FAKTOR
YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENERAPAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN PADA PERAWAT DI
RUANG RAWAT INAP
Dewi Kuraesin,
Rina Mutiara, Rokiah Kusumapradja
Universitas Esa Unggul, Jakarta, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
Keywords: Leadership;
Competence; Effective Communication; Patient Safety Culture. Kata Kunci: Kepemimpinan; Kompetensi; Komunikasi efektif; Budaya Keselamatan Pasien. |
ABSTRACT Patient safety culture is a product of values, attitudes,
competencies and behavioral patterns of individuals and groups that determine
the commitment, style and ability of a health care organization towards
patient safety programs. if a health service organization does not have a
patient safety culture, accidents can occur resulting in latent errors,
psychological and physiological disturbances to staff, decreased
productivity, reduced patient satisfaction and cause interpersonal conflicts.
leadership, competence and effective communication are important factors for
the successful implementation of patient safety culture in hospitals.
Analyzing the relationship of leadership, competency and effective
communication to the implementation of patient safety culture. This research
was conducted on 179 nurses working in the inpatient room of the XX Serang hospital which were taken from 323 nurses, with
the research method using cross-sectional research, where data was taken through
interviews using questionnaire sheets. In this study the authors used
statistical analysis of the Cji Square test and
correlation test to determine the strength of the relationship between
variables. Statistical test results obtained values for leadership variables
0.001, competence 0.000 and effective communication 0.017 < P value (0.05)
so that it can be concluded that there is a significant relationship between
leadership, competence and effective communication on the application of
patient safety culture to nurses in inpatient rooms of XX hospital Attack.
While the results of the correlation test obtained a coefficient value for
leadership 0.25, competence 0.043 and effective communication 0.164, of the
three independent variables, it is the leadership variable that has a higher
value than the others, this shows that leadership plays a very high role in
implementing patient safety culture to nurses in the inpatient room of the XX
Serang City hospital. ABSTRAK Budaya
keselamatan pasien adalah produk dari nilai, sikap,
kompetensi dan pola perilaku individu dan kelompok yang menentukan komitmen, style dan kemampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan terhadap program keselamatan pasien. bila suatu organisasi pelayanan kesehatan tidak memiliki budaya keselamatan pasien, maka kecelakaan dapat terjadi yang mengakibatkan kesalahan laten, gangguan psikologis dan fisiologis pada staf, penurunan produktivitas, berkurangnya kepuasan pasien serta menimbulkan konflik interpersonal. kepemimpinan,
kompetensi dan komunikasi
efektif merupakan factor penting untuk berjalannya penerapan budaya keselamatan pasien di rumah sakit. Menganalisis hubungan kepemimpinan, kompetensi dan komunikasi efektif terhadap penerapan budaya keselamatan pasien. Penelitian ini dilakukan terhadap 179 perawat yang bekerja di ruang rawat inap
rumah sakit XX Serang yang diambil dari 323 perawat, dengan metode penelian menggunakan penelitian crossectional, dimana data diambil melalui wawancara dengan menggunakan lembar kuisioner. Pada penelitian ini penulis menggunakan analisa statistik uji Cji Square dan uji korelasi untuk mengetahui kekuatan hubungan antar variabel. Hasil uji
statistic didapatkan nilai
untuk variable kepemimpina
0,001, kompetensi 0.000 dan komunikasi
efektif 0.017 < nilai
P (0.05) sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan, kompetensi dan komunikasi epektif terhadap penerapan budaya keselamatan pasien pada perawat di ruang rawat inap rumah
sakit XX Serang. Sedangkan hasil uji korelasi didapatkan nilai koofesien untuk kepemimpinan 0,25, kompetensi 0,043 dan komunikasi
efektif 0,164, dari ketiga variabel independen, variabel kepemimpinanlah yang nilainya lebih tinggi dibanding yang lain, hal ini menunjukan kepemimpinan memegang peranan yang sangat tinggi untuk terlaksananya penerapan budaya keselamatan pasien pada perawat di ruang raawat inap rumah
sakit XX Serang Kota. |
Info Artikel |
Artikel masuk 01-04-23, Direvisi
15-04-23, Diterima 22-04-23 |
PENDAHULUAN
Budaya
keselamatan pasien adalah produk dari nilai-nilai individu dan kelompok, sikap,
persepsi kompetensi, dan pola perilaku yang menentukan komitmen untuk, dan gaya
kecakapan dari, manajemen kesehatan dan keselamatan pasien organisasi dengan
budaya keselamatan pasien yang positif dicirikan oleh komunikasi yang didirikan
atas dasar kepercayaan, dengan persepsi bersama tentang pentingnya keselamatan
dan dengan keyakinan dalam kemajuan langkah- langkah pencegahan (Sorra et al., 2016).
Budya
keselamatan pasien adalah produk dari nilai, sikap, kompetensi dan pola
perilaku individu dan kelompok yang menentukan komitmen, style dan kemampuan
suatu organisasi pelayanan kesehatan terhadap program keselamatan pasien (Sutanto, 2014). Model Bandura (1986) tentang determinisme timbal balik. menjelaskan bahwa
budaya keselamatan terdiri dari 3 aspek yang saling terkait, yaitu aspek
psikologis, aspek perilaku dan aspek situasional. Aspek psikologis dari budaya
keselamatan sering disebut sebagai "iklim keselamatan (safety
climate)" atau dengan kata lain bagaimana orang merasa tentang keselamatan
dan sistem manajemen keselamatan (Nashshar, 2022). Aspek ini berhubungan dengan
nilai-nilai individu dan kelompok serta sikap dan persepsi terhadap
keselamatan. Aspek perilaku budaya keselamatan memberikan perhatian
pada apa yang dilakukan orang-orang. Ini termasuk kegiatan yang terkait Rumah
sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, harus
tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat
agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Cahyono & Suharjo, 2008).
Keselamatan
pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini, dimana banyak
dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada pasien.
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi assesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Sutanto, 2014).
Menurut
laporan dari IOM (Institute of Medicine) di Amerika tahun 1999 secara terbuka
menyatakan bahwa paling sedikit 44.000 bahkan 98.000 pasien meninggal di rumah
sakit dalam satu tahun akibat dari kesalahan
medis (medical errors) yang sebetulnya bisa dicegah, keadaan ini menyebabkan
tuntutan hukum yang dialami rumah sakit semakin meningkat. Kuantitas ini
melebihi kematian akibat kecelakaan lalu lintas, kanker payudara dan AIDS (Sorra et al., 2016).
Penelitian
Bates (JAMA, 1995, 274; 29-34) menunjukkan bahwa peringkat paling tinggi
kesalahan pengobatan (medication error) pada tahap ordering (49%), diikuti
tahap administration management (26%), pharmacy management
(14%), transcribing (11%). Kemudian pada tahun 2000, IOM menerbitkan laporan :
�To Err is Human�, Building a Safer Health System. Laporan itu mengemukakan
penelitian di beberapa rumah sakit di Utah dan Colorado serta New York tentang
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), ditemukan sebanyak 2,9%, 6,6% diantaranya
menyebabkan kematian, sementara di New York angka KTD sebesar 3,7% dengan angka
kematian mencapai 13,6%. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di
seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar
44.000
� 98.000 per tahun. Dari publikasi WHO pada tahun 2004 yang mengumpulkan angka
� angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara: Amerika, Inggris, Denmark,
dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 � 16,6%. Tahun 2001 dalam
laporan FDA Safety, Thomas Maria R, et al menemukan bahwa yang menjadi
penyebab�� terjadinya�� kesalahan��
obat adalah komunikasi (19%), pemberian label (20%), nama
pasien yang membingungkan (13%), faktor manusia (42%), dan disain kemasan
(20,6%). Adapun kesalahan yang berhubungan dengan faktor manusia antara lain
berhubungan dengan: kurangnya pengetahuan (12,3%), kurangnya kinerja (13,2%), kelelahan (0,3%), kesalahan kecepatan infuse (7%), dan
kesalahan dalam menyiapkan obat (7%). Berdasarkan penelitian tersebut diatas
menurut jenis kesalahan yang paling banyak adalah salah obat (22%), over dosis
(17%), salah rute obat (8%), salah tehnik (7%), dan kesalahan dalam monitoring
(7%). Laporan di atas telah menggerakkan sistem kesehatan dunia untuk merubah
paradigma pelayanan kesehatan menuju keselamatan pasien (patient safety).
Gerakan ini berdampak juga terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia.
Di
Indonesia gerakan keselamatan pasien dimulai ketika Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia (PERSI) mengambil inisiatif membentuk Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit pada tahun 2005, kemudian berubah menjadi Institut
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (IKPRS). Pada tahun 2012 untuk melaksanakan
ketentuan pasal 43 UU nomor 44/2009 tentang Rumah Sakit dan ketentuan pasal 3
Permenkes 1691/Menkes/ Per/VIII/2011 ttg Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
Menteri Kesehatan membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit KKPRS), dengan
SK Menteri Kesehatan RI No 251 tahun 2012. Tujuan dilakukannya kegiatan Keselamatan pasien di rumah sakit adalah untuk
menciptakan budaya keselamatan pasien, meningkatkan akuntabilitas, menurunkan KTD, terlaksananya program-program
pencegahan sehingga tidak terjadi kejadian
tidak diharapkan (Depkes, 2006).
Rumah Sakit
XX Serangmerupakan rumah sakit tipe B milik
pemerintah yang berdiri di
wilayah kabupaten serang,
yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan dengan mengacu kepada visi rumah sakit
yaitu Menjadi Rumah Sakit Terbaik
dengan Pelayanan Profesional dan Berkualitas di
Banten, dengan hasil akreditasi paripurna, Sertifikasi ini memberikan sebuah tanggung jawab bagi rumah sakit
untuk selalu melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkesinambungan melalui metode Plan-Do-Study- Action ( PDSA ) terhadap
seluruh aspek pelayanan yang berfokus pada pasien, dengan tujuan utama adalah
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit xx serang.
Rumah Sakit
XX Serang memiliki fasilitas tempat tidur 468 tempat tidur dengan angka
BOR (bed Ocupancy Rate) rata-rata di tahun 2020 sebesar 65%, yang menunjukan penggunaan tempat tidur di rumah sakit xx cukup tinggi, untuk
angka AVLOS (Average Length of Stay) 4, yang menandakan hari lama rawat pasien di rumah sakit umum
xx serang relative cepat hanya 4 hari pasien
pulang dengan keadaan sehat, angka BTO (Bed Turn Over) 60 yang menunjukan
bahwa perputaran penggunaan tempat dalam satu tahun
cukup tinggi dan angka TOI (Turn Over Interval) 2 hari
yang menunjukan bahwa tempat tidur tidak
terpakai di rumah sakit umum xx hanya
2 hari (Ningsih, 2021). Data ini menunjukan
bahwa tingginya kunjungan pasien untuk rawat inap
ini menunjukan tingginya beban kerja terutama perawat yang bertugas diruang rawat inap
rumah sakit xx serang (Tari, 2019).
Berdasarkan data yang didapatkan dari tim peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP) Rumah Sakit XX Serangbahwa capaian indicator mutu Insiden keselamatan pasien (IKP) di Rumah Sakit XX Serangperiode jan � sep 2021 adalah sebagai berikut; 1) kepatuhan identifikasi pasien 98.7 %, angka kelengkapan pengisian surgical check list dikamar
operasi rata-rata 85,4%, kepatuhan
cuci tangan hanya 96%, hal ini menunjukan adanya ketidak patuhan karyawan untuk identifikasi pasien ketika akan
melakukan tindakan sehingga dapat menyebabkan salah orang, ketidak patuhan mengisi surgical check
list sehingga dapat menyebabkan salah area pembedahan,
dan ketidak patuhan cuci tangan sehingga
kemungkinan terjadinya infeksi nosokomial lebih besar. Selain
data diatas didapat pula Kejadian tidak diharapkan (KTD) yaitu pasien jatuh 1 orang, reaksi transfuse 1,07%, staf
terpapar covid 19 sebanyak 247 orang, dan Kejadian Potensial Cidera (KPC) karena alat belum
terkalibrasi 15%, (KPC. Serta kejadian
nyaris cedera (KNC) pada peresepan obat sebanyak 4 orang.
Sedangkan untuk
budaya keselamatan pasien dari dua belas dimensi 7 diantaranya pada katagori kuat dengan nilai
90- 96% , 3 dimensi dengan kategori sedang dengan nilai 60-66% yaitu dimensi pemindahan
dan pergantian, dimensi persepsi dan dimensi supervise sementara untuk dimensi pada kategori lemah pada budaya sanksi kesalahan 37%, dan dimensi staf 44% hal ini menunjukan
adanya hal yang harus di perbaiki dan diteliti, dalam menerapkan standar pelayanan berbasis keselamatan pasien di rumah sakit xx Serang, terutama tentang penerapan budaya keselamatan pasien pada perawat yang bekerja di ruang rawat inap rumah
sakit,xx serang.
Tujuan
umum dari penelitian ini adalah Mengetahui hubungan kepemimpinan, kompetensi
dan komunikasi efektif dengan penerapan budaya keselamatan pasien pada perawat di ruang rawat inap Rumah sakit xx Serang, sedangkan tujuan khusus
dari penelitian ini adalah Menganalisis hubungan Kepemimpinan dengan penerapan
budaya keselamatan pasien pada perawat di ruang rawat inap RS xx Serang,
menganalisis hubungan Kompetensi dengan penerapan budaya keselamatan pasien
pada perawat di ruang rawat inap RS xx Serang, dan menganalisis hubungan
komunikasi efektif dengan penerapan budaya keselamatan pasien pada perawat di
ruang rawat inap RS xx Serang.
��
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit XX Serang. Penelitian ini
penelitian kuantitatif dengan menggunakan angka-angka yang secara statistik
berguna untuk mengukur hubungan sebab akibat antara variable dependen dan
variabel independen, dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini
terdiri dari 3 variabel�������� independen
yaitu Kepemimpinan (X1), Kompetensi (X2) dan Komunikasi efektif (X3) yang
hubungan nya diukur pada variabel dependen yaitu penerapan budaya keselamatan
pasien (Y),
Data yang didapatkan oleh peneliti
dilakukan melalui wawancara dan telaah dokumen dari tim PMKP Rumah Sakit XX
serang. Adapun jumlah sampel yang digunakan berjumlah 179 orang diambil dari
jumlah populasi 323 perawat di hitung menggunakan rumus Slovin. Kriteria
inklusi dari penelitianini adalah responden yang berprofesi sebagai perawat
yang bekerja di ruang rawat inap Rumah Sakit XX Serang dengan masa kerja lebih
dari 1 tahun dan klriteria eksklusi dari penelitian ini adalah Responden yang
bekerja di Rumah Sakit XX Serang berprofesi sebagai perawat namun menduduki
jabatan struktural dan perawat yang sedang cuti.
Jenis Instrumen dalam
penelitian ini mengunakan kuesioner. Kuesioner pada penelitian ini disusun
berdasarkan skala likert yang bersifat interval yang disusun berdasarkan urutan
variabelnya masing-masing, jawaban yang menurut responden paling tepat dipilih
dengan cara memberikan tanda (√) pada jawaban yang tersedia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Responden
Dari 179 orang responden
Dalam penelitian ini didapatkan hasil untuk karakteristik
jenis kelamin 45 orang
(25%) perawat berjenis kelamin laki- laki
dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 134 orang
(75%), hal ini menunjukan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin
Pada data tingkat pendidikan didapatkan 116 orang perawat berpendidikan DIII perawat (64,8%), 10 Orang lulusan
D IV Perawat (5,6%), 13 orang perawat
(7.3%) Lulusan Sarjana Keperawatan dan 40 orang perawat lulusan Profesi Ners. Hal ini menunjukan
bahwa sebagian besar perawat lulusan
DIII keperawat. Dan untuk karakteristik lama kerja didapatkan data 69 orang perawat
(38,6%) bekerja lebih dari 5 tahun, 53 orang perawat (29,6%) sudah berkerja selama 9-10 tahun dan 57 orang perawat
(31,8%) sudah berkerja lebih dari 10 tahun
di rumah sakit XX Serang.
Karakteristik��� responden berdasarkan keahlian atau kompetensi
perawat didapatkan data sebagai berikut; 61 orang responden dengan katagori PK I (34,1%), 56 orang responden
dengan PK 2 (31,3%) dan 62 orang responden
dengan katagori PK 3 (34.^%).hal ini
menunjukan masih tingginya perawat dengan PK I.
Hasil uji validitas
didapatkan hasil kesemuanya valid dan hasil uji reabilitas hasilnya realibel.
Tabel 1. Hasil uji realibelitas
variabel penelitian
Variabel |
Cronbach 's Alpha |
Ket |
Kepemimpinan |
0,886 |
Reliabel |
Kompetensi |
0,904 |
Reliabel |
Komunikasi efektif |
0,924 |
Reliabel |
Budaya Keselamatan Pasien |
0,973 |
Reliabel |
Analisa dalam statistik deskriptif mengunakan
tribox method didapatkan hasil sebagai berikut: distribusi jawaban responden
pada variablekepemimpinan secara keseluruhan menunjukan nilai indek rata-rata
152,92 masuk ke dalam katogori tinggi. Hal ini menunjukan bahwa peran
kepemimpinan di Rumah Sakit XX Serang sudah baik.
Bila dilihat berdasarkan indicator/dimensi pada
variable kepemimpinan ini nilai indeks tertinggi terdapat pada
Indikator/Dimensi mampu menginspirasi yaitu 159,33 hal ini menunjukan bahwa
peran kepemimpinan di rumah sakit XX Serang mampu menjadi inspiransi untuk
bawahannya untuk berubah menjadi lebih baik lagi dalam memberikan pelayanan
kepada pasien di ruang rawat inap dan nilai terendah ada pada indicator mampu
mempengaruhi bawahan dengan indek 145,92. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan
pimpinan untuk dapat mempengaruhi bawahannya masih harus lebih ditingkatkan.
Sedangkan berdasarkan masing- masing pernyataan indek tertinggi berada pada pernyataan no 9 yaitu �pimpinan saya pimpinan yang bertanggung jawab dan disiplin� hal ini menunjukan bahwa kepemimpinan di Rumah Sakit XX Serang adalah pimpinan yang sangat bertanggung jawab dan disiplin sehingga mapu menjadi contoh untuk bawahannya. Dan indek terendah pada pernyataan no 4 yaitu Pimpinan saya bersikap hangat dan membina saling percaya�
Distribusi jawaban responden pada variable
kempetensi perawat secara keseluruhan menunjukan nilai indek rata-rata 155,2
masuk ke dalam katogori tinggi. Hal ini menunjukan bahwa kompetensi perawat
dilihat dari pengetahuan, keterampilan dan perilaku perawat di Rumah Sakit XX
Serang sudah baik,
Bila dilihat berdasarkan indicator/dimensi pada
variable kompetensi perawat ini nilai indeks tertinggi terdapat pada
Indikator/Dimensi keterampilan perawat yaitu 156,6 hal ini menunjukan bahwa
keterampilan perawat di rumah sakit XX Serang dalam menangani permasalahan
pasien di ruang rawat inap sangat baik.dan nilai terendah ada pada indicator
perilaku dengan indek 153,6. Namun demikian masih ada dalam katogori indeks
tinggi distribusi
jawaban responden pada variable komunikasi efektif secara keseluruhan
menunjukan nilai indek rata-rata 151,9 masuk ke dalam katogori tinggi. Hal ini
menunjukan bahwa komunikasi efektif di ruang rawat inap Rumah Sakit XX Serang
sudah berjalan dengan baik.
Bila dilihat berdasarkan indicator/dimensi pada
variable Komunikasi efektif nilai indeks tertinggi terdapat pada
Indikator/Dimensi pengertian (Pemahaman) yaitu 155,4 hal ini menunjukan bahwa
pemahaman perawat terhadap komunikasi efektif diruang rawat inap rumah sakit XX
Serang baik. Dan nilai terendah ada pada indicator perilaku dengan indek 147,25
hal ini menunjukan komunikasi efektif yang dilakukan belum dapat menumbuhkan
hubungan social yang baik antara perawat dan pasien (Perspektif & Asy, n.d.).
Distribusi jawaban responden pada variable
penerapan budaya keselamatan pasien secara keseluruhan menunjukan nilai indek
rata-rata 156 masuk ke dalam katogori tinggi. Hal ini menunjukan bahwa
penerapan budaya keselamatan pasien pada perawat di Rumah Sakit XX Serang sudah
baik (Jones et al., 2008). Bila
dilihat berdasarkan dimensi pada variable budaya keselamatan pasien ini nilai
indeks tertinggi terdapat pada Dimensi pergantian dan perpindahan perawat yaitu
162 hal ini menunjukan bahwa penerapan kerjasama perawat di rumah sakit XX
Serang dalam menangani permasalahan pasien di ruang rawat inap sangat baik,
sehingga pelimpahan pasien dan transfer informasi dapat berjalan dengan lancar
dan nilai terendah ada pada dimensi Staf dengan indeks 150,5 hal ini menunjukan
bahwa masih adanya kekurangan tenaga perawat di beberapa ruangan rawat inap
sehingga beban kerja sesuai dengan jumlah tenaga yang ada (Irwanti et al., 2022).
Hasil uji statistic pada variable kepemimpinan
dengan kategori kurang baik menciptakan kurangnya penerapan budaya
keselamatan pasien pada perawat cukup tinggi yaitu sebanyak 52 orang (67%) dan
yang menerapkan budaya keselamatan pasien hanya 26 orang (33%), sedangkan
dengan kepemimpinan yang baik dapat didapatkan perawat yang menerapkan budaya
keselamatan pasien sebesar 59 orang (58%) dan 42 orang (42%) tidak menerapakan
budaya keselamatan pasien. Dari hasil uji statistic dengan menggunakan Chi
square didapatkan hasil nilai p sebesar 0.001 < 0.05 dengan nilai OR 2,8 hal
ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan anatara kepemimpinan dengan
penerapan budaya keselamatan pasien pada perawat di Rumah Sakit XX Serangdan
dari 179 orang perawat 2,8% beresiko untuk tidak menerapkan budaya keselamatan
pasien pada saat melaksankan kegiatanya.
Asil uji korelasi didapatkan hasil kepemimpinan
0,25, kompetensi 0,043 dan komunikasi efektif 0,164. Dari hasil diatas
menunjukan bahwa kepemimpinan sangat berhubungan terhadap terlaksananya
penerapan budaya keselamatan pasien disbanding variabel yang lain.
Hubungan Kepemimpinan dengan penerapan budaya keselamatan pasien
Untuk mengetahui hubungan kepemimpinan dengan penerapan budaya keselamatan pasien penulis melakukan uji analisa statistic dengan menggunakan uji Chi-square dan melakukan uji regresi berganda untuk mengetahui seberapa kuat kepemimpinan berhubungan dengan penerapan budaya keselamata pasien pada perawat diruang rawat rumah sakit XX serang. Dan hasil yang didapatkan menunjukkan kepemimpinan secara signifikan berhubungan terhadap penerapan budaya keselamatan pasien pada perawat, dengan nilai p < (0,05) 0.013 dan dengan standar koefisien 0,25 yang��� menandakan��� bahwa kepemimpinan memegang peranan ppenting terhadap penerapan budaya keselamatan pasien.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Riana (Riana, 2020). Yang menyatakan bahwa kepemimpinan yang baik, didiplin, tegas dan berwibawa serta dapat memberi contoh
kepada bawahannya dapat mencipkan suasana yang kondusif ditempat kerja sehingga akan terbentuk
karyawan yang mencontoh pigur yang baik dalam bekerja yang pada akhirnya semua karyawan mentaati ketentuan yang telah berlaku termasuk penerapan budaya keselamatan pasien di rumah sakit. Sehingga
tujuan organisasi tercapai. Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Gibson bahwa
pemimpin merupakan agen perubahan, orang yang bertindak mempengaruhi orang lain
lebih dari orang lain mempengaruhi dirinya (Ramadhani, 2020).
�
Hubungan kompetensi dengan penerapan budaya keselamatan pasien Berdasarkan
Hasil penelitian didapatkan bahwa variable kompetensi perawat berhubungan secara signifikan terhadap penerapan budaya keselamatan pasien pada perawat di rumah sakit XX serang.dengan nilai p < (0,05) yaitu 0.000 (Iswara, 2020). Hal ini menunjukan bahwa kompetensi perawat memegang peranan penting dalam terrealisasinya penerapan budaya keselamatan pasien pada perawat di rumah sakit, karena dengan perawat yang memiliki kompetensi yang baik akan mudah menerima ilmu baru dan mau untuk mengaplikasikan dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari dalam tugas memberikan pelayanan keperawatan sehingga akan meminimalisir terjadinya kesalahan- kesalahan akibat ketidak tahuan perawat atau karena minimnya pengetahuan perawat.
Pengaruh pengetahuan dan sikap perawat terhadap penerapan budaya keselamatan pasien dengan hasil terdapat pengaruh yang signifikan antara pengetahuan dan sikap perawat terhadap penerapan budaya keselamatan pasien. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi perawat sangat penting dalam upaya penerapan budaya keselamatan pasien, dimana perawat yang telah terlatih baik ilmu pengetahuannya maupun keterampilannya tentang budaya keselamatan pasien maka akan mampu membentuk perilaku yang siap pakai dalam upaya penerapan budaya keselamatan pasien. Kompetensi ialah sebuah sifat atau karakteristik yang dibutuhkan oleh seorang pemegang jabatan agar dapat melaksanakan jabatan dengan baik, atau juga dapat berarti karakteristik seseorang yang mudah dilihat termasuk pengetahuan, keahlian dan perilaku yang memungkinkan untuk berkinerja.
Hubungan Komunikasi efektif dengan penerapan� budaya keselamatan pasien
Berdasarkan Pada penelitian yang dilakukan pada variabel komunikasi efektif didapatkan hasil bahwa komunikasi Efektif secara signitifikan berhubungan dengan penerapan budaya keselamatan pasien pada perawat di ruang rawat inap rumah sakit XX serang, dengan hasil uji statistic menggunakan Chi-squre 0.017. dengan kata lain nilai p<0,05. Dan untuk mengetahui seberapa kuat komunikasi efektif berhubungan terhadap penerapan budaya keselamatan pasien dilakukan uji koefisien dengan menggunakan uji regresi berganda dan didapatkan nilai hasil uji 0.164. Penerapan budaya keselamatan pasien pada perawat dirumah sakit berhubungan dengan kemampuan komunikasi yang dimiliki oleh tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat. Hubungan komunikasi terhadap penerapan budaya keselamatan pasien didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi SBAR dengan penerapan budaya keselamatan pasien di RSUD A.W.
�Sjahranie Samarinda. Komunikasi yang baik dan terbuka baik antar tenaga
kesehatan atau dengan pasien maupun
dengan keluarga akan dapat mengurangi
terjadinya salah mengerti atau salah persepsi (Kep & Yaspen, 2021). Sehingga
terjadinya kesalahan
dalam penerimaan pesan baik secara
tertulis maupun secara lisan yang akhirnya menyebabkan terjadi kesalahan dalam prosedur tindakan dan lain sebagainya yang
kemudian terjadi insiden (Sukendar, 2019). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi efektif perawat menjadi variabel penting dalam perawat
menjalankan tugas���������� dan tanggungjawabnya
selama bekerja di ruang perawatan yang berhubungan langsung dengan pasien dan keluarganya, dengan sesama perawat saat timbang terima
pasien bahkan dengan tenaga medis
lainnya saat berkonsultasi tentang kondisi pasein sehingga kesalahan akibat penerimaan atau penyampaian pesan dapat diminimalisir,
yang akhirnya insiden akibat kesalahan penerimaan pesan saat berkomunikasi dapat dicegah karena
pesan dapat dimengeti oleh kedua belah pihak baik
oleh komunikator maupun
oleh komunikan. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Stewart, Tubs dan Sylvia Moss (1974) bahwa Komunikasi Efektif adalah komunikasi yang dimengerti oleh kedua belah pihak
sehingga menghasilkan perilaku yang diharapkan (Iriviranty, 2018).
KESIMPULAN
Kepemimpinan, Kompetensi dan Komunikasi efektif
memegang peranan penting terhadap realisasi penerapan budaya keselamatan pasien
pada perawat diruang rawat inap rumah sakit XX serang. Pemimpin yang handal dan
professional dalam menjalankan tampuk kepemimpinannya akan menjadi role model
bagi bawahannya, sehingga mampu menggerakan bawahannya sesuai tujuan organisasi
yaitu tercapainya penerapan budaya keselamatan pasien pada perawat di rumah
skit.
Selain itu hal yang tidak kalah pentinya dalam
upaya penerapan budaya keselamatan pasien adalah kompetensi perawat dan
kemampuan komunikasi efektif pada perawat karena dengan perawat yang
professional akan mampu bekerja dengan baik dan terarah.sehingga kejadian
insiden yang tidak diharapkan dapat di minimalisir bahakan dapat dicegah.
BIBLIOGRAFI
Cahyono, J. B., & Suharjo, B. (2008). Membangun
Budaya Keselamatan Pasien Dalam Praktik Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius.
Depkes, R. I. (2006). Panduan Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit. Jakarta: Depkes Ri.
Iriviranty, A. (2018). Analisis Budaya Organisasi Dan
Budaya Keselamatan Pasien Sebagai Langkah Pengembangan Keselamatan Pasien Di
Rsia Budi Kemuliaan Tahun 2014. Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia,
1(3).
Irwanti, F., Guspianto, G., Wardiah, R., & Solida,
A. (2022). Hubungan Komunikasi Efektif Dengan Pelaksanaan Budaya Keselamatan
Pasien Di Rsud Raden Mattaher Provinsi Jambi. Jurnal Kesmas Jambi, 6(1),
32�41.
Iswara, A. (2020). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan
Motivasi Perawat Dalam Melaksanakan Budaya Keselamatan Pasien Di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit.
Jones, K. J., Skinner, A., Xu, L., Sun, J., &
Mueller, K. (2008). The Ahrq Hospital Survey On Patient Safety Culture: A Tool
To Plan And Evaluate Patient Safety Programs. Advances In Patient Safety: New
Directions And Alternative Approaches (Vol. 2: Culture And Redesign).
Kep, S., & Yaspen, A. K. (2021). Seminar
Keperawatan Nasional Jakarta Program D . Iii.
Nashshar. (2022). No Title. Pengaruh Dana Alokasi
Khusus Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Dengan Belanja Modal Sebagai
Variabel Mediasi, 7, 255�270.
Ningsih, N. A. (2021). Peran Kepemimpinan Kepala
Sekolah Di Smk Negeri 1 Sanga Sanga Kabupaten Kutai Kartanegara. Administrasi
Publik, 1(2), 2258�2273.
Perspektif, D., & Asy, K. H. H. (N.D.). Al-Adabiyah :
Jurnalpendidikan Agama Islam Konsep Pendidikan Karakter. 2(2),
118�143.
Ramadhani, A. N. (2020). Analisis Perbandingan
Budaya Patient Safety Pada Perawat Kamar Operasi Dan Rawat Inap Rumah Sakit
Islam Jakarta Sukapura. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Sorra, J., Gray, L., Streagle, S., Famolaro, T.,
Yount, N., & Behm, J. (2016). Ahrq Hospital Survey On Patient Safety
Culture: User�s Guide. Rockville, Md: Agency For Healthcare Research And
Quality.
Sukendar, Y. (2019). Pengaruh Penggunaan Handphone
Di Kalangan Remaja Katolik Terhadap Komunikasi Keluarga Di Stasi Santo Paulus
Seberaya Paroki Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga Kabanjahe. 76�80.
Sutanto, H. (2014). Analisis Implementasi
Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Umum Deli Medan.
Tari, C. (2019). Peran Perawat Dalam Penerapan
Budaya Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit.
Copyright holder: Dewi Kuraesin, Rina
Mutiara, Rokiah Kusumapradja
(2023) |
First publication right: Jurnal Health Sains |
���� This article is licensed
under: |