Jurnal Health Sains: p�ISSN : 2723-4339 e-ISSN
: 2548-1398�����
Vol. 2, No. 1, Januari 2021
PENGARUH SENAM AEROBIC TERHADAP
SKALA DISMENORE PADA PESERTA SENAM DI GEDUNG BARATA
Elsy Oktamulyanisa
Universitas Abulyatama Aceh, Aceh Besar,
Indonesia
Email: [email protected]
artikel
info |
abstract |
Tanggal diterima: 5
Januari 2021 Tanggal revisi: 15
Januari 2021 Tanggal yang diterima:
25 Januari 2021 |
In
Indonesia, an estimated 55% of women of childbearing age experience
dysmenorrhea, with 54.89% experiencing primary dysmenorrhea and 45.11%
experiencing secondary dysmenorrhea. Until now, specific treatment methods
for dysmenorrhea are still lacking, so experts recommend using non-medical
methods with physical activity, namely exercise. One of the most popular
types of exercise is Aerobic. Aerobic exercise can reduce the symptoms of
menstrual disorders such as dysmenorrhea, which is to reduce fatigue and stress.
The purpose of this study is to look at the effect of aerobic exercise on the
dysmenorrhea scale and see the relationship between the two. This study uses
a quantitative survey-analytic method with a cross-sectional study design. A
sample of 53 people were taken from the total sampling of aerobic exercise
participants in the Barata Building. The analysis
was carried out using two tests namely the Wilcoxon Signed Ranks Test and the
Chi-Square Test. The results showed that there were differences in the degree
of dysmenorrhea pain between before and after participating in aerobic
exercise, however, there was no relationship between aerobic exercise with
the degree of dysmenorrhoea pain in participants in
the Barata Building in Banda Aceh. Aerobic exercise
is not a variable that can be directly related to the decrease in the degree
of pain in dysmenorrhoea. ABSTRAK Di Indonesia, diperkirakan
55% perempuan usia produktif mengalami dismenore, dengan 54,89% mengalami dismenore primer dan
45.11% mengalami dismenore
sekunder. Sampai saat ini metode
pengobatan yang khusus untuk dismenore masih kurang sehingga para ahli menyarankan menggunakan metode nonmedis dengan aktivitas fisik yaitu berolahraga.
Salah satu jenis olahraga yang paling banyak digemari adalah Aerobic.
Latihan olahraga aerobic mampu
mengurangi gejala-gejala gangguan menstruasi seperti dismenore yaitu mengurangi kelelahan dan stress. Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh senam aerobic terhadap
skala dismenore serta melihat hubungan antara keduanya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif bersifat survey-analitik dengan desain crosectional study. Sampel sebanyak 53 orang diambil dari total sampling peserta
senam aerobic di Gedung Barata. Analisa dilakukan dengan menggunakan dua uji yaitu Uji Wilcoxon Signed Ranks Test dan uji Chi-Square Tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa� ada
perbedaan derajat nyeri dismenore antara sebelum dan sesudah mengikuti senam aerobic
namun demikian, tidak ada hubungan
antara senam aerobic dengan
derajat nyeri dismenorea pada peserta senam
Gedung Barata Banda Aceh. Senam Aerobic bukan merupakan variabel yang secara langsung dapat berhubungan dengan peurunan derajat nyeri dismenorea. |
Keywords: Dysmenorrhea;
Aerobics; physical exercise. Kata Kunci: Dismenore; Aerobic; olahraga |
Coresponden Author:
Email: [email protected]
Artikel dengan akses terbuka dibawah
lisensi
���������������
Pendahuluan
�� Dismenore merupakan nyeri haid yang berat,
menyakitkan, sensasi kram di perut bagian bawah yang sering disertai dengan
gejala lain, seperti berkeringat, sakit kepala, mual, muntah, diare, dan mudah
tersinggung, semua gejala tersebut terjadi sebelum atau selama menstruasi (Ju et
al., 2014). Ada 2
jenis dismenore: 1) dismenore primer merupakan rasa sakit tanpa penyakit
panggul patologis yang jelas dan hampir selalu terjadi pada wanita 20 tahun
atau lebih muda setelah siklus ovulasi mereka menjadi tetap. 2) dismenore
sekunder merupakan kondisi panggul yang mendasari atau patologis dan lebih
sering terjadi pada wanita dengan usia lebih dari 20 tahun.1 dismenore primer
biasanya muncul pada tahun kedua atau ketiga setelah menarche, yaitu ketika
ovulasi mulai teratur. Pada remaja, dismenore primer lebih sering terjadi dibandingkan
dismenore sekunder (Vos
et al., 2017).
Nyeri menstruasi
atau dismenore sering dialami oleh beberapa wanita khususnya diusia produktif,
bahkan angka kejadian dismenore di dunia sangat besar. Rata-rata lebih dari 50%
wanita mengalami dismenore disetiap negaranya. Penelitian di Amerika Serikat
menyebutkan bahwa dismenore dialami oleh 30%-50% wanita usia reproduksi dan
10%-15% diantaranya kehilangan kesempatan kerja, mengganggu kegiatan belajar di
sekolah dan kehidupan keluarga (Anisa,
2015). Sementara
itu di Indonesia, diperkirakan 55% perempuan usia produktif mengalami
dismenore, dengan 54,89% mengalami dismenore primer dan 45.11% mengalami
dismenore sekunder.
Nyeri pada
dismenore primer dan gejala sistemik lain disebabkan karena tingginya kadar
prostaglandin, sehingga akan menimbulkan iskemia dan nyeri (Gumanga
& Kwame-Aryee, 2012). Dampak
yang terjadi jika dismenore tidak ditangani dengan baik mengakibatkan
terjadinya siklus mentruasi retrograd (menstruasi yang bergerak mundur),
infertilitas (kemandulan) dan infeksi. Selain itu, dismenore juga menyebabkan
gangguan emosional, intoleransi aktivitas, dan nyeri yang berat sehingga
mengakibatkkan gangguan aktifitas hidup sehari-hari. Wanita yang mengalami
dismenore juga menjadi sulit tidur, rasa gelisah, murung, mudah marah, dan
tidak dapat berinteraksi secara efektif dengan orang lain (Maimaznah
& Indrawati, 2019).
Sampai saat ini
metode pengobatan yang khusus untuk dismenore masih kurang dan berbagai tanggapan
individu untuk metode pengobatan dismenore berbeda-beda seperti obat-obatan,
akupunktur, stimulasi listrik kulit, bedah, dan resep dari berbagai vitamin dan
mineral. Metode lain yang disarankan adalah metode nonmedis yaitu dengan
aktivitas fisik. Aktivitas fisik dapat membantu aliran balik vena melalui
kontraksi otot yang mengarah ke peningkatan produksi prostaglandin dan zat lain
sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya dismenore (Rezvani
et al., 2013).
Riset
membuktikan bahwa aktivitas fisik seperti halnya berolahraga teratur merupakan
metode yang efektif untuk pencegahan dan pengobatan dismenore (Rezvani
et al., 2013). Salah
satu jenis olahraga yang paling banyak digemari adalah Aerobic. Latihan
olahraga aerobic mampu mengurangi gejala-gejala gangguan menstruasi seperti
dismenore yaitu mengurangi kelelahan dan stress. Dalam hal ini, terapi
penurunan dismenore yang berupa latihan aerobic ini merupakan salah satu teknik
relaksasi. Olahraga atau latihan fisik dapat menghasilkan hormon endorphin, dan
olahraga terbukti dapat meningkatkan kadar endorphin empat sampai lima kali di
dalam darah, sehingga berkurang efek dismenore (Suparto, 2011).
Adapun
beberapa tujuan penelitian ini adalah melihat gambaran derajat nyeri dismenore
pada responden wanita usia 15-45 tahun.�
Melihat gambaran senam Aerobic pada responden wanita usia 15-45 tahun.
Melihat perbedaan intensitas nyeri dismenore sebelum dan sesudah mengikuti
senam aerobic wanita usia 15-45 tahun. Melihat hubungan senam intensitas senam
Aerobic terhadap derajat nyeri dismenore setelah melakukan senam aerobic pada
responden wanita usia 15-45 tahun.
Penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi baru terkait hubungan
senam Aerobic terhadap derajat
nyeri dismenore pada responden wanita usia 15-45 tahun. Kemudian penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan
referensi untuk penelitian selanjutnya.
Metode Penelitian
�� Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi baru terkait hubungan
senam Aerobic terhadap derajat
nyeri dismenore pada responden wanita usia 15-45 tahun. Kemudian penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan
referensi untuk penelitian selanjutnya (Nurmala,
2020).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita usia subur
yang melakukan senam Aerobic di Gedung Barata Banda Aceh yang berjumlah
53 orang. Sugiyono menjelaskan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek
atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan olehpeneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013).
Besar sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan
teknik total sampling yaitu
sebanyak 53 orang. Total sampling adalah
teknik pengambilan sampel dimana jumlah
sampel sama dengan pupulasi. Alasan pengambilan total sampling
karena menurut sugiyono jumla populasi yang kurang dari 100, seluruh populasi dijadikan sampel penelitian (Sugiyono, 2013). Sugiyono menjelaskan
bahwa sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi
itu.
Hasil Penelitian
a.
Analisa Univariat
�Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
No |
Kelompok Umur |
Jumlah |
% |
1 |
20-29 |
39 |
73.6 |
2 |
30-39 |
10 |
18.9 |
3 |
40-45 |
4 |
7.5 |
Jumlah |
53 |
100 |
Sumber: data primer diolah
�
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa responden
paling banyak berada pada rentang umur 20-29 tahun dengan persentase
sebesar 73.6% (39 orang). Kemudian
responden dengan rentang umur 30-39 tahun dengan persentase
sebesar 18.9% (10 orang) dan yang terendah
responden dengan rentang umur 40-45 tahun yaitu sebanyak
7.5% (4 orang).
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Derajat Nyeri Dismenorea Sebelum Senam Aerobic
No |
Derajat Nyeri Dismenore
Sebelum Senam |
Jumlah |
% |
1 |
Nyeri Berat |
31 |
58.5 |
2 |
Nyeri Sedang |
13 |
24.5 |
3 |
Nyeri Ringan |
7 |
13.2 |
4 |
Tidak Nyeri |
2 |
3.8 |
Jumlah |
53 |
100 |
Sumber: data primer diolah
Tabel 2 di atas menunjukkan
distribusi frekuensi derajat nyeri dismenorea
sebelum mengikuti senam, dimana responden dengan nyeri Berat
sebanyak 58.5% (31 orang), nyeri
sedang 24.5% (13 orang), nyeri
ringan 13.2% (7 orang) dan tidak
nyeri sebanyak 3.8% (2
orang).
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Derajat Nyeri Dismenorea Sesudah Senam Aerobic
No |
Derajat Nyeri Dismenore
Sesudah Senam |
Jumlah |
% |
1 |
Nyeri Berat |
3 |
5.7 |
2 |
Nyeri Sedang |
27 |
50.9 |
3 |
Nyeri Ringan |
19 |
35.8 |
4 |
Tidak Nyeri |
4 |
7.5 |
Jumlah |
53 |
100 |
Sumber: data primer diolah
Tabel 3 di atas menunjukkan
distribusi frekuensi derajat nyeri dismenorea
sesudah mengikuti senam, dimana responden dengan nyeri sedang
sebanyak 50.9% (27 orang), nyeri
ringan 35.8% (19 orang), tidak
nyeri 7.5% (4 orang) dan nyeri
berat sebesar 5.7% (3
orang).
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Intensitas Senam Aerobic
No |
Intensitas Senam |
Jumlah |
% |
1 |
Kurang Baik |
22 |
41.5 |
2 |
Baik |
31 |
58.5 |
Jumlah |
53 |
100 |
Sumber: data primer diolah
Tabel 4 di atas menunjukkan distribusi responden dengan intensitas senam kategori baik 58.5% (31 orang) lebih banyak dibandingkan dengan kategori kurang baik 41.5% (22 orang).
Distribusi Frekuensi Responden Jumlah Melakukan Senam Aerobic
No |
Jumlah Melakukan
Senam Aerobik |
Jumlah |
% |
1 |
Kurang dari
3x/minggu |
18 |
34 |
2 |
3-4x/minggu |
35 |
66 |
Jumlah |
53 |
100 |
Sumber: data primer diolah
Tabel 5 di atas menjelaskan
bahwa Sebagian besar responden telah melakukan senam aerobic 3-4 kali dalam
seminggu dengan persentase 66% (35 orang). Sementara
itu responden yang melakukan senam aerobic kurang
dari3 kali dalam seminggu persentasenya hanya 34%(18 orang).
Distribusi Frekuensi Responden dengan lamanya pemanasan sebelum Senam Aerobic
No |
Lamanya Pemanasan
sebelum Senam Aerobic |
Jumlah |
% |
1 |
Kurang dari
10 menit |
21 |
39.6 |
2 |
10-15 menit |
32 |
60.4 |
Jumlah |
53 |
100 |
Sumber: data primer diolah
Tabel 6 di atas menjelaskan bahwa Sebagian besar responden melakukan pemanasan sebelum senam aerobic antara
10-15 menit dengan persentase 60.4% (32 orang). Sementara
itu responden yang melakukan pemaasan sebelum senam aerobic kurang dari 10 menit persentasenya
hanya 39.6% (21 orang).
Distribusi Frekuensi Responden dengan lamanya Latihan Senam Aerobic
No |
Lamanya Larihan
Senam Aerobic |
Jumlah |
% |
1 |
Kurang dari
15 menit |
12 |
22.6 |
2 |
15-30 menit |
41 |
77.4 |
Jumlah |
53 |
100 |
Sumber: data primer diolah
Tabel 7 di atas menjelaskan bahwa Sebagian besar responden melakukan senam aerobic antara
15-30 menit dengan persentase 77.4% (41 orang). Sementara
itu responden yang melakukan senam aerobic kurang dari 15 menit persentasenya
hanya 22.6% (12 orang).
Tabel 8
Distribusi Frekuensi Responden dengan Lamanya Pendinginan Setelah Senam Aerobic
No |
Lamanya Pendinginan
Setelah Senam Aerobic |
Jumlah |
% |
1 |
Kurang dari
10 menit |
22 |
41.5 |
2 |
10-15 menit |
31 |
58.5 |
Jumlah |
53 |
100 |
Sumber: data primer diolah
Tabel 8 di atas menjelaskan
bahwa Sebagian besar responden melakukan pendinginan setelah senam aerobic
antara 10-15 menit dengan persentase 58.5% (31
orang). Sementara itu responden yang melakukan pendinginan setelah senam aerobic
kurang dari 10 menit persentasenya hanya 41.5% (22 orang).
b.
Hasil
Analisa Bivariat
Perbedaan Derajat
Nyeri Dismenorea Sebelum
dan Sesudah Mengikuti Senam
Aerobic
Variabel |
Jumlah |
Rata-rata |
Nilai Signifikansi |
Derajat Nyeri Sebelum Senam Aerobic |
53 |
1.62 |
0.000 |
Derajat Nyeri Sesudah Senam Aerobic |
53 |
2.45 |
Sumber: data primer diolah
Tabel 9 di atas menjelaskan bahwa terdapat perbedaan rata-rata tingkat derajat nyeri sebelum dan sesudah mengikuti senam aerobic.
Rata-rata derajat nyeri responden sebelum senam aerobic sebesar 1.62 sementara itu rata-rata derajat nyeri responden setelah senam aerobic sebesar
2.45. Hasil uji statistik Wilcoxon menunjukkan nilai signifikansisebesar 0.0000 yang berarti
menerima Ha dan menolak Ho dengan kesimpulan ada perbedaan derajat
nyeri dismenorea antara sebelum dan sesudah mengikuti senam aerobic.
Tabel 10
Hubungan Senam Aerobic Dengan Derajat
Nyeri Dismenorea Pada Peserta
Senam Gedung Barata Banda Aceh
No |
Intensitas Senam |
Derajat Nyeri |
Total |
P Value |
||||
Nyeri Berat-Sedang |
Nyeri Ringan-Tidak Nyeri |
|||||||
jumlah |
% |
jumlah |
% |
jumlah |
% |
|
||
1 |
Kurang Baik |
12 |
54.5 |
10 |
45.5 |
22 |
100 |
0.799 |
2 |
Baik |
18 |
58.1 |
13 |
41.9 |
31 |
100 |
|
Total |
30 |
56.6 |
23 |
43.4 |
53 |
100 |
|
Sumber: data primer diolah
Pada tahap ini peneliti menggabungkan kategori pada derajat nyeri yang semula 4 kategori menjadi 2 kategori. Hal tersebut dikarenakan pada derajat nyeri dengan jumlah
4 kategori, terdapat syarat yang tidak terpenuhi dimana terdapat cell yang memiliki nilai observasi kurang dari 5 (hasil Analisa dapat dilihat pada lampiran output
Analisa SPSS). Tabel 10 menunjukkan
hubungan antara senam
aerobic dengan derajat nyeri dismenorea. Derajat nyeri kategori
berat-sedang lebih banyak dijumpai pada responden dengan intensitas senam kategori baik dengan persentasinya
mencapai 58.1% (18 orang). sebaliknya
derajat nyeri responden kategori ringan-tidak nyeri lebih banyak dijumpai
pada responden dengan intensitas senam kategori kurang baik dengan
persentasinya mencapai
45.5% (10 orang). Namun demikian,
hasil uji statistik mendapatkan nilai p value sebesar 0.799 yang berarti menerima Ho dengan kesimpulan tidak ada hubungan antara
senam aerobic dengan derajat
nyeri dismenorea pada peserta senam Gedung Barata Banda
Aceh.
Pembahasan
Berdasarkan
hasil penelitian dengan menggunakan uji Wilcoxon mendapatkan nilai p value
sebesar 0.000 yang berarti ada perbedaan yang signifikan derajat nyeri
dismenorea antara sebelum dan sesudah melakukan senam aerobic. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Fajarwati yang menyimpulkan bahwa terdapat
pengaruh senam aerobic low impact terhadap intensitas nyeri dismenore pada
remaja putri di Pondok Pesantren As Salafiyyah Mlangi Yogyakarta. Pemberian
perlakuan senam aerobic low impact telah berpengaruh dalam menurunkan nyeri
dismenore primer pada remaja putri di Pondok Pesantren As Salafiyyah Mlangi
Yogyakarta. Senam aerobic low impact sebagai distraksi yaitu pengalihan
perhatian dan terapi nonfarmakologis pada responden yang mengalami dismenore (Pertiwi
et al., 2015).
Hasil
kedua penelitian tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Endang dkk
dimana orang yang rutin melakukan olahraga secara benar dengan frekuensi 3-5
kali seminggu, lama tiap olahraga 15-60 menit dengan intensitas sampai
berkeringat dan bernafas dalam tidak timbul keluhan seperti nyeri dan pusing,
maka akan mendapatkan manfaat yaitu terjadinya dilatasi pembuluh darah dan
peningkatan aliran darah ke seluruh organ termasuk uterus yang menyebabkan
berkurangnya nyeri dismenorea. Bukti lain mengatakan bahwa olahraga dapat
menstimulasi pelepasan beta endorfine yaitu hormon yang bekerja sebagai
analgesik nyeri non spesifik, yang dapat menurunkan derajat nyeri dismenorea
pada siklus menstruasi. Namun dalam melakukan senam aerobic, perlu memperhatian
takaran waktu dalam melakukan senam tersebut. Olahraga atau senam aerobic yang
dilakukan sesuai dengan takaran yaitu 15-60 menit, latihan atau olahraga tidak
akan efisien atau membuahkan hasil apabila kurang atau lebih dari takaran (Giri,
2012).
Hasil
penelitian menunjukkan hasil uji statistik mendapatkan nilai p value sebesar
0.799 yang berarti menerima Ho dengan kesimpulan tidak ada hubungan antara
senam aerobic dengan derajat nyeri dismenorea pada peserta senam Gedung Barata
Banda Aceh. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh (Fajaryanti et al., 2018) dimana dia
mendapati siswi yang melakukan olahraga secara teratur mempunyai skala nyeri
sedang 50,0 % (17 orang) dan pada siswi yang melakukan olahraga secara tidak
teratur mempunyai skala nyeri sedang 55,6 % (15 orang). Hal tersebut
menunjukkan bahwa dengan berolahraga secara teratur maupun tidak teratur tidak
akan berpengaruh secara signifikan terhadap skala nyeri yang diderita oleh
sebagian besar responden yang mengalami dismenore primer.� Hasil korelasi dengan menggunakan uji
statistik Kendall Tau didapatkan bahwa tidak ada hubungan kebiasaan olahraga
dengan dismenore primer dengan p=0,275 < α 0,05. Sementara itu, pendapat
Proverawati juga menyatakan bahwa banyak faktor yang memegang peranan sebagai
penyebab dismenore primer salah satunya menarche pada usia lebih awal (kurang
dari 12 tahun) (Sugiyono,
2013).
Namun
demikian, beberapa penelitian justru menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian
Haryanti dan Kurniawati yang mendapatkan hasil penelitian dari 63,3% (19 orang)
yang tidak teratur olahraga aerobic lebih banyak mengalami nyeri dismenore
dalam kategori sedang 40,0% (12 orang). Sedangkan dari 36.7% yang teratur
olahraga aerobic, lebih banyak menderita nyeri dismenore dalam kategori ringan
23,3% (7 orang). Berdasarkan uraian tersebut ada kecenderungan bahwa semakin
tidak teratur olahraga aerobic maka semakin besar resiko kejadian dismenore
dalam kategori berat. Hasil tersebut didukung dengan perhitungan statistik yang
menghasilkan reta-rata hitung lebih besar dari reta-rata tabel sehingga
diputuskan ada hubungan signifikan antara frekuensi olahraga aerobic dengan
kejadian dismenore pada remaja putri di Aerobic Syariah Surakarta (Haryanti,
2017).
Hasil
yang berbeda juga ditunjukkan dari hasil penelitian Bahri dkk, dimana hasil
penelitiannya mengungkapkan 47 responden melakukan olahraga jenis aerob,
olahraga jenis ini paling banyak dilakukan oleh responden yang mengalami
dismenore 78,7% (37 orang) (Bahri
et al., 2015).
Sedangkan sebanyak 8 orang responden melakukan olahraga anaerob paling banyak
dilakukan oleh responden yang tidak mengalami dismenore 62,5% (5 orang). Uji
statistik menggunakan chi-square didapatkan hasil p = 0,000 (p<0,05) yang
berarti terdapat hubungan yang bermakna antara jenis olahraga yang dilakukan
dengan dismenore pada mahasiswi pre-klinik pendidikan dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Tahun Ajaran 2012-2013.41
Beberapa
perbandingan penelitian di atas menunjukkan bahwa senam aerobic tidak serta
merta akan mempengaruhi kejadian derajat dismenorea pada wanita usia 14-45
tahun. Banyak faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya dismenorea
tersebut, didalam penelitian ini belum membahas lebih jauh tentang
variabel-variabel lain tersebut.
Kesimpulan
Dari penelitian
yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai pengaruh yang signifikan antara senam aerobic dengan derajat nyeri dismenorea
pada wanita usia 15-45 tahun yang mengikuti senam aeriobik di Gedung Barata Banda
Aceh. Senam Aerobic bukan merupakan
variabel yang secara langsung dapat berhubungan dengan peurunan derajat nyeri dismenorea. Hal tersebut bisa saja
dipengaruhi oleh variabel
lain seperti gangguan
mental emosional, menarce,
dan lain-lain sehingga derajat
nyeri dismenorea bisa menurun dan terdapat hubungan secara tidak langsung
antara senam aerobic dengan
penurunan derajat nyeri dismenorea.
BIBLIOGRAFI
Anisa, M.
V. (2015). The Effect Of Exercises On Primary Dysmenorrhea. Jurnal Majority,
4(2), 384.
Bahri, S.,
Rahim, E. A., & Syarifuddin, S. (2015). Derajat Deasetilasi Kitosan Dari
Cangkang Kerang Darah Dengan Penambahan Naoh Secara Bertahap. Kovalen: Jurnal
Riset Kimia, 1(1).
Fajaryanti,
R., Manik, H. M., & Purwanto, C. (2018). Application Of Multichannel
Seismic Reflection Method To Measure Temperature In Sulawesi Sea. Iop
Conference Series: Earth And Environmental Science, 176(1), 12044.
Giri, W.
(2012). Manfaat Olahraga Bagi Wanita, Simposium Olah Raga Untuk Kesehatan
Wanita. Yogyakarta: Ugm.
Gumanga, S.
K., & Kwame-Aryee, R. (2012). Prevalence And Severity Of Dysmenorrhoea
Among Some Adolescent Girls In A Secondary School In Accra, Ghana. Postgrad Med
J Ghana, 1(1), 1�6.
Haryanti,
R. S. (2017). Hubungan Frekuensi Olahraga Aerobik Dengan Kejadian Dismenore
Pada Remaja Putri. Profesi (Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian,
14(2), 44�48.
Ju, H.,
Jones, M., & Mishra, G. (2014). The Prevalence And Risk Factors Of
Dysmenorrhea. Epidemiologic Reviews, 36(1), 104�113.
Maimaznah,
M., & Indrawati, I. (2019). Peningkatan Kesehatan Pada Remaja Tentang
Reproduksi Sehat Menuju Generasi Hebat. Jurnal Abdimas Kesehatan (Jak), 1(1),
40�44.
Nurmala, I.
(2020). Mewujudkan Remaja Sehat Fisik, Mental Dan Sosial:(Model Intervensi
Health Educator For Youth). Airlangga University Press.
Pertiwi, M.
R., Wahid, A., & Marlinda, E. (2015). Senam Aerobik Low Impact Terhadap
Dismenore Primer Pada Remaja Putri Di Smkn 1 Martapura. Dunia Keperawatan:
Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan, 3(2), 46�52.
Rezvani,
S., Taghian, F., & Valiani, M. (2013). The Effect Of Aquatic Exercises On
Primary Dysmenorrhoea In Nonathlete Girls. Iranian Journal Of Nursing And
Midwifery Research, 18(5), 378.
Sugiyono,
P. D. (2013). Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta, Cv.
Suparto, A.
(2011). Efektivitas Senam Dismenoredalam Mengurangi Dismenore Pada Remaja
Putri. Jurnal, 4(1).
Vos, M. B.,
Abrams, S. H., Barlow, S. E., Caprio, S., Daniels, S. R., Kohli, R., Mouzaki,
M., Sathya, P., Schwimmer, J. B., & Sundaram, S. S. (2017). Naspghan
Clinical Practice Guideline For The Diagnosis And Treatment Of Nonalcoholic
Fatty Liver Disease In Children: Recommendations From The Expert Committee On
Nafld (Econ) And The North American Society Of Pediatric Gastroenterology,
Hepatology And Nu. Journal Of Pediatric Gastroenterology And Nutrition, 64(2),
319.