HUBUNGAN
PARTUS LAMA DAN ANEMIA DALAM KEHAMILAN DENGAN KEJADIAN ATONIA UTERI PADA IBU
BERSALIN
Yuni Asmilawati,
Ida Ayu Made Mahayani, Halia
Wanadiatri,
Adib Ahmad Shammakh
Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Al-Azhar, Mataram, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
[email protected], [email protected]
Keywords: Prolonged
Labor; Anemia in Pregnanc; Uterine Atony. Kata Kunci: Partus
Lama; Anemia dalam Kehamilan;
Atonia Uteri. |
ABSTRACT Atonia uteri is a state of weak tone or uterine contraction, which
causes the uterus to be unable to close open bleeding from the site of
placental implantation after the baby and placenta are born. Maternal
mortality in Indonesia is still relatively high, one of the causes is
postpartum bleeding, especially caused by uterine atonia. This study aims to
find out the relationship of prolonged labor and anemia in pregnancy with the
incidence of uterine atonia in women giving birth at the NTB Provincial
Hospital. This study is observationally analytical using case-control design.
The sampling technique is total sampling. The research sampel
consisted of 60 samples with each case and control 30 samples that fit the
inclusion and exclusion criteria. The data obtained were analyzed with the
chi-square correlation test. The result of his study were
obtained prolonged labor are 18(71,7%) and who were not prolonged labor 43
(71,7%). While respondents with anemia 34 (56,7%) and who were not anemia 26
(43,3%). There is relationship between prolonged labor with incidence of
uterine atony in women giving birth with p-value 0,010 and with OR 4,971 more
at risk of uterine atony and there is relationship between anemia in
pregnancy with the incidence of uterine atony in women giving birth with
p-value 0,037 and with OR 3,051more at risk of uterine atony. There is
significant relationship between prolonged labor and anemia in pregnancy with
the incidence of uterine atony in women giving birth in the NTB Provincial
Hospital. ABSTRAK Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus otot atau kontraksi rahim, yang menyebabkan uteri tidak mampu menutup
perdarahan terbuka dari tempat implantasi
plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Angka kematian ibu di Indonesia masih relatif tinggi, salah satu penyebabnya adalah perdarahan postpartum terutama yang diakibatkan oleh
atonia uteri. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan partus lama dan anemia dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri pada ibu bersalin di RSUD Provinsi NTB. Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan menggunakan desain
case-control. Teknik pengambilan sampel yaitu total sampling. Sampel penelitian sebanyak 60 sampel dengan masing-masing sampel kasus dan kontrol 30 sampel yang sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji korelasi chi-square. Hasil penelitian
ini didapatkan partus lama sebanyak 17 (28,3%)
dan tidak partus lama sebanyak 43 (71,7%). Sedangkan responden dengan anemia sebanyak 34 (56,7%) dan tidak
anemia sebanyak 26 (43,3%). Terdapat
hubungan antara partus lama dengan atonia uteri
pada ibu bersalin dengan nilai p-value 0,010 dan nilai OR 4,971 lebih berisiko terjadi atonia uteri
dan ada hubungan anemia dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri
pada ibu bersalin dengan nilai p-value 0,037 dan nilai OR 3,051 lebih berisiko terjadi atonia uteri. Terdapat hubungan yang signifikan antara partus lama dan anemia dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri pada ibu bersalin di RSUD Provinsi NTB. |
Info Artikel |
Artikel masuk 01-04-23, Direvisi
15-04-23, Diterima 22-04-23 |
PENDAHULUAN
Kematian
dan kesakitan ibu menjadi masalah kesehatan yang serius di dunia, terutama di
negara berkembang. Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2019, angka kematian ibu (AKI) di dunia yaitu 303.000 jiwa meninggal selama dan setelah persalinan. Angka kematian ibu (AKI) di beberapa negara berkembang juga dilaporkan cukup tinggi, seperti di Afrika
179.000, Asia Selatan 69.000 dan Asia Tenggara 16.000 jiwa
(Kristianingsih et al., 2020).�
�Berdasarkan
Profil Kesehatan Indonesia tahun
2019 angka kematian ibu di Indonesia sebesar� 305 per 100.000 kelahiran
hidup (Kemenkes RI, 2020). Angka kejadian ini masih jauh
dibawah target Sustainable
Development Goals (SGDs) yaitu mengurangi angka kematian ibu sebesar
70 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2030. Untuk mencapai target tersebut diperlukan kerja keras, terlebih jika dibandingkan dengan beberapa negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN),
angka kematian ibu di Indonesia relatif masih sangat tinggi. AKI di
negara-negara ASEAN rata-rata sebesar 40-60 per
100.000 kelahiran hidup. Bahkan, AKI di Singapura hanya� 2-3 per 100.000 kelahiran
hidup (Susiana, 2019).
Kematian ibu merupakan suatu kematian yang terjadi pada saat kehamilan atau selama 42 hari sejak masa terminasi kehamilan. Angka kematian ibu di berbagai negara, paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan dalam 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak kehilangan darah. Insidensi perdarahan postpartum pada negara maju
sekitar 5% dari persalinan, sedangkan negara berkembang mencapai 28% dari persalinan dan menjadi penyumbang terbanyak angka kematian ibu. Sekitar
90% perdarahan postpartum pada ibu
bersalin disebabkan oleh
atonia uteri, 7% robekan jalan
lahir, sisanya disebabkan retensio plasenta dan gangguan pembekuan darah (Sujana, 2018).
Atonia uteri merupakan keadaan
lemahnya tonus atau kontraksi rahim, yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan
terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir (Amelia, 2019). Faktor
predisposisi yang berperan terhadap terjadinya perdarahan atonia uteri terbagi
menjadi� faktor risiko antepartum dan
intrapartum. Faktor risiko antepartum antara lain anemia dalam kehamilan, usia
ibu, grandemultipara, distensi uterus berlebih (kehamilan kembar, makrosomia,
polihidramnion), sedangkan faktor risiko intrapartum meliputi partus lama, kala
III memanjang dan induksi persalinan (Lestari et al., 2020).
Partus lama merupakan suatu keadaan dimana
persalinan telah berlangsung lebih dari 18 jam bayi belum lahir (Sebghati &
Chandraharan, 2017). Sebagian ibu mengalami persalinan
lebih lama daripada ibu bersalin lain.
Beberapa persalinan lama terjadi karena ukuran janin yang
besar dan posisinya yang tidak normal. (Lamen et al., 2019). Partus lama dapat menyebabkan
kelelahan pada uterus, dimana tonus otot uterus tidak dapat berkontraksi dengan
baik pada pasca persalinan, sehingga risiko terjadinya� perdarahan semakin tinggi (Salsabila,
2020).
Berdasarkan profil kesehatan Dinkes Nusa
Tenggara Barat (NTB) tahun 2018, prevalensi anemia di NTB masih� tergolong cukup tinggi yaitu sebesar 31,1% (Karjono &
Erna, 2021). Angka tersebut menunjukkan bahwa ibu hamil dengan anemia memiliki
peningkatan risiko kematian ibu lebih besar akibat komplikasi kehamilan,
persalinan dan nifas dibandingkan ibu yang tidak anemia. Pemerintah Provinsi
NTB telah melaksanakan program pemberian tablet Fe minimal 90 tablet selama
periode kehamilan, namun kasus anemia masih cukup tinggi (Hardaniyati
& Ariendha, 2018).
Angka kematian ibu di Provinsi NTB setiap
tahunnya terus mengalami peningkatan berdasarkan data profil kesehatan Dinkes
NTB didapatkan tahun 2018 angka kematian ibu 97 kasus, 2019 terdapat� 99 kasus dan pada tahun 2020 mengalami
peningkatan cukup tinggi menjadi 122 kasus. Berdasarkan data tersebut angka
kematian ibu akibat perdarahan terdapat 83 kasus. Angka kematian ibu pada tahun
2021 menurut penyebabnya terdapat sebanyak 27 kasus akibat perdarahan,
hipertensi 26 kasus, Covid-19 20 kasus, gangguan metabolik sembilan kasus, dan
akibat lainnya 62 kasus (Dinkes Provinsi
NTB, 2021).
Rumah Sakit
Umum Provinsi NTB merupakan salah satu rumah sakit rujukan
tertinggi yang ada di Provinsi NTB. Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan pada bulan Juli 2021, didapatkan data ibu bersalin tahun
2017-2018 terdapat 2459, tahun
2019 terdapat 746 ibu bersalin, tahun 2020 terdapat 476 ibu bersalin serta pada tahun 2021 terdapat 484 ibu bersalin. Angka kejadian ibu yang mengalami kejadian atonia uteri terdapat 44 kasus
dan 1 diantaranya meninggal. Penurunan angka kematian
ibu merupakan salah satu program prioritas RSUD Provinsi NTB sebagai rumah sakit pusat
rujukan. Berdasarkan data pelayanan medis RSUD Provinsi NTB didapatkan angka kematian ibu menurut� penyebabnya pada tahun 2020 sebanyak 11 kasus (RSUD Provinsi NTB, 2020).
Penelitian sebelumnya
mengenai hubungan partus lama dan anemia dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri yang dilakukan
Khoirunisa (2019) menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara partus lama dan anemia dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Dinengsih & Pahleti (2017), mengatakan partus
lama dan anemia dalam kehamilan
berhubungan dengan kejadian atonia uteri. Beberapa penelitian lainnya menemukan hasil sebaliknya, tidak ada hubungan yang bermakna antara partus lama dengan kejadian atonia uteri (Lestari et al. 2020; Tammara
2019). Pada penelitian mengenai hubungan anemia dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri yang
dilakukan Putra (2017) menunjukkan
faktor risiko anemia tidak berhubungan dengan kejadian atonia uteri. Memperkuat pernyataan tersebut, penelitian Ul-Ilmi et al (2018) juga menunjukkan tidak adaanya hubungan
anemia dengan kejadian perdarahan postpartum
karena atonia uteri.
Berdasarkan perbedaan hasil pada beberapa penelitian
sebelumnya, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan
partus lama dan anemia dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri pada ibu
bersalin di RSUD Provinsi NTB.
��
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan menggunakan desain
case-control, yaitu rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan
antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit dengan cara membandingkan
kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Penelitian
ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB pada bulan Januari 2023.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik total sampling dengan
jumlah data kejadian atonia uteri pada ibu bersalin selama lima tahun yaitu
2017-2021. Sampel diambil melalui data sekunder dari data rekam medis sebanyak
60 sampel dengan kelompok kasus ibu bersalin yang mengalami atonia uteri
sebanyak 30 sampel dibandingkan dengan kelompok kontrol ibu bersalin yang tidak
mengalami atonia uteri sebanyak 30 sampel yang telah memenguhi kriteria inklusi
dan eksklusi, sehingga dari data tersebut akan dianalisis secara univariat dan
bivariat untuk kemudian dilihat distribusi dari masing-masing sampel dan
menilai hubungan antar variabel penelitian. Data yang diperoleh dianalisis
dengan uji korelasi chi-square.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1 Distribusi Atonia Uteri pada Ibu Bersalin
Atonia Uteri |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Ya |
30 |
50 |
Tidak |
30 |
50 |
Total |
60 |
100 |
Sumber:
Data Sekunder Tahun
2017-2021
Berdasarkan tabel 1. didapatkan ibu yang mengalami yang mengalami
atonia uteri sebanyak 30 responden (50%) dan tidak mengalami atonia uteri
sebanyak 30 responden (50%).
Tabel 2 Distribusi
Partus Lama pada Ibu Bersalin
Partus lama |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Partus lama |
17 |
28,3 |
Tidak partus lama |
43 |
71,7 |
Total |
60 |
100 |
Sumber:
Data Sekunder Tahun
2017-2021
Berdasarkan
tabel 2. didapatkan ibu yang mengalami partus lama sebanyak 17 responden (28,3%) dan tidak partus lama sebanyak 43 responden (71,7%).
Tabel 3 Distribusi
Anemia dalam Kehamilan pada Ibu Bersalin
Anemia dalam Kehamilan |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Anemia |
34 |
56,7 |
Tidak anemia |
26 |
43,3 |
Total |
60 |
100 |
Sumber:
Data Sekunder Tahun
2017-2021
Berdasarkan
tabel 3. didapatkan ibu yang mengalami anemia sebanyak 34 responden (56,7%) dan
tidak mengalami anemia sebanyak 26 responden (43,3%).
Tabel 4. Hubungan
Partus Lama dengan Kejadian Atonia Uteri pada Ibu Bersalin
Partus Lama |
Kejadian Atonia Uteri |
Total |
OR |
P-Value |
95% Cl |
||||
Atonia Uteri (Kasus) |
Tidak Atonia Uteri (Kontrol) |
||||||||
N |
% |
n |
% |
n |
% |
||||
Partus Lama |
13 |
43,3 |
4 |
13,3 |
17 |
28,3 |
4,971 |
0,010 |
1,387-17,816 |
Tidak Partus
Lama |
17 |
56,7 |
26 |
86,7 |
43 |
71,7 |
|
|
|
Total |
30 |
100 |
30 |
100 |
60 |
100 |
|
|
|
Sumber:
Data Sekunder Tahun
2017-2021
Berdasarkan data analisis
bivariat yang dilakukan
pada 60 sampel penelitian didapatkan hasil ibu yang mengalami partus lama dengan kejadian atonia uteri kelompok kasus sebanyak 13 responden (43,3%), sedangkan ibu yang mengalami partus lama dengan tidak atonia uteri pada kelompok kontrol sebanyak 4 responden (13,3%). Ibu yang tidak
mengalami partus lama dengan kejadian atonia uteri pada
kelompok kasus sebanyak 17 responden (56,7%) dan
ibu yang tidak mengalami partus lama dengan tidak atoni
uteri pada kelompok kontrol
sebanyak 26 responden
(86,7%).
Berdasarkan hasil
analisis menggunakan uji korelasi Chi-Square didapatkan
nilai p-value sebesar
0,010 (p-value < 0,05) berarti Ho ditolak sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara partus lama dengan kejadian atonia uteri pada ibu bersalin di RSUD Provinsi NTB.
Nilai OR didapatkan yaitu
4,971 yang menunjukkan bahwa
ibu bersalin yang mengalami partus lama berisiko 4,971 kali untuk mengalami kejadian atonia uteri dibandingkan ibu bersalin yang tidak mengalami partus lama.
Tabel 5. Hubungan Anemia dalam Kehamilan
dengan Kejadian Atonia Uteri pada Ibu Bersalin
Anemia dalam Kehamilan |
Kejadian Atonia Uteri |
Total |
OR |
P-Value |
95% Cl |
||||
Atonia Uteri (Kasus) |
Tidak Atonia Uteri (Kontrol) |
||||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
||||
Anemia |
21 |
70 |
13 |
43,3 |
34 |
56,7 |
3,051 |
0,037 |
1,053-8,839 |
Tidak Anemia |
9 |
30 |
17 |
56,7 |
26 |
43,3 |
|
|
|
Total |
30 |
100 |
30 |
100 |
60 |
100 |
|
|
|
Sumber: Data Sekunder Tahun 2017-2021
Berdasarkan data analisis
bivariat yang dilakukan
pada 60 sampel penelitian didapatkan hasil ibu yang mengalami anemia dengan kejadian atonia uteri pada
kelompok kasus sebanyak 21 responden (70%), sedangkan ibu yang mengalami anemia dengan tidak atonia uteri pada kelompok kontrol sebanyak 13 responden (43,3%). Ibu yang yang tidak mengalami anemia dengan kejadian atonia uteri pada
kelompok kasus sebanyak 9 responden (30%) dan ibu yang tidak mengalami anemia dengan tidak atonia uteri pada kelompok kontrol sebanyak 17 responden (56,7%).
Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji korelasi chi-Square didapatkan nilai p-value sebesar 0,037 (p-value < 0,05) berarti Ho ditolak sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara anemia dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri pada ibu bersalin di RSUD Provinsi NTB. Nilai OR didapatkan lebih dari satu yaitu 3,051 yang menunjukkan bahwa ibu bersalin yang mengalami anemia dalam kehamilan berisiko 3,051 kali untuk mengalami kejadian atonia uteri dibandingkan ibu bersalin yang tidak mengalami anemia dalam kehamilan.
Berdasarkan hasil analisis bivariat tabel 4.4 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara partus lama dengan kejadian atonia uteri pada ibu bersalin di RSUD Provinsi NTB dengan nilai uji chi-square yakni 0,010 (p-value < 0,05) dan nilai OR yaitu sebesar 4,971 dengan 95% CI:1,387-17,816 yang artinya menunjukkan bahwa ibu bersalin yang mengalami partus lama berisiko 4,971 kali untuk mengalami kejadian atonia uteri dibandingkan ibu bersalin yang tidak mengalami partus lama.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rismayani (2021), dengan metode penelitian case-control dengan jumlah sampel 72 responden menunjukkan hasil terdapat hubungan partus lama dengan kejadian atonia uteri dengan nilai signifikansi uji chi-square didapatkan 0,000 (p-value < 0,05) dan nilai OR yaitu 7,0 yang berarti bahwa ibu dengan partus lama mempunyai risiko 7,0 untuk mengalami atonia uteri dibandingkan ibu yang tidak mengalami partus lama. Sejalan juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Dinengsih & Pahleti (2017) dengan desain penelitian case-control dengan 52 sampel penelitian, hasil uji chi-square menunjukkan adanya hubungan partus lama dengan kejadian atonia uteri yaitu 0,005 (p-value < 0,05) dan nilai OR yaitu 7,933 yang menunjukkan bahwa ibu yang mengalami partus lama kemungkinan berisiko 7,933 kali untuk terjadi atonia uteri dibandingkan ibu tidak partus lama.
Partus lama merupakan waktu persalinan yang memanjang karena kemajuan persalinan yang terhambat. Partus lama juga merupakan perlambatan kecepatan dilatasi serviks atau penurunan janin. Ibu yang mengalami partus lama dapat dilihat dari memanjangnya kala II persalinan yang berlangsung lebih dari 2 jam pada primipara dan 1 jam pada multipara. Pada ibu primipara ketiga faktor persalinan yaitu power, passage dan passenger belum adekuat sehingga proses persalinan kala II berlangsung lebih lama dibandingkan ibu multipara. Selain itu, ibu primipara otot-otot jalan lahir masih kaku dan belum dapat mengejan dengan baik, sementara pada ibu multipara proses persalinan berjalan lebih cepat pada kala II karena pengalaman persalinan sebelumnya dan relaksasi otot di jalan lahir.
Persalinan kala II memanjang, pembukaan seviks telah lengkap tetapi proses lahirnya janin terhambat. Hal ini dapat disebabkan oleh his yang tidak adekuat, kelainan letak janin, pimpinan persalinan salah, kelainan panggul, ketuban pecah dini, janin besar atau kelainan kongenital. Partus lama lebih banyak terjadi pada ibu dengan persalinan primipara dibandingkan multipara. Partus lama pada kala II memanjang meningkatkan risiko insidensi atonia uteri pada ibu bersalin (Rambe, 2019).
Menurut hasil penelitian Wardani (2017) ada hubungan yang bermakna antara partus lama dengan perdarahan postpartum karena� atonia uteri� dengan nilai OR 9,598 artinya ibu yang mengalami partus lama� berisiko mengalami perdarahan postpartum karena atonia uteri 9,598 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami partus lama. Hal ini sesuai dengan teori� Dinengsih & Pahleti (2017) partus lama pada ibu bersalin merupakan salah satu faktor penyebab kejadian atonia uteri karena kontraksi otot uterus secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama pada persalinan lama menyebabkan kemampuan kontraksi miometrium berkurang sehingga meningkatkan risiko terjadinya atonia uteri.
Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Muharrina & Martina (2020) yang menunjukkan ada hubungan antara partus lama dengan kejadian atonia uteri pada ibu bersalin dengan nilai p-value = 0,002. Hasil penelitian lain yang sejalan adalah penelitian Listiawati (2022) menunjukkan hubungan partus lama dengan kejadian atonia uteri. Penelitian berpendapat bahwa partus lama dapat mengurangi kontraksi uterus menyebabkan uterus tidak lagi bekerja dengan maksimal sehingga meningkatkan kegagalan kompresi pembuluh darah setelah pemisahan plasenta.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2020) dengan nilai p-value 0,000 menunjukkan terdapat hubungan partus lama dengan kejadian perdarahan postpartum karena atonia uteri dan nilai OR = 9,03 yang artinya ibu yang mengalami partus lama berpeluang mengalami perdarahan postpartum karena atonia uteri sebesar 9,03 kali dibandingkan ibu tidak partus lama. Penelitian ini didukung oleh Fibrianti (2020) menunjukkan ada hubungan antara persalinan lama dengan kejadian atonia uteri pada ibu bersalin di RSUD Dr. R. Soedjono Selong dengan nilai p-value �0,011.
Prinsip terjadinya partus lama dapat disebabkan oleh his yang tidak efisien. Partus lama apabila tidak segera diakhiri akan menimbulkan kelelahan pada ibu bersalin. Kelelahan akibat partus lama dapat menyebabkan uterus kehilangan tonus ototnya karena miometrium tidak berkontraksi dan beretraksi selama dan setelah lahirnya plasenta. Dalam keadaan normal, pelepasan plasenta selalu diikuti dengan perdarahan karena sinus materalis bagian dalam dinding rahim terbuka. Biasanya perdarahan itu tidak banyak, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menekan pembuluh darah yang terbuka sehingga lumennya tertutup. Kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah. Apabila uterus tidak berkontraksi dan beretraksi akan menghambat penutupan pembuluh darah yang terbuka ketika pelepasan plasenta dan menyebabkan perdarahan yang banyak (Fransiska, 2022).
Berdasarkan hasil dari penelitian ini dan sumber literatur yang ditemukan, peneliti berasumsi bahwa ibu yang mengalami partus lama akan berisiko terjadi atoni uteri, hal ini disebabkan ibu yang mengejan secara terus-menerus dalam jangka waktu lama selama proses persalinan akan menimbulkan kelelahan pada uterus, dimana tonus otot uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik setelah persalinan, sehingga risiko terjadinya perdarahan semakin tinggi.
Peneliti juga berpendapat bahwa ibu bersalin
dengan partus lama tetapi tidak mengalami
atonia uteri dapat disebabkan
selama proses persalinan ibu diobservasi dengan baik dan semua tindakan yang telah direncanakan sudah dilakuan dengan baik, dengan
adanya kerja sama yang baik dari pasien serta
dukungan dari keluarga dan petugas kesehatan yang ada di ruang bersalin. Instruksi dokter dalam menangani partus lama
dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan pemantauan dilakukan
secara baik. Faktor lain tidak mengalami atonia uteri juga perlu ditinjau lebih
lanjut terkait riwayat medis ibu sebelumnya.
Berdasarkan
hasil analisis bivariat tabel 4.5 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara anemia dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri pada ibu
bersalin di RSUD Provinsi NTB dengan nilai uji chi-square yakni 0,037 (p-value
< 0,05) dan nilai OR yaitu sebesar 3,051 dengan 95% CI 1,053-8,839 yang
artinya menunjukkan bahwa ibu bersalin yang mengalami anemia dalam kehamilan
berisiko 3,051 kali untuk mengalami kejadian atonia uteri dibandingkan ibu bersalin
yang tidak mengalami anemia dalam kehamilan.
Hasil ini
sesuai dengan teori Valdes et al (2018) bahwa kadar hemoglobin yang berkurang selama
kehamilan merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
atonia uteri. Hemoglobin sangat dibutuhkan oleh tubuh� untuk berbagai metabolisme sel dalam hal
mengangkut oksigen ke seluruh tubuh termasuk ke uterus. Uterus memerlukan
kontraksi yang kuat pada saat persalinan, menghentikan perdarahan akibat
lepasnya plasenta dari perlekatan di endometrium selama masa kehamilan dan
untuk involusi uterus pada saat persalinan. Kadar hemoglobin yang < 11 gr/dl
akan mengakibatkan kontraksi otot uterus melemah saat persalinan sehingga
meningkatkan perdarahan pasca persalinan dan menjadi sebab potensial morbiditas
dan mortalitas ibu beserta bayi.
�Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Ardani (2018), dengan metode penelitian case-control dan
jumlah sampel sebanyak 70 responden menunjukkan hasil terdapat hubungan anemia
dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri dengan nilai signifikansi uji chi-square
yaitu 0,03 ( p-value < 0,05) dan OR yaitu 3,33 yang berarti ibu
bersalin yang mengalami anemia dalam kehamilan mempunyai risiko 3,33 kali lebih
besar mengalami atonia uteri dibandingkan dengan ibu bersalin yang tidak
anemia. Sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Julizar et al (2019) dengan desain penelitian case control �dengan 138 sampel penelitian, hasil uji chi-square
menunjukkan adanya hubungan anemia dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri
yaitu 0,036 (p-value < 0,05) dan nilai OR yaitu 3,06 yang berarti ibu
dengan anemia kemungkinan berisiko 3,06 kali untuk terjadi atonia uteri
dibandingkan ibu tidak anemia.
Anemia
merupakan suatu kondisi di mana kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah
eritrosit seseorang lebih rendah dari normal. Anemia adalah keadaan menurunnya
konsentrasi hemoglobin didalam sel darah merah, yang menyebabkan masalah dalam
pengangkutan oksigen di dalam tubuh. Ibu hamil memiliki kadar Hb normal bila
≥ 11 gr/dl. Anemia lebih sering terjadi selama masa kehamilan. Hal ini
karena pada masa kehamilan kebutuhan nutrisi meningkat dan terjadi
perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang (Yanti & Sabri, 2020).
Secara fisiologis, sistem peredaran darah ibu berubah selama kehamilan, yaitu peningkatan volume darah dan volume serum darah lebih besar dari pertumbuhan sel darah. Oleh karena itu dapat menyebabkan hemodilusi (pengenceran darah) yang terjadi pada usia kehamilan 16 minggu dan puncaknya pada usia kehamilan 32-36 minggu (Emiliana et al., 2021).
Pengaruh anemia pada ibu bersalin antara lain anemia dapat meningkatkan rendahnya kemampuan ibu untuk bertahan pada saat persalinan, maternal distress, syok, perdarahan pasca persalinan dan berpotensi mengancam nyawa ibu dan bayi. Ibu yang memasuki persalinan dengan konsentrasi hemoglobin yang rendah < 11 gr/dl dapat menyebabkan ketidakmampuan serabut-serabut miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri (Yanti & Sabri, 2020).
Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian
Sugesti et al (2021) dengan
nilai p-value 0,047 (<0,05) artinya ada hubungan
anemia dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri di
Wilayah Kerja Puskesmas Bandongan dengan nilai OR yaitu 0,101 yang berarti ibu bersalin
yang mengalami anemia dalam
kehamilan mempunyai risiko 0,101 kali lebih besar mengalami atonia uteri dibandingkan dengan ibu bersalin yang tidak memiliki riwayat anemia. Penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Setriana (2018) di RUSP Dr. M. Yunus
Bengkulu menunjukkan bahwa ibu yang memiliki kadar hemoglobin < 11 gr/dl berisiko
tinggi mengalami atonia
uteri. Hal ini disebabkan lebih
sedikit oksigen yang dikirim ke uterus. Kurangnya oksigen dalam darah mencegah
otot-otot uterus berkontraksi dengan baik sehingga timbul atonia uteri yang
mengakibatkan perdarahan hebat (Ardani, 2018)
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Salsabil (2022) ibu hamil yang menderita anemia dalam kehamilan
dengan kadar Hb < 11 gr/dl lebih besar risiko terjadi perdarahan postpartum
yang disebabkan oleh atonia uteri. Sejalan juga dengan penelitian Rosdiana & Mawarti (2018) menunjukkan hubungan yang signifikan antara
anemia� pada ibu hamil dengan kejadian
atonia uteri. Ibu hamil dengan kadar hemoglobin rendah dalam kehamilannya tidak
dapat mentoleransi kehilangan darah saat persalinan (Salsabil, 2022)
�Sejalan
dengan teori Satriyandari
& Hariyati (2017) kadar hemoglobin ibu yang rendah selama
kehamilan akan mengganggu kondisinya apabila kehilangan darah meskipun sedikit,
sebab anemia dihubungkan dengan kelemahan yang dapat dianggap sebagai penyebab
langsung perdarahan pasca persalinan. Risiko perdarahan pasca persalinan
meningkat pada ibu bersalin dengan anemia, menyebabkan uterus kekurangan
oksigen, glukosa dan nutrisi esensial serta cenderung bekerja tidak efisien
pada semua persalinan. Hal ini meningkatkan perdarahan pasca persalinan karena
atonia uteri dan memiliki prognosis yang semakin memburuk.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini dan sumber literatur yang ditemukan, peneliti berasumsi bahwa ibu yang mengalami anemia dalam kehamilan akan berisiko terjadi atoni uteri, hal ini disebabkan ibu yang melakukan persalinan dengan kadar hemoglobin rendah saat kehamilannya akan mengakibatkan kemampuan ibu untuk bertahan saat persalinan semakin berkurang, sebab rendahnya kadar hemoglobin dapat mengakibatkan proses metabolisme energi terutama pada uterus menjadi terhambat karena kekurangan pasokan oksigen. Kurangnya pasokan oksigen menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi secara maksimal sehingga timbul atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan pasca persalinan.
Peneliti juga berpendapat bahwa ibu bersalin dengan anemia dalam kehamilan tetapi tidak mengalami atonia uteri dapat disebabkan ibu termasuk ke dalam kategori anemia ringan. Menurut World Health Organization (WHO) kategori anemia derajat ringan menunjukkan Hb 10,0-10,9 gr/dl, anemia derajat sedang 7,0-9,9 gr/dl dan anemia derajat berat < 7 gr/dl (Sari, 2023). Sejalan dengan teori Siagian & Sari (2017) menyatakan bahwa anemia sedang hingga berat memiliki hubungan yang bermakna dengan perdarahan postpartum.
Tabel 6. Distribusi Atonia Uteri pada Ibu Bersalin
Atonia Uteri |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Ya |
30 |
50 |
Tidak |
30 |
50 |
Total |
60 |
100 |
Sumber: Data Sekunder Tahun 2017-2021
Berdasarkan tabel 6. didapatkan ibu yang mengalami yang mengalami
atonia uteri sebanyak 30 responden (50%) dan tidak mengalami atonia uteri
sebanyak 30 responden (50%).
Tabel 7. Distribusi
Partus Lama pada Ibu Bersalin
Partus lama |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Partus lama |
17 |
28,3 |
Tidak partus lama |
43 |
71,7 |
Total |
60 |
100 |
Sumber: Data Sekunder Tahun 2017-2021
Berdasarkan
tabel 4.2 didapatkan ibu yang mengalami partus lama sebanyak 17 responden (28,3%) dan tidak partus lama sebanyak 43 responden (71,7%).
Tabel 8. Distribusi
Anemia dalam Kehamilan pada Ibu Bersalin
Anemia dalam Kehamilan |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Anemia |
34 |
56,7 |
Tidak anemia |
26 |
43,3 |
Total |
60 |
100 |
Sumber: Data Sekunder
Tahun 2017-2021
Berdasarkan
tabel 8. didapatkan ibu yang mengalami anemia sebanyak 34 responden (56,7%) dan
tidak mengalami anemia sebanyak 26 responden (43,3%).
Tabel 9. Hubungan
Partus Lama dengan Kejadian Atonia Uteri pada Ibu Bersalin
Partus Lama |
Kejadian Atonia Uteri |
Total |
OR |
P-Value |
95% Cl |
||||
Atonia Uteri (Kasus) |
Tidak Atonia Uteri (Kontrol) |
||||||||
N |
% |
n |
% |
n |
% |
||||
Partus Lama |
13 |
43,3 |
4 |
13,3 |
17 |
28,3 |
4,971 |
0,010 |
1,387-17,816 |
Tidak Partus Lama |
17 |
56,7 |
26 |
86,7 |
43 |
71,7 |
|
|
|
Total |
30 |
100 |
30 |
100 |
60 |
100 |
|
|
|
Sumber: Data Sekunder Tahun 2017-2021
Berdasarkan data analisis
bivariat yang dilakukan
pada 60 sampel penelitian didapatkan hasil ibu yang mengalami partus lama dengan kejadian atonia uteri kelompok kasus sebanyak 13 responden (43,3%), sedangkan ibu yang mengalami partus lama dengan tidak atonia uteri pada kelompok kontrol sebanyak 4 responden (13,3%). Ibu yang tidak
mengalami partus lama dengan kejadian atonia uteri pada
kelompok kasus sebanyak 17 responden (56,7%) dan
ibu yang tidak mengalami partus lama dengan tidak atoni
uteri pada kelompok kontrol
sebanyak 26 responden
(86,7%).
Berdasarkan hasil
analisis menggunakan uji korelasi Chi-Square didapatkan
nilai p-value sebesar
0,010 (p-value < 0,05) berarti Ho ditolak sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara partus lama dengan kejadian atonia uteri pada ibu bersalin di RSUD Provinsi NTB.
Nilai OR didapatkan yaitu
4,971 yang menunjukkan bahwa
ibu bersalin yang mengalami partus lama berisiko 4,971 kali untuk mengalami kejadian atonia uteri dibandingkan ibu bersalin yang tidak mengalami partus lama.
Tabel 10. Hubungan
Anemia dalam Kehamilan dengan Kejadian Atonia Uteri pada Ibu Bersalin
Anemia dalam Kehamilan |
Kejadian Atonia Uteri |
Total |
OR |
P-Value |
95% Cl |
||||
Atonia Uteri (Kasus) |
Tidak Atonia Uteri (Kontrol) |
||||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
||||
Anemia |
21 |
70 |
13 |
43,3 |
34 |
56,7 |
3,051 |
0,037 |
1,053-8,839 |
Tidak Anemia |
9 |
30 |
17 |
56,7 |
26 |
43,3 |
|
|
|
Total |
30 |
100 |
30 |
100 |
60 |
100 |
|
|
|
Sumber: Data Sekunder Tahun 2017-2021
Berdasarkan data analisis bivariat
yang dilakukan pada 60 sampel
penelitian didapatkan hasil ibu yang mengalami anemia dengan kejadian atonia uteri pada kelompok
kasus sebanyak 21 responden (70%), sedangkan ibu yang mengalami anemia dengan tidak atonia uteri pada kelompok kontrol sebanyak 13 responden (43,3%).
Ibu yang yang tidak mengalami anemia dengan kejadian atonia uteri pada kelompok
kasus sebanyak 9 responden (30%) dan ibu yang tidak mengalami anemia dengan tidak atonia uteri pada kelompok kontrol sebanyak 17 responden (56,7%).
Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji korelasi chi-Square didapatkan nilai p-value sebesar 0,037 (p-value < 0,05) berarti Ho ditolak sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara anemia dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri pada ibu bersalin di RSUD Provinsi NTB. Nilai OR didapatkan lebih dari satu yaitu 3,051 yang menunjukkan bahwa ibu bersalin yang mengalami anemia dalam kehamilan berisiko 3,051 kali untuk mengalami kejadian atonia uteri dibandingkan ibu bersalin yang tidak mengalami anemia dalam kehamilan.
Berdasarkan hasil analisis bivariat tabel 4.4 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara partus lama dengan kejadian atonia uteri pada ibu bersalin di RSUD Provinsi NTB dengan nilai uji chi-square yakni 0,010 (p-value < 0,05) dan nilai OR yaitu sebesar 4,971 dengan 95% CI:1,387-17,816 yang artinya menunjukkan bahwa ibu bersalin yang mengalami partus lama berisiko 4,971 kali untuk mengalami kejadian atonia uteri dibandingkan ibu bersalin yang tidak mengalami partus lama.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rismayani (2021), dengan metode penelitian case-control dengan jumlah sampel 72 responden menunjukkan hasil terdapat hubungan partus lama dengan kejadian atonia uteri dengan nilai signifikansi uji chi-square didapatkan 0,000 (p-value < 0,05) dan nilai OR yaitu 7,0 yang berarti bahwa ibu dengan partus lama mempunyai risiko 7,0 untuk mengalami atonia uteri dibandingkan ibu yang tidak mengalami partus lama. Sejalan juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Dinengsih & Pahleti (2017) dengan desain penelitian case-control dengan 52 sampel penelitian, hasil uji chi-square menunjukkan adanya hubungan partus lama dengan kejadian atonia uteri yaitu 0,005 (p-value < 0,05) dan nilai OR yaitu 7,933 yang menunjukkan bahwa ibu yang mengalami partus lama kemungkinan berisiko 7,933 kali untuk terjadi atonia uteri dibandingkan ibu tidak partus lama.
Partus lama merupakan waktu persalinan yang memanjang karena kemajuan persalinan yang terhambat. Partus lama juga merupakan perlambatan kecepatan dilatasi serviks atau penurunan janin. Ibu yang mengalami partus lama dapat dilihat dari memanjangnya kala II persalinan yang berlangsung lebih dari 2 jam pada primipara dan 1 jam pada multipara. Pada ibu primipara ketiga faktor persalinan yaitu power, passage dan� passenger �belum adekuat sehingga proses persalinan kala� II berlangsung lebih lama dibandingkan ibu multipara. Selain itu, ibu primipara otot-otot jalan lahir masih kaku dan belum dapat mengejan dengan baik, sementara pada ibu multipara proses persalinan berjalan lebih cepat pada kala II karena pengalaman persalinan sebelumnya dan relaksasi otot di jalan lahir.
Persalinan kala II memanjang, pembukaan seviks telah lengkap tetapi proses lahirnya janin terhambat. Hal ini dapat disebabkan oleh his yang tidak adekuat, kelainan letak janin, pimpinan persalinan salah, kelainan panggul, ketuban pecah dini, janin besar atau kelainan kongenital. Partus lama lebih banyak terjadi pada ibu dengan persalinan primipara dibandingkan multipara. Partus lama pada kala II memanjang meningkatkan risiko insidensi atonia uteri pada ibu bersalin (Rambe, 2019).
Menurut hasil penelitian Wardani (2017) ada hubungan yang bermakna antara partus lama dengan perdarahan postpartum karena� atonia uteri� dengan nilai OR 9,598 artinya ibu yang mengalami partus lama� berisiko mengalami perdarahan postpartum karena atonia uteri 9,598 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami partus lama. Hal ini sesuai dengan teori� Dinengsih & Pahleti (2017) partus lama pada ibu bersalin merupakan salah satu faktor penyebab kejadian atonia uteri karena kontraksi otot uterus secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama pada persalinan lama menyebabkan kemampuan kontraksi miometrium berkurang sehingga meningkatkan risiko terjadinya atonia uteri.
Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Muharrina & Martina (2020) yang menunjukkan ada hubungan antara partus lama dengan kejadian atonia uteri pada ibu bersalin dengan nilai p-value = 0,002. Hasil penelitian lain yang sejalan adalah penelitian Listiawati (2022) menunjukkan hubungan partus lama dengan kejadian atonia uteri. Penelitian berpendapat bahwa partus lama dapat mengurangi kontraksi uterus menyebabkan uterus tidak lagi bekerja dengan maksimal sehingga meningkatkan kegagalan kompresi pembuluh darah setelah pemisahan plasenta.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2020) dengan nilai p-value 0,000 menunjukkan terdapat hubungan partus lama dengan kejadian perdarahan postpartum karena atonia uteri dan nilai OR = 9,03 yang artinya ibu yang mengalami partus lama berpeluang mengalami perdarahan postpartum karena atonia uteri sebesar 9,03 kali dibandingkan ibu tidak partus lama. Penelitian ini didukung oleh Fibrianti (2020) menunjukkan ada hubungan antara persalinan lama dengan kejadian atonia uteri pada ibu bersalin di RSUD Dr. R. Soedjono Selong dengan nilai p-value �0,011.
Prinsip terjadinya partus lama dapat disebabkan oleh his yang tidak efisien. Partus lama apabila tidak segera diakhiri
akan menimbulkan kelelahan pada ibu bersalin. Kelelahan akibat partus lama dapat menyebabkan uterus kehilangan tonus ototnya karena miometrium tidak berkontraksi dan beretraksi selama dan setelah lahirnya plasenta. Dalam keadaan normal, pelepasan plasenta selalu diikuti dengan perdarahan karena sinus materalis bagian dalam dinding rahim
terbuka.
Biasanya perdarahan itu tidak banyak, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menekan pembuluh darah yang terbuka sehingga lumennya tertutup. Kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah. Apabila uterus tidak berkontraksi dan beretraksi akan menghambat penutupan pembuluh darah yang terbuka ketika pelepasan plasenta dan menyebabkan perdarahan yang banyak (Fransiska, 2022).
Berdasarkan hasil dari penelitian ini dan sumber literatur yang ditemukan, peneliti berasumsi bahwa ibu yang mengalami partus lama akan berisiko terjadi atoni uteri, hal ini disebabkan ibu yang mengejan secara terus-menerus dalam jangka waktu lama selama proses persalinan akan menimbulkan kelelahan pada uterus, dimana tonus otot uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik setelah persalinan, sehingga risiko terjadinya perdarahan semakin tinggi.
Peneliti juga berpendapat bahwa ibu bersalin
dengan partus lama tetapi tidak mengalami
atonia uteri dapat disebabkan
selama proses persalinan ibu diobservasi dengan baik dan semua tindakan yang telah direncanakan sudah dilakuan dengan baik, dengan
adanya kerja sama yang baik dari pasien serta
dukungan dari keluarga dan petugas kesehatan yang ada di ruang bersalin. Instruksi dokter dalam menangani partus lama
dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan pemantauan dilakukan
secara baik. Faktor lain tidak mengalami atonia uteri juga perlu ditinjau lebih
lanjut terkait riwayat medis ibu sebelumnya.
Berdasarkan
hasil analisis bivariat tabel 4.5 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara anemia dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri pada ibu
bersalin di RSUD Provinsi NTB dengan nilai uji chi-square yakni 0,037 (p-value
< 0,05) dan nilai OR yaitu sebesar 3,051 dengan 95% CI 1,053-8,839 yang
artinya menunjukkan bahwa ibu bersalin yang mengalami anemia dalam kehamilan
berisiko 3,051 kali untuk mengalami kejadian atonia uteri dibandingkan ibu
bersalin yang tidak mengalami anemia dalam kehamilan.
Hasil ini
sesuai dengan teori Valdes et al (2018) bahwa kadar hemoglobin yang berkurang selama
kehamilan merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
atonia uteri. Hemoglobin sangat dibutuhkan oleh tubuh� untuk berbagai metabolisme sel dalam hal
mengangkut oksigen ke seluruh tubuh termasuk ke uterus. Uterus memerlukan
kontraksi yang kuat pada saat persalinan, menghentikan perdarahan akibat
lepasnya plasenta dari perlekatan di endometrium selama masa kehamilan dan
untuk involusi uterus pada saat persalinan. Kadar hemoglobin yang < 11 gr/dl
akan mengakibatkan kontraksi otot uterus melemah saat persalinan sehingga
meningkatkan perdarahan pasca persalinan dan menjadi sebab potensial morbiditas
dan mortalitas ibu beserta bayi.
�Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Ardani (2018), dengan metode penelitian case-control dan
jumlah sampel sebanyak 70 responden menunjukkan hasil terdapat hubungan anemia
dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri dengan nilai signifikansi uji chi-square
yaitu 0,03 ( p-value < 0,05) dan OR yaitu 3,33 yang berarti ibu
bersalin yang mengalami anemia dalam kehamilan mempunyai risiko 3,33 kali lebih
besar mengalami atonia uteri dibandingkan dengan ibu bersalin yang tidak
anemia. Sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Julizar et al (2019) dengan desain penelitian case control �dengan 138 sampel penelitian, hasil uji chi-square
menunjukkan adanya hubungan anemia dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri
yaitu 0,036 (p-value < 0,05) dan nilai OR yaitu 3,06 yang berarti ibu
dengan anemia kemungkinan berisiko 3,06 kali untuk terjadi atonia uteri
dibandingkan ibu tidak anemia.
Anemia
merupakan suatu kondisi di mana kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah
eritrosit seseorang lebih rendah dari normal. Anemia adalah keadaan menurunnya
konsentrasi hemoglobin didalam sel darah merah, yang menyebabkan masalah dalam
pengangkutan oksigen di dalam tubuh. Ibu hamil memiliki kadar Hb normal bila
≥ 11 gr/dl. Anemia lebih sering terjadi selama masa kehamilan. Hal ini
karena pada masa kehamilan kebutuhan nutrisi meningkat dan terjadi
perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang (Yanti & Sabri, 2020).
Secara fisiologis, sistem peredaran darah ibu berubah selama kehamilan, yaitu peningkatan volume darah dan volume serum darah lebih besar dari pertumbuhan sel darah. Oleh karena itu dapat menyebabkan hemodilusi (pengenceran darah) yang terjadi pada usia kehamilan 16 minggu dan puncaknya pada usia kehamilan 32-36 minggu (Emiliana et al., 2021). Pengaruh anemia pada ibu bersalin antara lain anemia dapat meningkatkan rendahnya kemampuan ibu untuk bertahan pada saat persalinan, maternal distress, syok, perdarahan pasca persalinan dan berpotensi mengancam nyawa ibu dan bayi. Ibu yang memasuki persalinan dengan konsentrasi hemoglobin yang rendah < 11 gr/dl dapat menyebabkan ketidakmampuan serabut-serabut miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri (Yanti & Sabri, 2020).
Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian
Sugesti et al (2021) dengan
nilai p-value 0,047 (<0,05) artinya ada hubungan
anemia dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri di
Wilayah Kerja Puskesmas Bandongan dengan nilai OR yaitu 0,101 yang berarti ibu bersalin
yang mengalami anemia dalam
kehamilan mempunyai risiko 0,101 kali lebih besar mengalami atonia uteri dibandingkan dengan ibu bersalin yang tidak memiliki riwayat anemia. Penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Setriana (2018) di RUSP Dr. M. Yunus
Bengkulu menunjukkan bahwa ibu yang memiliki kadar hemoglobin < 11 gr/dl berisiko
tinggi mengalami atonia
uteri. Hal ini disebabkan lebih
sedikit oksigen yang dikirim ke uterus. Kurangnya oksigen dalam darah mencegah
otot-otot uterus berkontraksi dengan baik sehingga timbul atonia uteri yang
mengakibatkan perdarahan hebat (Ardani, 2018)
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Salsabil (2022) ibu hamil yang menderita anemia dalam kehamilan
dengan kadar Hb < 11 gr/dl lebih besar risiko terjadi perdarahan postpartum
yang disebabkan oleh atonia uteri. Sejalan juga dengan penelitian Rosdiana & Mawarti (2018) menunjukkan hubungan yang signifikan antara
anemia� pada ibu hamil dengan kejadian
atonia uteri. Ibu hamil dengan kadar hemoglobin rendah dalam kehamilannya tidak
dapat mentoleransi kehilangan darah saat persalinan (Salsabil, 2022). Sejalan dengan teori Satriyandari
& Hariyati (2017) kadar hemoglobin ibu yang rendah selama
kehamilan akan mengganggu kondisinya apabila kehilangan darah meskipun sedikit,
sebab anemia dihubungkan dengan kelemahan yang dapat dianggap sebagai penyebab
langsung perdarahan pasca persalinan. Risiko perdarahan pasca persalinan
meningkat pada ibu bersalin dengan anemia, menyebabkan uterus kekurangan
oksigen, glukosa dan nutrisi esensial serta cenderung bekerja tidak efisien
pada semua persalinan. Hal ini meningkatkan perdarahan pasca persalinan karena
atonia uteri dan memiliki prognosis yang semakin memburuk.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini dan sumber literatur yang ditemukan, peneliti berasumsi bahwa ibu yang mengalami anemia dalam kehamilan akan berisiko terjadi atoni uteri, hal ini disebabkan ibu yang melakukan persalinan dengan kadar hemoglobin rendah saat kehamilannya akan mengakibatkan kemampuan ibu untuk bertahan saat persalinan semakin berkurang, sebab rendahnya kadar hemoglobin dapat mengakibatkan proses metabolisme energi terutama pada uterus menjadi terhambat karena kekurangan pasokan oksigen.
Kurangnya pasokan oksigen menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi secara maksimal sehingga timbul atonia uteri yang mengakibatkan
perdarahan pasca persalinan. Peneliti juga berpendapat bahwa ibu bersalin dengan
anemia dalam kehamilan tetapi tidak mengalami
atonia uteri dapat disebabkan
ibu termasuk ke dalam kategori
anemia ringan. Menurut World
Health Organization (WHO) kategori anemia derajat ringan menunjukkan Hb 10,0-10,9 gr/dl, anemia derajat
sedang 7,0-9,9 gr/dl dan anemia derajat
berat < 7 gr/dl (Sari, 2023).
Sejalan dengan teori Siagian & Sari (2017) menyatakan
bahwa anemia sedang hingga berat memiliki
hubungan yang bermakna dengan perdarahan postpartum.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa: 1).
Terdapat adanya hubungan partus lama dan anemia dalam kehamilan dengan kejadian
atonia uteri pada ibu bersalin di RSUD Provinsi NTB. 2). Distribusi ibu bersalin yang mengalami atonia
uteri di RSUD Provinsi NTB selama lima tahun dari 2017-2021 didapatkan sebanyak
44 responden. 3). Distribusi ibu
bersalin yang mengalami partus lama didapatkan sebanyak 17 responden. 4). Distribusi ibu bersalin yang
mengalami anemia dalam kehamilan didapatkan sebanyak 34 responden. 5). Terdapat adanya hubungan partus lama
dengan kejadian atonia uteri pada ibu bersalin di RSUD Provinsi NTB dengan
nilai p-value 0,010 dan nilai OR 4,971 yang berarti bahwa ibu bersalin yang
mengalami partus lama berisiko 4,971 kali lebih besar untuk mengalami atonia
uteri dibandingkan tidak partus lama. 6). Terdapat adanya hubungan anemia dalam kehamilan dengan
kejadian atonia uteri pada ibu bersalin di RSUD Provinsi NTB dengan nilai
p-value 0,037 dan nilai OR 3,051 yang berarti bahwa ibu bersalin yang mengalami
anemia dalam kehamilan berisiko 3,051 kali lebih besar untuk mengalami atonia
uteri dibandingkan tidak anemia.
BIBLIOGRAFI
Amelia, S. W. N. (2019). Asuhan
Kebidanan Kasus Kompleks Maternal & Neonatal. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Ardani, N. P. A. R. (2018). Hubungan
Anemia Dalam Kehamilan Dengan Kejadian Atonia Uteri Di Rsud Kota Kendari Tahun
2015-2017. Skripsi, 18�37.
Dinengsih, S., & Pahleti, A. I. S.
(2017). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Atonia Uteri Pada Ibu
Bersalin Di Rumah Sakit Kencana Kota Serang. Midwifery Journal Of Stikes
Insan Cendekia Medika Jombang, 13(1), 8�12.
Dinkes Provinsi NTB. (2021). Profil
Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2021.
Emiliana, B.Dhesa, D., & Mayangsari,
R. (2021). Identifikasi Potensi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Penyakit
Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari. Identifikasi
Potensi Bahaya, Penilaian Dan Pengendalian Penyakit Anemia Pada Ibu Hamil Di
Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari, 01(01), 1�7.
Fibrianti. (2020). Hubungan Persalinan
Partus Lama dengan Kejadian Atonia Uteri di RSUD Dr. R. Soedjono Selong. Jurnal
Transformation of Mandalika, 1(3), 363�370.
Fransiska, P. (2022). Hubungan Paritas dan
Partus Lama dengan Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUD Kota Prabumulih. Jurnal
Smart Ankes-Stiker Abdi Nusa Pangkalpinang, 6(2), 16�20.
Hardaniyati, H., & Ariendha, D. S. R.
(2018). Hubungan Dukungan Suami Terhadap Status Anemia Pada Ibu Hamil Di
Puskesmas Sengkol Kabupaten Lombok Tengah. Jurnal Kesehatan Qamarul Huda,
6(2), 41�48. https://doi.org/10.37824/jkqh.v6i2.2018.44
Julizar, M., Effendi, J. S., &
Sukandar, H. (2019). Analisis Faktor Risiko Atonia Uteri. Care :
Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 7(3), 108.
Karjono, M., & Erna, L. (2021). Anemia
Dan Kurang Energi Kronik (Kek) Sebagai Faktor Resiko Terjadinya Stanting
Diwilayah Kerja Upt Blud Puskesmas Senaru Kabupaten Lombok Utara. Jurnal
Ilmiah Sangkereang, 8(1), 76�79.
Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Khoirunisa, P. L. N. I. R. D. (2019).
Hubungan Partus Lama, Anemia Dan Hidramnion Dengan Kejadian Atonia Uteri Di
Rumah Sakit Rivai Abdullah Palembang Tahun 2017. Jurnal Kebidanan :
Jurnal Medical Science Ilmu Kesehatan Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang,
8(2), 113�121.
Kristianingsih, A., Mukhlis, H., &
Ermawati, E. (2020). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Perdarahan Post Partum di RSUD Pringsewu. 2(2), 187�192.
Lamen, K. I., Widyastuti, Y., &
Widyasih, H. (2019). Hubungan Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Partus Lama di
RSUD Wates Tahun 2016-2018. E-Print Poltekes Jogja, 53(9),
1689�1699.
Lestari, M., Mulawardhana, P., &
Utomo, B. (2020). Faktor Risiko Kejadian Atonia Uteri. Pediomaternal Nursing
Journal, 5(2), 189.
Listiawati, A. (2022). Identifikasi Partus
Lama Dengan Kejadian Atonia Uteri. Skripsi, 32�35.
Muharrina, C. R., & Martina. (2020).
Hubungan Riwayat Persalinan Lama dengan Kejadian Atonia Uteri pada Ibu Bersalin
di Wilayah Kerja Puskesmas Darul Imarah Tahun 2020. Jurnal Aceh Medika, 4(2),
202�208.
Putra, F. E. (2017). Hubungan Antara
Anemia pada Ibu Hamil terhadao Kejadian Atonia Uteri di RSUP Wahidi
Sudirohisodo. Jurnal Kedokteran, November, 29�36.
Rambe, A. (2019). Faktor Yang
Memengaruhi Persalinan Lama Di Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang Tahun 2019.
21�25.
Rismayani. (2021). Hubungan Partus Lama
Dengan Kejadian Atonia Uteri Di Ruang Mawar Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu. Jurnal
Kebidanan Basurek, 6(1), 30�36.
Rosdiana, & Mawarti, R. (2018).
Hubungan Anemia pada Ibu Hamil Trimester III dengan Kejadian Perdarahan
Postpartumd RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Naskah Publikasi
UNISA, 8�11.
RSUD Provinsi NTB. (2020). Laporan
Tahunan Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat 2020.
Salsabil, A. F. (2022). Hubungan Anemia
dalam Kehamilan dengan Kejadian Perdarahan Postpartum di Rumah Sakit Daerah
Batara Siang Kabupaten Pangkep Periode 2021. 63�70.
Salsabila, F. (2020). Hubungan Anemia Pada
Kehamilan Dengan Kejadian Perdarahan Postpartum Di Rsia Sitti Khadijah I
Muhammadiyah Makassar Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(11),
43�44.
Sari, A. M. (2023). Kajian Asuhan
Kebidanan Ibu Hamil Trimester III dengan Anemia di Poliklinik Kebidanan Rumah
Sakit Pendidikan UNAND. Skripsi, 42.
Satriyandari, Y., & Hariyati, N. R.
(2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Perdarahan Postpartum. Journal
of Health Studies, 1(1), 49�64.
Sebghati, M., & Chandraharan, E.
(2017). An update on the risk factors for and management of obstetric
haemorrhage. Women�s Health, 13(2), 34�40.
https://doi.org/10.1177/1745505717716860
Setriana, T. (2018). Hubungan Anemia
dengan Kejadian Atonia Uteri pada Ibu Bersalin di RSUD DR. M. Yunus Bengkulu
Tahun 2017. Skripsi, 52�53.
Siagian, R., & Sari, R. D. P. (2017).
Hubungan Tingkat Paritas dan Tingkat Anemia Terhadap Kejadian Perdarahan
Postpartum pada Ibu Bersalin. Jurnal Majority, 6(3), 45�50.
Sugesti, I. K., Wahyu, P., &
Yuniyanti, B. (2021). Hubungan Anemia dan Umur Ibu dengan Kejadian Atonia
Uteri di Wilayah Kerja Puskesmas Bandongan Kabupaten Magelang. 1�156.
Sujana, I. B. G. (2018). Pendarahan Masif
Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri. Skripsi, 1�85.
Susiana, S. (2019). Angka Kematian
Ibu : Faktor Penyebab Dan Upaya Penanganannya. Skripsi, 1�96.
Tammara, M. F. (2019). Faktor Risiko
Atonia Uteri di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Jurnal Biomedik Dan
Kesehatan, 3(7), 28�34.
Ul-Ilmi, A., Serilaila, & Marsofely,
R. L. (2018). Faktor Risiko Hemorrhage Pasca Post Partum. Jurnal Media
Kesehatan, 11(1), 012�019. https://doi.org/10.33088/jmk.v11i1.351
Valdes, V., Adongo, P. B., Nwameme, A. U.,
Tabong, P. T. N., & Fernandes, M. (2018). Risk Factors for Selfreported
Postpartum Hemorrhage in Ga East, Ghana. International Journal of Gynecology
and Obstetrics, 142(2), 201�206.
Wardani, P. K. (2017). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Terjadinya Perdarahan Pasca Persalinan. Jurnal Ilmu Kesehatan,
2(1), 51�60.
Wijayanti, T. (2020). Partus Lama Ditinjau
dengan Terjadinya Perdarahan Post Partum Primer. Cendekia Medika, 5(2),
89�93.
Yanti, N. K. W., & Sabri, L. (2020).
Analisis Faktor Determinan Berhubungan dengan Risiko Perdarahan Post Partum di
RSUD Provinsi NTB. Jurnal Health Care Media, 3(2), 10�21.
Copyright holder: Yuni Asmilawati, Ida Ayu Made Mahayani,
Halia Wanadiatri, Adib Ahmad Shammakh (2023) |
First publication right: Jurnal Health Sains |
���� This article is licensed
under: |