhan bakteri
diakibatkan karena adanya senyawa
antibakteri yang mampu menghambat sintesis
dinding sel, protein, asam nukleat atau fungsi
membran sel (Jawetz & Melnick, 2008)
Kesimpulan
Efektifitas daya hambat perasan
rimpang yang paling baik dalam menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus adalah
temulawak sebesar 14.13 mm sedangkan
kunyit sebesar 11.50 mm dan jahe putih
sebesar 11.00 mm.
BIBLIOGRAFI
Agromedia, R. (2008). Buku Pintar Tanaman
Obat: 431 Jenis Tanaman Penggempur
Aneka Penyakit. Agromedia.
Agustina, S., Swantara, I. M. D., & Suartha, I.
N. (2015). Isolasi Kitin, Karakterisasi,
Dan Sintesis Kitosan Dari Kulit Udang.
Jurnal Kimia (Journal Of Chemistry),
3(12), 786.
Brooks, G. (2007). What Works For Pupils
With Literacy Difficulties. The
Effectiveness Of Intervention Schemes,
3(12), 13111.
Ekawati, A. (2016). Penggunaan Software
Geogebra Dan Microsoft Mathematic
Dalam Pembelaran Matematika. Math
Didactic: Jurnal Pendidikan
Matematika, 2(3), 148153.
Fatmawati, E. (2008). Pengaruh Lama
Pemberian Ekstrak Daun Sambiloto
(Andrigraphis Paniculata Ness.)
Terhadap Kadar Kolesterol, Ldl (Low
Density Lipoprotein), Hdl (High Density
Lipoprotein) Dan Trigliserida Darah
Tikus (Rattus Norvegicus) Diabetes.
Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim.
Halawiyah, A. (2018). Evaluasi Kualitatif
Penggunaan Antibiotik Meropenem
Pada Pasien Sepsis Bpjs Di Rumkital
Dr. Mintohardjo Tahun 2014. Uin
Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan, 2015.
Harianto, S. (2017). Rasio Keuangan Dan
Pengaruhnya Terhadap Profitabilitas
Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Esensi: Jurnal Bisnis Dan Manajemen,
7(1), 4148.
Hwang, M.-S., & Li, L.-H. (2000). A New
Remote User Authentication Scheme
Using Smart Cards. Ieee Transactions
On Consumer Electronics, 46(1), 2830.
Jawetz, M., & Melnick, J. (2008). Dan
Adelberg. 2008. In Medical
Microbiology. Jakarta: Salemba
Medika.
Kurniawan, B., & Aryana, W. F. (2015).
Binahong (Cassia Alata L) As Inhibitor
Of Escherichiacoli Growth. Jurnal
Majority, 4(4).
Maryani, Y. (2006). Intisari Bahasa Dan
Sastra Indonesia. In Bandung,: Pustaka
Setya.
Nursal, T. Z., Oguzkurt, L., Tercan, F., Torer,
N., Noyan, T., Karakayali, H., &
Haberal, M. (2006). Is Routine
Preoperative Ultrasonographic Mapping
For Arteriovenous Fistula Creation
6 Jurnal Health Sains Vol. 2, No. 1, Januari 2021
Necessary In Patients With Favorable
Physical Examination Findings? Results
Of A Randomized Controlled Trial.
World Journal Of Surgery, 30(6), 1100
1107.
Phillips, E., Powers, A., Shein, A., Jamieson,
J. P., & Sawyer, T. (2013). Autonomous
Behaviors For A Remote Vehicle.
Google Patents.
Sari, R., Hammoudeh, S., & Soytas, U.
(2010). Dynamics Of Oil Price, Precious
Metal Prices, And Exchange Rate.
Energy Economics, 32(2), 351362.
Wahyuni, A. (2016). Aktivitas Antibakteri
Sari Temulawak Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Escherchia Coli
Yang Diisolasi Dari Feses Broiler.
Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar.