KEJADIAN KARIES GIGI KEBERSIHAN MULUT TERHADAP
PERILAKU MENYIKAT GIGI REMAJA PUTRI BERDASARKAN DAERAH TINGGAL
Rusmali1, Miftah
Tri Abadi2, Mery Sartika3, Jusuf Kristianto4,
Ita Yulita5
Poltekkes Kemenkes Pontianak, Indonesia123
Poltekkes Kemenkes Jakarta 1,
Jakarta, Indonesia45
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
[email protected], [email protected]
Keywords: DMF-T; OHI-S; Toothbrushing
Behaviour; Place of Residence; Age; Food
Types. Kata Kunci: DMF-T; OHI-S; Perilaku Menyikat Gigi; Daerah Tinggal; Umur; Jenis Makanan. |
ABSTRACT In Sanggau
Regency there are still dental and oral health problems, including Tayan Hilir District. Initial
data were obtained through questionnaires on 42 children at MTs Negeri 03 Tayan about knowledge
of brushing teeth, food consumption, and dental examinations. The results
obtained, the average knowledge is good (54.8%) and moderate (45.2%). This
study aims to describe and analyze the effect of the incidence of dental
caries (DMF-T), dental and oral hygiene status (OHI-S) on the tooth brushing
behavior of adolescent girls based living areas on the river coast or
highlands in Tayan Hilir
District, Sanggau Regency. The tool used is a
cross-sectional questionnaire, Spearmand Kendall's
Correlate test, and Regression, with univariate, bivariate, and multivariate
analysis. The results of the study are that DMF-T,
OHI-S are influenced by tooth brushing behavior by 57% with siq value. 0.000<0.05. Living areas on the coast of
rivers or highlands affect DMF-T, OHI-S by 36.8%, age affects DMF-T, OHI-S by
10.7% and cariogenic food types affect DMF-T, OHI-S by 70 %. Overall, DMF-T,
OHI-S, is influenced by tooth brushing behavior of adolescent girls based on
living area on the river coast or highlands by 22.6% with siq
value. 0.05≤0.05.
The conclusion is that DMF-T, OHI-S are strongly
influenced by tooth brushing behavior based on where they live on the river
coast or highlands. ABSTRAK Di Kabupaten Sanggau, termasuk Kecamatan Tayan Hilir, kesehatan gigi dan mulut
masih menjadi masalah. Data yang diperoleh melalui kuesioner pada 42 murid MTs Negeri 03 Tayan tentang pengetahuan menyikat gigi, konsumsi makanan dan pemeriksaan
gigi mendapatkan hasil bahwa 54,8% murid memiliki rata-rata tingkat pengetahuan yang termasuk dalam kriteria baik, dan 45,2% memiliki tingkat pengetahuan sedang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan manganalisa pengaruh kejadian karies gigi (DMF-T), dan status kebersihan gigi dan mulut
(OHI-S) terhadap perilaku
menyikat gigi pada remaja putri
yang tinggal di pesisir sungai dan dataran
tinggi di Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau. Instrumen yang digunakan adalah cross sectional questionnaire, dengan
analisa data univariat, bivariat, dan multivariat menggunakan uji Korelasi Spearmand Kendall dan Regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor DMF-T dan OHI-S dipengaruhi oleh perilaku menyikat gigi sebesar 57% dengan nilai signifikansi
0,0000<0,05. Tempat tinggal
di pesisir sungai dan dataran tinggi
mempengaruhi skor DMF-T dan OHI-S sebesar 36,8%, umur mempengaruhi skor DMF-T dan OHI-S sebesar 10,7%, dan jenis makanan kariogenik mempengaruhi skor DMF-T dan OHI-S sebesar 70%. Secara keseluruhan skor DMF-T dan OHI-S dipengaruhi oleh perilaku menyikat gigi remaja putri berdasarkan lokasi tempat tinggal di pesisir sungai atau dataran tinggi sebesar 22,6% dengan nilai siq. 0,05≤0,05. Disimpulkan
bahwa skor DMF-T dan OHI-S sangat dipengaruhi oleh perilaku menyikat gigi berdasarkan lokasi tempat tinggal. |
Info Artikel |
Artikel masuk 05 Januari 2023, Direvisi 12 Januari 2023, Diterima 19 Januari 2023 |
PENDAHULUAN
��������� Upaya penyelenggaraan
pelayanan kesehatan gigi, ditujukan pada kelompok rawan terhadap gangguan
kesehatan gigi dan mulut seperti ibu hamil, ibu menyusui, balita, usia
prasekolah dan anak usia sekolah. Kelompok anak usia sekolah merupakan salah satu kelompok rawan, karena pada anak
usia sekolah tersebut mempunyai kebiasaan dan perilaku yang kurang mendukung
terhadap kesehatan gigi dan mulut. Pengetahuan menjadi hal mendasar dan sangat penting untuk menumbuhkan kebiasaan seseorang
untuk dapat merubah sikap dan perilaku. Pengetahuan dapat diperoleh secara
langsung atau tidak langsung baik yang terencana maupun tanpa perencanaan,
apakah melalui proses pendidikan formal atau informal, karena pengetahuan
adalah merupakan faktor predisposisi dari sikap dan perilaku (Dewi & Wirata 2018).
��������� Berdasarkan Profil Kecamatan Tayan Hilir Tahun
2020, topografi atau daerah tinggal Kecamatan Tayan Hilir umumnya berada
didaerah pesisir sungai atau dataran tinggi yang berbukit dan berawa-rawa yang
dialiri oleh beberapa sungai seperti sungai Kapuas dan anak Sungai Sembesut. Sungai Cempedak, Sungai Semendok, Sungai Segelam, Sungai Mata
Burik dan sungai Tayan. Kebudayaan
lokal (Ilmu Pengetahuan Sosial) bahwa topografi yang berbeda dapat menyebabkan
perbedaan penerimaan intensitas cahaya, kelembaban, tekanan udara dan suhu
udara. Topografi dengan ketinggian juga akan berpengaruh pada mahluk hidup
dalam penerimaan oksigen dan tekanan�
udara, sehingga akan berpengaruh pada derajat kesehatan seseorang (Cooper et al. 2019).
��������� Hasil penelitian Rusmali, Abadi, &
Sartika (2020), tentang memberdayakan masyarakat dengan
membaca langsung buku personal hygiene untuk
menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan sampel anak SDN 01 Desa Semanget dan
SDN 08 Desa Nekan yaitu memberi dampak yang sangat positif. Selisih nilai
antara kelompok kontrol dan intervensi sebelum dan setelah mendapat
perlakuan� dengan membaca buku Personal
Higiene tentang cara menjaga kebersihan gigi dan mulut. Didapati selisih nilai
sebesar 49,4% antara kelompok yang diintervensi dan kelompok kontrol dan nilai
siq 0,00 < 0,05. Artinya memberikan pengetahuan dengan memberdayakan
langsung responden akan lebih baik dan sangat siknifikan dari pada
hanya menggunakan ceramah dan tanya jawab biasa.
��������� Berdasarkan latar belakang
tersebut, peneliti ingin mendeskripsikan hasil analisis pengaruh
angka kejadian karies gigi (DMF-T), status kebersihan gigi� dan mulut (OHI-S) terhadap perilaku menyikat
gigi remaja putri berdasarkan daerah tinggal di pesisir sungai� atau dataran tinggi di Kecamatan Tayan Hilir
Kabupaten Sanggau.
METODE PENELITIAN
�������� Penelitian ini menggunakan metode survey dengan observasi langsung kelapangan untuk mengambil data angka kejadian keries gigi (DMF-T), status kebersihan gigi dan mulut (OHI-S), terhadap perilaku menyikat gigi remaja putri berdasarkan daerah tinggal di pesisir sungai atau dataran tinggi. Alat yang digunakan adalah kuesioner, uji Spearmant Kendalls dan Regresi.
�������� Responden keseluruhan berjumlah 181 orang (semuanya remaja putri). Subyek penelitian ini khususnya remaja putri yang berumur antara 12 tahun sampai 25 tahun dan berdomisili didaerah pesisir sungai atau dataran tinggi di Kecamatan Tayan Hilir Kabupaten Sanggau Tahun 2022.
�������� Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Tayan Hilir, dengan lokasi sekolah-sekolah di daerah pesisir sungai atau dataran tinggi di desa Kecamatan Tayan Hilir Kabupaten Sanggau. Waktu yang disediakan menyesuaikan dengan kalender akademik, sehingga jadwal pengambilan data sekunder maupun premier juga ikut menyesuaikan, pengambilan data dapat dilaksanakan antara hari Jum�at � Sabtu.
�������� Analisis yang digunakan adalah
Univariat, Bivariat, Multivariat, uji yang digunakan adalah Regresi untuk
mencari besaran pengaruh sedangkan corelate untuk mengetahui apakah
tidak ada korelasi atau berkorelasi sempurna. Data ditampilkan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel
1.
Angka kejadian karies gigi (DMF-T) kelompok dengan kategori DMF-T
Angka
DMF-T |
|
f |
% |
≤ 3 |
|
125 |
69,1 |
> 3 |
|
56 |
30,9 |
Kategori
DMF-T |
|
f |
% |
Sangat Rendah (0,0-1,1) |
|
84 |
46,4 |
Rendah
(1,1-2,6) |
|
- |
- |
Sedang
(2,7-4,4) |
|
- |
- |
Tinggi (4,5-6,5) |
|
- |
- |
Sangat
Tinggi (> 6,6) |
|
22 |
12,2 |
Berdasarkan
tabel 1, diketahui bahwa, angka
kejadian karies gigi (DMF-T) kelompok tercatat yang memiliki kasus ≤ 3
sebanyak 69,1%, yang memiliki kasus > 3 kasus sebesar 30,9%, kategori angka
DMF-T yang sangat rendah sebesar 46,4% dan yang sangat tinggi sebesar 12,2%.
Angka DMF-T perorangan mencapai 2,7 atau sama dengan 3 kasus.
Tabel 2.
Status
kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) kelompok dengan
kreteria OHI-S
Status OHI-S |
f |
% |
Sedang |
82 |
45,3 |
Buruk |
50 |
27,6 |
Berdasarkan
tabel 2, terlihat bahwa status
kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) masuk kriteria sedang sebesar 45,3% dan status
buruk sebesar 27,6%, sedangkan status OHI-S perorangan 2,1 dengan kriteria
sedang
Tabel 3.
Perilaku remaja putri dalam menyikat
gigi sehari-hari
Menyikat gigi |
f |
% |
1 x sehari |
3 |
1,7 |
2 x sehari |
91 |
50,3 |
3 x sehari |
78 |
43,1 |
>3 x sehari |
9 |
5,0 |
Pada tabel 3, rata-rata perilaku
menyikat gigi remaja putri 2 x sehari sebanyak 50,3% dan yang 3 x sehari
sebanyak 43,1%.
Tabel 4.
Umur responden
saat dilakukan penelitian
Umur |
f |
% |
22 tahun |
29 |
16,0 |
23 tahun |
21 |
11,6 |
24 tahun |
12 |
6,6 |
25 tahun |
25 |
13,8 |
16 tahun |
46 |
25,4 |
17 tahun |
34 |
18,8 |
18 tahun |
10 |
5,5 |
19 tahun |
3 |
1,7 |
20 tahun |
1 |
0,6 |
Tabel
4 menunjukkan bawa responden yang paling banyak berumur 16
tahun sebanyak 25,4% dan yang 17 tahun sebanyak 318,8%).
Tabel 5.
Jenis makanan yang sering dikonsumsi setiap hari oleh remaja
putri
Jenis
Makanan |
f |
% |
Kariogenik |
83 |
45,9 |
Non Kariogenik |
98 |
54,1 |
Pada
tabel 5, terlihat bahwa remaja
putri yang mengkonsumsi
makanan jenis kariogenik sebesar 45,9% sedangkan jenis non kariogenik
sebesar 54,1%.
Tabel 6.
Daerah tinggal di pesisir sungai atau dataran tinggi
remaja putri
Domisili |
f |
% |
Pesisir Sungai |
80 |
44,2 |
Dataran Tinggi |
101 |
55,8 |
Pada
tabel 6, terlihat bahwa daerah
tinggal remaja putri di pesisir sungai sebanyak 44,2% dan yang daerah dataran
tinggi sebanyak 55,8%.
Tabel 7.
Hasil analisis uji correlate
Korelasi |
Nilai p |
Siq. |
DMF-T Vs OHI-S |
0,102 |
0,171 |
Perilaku menyikat gigi |
0,157 |
0,035 |
Daerah tinggal |
0,096 |
0,197 |
Umur |
0,114 |
0,125 |
Jenis makanan |
0,127 |
0,088 |
Pada
tabel 7, angka kejadian karies gigi (DMF-T),
status OHI-S dengan nilai p
rata-rata mendekati angka 1
artinya mendekati sempurna tetapi tidak bermakna karena nilai siq.
> dari 0.05, kecuali nilai siq. perilaku
menyikat gigi 0.035 < dari 0,05 sehingga angka DMF-T, status OHI-S sangat sempurna dan bermakna,
terhadap perilaku menyikat gigi.
Tabel 8.
Hasil analisis uji regresi
|
|
Variabel |
R |
Siq. |
|
|
Bebas Vs terikat |
0,026 = 22,6% |
0,055 |
||
|
DMF-T Vs Perilaku menyikat gigi |
0,570 = 57,0% |
0,000 |
||
|
|
Vs Daerah tinggal |
0,368 = 36,8% |
0,099 |
|
|
|
Vs Umur |
0,107 = 10,7% |
0,381 |
|
|
|
Vs Jenis makanan |
0,700 = 70,0% |
0,332 |
|
Pada tabel 8, angka kejadian karies gigi (DMF-T), Status kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) dipengaruhi oleh perilaku menyikat gigi sebesar 57% dan sangat bermakna karena nilai siq. 0,000 < dari 0,05.
Angka kejadian karies gigi (DMF-T) remaja putri selaku responden
dalam penelitian ini yang mempunyai kasus ≤ 3 sebanyak 69,1%, untuk yang
memiliki kasus > 3 sebanyak 30,9%. Kategori angka DMF-T ada yang sangat rendah
yaitu 46,4%, dan yang sangat tinggi sebesar 12,2% dengan jumlah kasus > 6,6
atau sama dengan 7 kasus.
Secara keseluruhan kalau dilihat dari kasus
kesehatan gigi dan mulut remaja putri yang memiliki kasus ≤ 3 mencapai
69,1% akan tetapi 30,9% memiliki lebih > 3 kasus kesehatan gigi dan mulut.
Dengan demikian perlu adanya perhatian secara khusus untuk merubah sikap dan
perilaku remaja putri jangan sampai jumlah kasus kesehatan gigi dan mulut terus
bertambah seiring bertambahnya usia. Remaja putri nantinya akan tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan
perkembangan tersebut akan dapat terganggu atau menjadi permasalahan tersendiri
bagi remaja putri, manakala nantinya memasuki dunia kerja, apabila terus gigi
geligi tidak dilakukan perawatan secara komprehensif maka dapat mengakibatkan
remaja putri tersebut tidak bisa mengikuti masuk ke dunia kerja dikarenakan
sakit gigi misalnya. Dalam dunia kerja apabila hal tersebut terjadi maka
perusahaan atau tempat remaja putri bekerja akan kehilangan sejumlah produksi,
akibat ketidakhadiran di tempat kerja. Untuk pertumbuhan dan perkembangan yang
dapat terjadi pada remaja putri yang mana banyak terdapat kerusakan gigi
geligi, maka akan berakibat sulit untuk makan karena terasa sakit. Apabila rasa
sakit gigi tersebut tetap berlanjut, bisa menyebabkan malas untuk makan. Akibat
malas makan yang diakibatkan oleh gigi rusak tersebut, dapat menyebabkan
kekurangan asupan gizi ke dalam tubuh. Kekurangan asupan gizi tersebut akan
mempengaruhi organ dalam tubuh, dan apabila hal tersebut terus berlanjut tanpa
adanya perbaikan asupan gizi dari remaja putri tersebut dapat kekurangan gizi
atau bahkan terjadi anemia. Kekurangan gizi atau dengan anemia terus berlanjut
tanpa didukung gizi yang cukup maka dapat terjadi yang lebih buruk lagi yaitu
Stunting.
Remaja putri yang dengan kondisi kekurangan
gizi serta anemia, akan mengalami kesusahan saat nantinya mau melahirkan ketika
memasuki dunia berkeluarga. Akibat dari gigi banyak yang rusak didukung pula
oleh gizi yang kurang serta anemia, dimungkinkan remaja putri tersebut akan melahirkan
anak dengan kondisi Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Hal yang dapat dilakukan
untuk remaja putri dengan kasus tersebut yaitu adalah melakukan kegiatan
promotif, preventif serta kuratif sederhana, dengan tujuan untuk merubah sikap
dan perilaku melalui peningkatan pengetahuan.
Pengetahuan adalah domain yang sangat penting
untuk terjadinya perubahan sikap dan perilaku seseorang, terlebih pengetahuan
tersebut sudah ditanamkan sejak usia dini. Berdasarkan pendapat beberapa ahli
kalau umur kita sudah mencapai 40 tahun, maka minimal gigi yang harus dipunyai
sebanyak 28 unit. Kegiatan preventif yang dapat dilakukan adalah menutup fissure dalam dengan menggunakan bahan
dari Glass Ionomer (GI), atau
membersihkan karang gigi apabila terdapat karang gigi. Sementara tindakan
kuratif yang dapat dilakukan berupa penambalan dengan teknik ART, menggunakan bahan composite
atau bahan tambal sewarna gigi lainnya. Pengaruh kebiasaan menyikat gigi dapat
menurunkan indeks plak dan pH Saliva, menurut Triswari & Pertiwi (2017), kebiasaan ini perlu ditanamkan sedini mungkin
terlebih pada anak-anak yang berpotensi rusak giginya lebih banyak, sehingga
perlu menanamkan kebiasaan sejak dini, agar kebiasaan ini akan terbawa sampai dewasa kelak.
Berdasarkan hasil penelitian
dari Wijayanti & Rahayu (2018), disebutkan bahwa membiasakan diri menyikat gigi sebagai tindakan utama
dalam upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut. Pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Menurut pengalaman penelitian tertulis oleh Sri Handayani (2012) dan Kadek Indah
Ratnaningsih (2014) dalam Rusmali (2019) bahwa perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan adalah merupakan justified true believe, yang artinya
membenarkan sebuah kebenaran atas kepercayaan berdasarkan observasi.
Status kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) remaja
putri selaku responden dalam penelitian ini masuk kriteria sedang (45,3%), dan
status buruk mencapai 27,6%. Status OHI-S ini adalah kondisi kebersihan gigi
dan mulut seseorang, kondisi tersebut ada yang masuk kriteria baik, sedang dan
ada yang masuk kriteria buruk. Untuk status OHI-S remaja putri yang masuk
kriteria baik bahkan belum ada, yang ada yaitu status kebersihan gigi dan mulut
dengan kriteria sedang sekitar 45,3%. Status kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) adalah sebuah indikator kesehatan
gigi dan mulut dalam hal kebersihan, status ini adalah hasil penggabungan dari
nilai Debris Indek�s (DI) dan Calculus Indek�s (CI). Apabila nilai ini
digabungkan maka akan tergambar status kebersihan gigi dan mulut seseorang,
status tersebut dapat masuk kriteria Baik apabila nilainya 0,0-1,0, kriteria
sedang apabila nilai gabungan tersebut berjumlah 1,1-3,0 dan yang terburuk
adalah apabila nilai gabungan tersebut mulai dari 3,1-6,0. Gigi dengan karang
yang cukup banyak akan mengakibatkan penumpukan pada gigi geligi, dan membuat
suasana rongga mulut menjadi bau. Apabila karang gigi yang cukup banyak
tersebut tidak dibersihkan dalam kurun waktu yang cukup lama, dapat
mengakibatkan gigi geligi menjadi goyang. Derajat kegoyangan dari gigi geligi
akan menjadikan mulut terasa sakit saat melakukan pengunyahan disaat makan dan
minum, akibatnya gigi tersebut menjadi indikasi untuk dicabut. Seharusnya gigi
lebih lama berada dalam rongga mulut seseorang, dengan gigi baik maka proses
pencernaan di saluran pencernaan masih akan baik pula.
Berdasarkan hasil penelitian dari �Wijayanti & Rahayu (2018), disebutkan bahwa membiasakan diri
menyikat gigi sebagai tindakan utama dalam upaya peningkatan kesehatan gigi dan
mulut. Gigi sehat dan bersih apabila gigi tidak terdapat lubang, saat digunakan tidak terasa ngilu, tidak terdapat karang gigi, warna gusi berwarna merah muda (pink).
Upaya yang paling tepat dilakukan adalah menyikat gigi secara benar dan
teratur. Menurut Arianto (2019) menyatakan bahwa
faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pemeliharaan kebersihan gigi dan
mulut (OHI-S) dan sikap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) nilai
p=0,018, pengetahuan perilaku pemeliharaan dengan nilai p=0,044, tindakan
pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) nilai p=0,013. Nilai OR=1,749.
Perilaku remaja putri
rata-rata dalam menyikat gigi dengan frekuensi 2x sehari sebanyak 50,3%, dan
frekuensi 3x sehari sebanyak 43,1%. Remaja putri yang tinggal di pesisir sungai
sebanyak 44,2% dan yang tinggal didaerah dataran tinggi sebesar 55,8%. Perilaku
remaja putri dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut melaku menyikat gigi sudah
sangat baik, tercatat 50,3% menyikat 2x sehari sesuai anjuran dari para ahli.
Akan tetapi 2x sehari tersebut harus disesuaikan waktunya seperti: 1). Menyikat
gigi setelah sarapan pagi, kenapa karena setelah kita sarapan pagi mulut akan
mengalami masa istirahat untuk tidak mengunyah makan saat seseorang
beraktifitas. Dengan demikian saat istirahat tersebut kuman asidogenik tidak
akan memetabolisme sisa makan yang kariogenik di dalam rongga mulut, sehingga
proses demineralisasi atau pelepasan lapisan email gigi tidak terjadi. 2).
Menyikat gigi sebelum tidur malam, karena saat kita tidur dengan rongga mulut
sudah bersih dapat menghindari proses demineralisasi tersebut diatas. Perilaku
atau kebiasaan seseorang dalam menyikat gigi secara baik dan teratur yang
dilakukan sehari-hari, dapat memberi pengaruh untuk terjadinya karies gigi
sebesar (R=0,570 = 57,0%) dan nilai siq. 0,000 < 0,05. Faktor perilaku
ternyata sangat besar pengaruhnya yang mencapai 57,0%, perilaku adalah sebuah
kebiasaan dan sudah biasa dilakukan sehari-hari oleh seseorang.
Perilaku bukan
berarti tidak bisa dirubah akan tetapi dapat dilakukan walaupun membutuhkan
waktu karena tergantung dari kemauan keinginan dari orang tersebut. Menurut Covey (2000) dalam buku The Seven Habbit�s bahwa kebiasaan tersebut akan cepat dapat
dilakukan apabila dimulai dari masa kecil, sehingga nantinya saat dewasa kelak
seseorang sudah biasa dengan hal-hal yang bersifat positif tersebut. Kebiasaan
tersebut membutuhkan pengetahuan, sehingga pengetahuan adalah domain yang
sangat penting untuk terjadinya perubahan perilaku. Perilaku manusia adalah
tindakan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti adat, emosional, etika
dan lain-lain. Aktivitas bisa diartikan dalam bentuk yang luas, oleh sebab itu
aktivitas tersebut dapat diamati langsung maupun tidak langsung, perilaku
manusia merupakan bentuk dari suatu emosi yang mendapat rangsangan dari luar (Laraswati, Mahirawatie,
and Marjianto 2021).
Perilaku anak
Indonesia dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut masih sangat rendah, perawatan
gigi dianggap tidak terlalu penting padahal sangat bermanfaat dalam menunjang
kesehatan dan penampilan. Perilaku tersebut timbul karena kurangnya pengetahuan
anak tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut (Mustika, Ayunda, and Mariyam 2015).
Rata- rata responden yang menjadi sampel penelitian dengan usia 16 tahun sebesar 25,4% dan yang usia 17 tahun sebesar 18,8%, kategori remaja menurut WHO adalah berusia antara 12 tahun sampai dengan 25 tahun. Artinya remaja yang saat ini menjadi sampel dalam penelitian ini masih dapat dibimbing dan diarahkan untuk bagaimana caranya menjaga kesehatan gigi dan mulut agar tetap sehat. Nurwati (2019) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi untuk terjadinya karies gigi adalah umur. Umur ternyata juga dapat mempengaruhi untuk terjadinya karies gigi seseorang, besaran pengaruh dari skala umur untuk terjadinya karies gigi sebesar (R=0,107 = 10,7%), artinya perlu juga untuk diperhatikan karena cukup besar pengaruhnya.
Remaja putri yang biasa mengkonsumsi jenis makanan yang kariogenik
sebanyak 45% dan jenis makanan non kariogenik sebesar 54,1%. Faktor kebiasaan
dapat diubah dengan memberikan pengetahuan, sebab pengetahuan adalah domain
yang sangat penting untuk terjadinya perubahan sikap dan perilaku seseorang.
Kebiasaan tersebut akan lebih baik kalau dimulai sejak usia dini, menurut Covey (2000) apabila kebiasaan tersebut sudah dimulai sejak
kecil akan membuat anak-anak menjadi terbiasa dengan hal-hal yang bersifat
positif sampai dewasa kelak.
Daerah tempat tinggal seperti di pesisir sungai atau dataran tinggi dapat mempengaruhi terjadinya karies gigi, berdasarkan hasil penelitian ini besaran pengaruhnya adalah (R= 0,368 = 36,8%), artinya orang yang tinggal di pesisir sungai atau dataran tinggi dapat memberi pengaruh untuk terjadinya karies gigi sebesar 36,8%, daerah tinggal adalah tempat yang menunjukkan bahwa kita berdomisili disitu, daerah tinggal bukanlah sekedar daerah tinggal karena secara topografi bahwa ada terdapat perbedaan penerimaan cahaya, oksigen dll, perbedaan penerimaan tersebut dapat berpengaruh pada penerimaan oksigen (O2) misalnya termasuk tingkat kesakitan seseorang. Penerimaan yang berbeda tersebut tentunya juga akan berpengaruh pada tingkat kesehatan seseorang. Daerah pesisir sungai identik dengan daerah banyak air, banyak ikan dll. Anggapan tersebut membuat kita berpikir bahwa daerah pesisir sungai pasti gigi geligi masuk kategori baik di samping banyak mengonsumsi ikan, dengan banyak makan ikan maka diharapkan juga kadar kalsiumnya cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan tulang dan gigi seseorang. Akan tetapi sungai untuk saat ini sudah mulai terganggu baik secara fungsi dan kemanfaatan, sungai bisa sudah tercemar oleh limbah industri rumahan atau limbah industri berskala besar seperti pabrik-pabrik, artinya sungai bisa saja sudah tercemar limbah industri �(Millenium Challenge Account Indonesia, 2013).
Dataran tinggi
dimungkinkan adalah kadar kalsium yang didapat dari pemakaian air sumur buatan
apabila air tersebut yang dikonsumsi sehari-hari, begitu pula dengan
sumber-sumber vitamin dan meneral serta kalsium yang didapatkan untuk kebutuhan
sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian ini ternyata orang tinggal didaerah
dataran tinggi dapat mempengaruhi terjadinya karies atau lubang gigi. Upaya
yang dapat kita lakukan adalah memberikan dengan meningkatkan pengetahuan melalui
penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut, tahap berikutnya bisa dilakukan
adalah melakukan pengolesan flour dosis tinggi untuk mencegah proses
demineralisasi oleh kuman terhadap email gigi.
Menurut Broadbent et al. (2015) dalam Shabrina and Hartomo (2020), penggunaan� fluor� bertujuan melindungi� gigi� dari� karies,�� dengan menghambat�� metabolisme�� bakteri�� plak� yang�� memfermentasi�� karbohidrat melalui perubahan hidroksil� apatit pada bagian� enamel menjadi fluor� apatit yang lebih tahan pelarutan asam dan stabil.
Upaya
promotif dan preventif yang dilakukan diharapkan membantu mencegah terjadinya
lubang gigi. Terkait dengan daerah tinggal juga termasuk makanan yang
dikonsumsi, menurut Ramayanti & Purnakarya (2013) menyatakan
bahwa peran makanan terhadap kejadian karies gigi sangat perlu untuk menjadi
perhatian, karena jenis makanan yang kariogenik bersama mikroorganisme, gigi
sebagai (Host) dan waktu cepat sekali merubah pH Saliva mencapai 5,5 dan secara drastis dapat menyebabkan terjadinya demineralisasi. Mikroorganisme dapat merubah
gula seperti glukosa terutama sukrosa sangat efektif, karena mempunyai
kemampuan yang lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme asidogenik.
Selain itu terjadi defisiensi beberapa vitamin dan meneral untuk mendorong
terjadinya karies gigi seperti defisiensi vitamin A, B, C dan D, Ca, Fosfor
Fluor dan Zinc oleh sebab itu perlu tindakan pencegahan baik tahapan primer,
sekunder atau tersier. Perbedaan geografis sangat berpengaruh pada kesehatan
perseorangan, seperti infeksi klinis dan sub klinis yaitu pada usus, diare, enviromental enteropathy, infeksi cacing,
ISPA dll. Faktor budaya makanan adalah kebutuhan dasar manusia, sehingga wajib
terpenuhi dan jika pemenuhannya tidak adekuat akan berdampak akan kekurangan
gizi atau bahkan sampai stunting (Millenium Challenge
Account Indonesia 2013).
Jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari dapat
mempengaruhi terjadinya karies gigi apakah dari jenis yang kariogenik atau yang
non kariogenik, berdasarkan besaran pengaruh dari jenis makanan yang dikonsumsi
yaitu sebesar (R= 0,700 = 70,0%). Tentunya jenis makanan sangat berpengaruh
bagi orang yang sering mengkonsumsinya
terutama jenis makanan yang kariogenik, jenis makanan yang kariogenik adalah
jenis makanan yang mudah melekat saat dikonsumsi, terasa manis. Padahal sudah
diketahui bahwa makanan jenis kariogenik ini adalah kesukaan kuman yang ada di
dalam rongga mulut kita untuk berkembang biak. Jenis makanan kariogenik ini di metabolisme oleh
kuman menjadi asam, asam inilah yang akan melarutkan (demineralisasi) lapisan
terluar dari gigi yaitu email sampai terjadinya lubang gigi. Hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah proses demineralisasi oleh kuman yaitu� dengan cara menyikat gigi. Menyikat gigi adalah bentuk kegiatan nyata untuk memutus mata rantai
metabolisme oleh kuman. Mikroorganisme dapat merubah gula seperti
glukosa terutama sukrosa sangat efektif, karena mempunyai kemampuan yang lebih
efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme asidogenik. Selain itu terjadi
defisiensi beberapa vitamin dan meneral untuk mendorong terjadinya karies gigi
seperti defisiensi vitamin A, B, C dan D, Ca, Fosfor Fluor dan Zinc oleh sebab
itu perlu tindakan pencegahan baik tahapan primer, sekunder atau tersier.
KESIMPULAN
Kesimpulan berdasarkan hasil penelitian bahwa perilaku
menyikat gigi mempengaruhi angka DMF-T, status OHI-S dengan sangat signifikan. Secara keseluruhan
angka kejadian karies gigi (DMF-T),
status kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) dipengaruhi oleh perilaku menyikat
gigi berdasarkan daerah tinggal di pesisir sungai atau dataran tinggi secara
signifikan dengan nilai siq. 0,05 ≤ 0,05.
Arianto, Arianto. 2019. �Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Perilaku Pemeliharaan Kebersihan Gigi Dan Mulut Di Kelurahan
Wonoharjo Kabupaten Tanggamus.� Jurnal Analis Kesehatan 7(2):744�48. Google Scholar
Broadbent, Jonathan M., W. Murray Thomson, Sandhya Ramrakha, Terrie E.
Moffitt, Jiaxu Zeng, Lyndie A. Foster Page, and Richie Poulton. 2015.
�Community Water Fluoridation and Intelligence: Prospective Study in New
Zealand.� American Journal of Public Health 105(1):72�76. Google Scholar
Cooper, Matthew W., Molly E. Brown, Stefan Hochrainer-Stigler, Georg
Pflug, Ian McCallum, Steffen Fritz, Julie Silva, and Alexander Zvoleff. 2019.
�Mapping The Effects of Drought On Child Stunting.� Proceedings of the
National Academy of Sciences 116(35):17219�24. Google Scholar
Covey, R. Stephen. 2000. The Seven Habit�s. Revisi. Jakarta:
Binarupa Aksara. Google Scholar
Dewi, I. Gusti Ayu Candra, and I. Nyoman Wirata. 2018. �Gambaran Karies
Gigi Sulung Dan Tingkat Pengetahuan Orang Tua Terhadap Pemeliharaan Kesehatan
Gigi Dan Mulut Pada Anak Pra Sekolah Di TK Sila Chandra III Batubulan Tahun
2017.� Jurnal Kesehatan Gigi (Dental Health Journal) 6(1):22�28. Google Scholar
Laraswati, Niken, Ida Chairanna Mahirawatie, and Agus Marjianto. 2021.
�Peran Ibu Dalam Menjaga Kesehatan Gigi Anak Prasekolah Dengan Angka Karies Di
Tk Islam Al-Kautsar Surabaya.� Jurnal Ilmiah Keperawatan Gigi 2(1). Google Scholar
Millenium Challenge Account Indonesia. 2013. �Stunting Dan Masa Depan
Indonesia.� Retrieved (http://www.mca-indonesia.go.id/). Google Scholar
Mustika, A. N., P. Ayunda, and Mariyam Mariyam. 2015. �Perilaku Ibu Dalam
Perawatan Gigi Anak Dengan Kejadian Karies Gigi Anak Usia Prasekolah.� Jurnal
Keperawatan 7(2):28�33. Google Scholar
Nurwati, Bunga. 2019. �Hubungan Karies Gigi Dengan Kualitas Hidup Pada
Anak Sekolah Usia 5-7 Tahun.� Jurnal Skala Kesehatan 10(1):41�47. Google Scholar
Ramayanti, Sri, and Idral Purnakarya. 2013. �Peran Makanan Terhadap
Kejadian Karies Gigi.� Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas 7(2):89�93. Google Scholar
Rusmali, Rusmali. 2019. �Indek�s DMF-T Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja
Putri Berdasarkan Status Gizi.� Dental Therapist Journal 1(2):87�94. Google Scholar
Rusmali, Rusmali, Miftah Tri Abadi, and Mery Sartika. 2020. �Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Buku Personal Hygiene Untuk Menjaga Kebersihan Gigi Dan
Mulut Tahun 2020.� Poltekkes Kemenkes Pontianak. Google Scholar
Shabrina, Fadhila Nurin, and Bambang Tri Hartomo. 2020. �Pemberian Topical
Application Flour Untuk Initial Caries Pada Pasien Anak.� Journal of Oral
Health Care 8(2):95�104. Google Scholar
Triswari, Dyah, and Agnimas Dian Pertiwi. 2017. �Pengaruh Kebiasaan
Menyikat Gigi Sebelum Tidur Malam Terhadap Skor Indeks Plak Dan PH Saliva.� Incisiva
Dental Journal 6(2):2. Google Scholar
Wijayanti, Heny Noor, and Puspito Panggih Rahayu. 2018. �Membiasakan Diri
Menyikat Gigi Sebagai Tindakan Utama Dalam Upaya Peningkatan Kesehatan Gigi Dan
Mulut Pada Anak.� Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Indonesia
(Indonesian Journal of Independent Community Empowerment) 1(1):7�12. Google Scholar
Copyright
holder: Rusmali, Miftah Tri Abadi, Mery Sartika, Jusuf Kristianto, Ita Yulita (2023) |
First publication right: Jurnal Health Sains |
This article is licensed under: |