Jurnal Health Sains: p�ISSN : 2723-4339 e-ISSN : 2548-1398�����

Vol. 2, No. 1, Januari 2021

 

POTENSI FITOKIMIA CITRUS AURANTIUM (HESPERETIN, NARINGENIN) DALAM MENGHAMBAT XANTIN OKISIDASE PADA HIPERURISEMIA SECARA IN SILICO

�

Muhammad Fakhruri, Yuni Rahmayanti dan Isfanda

Universitas Abulyatama Aceh, Aceh Besar, Indonesia

Email: [email protected], [email protected] dan [email protected]

 

artikel info

abstract

Tanggal diterima: 5 Januari 2021

Tanggal revisi: 15 Januari 2021

Tanggal yang diterima: 25 Januari 2021

The Prevalence of hyperuricemia sufferers tends to increase in decades. The drug group xanthine oxidase inhibitors are used for hyperuricemia. The Citrus aurantium is a source of flavonoids, which the main flavonoids are hesperetin and naringenin. The purpose of this research to determine the molecular interactions of main flavonoids C. aurantium in inhibiting xanthine oxidase. This research was conducted by in silico method and AutoDock Vina device for the docking process. The grid box used has a dimension size of x 26, y 26, dan z 38 and center x 97.706, center y 104.809, center z 31.607. The grid box optimization results use the readdition of ligand control that is taken from rmsd output for 1.4338 �. The docking result showed energy Gibbs ligand hesperetin (-7.2 kkal/mol) and ligand naringenin (-8.4 kkal/mol). The value is higher then ligand control and comparators, the value shows strong and steady interactions as an inhibitor xanthine oxidase enzyme. It shows hesperetin and naringenin can be an alternative treatment for patients with hyperuricemia.

 

ABSTRAK

Prevalsensi penderita hiperusemia cenderung meningkat dalam beberapa dekade. Obat golongan xantin oksidase inhibitor digunakan untuk hiperurisemia. Citrus aurantium merupakan sumber flavonoid, dimana flavonoid utamanya hesperetin dan naringenin. Penelitian ini bertujuan mengetahui interaksi molekuler senyawa flavonoid utama C. aurantium dalam menghambat kerja xantin oksidase. Penelitian dilakukan dengan metode in silico dan perangkat AutoDock Vina untuk proses penambatan. Grid box yang digunakan memiliki ukuran dimensi x 26, y 26, dan z 38 dan pusat x 97.706, pusat y 104.809, pusat z 31.607. Hasil optimasi grid box dengan menambatkan ligan kontrol menghasilkan nilai rmsd 1.4338 �. Hasil penambatan molekuler menghasilkan energy Gibbs ligan hesperetin (-7.2 kkal/mol) dan ligan naringenin (-8.4 kkal/mol). Nilai tersebut lebih tinggi dari ligan kontrol dan pembanding, nilai tersebut menunjukkan interaksi kuat dan stabil sebagai inhibitor enzim xantin oksidase. Hal ini menunjukkan hesperetin dan naringenin dapat menjadi alternatif pengobatan bagi penderita hiperusemia.

Keywords:

Citrus aurantium; flavonoids; xanthine oxidase; docking

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kata Kunci:

Citrus aurantium; flavonoid; xantin oksidase; penambatan molekuler

 

Coresponden Author:

Email: [email protected]

Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi

 


���������������


Pendahuluan

�� Perubahan pola makan, gaya hidup, dan peningkatan usia harapan hidup memiliki potensi dalam perubahan pola penyakit. Pola penyakit berubah dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular (Wijayanti & Dewi, 2017). Satu diantara penyakit tidak menular yaitu penyakit asam urat, ditandai dengan adanya hiperurisemia atau peningkatan kadar asam urat dalam darah. Prevalensi hiperurisemia di Asia 13%-25%2. Prevalensi hiperurisemia di masyarakat Indonesia belum ada data yang pasti, prevalensi hiperurisemia di Indonesia dikaitkan dengan penyakit sendi karena peningkatan kadar asam urat akan menyebabkan inflamatori artritis. Prevalensi penyakit sendi di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter sebesar 7,3% dengan nilai prevalensi tertinggi pada provinsi Aceh dengan angka 13,3% yang diikuti dengan Bengkulu (12,11%), Bali (10,46%), dan Papua (10,43%)

Hiperurisemia terjadi pada saat kadar asam urat diatas normal, dimana kadar asam urat lebih dari 7,0 mg/dl untuk pria dan lebih dari 6,0 mg/dl untuk wanita. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan asam urat seperti usia, asupan senyawa purin, konsumsi alkohol berlebih, kegemukan (obesitas), kurang aktifitas, hipertensi, dan gangguan fungsi ginjal. Hiperurisemia yang lama dapat berpotensi menyebabkan� gout. Gout merupakan penyakit akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan dan sekitar sendi4,5. Kadar asam urat yang tinggi ini berhubungan dengan metabolisme purin yang dibentuk oleh oksidasi dari xantin dan hipoxantin menjadi asam urat dengan enzim xantin oksidase (Elfira, 2020).

Enzim xantin oksidase (XO) bertanggung jawab dalam metabolisme hipoksantin dan xantin menjadi asam urat dalam katabolisme purin. Penggunaan inhibisi XO dapat mengurangi sintesis asam urat dalam tubuh dan merupakan terapi pengobatan hiperurisemia. Beberapa inhibitor dari XO sintesis yang digunakan untuk terapi, seperti allopurinol dan febuxostat (Liu et al., 2016). Pengobatan obat sintetik dapat memberikan efek samping kemerahan pada kulit, leukopenia, dan terkadang dapat terjadi toksisitas pada gastrointestinal dan meningkatkan serangan awal pada gout akut (Lestari et al., 2014).

Saat ini telah banyak digunakan tanaman sebagai obat tradisional dalam menurunkan kadar asam urat karena memiliki efek samping yang relatif kecil dan harga relatif murah dibandingkan dengan obat sintesis (Pertamawati & Hardhiyuna, 2015). Beberapa senyawa flavonoid pada tanaman diyakini dapat menghambat aktivitas enzim xantin oksidase yang berperan dalam pembuatan asam urat, sehingga tanaman dengan senyawa flavonoid memiliki potensi sebagai obat alternatif (Lestari et al., 2014).

C. aurantium merupakan sumber senyawa flavonoid, dimana flavonoid utamanya� hesperetin dan naringenin5. Hesperetin merupakan senyawa flavonoid turunan dari hesperidin. Hesperetin terbukti dapat sebagai antioksidan dan antiinflamasi (Muhammad et al., 2019). Sedangkan naringenin merupakan senyawa flavonoid dengan sub kelas flavon. Aktivitas biologis Naringenin sebagai� antioksidan, antivirus, antibakteri, dan antiinflamasi (Salehi et al., 2019).

Penelitian sebelumnya dilakukan eksperimental secara in-vivo terbukti bahwa C.aurantium dapat menurunkan kadar asam urat (Liu et al., 2016). Oleh karena itu, hal ini mendorong peneliti untuk mengkaji potensi senyawa flavonoid utama yaitu hesperetin dan naringen dalam menginhibisi enzim xantin oksidase untuk menurunkan kadar asam urat.

 

Metode Penelitian

�� Penelitian ini menggunakan metode �eksperimental dengan metode in silico. Peneliti menggunakan senyawa turunan dari Flavonoid yang terdapat pada C.aurantium yaitu hesperetin dan naringen untuk menghambat enzim xantin oksidase pada hiperurisemia dengan menggunakan perangkat lunak AutoDock Vina. Populasi dalam penelitian yaitu senyawa flavonoid yang terdapat pada Citrus aurantium. Sampel yang digunakan pada penelitian ini hesperetin dan naringenin yang tergolong senyawa flavonoid pada C. aurantium.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2020 di Laboratorium Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Abulyatama, Aceh Besar.

 

Hasil Penelitian

1.    Struktur dan Stabilitas Ligan

Struktur dan stabilitas ligan mempengaruhi potensi dalam menghambat suatu protein seperti enzim. Ligan uji yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua ligan uji. Kedua ligan uji termasuk kedalam senyawa flavonoid yang terdapat dalam buah jeruk termasuk Citrus aurantium. Kedua ligan uji tersebut terdiri dari dua gugus benzene yang terikat pada satu rantai propane (Gambar 1A dan 1B) dan febuxostat berperan sebagai ligan control serta allopurinol sebagai ligan pembanding (Gambar 2A dan 2B).

Ligan yang berpotensi untuk digunakan sebagai rancangan obat harus memenuhi aturan Lipinski. Aturan Lipinski terdiri atas lima aturan yang harus dipenuhi yaitu berat molekuler atau massa atom relative < 500 Da, log P < 5, akseptor ikatan hydrogen < 10, donor ikatan hydrogen < 5, dan nilai reaktivitas molar berkisar antara 40-13020. Hasil dari ligan uji, control, dan pembanding memiliki berat molekul < 500 Da, log P < 5, donor ikatan hydrogen < 5 dan akseptor ikatan hydrogen <10, serta aturan refraktivitas molar dipenuhi oleh semua ligan, kecuali ligan pembanding yang memiliki molar reaktivitas 34.205 (Tabel 1). Kedua parameter digunakan dalam perancangan suatu obat.

(A)    ������������������(B)

��

Gambar 1 Struktur kimia ligan uji (A) hesperetin dan (B) naringenin

(Sumber: Pubchem 2020)

 

(A)                                        (B)

���

Gambar 1 Struktur� kimia ligan kontrol (A) febuxostat dan ligan pembanding (B) allopurinol

(Sumber: Pubchem 2020)

 

Tabel 1

Hasil analisis stabilitas ligan dengan aturan Lipinski

 

 

 

 

 

Ligan

Massa atom relative (Da)

Donor ikatan hydrogen

Akseptor ikatan hidrogen

Log P

Refraktivitas molar

Kontrol

300.000

0

5

0.298

69.338

Pembanding

136.000

2

4

-0.187

34.205

Hesperetin

302.000

3

6

2.518

76.746

Naringenin

272.000

3

5

2.509

70.194�

 

2.       Bioaktivitas Ligan

 

Tabel 2

Hasil analisis bioaktivitas ligan

Ligan

Ligan GPCR

Modulator kanal ion

Inhibitor kinase

Ligan nuklir reseptor

Inhibitor protease

Inhibitor enzim

Kontrol

-0.26

-0.46

-0.19

0.26

-0.31

-0.02

Pembanding

-1.07

-1.12

-0.22

-2.61

-2.54

-0.42

Heseperetin

0.04

-0.26

-0.20

0.38

-0.13

0.16

Naringenin

0.03

-0.20

-0.26

0.42

-0.12

0.21

 

Uji bioaktivitas ligan diuji dengan meggunakan software Molinspiration. Parameter bioaktivitasnya terdiri atas enam jenis yaitu ligan GPCR (G-protei coupled receptors), modulator kanal ion, inhibitor kinase, ligan nuklir reseptor inhibitor protese, dan inhibitor enzim. Hasil skor analisis bioaktivitas ligan dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu skor >0 (aktif), cukup aktif (-0.5─0), dan tidak aktif (< -0.5) (Ratan et al., 2018).

Ligan uji merupakan ligan GPCR yang aktif, sedangkan ligan control merupakan ligan GPCR yang cukup aktif dan ligan pembanding merupakan ligan yang tidak aktif pada ligan GPCR. Pada penilaian modulator kanal ion ligan control dan ligan uji mendapatkan hasil cukup aktif dan ligan pembanding merupakan modulator kanal ion yang tidak aktif. Ligan control, ligan pembanding, dan ligan uji termasuk inhibitor kinase yang cukup aktif. Ligan control dan ligan uji adalah ligan nuklir yang aktif, sementara ligan pembanding merupakan ligan nuklir yang tidak aktif. Ligan control dan ligan uji merupakan inhibitor protease yang cukup aktif, sedangkan ligan pembanding termasuk inhibitor protease yang tidak aktif. Ligan ujia pada inhibitor enzim merupakan ligan yang aktif, sedangkan ligan control dan pembanding termasuk cukup aktif dalam inhibitor enzim.

 

3.       Toksisitas Ligan

 

Tabel 3

Hasil analisis uji toksisitas ligan

Ligan

 

Inhibitor Human Ether-A-Go-Go- related gene

Karsinogenisitas

Toksisitas oral akut

Kategori

Skor

Kategori

Skor

Kategori

Skor

Kontrol

Inhibitor lemah

0.996

Non karsinogenik

0.860

III

0.563

Pembanding

Inhibitor lemah

0.951

Non karsinogenik

0.938

III

0.679

Hesperetin

Inhibitor lemah

0.974

Non karsinogenik

0.948

III

0.597

Naringenin

Inhibitor lemah

0.964

Non karsinogenik

0.936

II

0.368

 

Uji toksisitas ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas suatu senyawa untuk menyebabkan kerusakan sel atau organ. Prediksi toksisitas yang dilakukan pada penelitian ini mencakup tiga jenis yaitu inhibisi human ether-a-go-go related gene (herG), karsinogenisitas, dan toksisitas oral akut (Ochieng et al., 2017). Ligan control, pembanding, dan ligan uji termasuk kedalam inhibitor lemah dengan nilai tertinggi dimiliki oleh ligan kotrol sebesar 0.996 dan nilai terendah adalah 0.951 diperoleh dari ligan pembanding. Prediksi karsinogenisistas termasuk ke dalam kategori non karsinogen untuk semua ligan.

Skor tertinggi didapatkan oleh ligan uji hesperetin sebesar 0.948 dengan skor terendah diperoleh ligan kontrol. Hasil prediksi toksisitas skor tertinggi diperoleh ligan pembanding dengan nilai 0.679 dan terendah diperoleh dari ligan uji naringenin sebesar 0.368. Ligan control, pembanding dan ligan uji hesperetin termasuk kategori III dalam uji toksisitas oral akut, sedangkan uji toksisitas ligan uji naringenin termasuk kategori II (Tabel 3).

 

4.       Struktur dan Stabilitas Reseptor

Enzim xanthine oksidase (XO) digunakan sebagai reseptor dalam penelitian ini. Struktur enzim XO didapatkan dari rscb.org dengan kode 1N5X. Struktur enzim yang sudah diunduh mengandung ligand dan koenzim yang terkompleks dan ditunjukkan pada lingkar kuning (Gambar 2). Ligan yang melekat pada enzim merupakan salah satu inhibitor enzim XO yang dikenal febuxostat. Kestabilan suatu makromolekul dapat dianalisis dengan menggunakan diagram Ramachandran. Struktur 3D enzim ini diperoleh melalui kristalografi dengan metode difraksi sinar X, dan resolusi yang dihasilkan 2.80�. Enzim XO dengan kode 1N5X menunjukkan hasil berupa 91% residu asam amino berada pada daerah yang disukai, 7% residu asam amino berada pada daerah yang diizinkan, dan 1% asam amino berada daerah yang dihindari26 (Gambar 3).

 

Gambar 2 Struktur xantin oksidase (Kode 1N5X)

(Sumber: Dokumen pribadi)

 

Gambar 3 Diagram Ramachandran enzim xantin oksidase

(Sumber: Data pribadi)

 

5.    Validasi Metode Penambatan Molekuler

Validasi metode docking digunakan untuk memastikan bahwa metode yang digunakan akurat, validasi akan dievaluasi menurut nilai root mean square deviation (rmsd).� Nilai rmsd merupakan nilai yang akan menunjukkan perbandingan antara konformasi penambatan molekuler dengan konformasi yang sebenarnya sehingga dapat menetukan akurasi metode docking yang dilakukan, serta ukuran grid box sesuai dan mencakup sisi aktif enzim sebagai target penambatan molekul (Hidayati & Saifi, 2019). Validasi metode dilakukan dengan menambatkan ligan yang sudah terdapat pada reseptor xanthine oksidase sebanyak 5 kali ulangan. grid box yang digunakan memiliki ukuran dimensi x 26, y 26, dan z 38 dan pusat x 97.706, pusat y 104.809, pusat z 31.607.

Hasil validasi yang dilakukan sebanyak lima kali pengulangan mendapatkan nilai rata-rata rmsd lower bond(l.b) adalah 1.4338 �. Rata-rata rmsd upper bond(u.b) adalah 2.0416 � dan hasil validasi rata-rata energy afinitas yang dihasilkan sebesar -7,08 kkal/mol.

 

Pembahasan

1.       Struktur dan Stabilitas Ligan

Ligan uji yang digunakan pada penelitian ini merupakan senyawa golongan flavonoid. Senyawa flavonoid menunjukkan dapat menghambat kerja enzim xantine oksidase (XO). Ikatan energi senyawa flavonoid menunjukkan afinitas ke situs aktif enzim XO (Hendriani & Nursamsiar, 2017). Hesperetin dan naringenin merupakan senyawa flavonoid yang terdapat dalam buah jeruk termasuk Citrus aurantium dengan demikian ligan uji tersebut memiliki potensi menjadi inhibitor enzim XO.

Pengembangan dan penemuan kandidat obat yang penggunaanya secara oral dan menentukan sifat fisikokimia ligan ketika melintasi membrane sel dalam tubuh maka dilakukan uji Lipinski. Uji Lipinski memiliki lima syarat yang harus dipenuhi oleh suatu ligan yaitu masa atom relative atau berat molekul relative <500 Da, jumlah donor ikatan hydrogen < 5, jumlah akseptor ikatan hydrogen <10, log P <5, dan molar refraktivitas 40-13028,29. Massa atom relative obat apabila >500 Da menyebabkan ligan tersebut susah berdifusi menembus membrane sel. Massa atom relative suatu senyawa yang kurang dari <500 Da menyebabkan senyawa tersebut lebih mudah berdifusi dalam tubuh. Massa atom relative mempengaruhi penyerapan obat di dalam tubuh, semakin besar suatu bobot molekul maka semakin rendah pula kemampuan senyawa tersebut menyerap di dalam tubuh (La Kilo et al., 2019). Ligan control, pembanding, dan ligan uji memiliki massa atom relative <500 Da (Tabel 1) sehingga memenuhi syarat aturan Lipinski.

Pada aturan Lipinski jumlah donor ikatan hydrogen <5 dan ikatan akseptor hydrogen <10 mendeskripsikan semakin tinggi kapasitas ikatan hydrogen, maka semakin energy yang dibutuhkan agar proses absorpsi dapat terjadi (La Kilo et al., 2019). Dalam penelitian ini, menunjukkan ligan control, pembanding, dan ligan uji memenuhi aturan Lipinski. Lalu penerapan aturan Lipinski ini berhubungan dengan proses absorpsi atau permeabilitas terhadap lipid bilayer yang ada di dalam tubuh. Jika nilai Log P>5 maka suata senyawa tersebut memiliki tingkat toksisitas yang tinggi akibat tertahan pada lipid bilayer dan sensitifitas ikatan ligan terhadap molekul target berkurang (Ruswanto et al., 2015). Ligan control dan ligan uji memenuhi syarat dalam aturan Lipinski. Sedangkan ligan pembanding didapatkan nilai Log P yang negative. Dalam penelitian lain, didapatkan nilai Log P yang terlalu negatif juga tidak terlalu baik karena molekul tersebut tidak dapat melewati membran lipid bilayer (La Kilo et al., 2019). Hal ini dapat disumpulan adalah ligan control dan ligan uji lebih baik dibanding ligan pembanding karena ligan control dan ligan uji memiliki nilai Log P <5 dan tidak mencapai nilai yang negatif.

Reaktivitas molar pada suatu senyawa berdasarkan aturan Lipinski sebesar 40-130. Pada ligan control dan ligan uji memenuhi syarat dalam reaktivasi molar, sedangkan pada ligan pembanding tidak memenuhi syarat dengan nilai sebesar 34.205 dengan demikian dinilai kurang optimal diserap dalam tubuh. Dalam hal ini dapat disimpulkan ligan control dan ligan uji memenuhi seluruh syarat dari aturan Lipinski. Sedangkan ligan pembanding tidak memenuhi semua syarat aturan Lipinski.

2.       Toksisitas Ligan

Toksisitas menggambarkan efek yang disebabkan oleh aktivasi obat terhadap metabolisme tubuh yang dapat merusak sel atau organ pada suatu organisme. Identifikasi awal toksisitas suatu senyawa obat menjadu hal penting yang harus dilakukan dalam perancangan obat untuk memastikan obat bekerja secara efektif dan tidak minimbulkan kerusakan pada sel atau organ tubuh (Lagorce et al., 2017).

������ Prediksi toksisitas dengan mengakses web admetSAR yang mengkalkulasikan beberapa parameter, diantaranya inhibisi human ether-a-go-go related gene(hERG), karsinogenisitas, dan toksisitas oral akut. Kalkulasi ini berdasarkan struktur kimia dan senyawa ligan yang digunakan pada penelitian ini (Raies & Bajic, 2016).� hERD merupakan gen yang mengkode protein dari kanal ion K. Kanal hERG bekerja untuk mengendalikan detak jantung. Jika kerja kanal tersebut terinhibisi oleh senyawa obat dapat menyebabkan kehilangan kesadaran dan meningkatkan risiko kematian mendadak (Lamothe et al., 2016). Hasil prediksi toksisitas menunjukkan bahwa semua ligan termasuk kategori inhibitor lemah (Tabel3).

������ Karsinogenisitas menggambarkan potensi senyawa dalam meyebabkan tumor dan kanker pada manusia. International Agency of Research on Cancer (IARC) mengklasifikasikan suatu senyawa menjadi 4 golongan yaitu karsinogenik pada manusia (golongan 1), senyawa yang berkemungkinan memiliki sifar karsinogenik (golongan 2), senyawa yang tidak terklasifikasikan atau tidak dapat ditentukan karsinogenisitasnya (golongan 3), dan senyawa memiliki sifat non karsinogenik (golongan 4) (Baan & Grosse, 2011). Hasil analisis menunjukkan bahwa semua ligan yang digunakan tergolong sebagai senyawa non karsinogenik (Tabel 3).

������ Toksisitas oral akut menunjukkan sifat toksik akut dari senyawa obat yang masuk secara oral. Uji toksisitas akut dilakukan untuk mengukur derajat efek toksik dalam waktu 24 jam (Sasmito et al., 2015). Tingkatan toksisitas berdasarkan LD 50 terbagi menjadi empat kategori yaitu kategori I memuat senyawa LD50 ≤ 50 mg/kg, kategori II 50< LD50 ≤ 500 mg/kg, kategori III 500< LD50 ≤ 5000 mg/kg, dan kategori IV LD50 > 5000 mg/kg (Li et al., 2014). Berdasarkan hasil analisis ligan control, ligan pembanding, dan ligan uji hesperetin termasuk ke dalam kategori III yang menandakan sedikit toksik, sedangkan pada naringenin masuk ke dalam kategori II yang berarti ligan uji ini cukup toksik dan harus dipantau penggunaan dosis agar tidak terjadi efek toksik sebagai bahan dalam perancangan obat.

3.       Struktur dan Stabilitas Reseptor

Struktur 3D dari enzim xantin oksidase dengan kode 1N5X diperoleh melalui kristalografi yang difraksi sinar X dan resolusi yang dihasilkan yaitu 2.80�. Nilai resolusi dapat diklasifikasikan dalam empat jenis yaitu rendah (>3.00 �), sedang (2.70-2.00 �), tinggi (2.00-1.50 �), dan atomic (1.50-0.65 �). Resolusi yang didapatkan dalam penelitian tergolong nilai resolusi yang rendah tetapi sedikit mengarah ke nilai resolusi sedang sehingga hasil kristalografi ini cukup akurat dan sesuai dengan keadaan sebenarnya (Hariana, 2018).

Kestabilan reseptor yang digunakan dalam proses penambatan molekuler dapat ditentukan dengan Ramachandran plot. Ramachandran plot digunakan untuk mengetahui kualitas struktur tiga dimensi protein hasil dari kristalisasi dengan memvisualisasi koordinat tiga dimensi protein. Residu asam amino pembentuk protein berdasarkan sudut phi dan psi yang dimiliki enzim (Kapitan et al., 2016). Kualitas struktur protein dapat diketahui dengan melihat adanya plot residu non glisin yang terletak pada wilayah yang disukai (favorable region) dan yang dilarang (disallowed region). Bila residu non-glisin pada daerah terlarang >15% dan residu yang disukai <80% maka struktur protein tersebut memiliki kualitas struktur yang kurang baik (Kapitan et al., 2016). Hasil analisis struktur menunjukkan bahwa receptor xantin oksidase dengan kode 1N5X memiliki residu pada daerah favorable region 91% dan pada daerah disallowed region 1%. Dengan demikian struktur 3D reseptor XO dapat digunakan dan menghasilkan data yang akurat pada penambatan molekuler yang dilakukan.

 

4.       Validasi Molekuler

Konformasi ligan dan afinitas ikatan dapat diprediksi dengan menggunakan metode penambatan molekuler (Trott & Olson, 2010). Penambatan molekuler akan lebih baik dan akurat apabila parameter sesuai atau mendekati dengan keadaan sebenarnya (Ferdian, 2020). Oleh karena itu, validasi enzim xantin oksidase menggunakan penambatan molekuler dengan febuxostat yang berperan sebagai inhibitor XO. Hasil analisis validasi molekuler dievaluasi dengan nilai rmsd. Nilai rmsd sekitar 2.00 � berarti hasil penambatan molekuler tersebut sangat akurat, sedangkan apabila nilainya kurang dari atau sama dengan 4 � berarti cukup akurat46. Validasi yang didapatkan pada penambatan molekuler menghasilkan nilai rmsd l.b. sebesar 1.4338 � dan rmsd u.b. 2.0416 �. Hal ini menujukkan nilai rmsd l.b. dan u.b. dinyatakan valid serta hasil ini juga digunakan untuk menyatakan bahwa grid box ligan kontrol dapat digunakan untuk penambatan molekuler ligan pembanding dan ligan uji.

Validasi metode dilakukan dengan menambatkan ulang sebanyak lima kali antara reseptor dengan ligan control yaitu febusxostat. Febuxostat merupakan inhibitor XO yang tertambat dengan reseptor XO dengan kode 1N5X. Dengan demikian, ligan control tersebut sudah melekat pada sisi aktif dari reseptor. Hasil visualisasi penambatan molekuler dari lima pengulangan menghasilkan interaksi hydrogen yang sama yaitu Ala1079 dan menghasilkan 16 ikatan hidrofobik yang sama yaitu Arg880, Phe1009, Phe914, Thr1010, Leu873, Val1011, Phe1013, Phe649, Lys771, Leu648, Ser876, Leu1014, Glu802, Ala1078, Glu1261, Pro1076.

������ Dari hasil penambatan ulang terlihat bahwa parameter yang digunakan telah valid. Hasil validasi ini dapat digunakan untuk penambatan molekuler menggunakan ligan pembanding dan ligan uji.

5.       Penambatan Molekuler

Visualisasi dilakukan untuk melihat hasil penambatan ligan pembanding dan ligan uji dengan reseptor xantin oksidase yang digunakan. Hasil visualisasi dapat diterima dari asam amino yang berperan membuat kontak antara ligan dan reseptor. Residu asam amino yang dihasilkan dari penambatan ligan kontrol (febuxostat) dengan XO sebagai reseptor� berjumlah 17 residu asam amino yaitu Arg880, Phe1009, Phe914, Thr1010, Leu873, Val1011, Phe1013, Phe649, Lys771, Leu648, Ser876, Leu1014, Glu802, Ala1078, Glu1261, Pro1076, Ala1079. Residu Arg880, Glu802 dan Thr1010 memberikan kontribusi sebagai inhibitor XO26,47,48. Hasil tersebut menunjukkan bahwa febuxostat merupakan inhibitor kompetitif bagi enzim XO karena tertambat pada sisi aktif enzim tersebut.

������ Residu yang berperan dalam penambatan febuxostat dengan enzim XO dijadikan patokan untuk senyawa ligan uji dalam menginhibisi kerja enzim XO. Kemiripan residu asam amino pada hasil penambatan antara ligan control dan ligan uji dapat menjadi parameter untuk melihat kemampuan ligan uji dalam menghambat kinerja dari enzim XO. Binding site similarity (BSS) merupakan parameter yang digunakan untuk melihat kemiripan residu asam amino antara ligan control dengan ligan pembanding dan ligan uji. Selain itu, ikatan hidrofobic dan jarak ikatan hydrogen yang terbentuk juga dapat menjadi parameter kekuatan interaksi antara ligan dengan reseptor. Ikatan hidrogen berperan untuk menstabilkan interaksi antara ligan dan reseptor. Ikatan hidrogen yang stabil dan memiliki ikatan yang kuat memiliki panjang ikatan < 2.7 �49. Ikatan hidrofobik merupakan interaksi asam amino pada ligan dan reseptor yang berguna dalam membantu dalam mempertahankan konformasi pengikatan (Chairunnisa & Runadi, 2016).

������ Ligan pembanding yang digunakan pada penelitian ini adalah allopurinol. Allopurinol membentuk 3 ikatan hydrogen yaitu Arg880, Thr1010, dan Glu802 denga panjang ikatan secara berturut-turut 3.07�, 3.02�, 2.95�. Allopurinol juga berinteraksi hidrofobik yang sama dengan ligan kontrol yaitu Ala1079, Ala1078, Phe1009, Phe914, Leu1014, Val1011, Leu873, Pro1076, dan Ser876 dengan nilai %bss sebesar 70%. Residu asam amino yang tertambat antara allopurinol membentuk ikatan hidrogen yang kuat dan stabil karena membentuk ikatan hidrogen dengan reseptor sesuai dengan parameter yaitu tertambat pada sisi aktif enzim yang dapat menghambat kerja enzim xantin oksidase.

������ Senyawa golongan flavonoid pada Citrus aurantium yang digunakan sebagai ligan uji yaitu hesperetin dan naringenin. Hesperetin membentuk residu asam amino yang membentuk ikatan hydrogen pada penambatan hesperetin dengan xantin oksidase yaitu Thr1010 dengan jarak ikatan sebesar 2.80� & 3.09�. Residu asam amino yang lainnya membentuk ikatan hidrofobik yaitu Phe649, Leu873, Val1011, Leu648, Glu802, Leu1014, Ser876, Phe1009, Glu802, Glu1261, Phe914, Ala1079, Phe1005, Asn768, Ser1008, Lys771, Pro1076, Ala1078. Nilai %bss menunjukkan sebesar 94%. Ligan hesperetin dapat berikatan dengan lebih stabil dan kuat karena membentuk ikatan hydrogen pada Thr1010 yang melekat pada sisi aktif enzim, serta Arg880 dan Glu802 berikatan hidrofobik pada sisi aktif enzim XO.

������ Naringenin menghasilkan residu asam amino yang membentuk ikatan hydrogen pada penambatan dengan xantin oksidase yaitu Arg880 yang memiliki panjang ikatan 3.31� & 3.08� dan menghasilkan residu asam amino sebesar 12 interaksi hidrofobik Phe1009, Pro1076 Phe914, Thr1010, Leu873, Val1011, Phe649, Leu648,� Ser876, Leu1014, Glu802, Ala1079, Glu1261, Lys771,� Asn768, Ser1008, dan Ala1078. Naringenin menunjukkan kemiripan molekuler sebesar 94% dengan ligan control. Ligan naringenin dapat berikatan dengan lebih stabil karena membentuk ikatan hydrogen dengan sisi aktif enzim.

������ Hasil penambatan yang efektif juga dievaluasi melalui nilai rmsd. Nilai rmsd yang efektif dalam melakukan penambatan adalah < 2.00 �. Hasil penambatan reseptor xantin oksidase menunjukkan semua ligan menghasilkan nilai <2.00 � yang menunjukkan ligan yang digunakan efektif dalam menginhibisi enzim xantin oksidase.

 

Kesimpulan

Senyawa flavonoid hesperetin dan naringenin yang diujikan berpotensi menjadi inhibitor enzim xantin oksidase berdasarkan analisis nilai energi bebas Gibbs didapatkan sebesar -7.2 kkal/mol (hesperetin) dan -8.4 kkal/mol (naringenin)

Residu asam amino yang berperan sebagai sisi aktif dalam menginhibisi enzim xantin oksidase yaitu� Arg880, Phe1009, Phe914, Thr1010, Leu873, Val1011, Phe1013, Phe649, Lys771, Leu648, Ser876, Leu1014, Glu802, Ala1078, Glu1261, Pro1076, Ala1079.

 

 

BIBLIOGRAFI

��������� �

Baan, R., & Grosse, Y. (2011). Lauby-Secretan. B., Ghissassi, Fe, Bouvard, V., Benbrahim-Tallaa, L., Guha, N., Islami, F., Galichet, L., Straif, K., On Behalf Of The Who International Agency For Research On Cancer Monograph Working Group.

 

Chairunnisa, A., & Runadi, D. (2016). Aktivitas Kalkon Terhadap Reseptor Esterogen Β (Er-Β) Sebagai Antikanker Payudara Secara In Vitro Dan In Silico. Farmaka, 14(2), 1�8.

 

Elfira, E. (2020). The Effect Of Jamu On Joint Pain In Medan Sunggal, Indonesia. Caring: Indonesian Journal Of Nursing Science, 2(2), 1�6.

 

Ferdian, P. R. (2020). Minireview: Lendir Keong Darat Indonesia Sebagai Sediaan Nutricosmeceutical: Peluang Dan Tantangan. Prosiding Seminar Nasional Biologi, 6(1), 350�354.

 

Hariana, F. (2018). Pengaruh Kepuasan Kerja, Stres Kerja Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pt. Mekar Karya Mas.

 

Hendriani, R., & Nursamsiar, A. M. I. T. (2017). In Vitro And In Silico Evaluation Of Xanthine Oxidase Inhibitory Activity Of Quercetin Contained In Sonchus Arvensis Leaf Extract.

 

Hidayati, N. D., & Saifi, M. (2019). Corporate Social Responsibility (Csr) Dan Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Semen Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2017). Jurnal Administrasi Bisnis, 72(2), 100�109.

 

Kapitan, O. B., Ambarsari, L., & Falah, S. (2016). Inhibition Docking Simulation Of Zerumbone, Gingerglycolipid B, And Curzerenone Compound Of Zingiber Zerumbet From Timor Island Against Mura Enzyme. J Applied Chem Sci, 3, 279�288.

 

La Kilo, A., Sabihi, I., & La Kilo, J. (2019). Studi Potensi Pirazolin Tersubstitusi 1-N Dari Thiosemicarbazone Sebagai Agen Antiamuba Melalui Uji In Silico. Indonesian Journal Of Chemical Research, 7(1), 9�24.

 

Lagorce, D., Douguet, D., Miteva, M. A., & Villoutreix, B. O. (2017). Computational Analysis Of Calculated Physicochemical And Admet Properties Of Protein-Protein Interaction Inhibitors. Scientific Reports, 7, 46277.

 

Lamothe, S. M., Guo, J., Li, W., Yang, T., & Zhang, S. (2016). The Human Ether-A-Go-Go-Related Gene (Herg) Potassium Channel Represents An Unusual Target For Protease-Mediated Damage. Journal Of Biological Chemistry, 291(39), 20387�20401.

 

Lestari, P. P., Kusrini, D., & Anam, K. (2014). Anthocyanin Identification Of Methanol-Hcl Extract Active Fraction In Rosella (Hibiscus Sabdariffa. L) And Its Potential As Xanthine Oxidase Inhibitor. Jurnal Sains Dan Matematika, 22(3), 72�78.

 

Li, X., Chen, L., Cheng, F., Wu, Z., Bian, H., Xu, C., Li, W., Liu, G., Shen, X., & Tang, Y. (2014). In Silico Prediction Of Chemical Acute Oral Toxicity Using Multi-Classification Methods. Journal Of Chemical Information And Modeling, 54(4), 1061�1069.

 

Liu, K., Wang, W., Guo, B.-H., Gao, H., Liu, Y., Liu, X.-H., Yao, H.-L., & Cheng, K. (2016). Chemical Evidence For Potent Xanthine Oxidase Inhibitory Activity Of Ethyl Acetate Extract Of Citrus Aurantium L. Dried Immature Fruits. Molecules, 21(3), 302.

 

Muhammad, T., Ikram, M., Ullah, R., Rehman, S. U., & Kim, M. O. (2019). Hesperetin, A Citrus Flavonoid, Attenuates Lps-Induced Neuroinflammation, Apoptosis And Memory Impairments By Modulating Tlr4/Nf-Κb Signaling. Nutrients, 11(3), 648.

 

Ochieng, P. J., Sumaryada, T., & Okun, D. (2017). Molecular Docking And Pharmacokinetic Prediction Of Herbal Derivatives As Maltase-Glucoamylase Inhibitor. Asian J Pharm Clin Res, 10(9), 392�398.

 

Pertamawati, P., & Hardhiyuna, M. (2015). Uji Penghambatan Aktivitas Enzim Xantin Oksidase Terhadap Ekstrak Kulit Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L.). Kartika: Jurnal Ilmiah Farmasi, 3(2), 12�17.

 

Raies, A. B., & Bajic, V. B. (2016). In Silico Toxicology: Computational Methods For The Prediction Of Chemical Toxicity. Wiley Interdisciplinary Reviews: Computational Molecular Science, 6(2), 147�172.

 

Ratan, V., Dixit, S., Srivastava, M., Trivedi, S., Mishra, A., Srivastava, Y. K., & Srivastava, D. K. (2018). Computational Structure Prediction And Analyze Active Ligand Binding Site Of Defense And Lytic Enzymes Of Trichoderma Harzianum. Annals Of Phytomedicine-An International Journal, 7(2), 143�160.

 

Ruswanto, R., Mardhiah, M., Mardianingrum, R., & Novitriani, K. (2015). Sintesis Dan Studi In Silico Senyawa 3-Nitro-N�-[(Pyridin-4-Yl) Carbonyl] Benzohydrazide Sebagai Kandidat Antituberkulosis. Chimica Et Natura Acta, 3(2).

 

Salehi, B., Fokou, P. V. T., Sharifi-Rad, M., Zucca, P., Pezzani, R., Martins, N., & Sharifi-Rad, J. (2019). The Therapeutic Potential Of Naringenin: A Review Of Clinical Trials. Pharmaceuticals, 12(1), 11.

 

Sasmito, W. A., Wijayanti, A. D., Fitriana, I., & Sari, P. W. (2015). Pengujian Toksisitas Akut Obat Herbal Pada Mencit Berdasarkan Organization For Economic Co-Operation And Development (Oecd). Jurnal Sain Veteriner, 33(2).

 

Trott, O., & Olson, A. J. (2010). Autodock Vina: Improving The Speed And Accuracy Of Docking With A New Scoring Function, Efficient Optimization, And Multithreading. Journal Of Computational Chemistry, 31(2), 455�461.

 

Wijayanti, E., & Dewi, C. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja Kampung Bojong Rawalele, Jatimakmur, Bekasi. Global Medical & Health Communication, 5(3), 194�198.