Jurnal Health Sains: p�ISSN:
2723-4339 e-ISSN:
2548-1398�����
Vol. 2, No. 8, Agustus 2021
RAPID ASSESMEN MANAJEMEN INSTALASI GAWAT DARURAT RSUT
PADA PANDEMI COVID-19
Tita Maulita
Sawitri, Pujiyanto
Universitas
Indonesia (UI) Depok Jawa Barat, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
info artikel |
abstraK |
Diterima 5 Agustus 2021 Direvisi 15 Agustus 2021 Disetujui 25 Agustus 2021 |
Covid-19 menyebabkan perubahan layanan terkait prosedur, fasilitas, tata laksana serta keselamatan pasien dan petugas dalam bekerja. RSU Kabupaten
Tangerang (RSUT) merupakan salah satu rumah sakit
milik pemerintah yang ditunjuk untuk menyelenggarakan layanan bagi pasien Covid-19 di seluruh lingkup layanannya. RSUT telah melakukan perubahan dalam manajemen pelayanan IGD, terutama pada triase pasien untuk menyesuaikan perubahan pola penyakit yang ada saat ini. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui rapid assesmen manajemen instalasi gawat darurat rsut pada pandemi covid-19. �Tulisan ini merupakan hasil penilaian cepat (rapid assesment) atas pengamatan pelayanan di IGD
RSUT pada bulan Juni
2020, disertai wawancara kepada tim manajemen
IGD dan rumah sakit. Penelitian ini merupakan studi kasus dengan melakukan rapid asesmen atas pelayanan di Instalasi Gawat Darurat RSU Kabupaten Tangerang
selama bulan Juni 2021. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa IGD RSUT telah melakukan perubahan sesuai dengan panduan kemenkes tentang pelayanan rumah sakit di masa pandemi covid-19,
hanya menambahkan pemeriksaan radiologi thoraks sebagai bagian dari skrining. ABSTRACT Covid-19 caused changes in
services related to procedures, facilities, procedures and safety of patients
and officers in work. RSU Tangerang Regency (RSUT) is one of the
government-owned hospitals appointed to provide services for Covid-19
patients throughout its service scope. RSUT has made changes in the
management of IGD services, especially in patient triage to adjust for
changes in current disease patterns. The purpose of this study is to find out
the rapid assessment of emergency department management management
in the covid-19 pandemic. This paper is the result of a rapid assessment of
service observations at IGD RSUT in June 2020, accompanied by interviews to igd management teams and hospitals. This study is a case
study by conducting rapid assessment of services at the Emergency Department
of RSU Tangerang Regency during June 2021. The results of the observations
showed that IGD RSUT had made changes in accordance with the ministry's
guidelines on hospital services during the covid-19 pandemic, only adding
thoracic radiological examinations as part of screening. |
Kata Kunci: instalasi gawat
darurat (IGD); pandemi
covid-19; perubahan manajemen
pelayanan; triase Keywords: emergency room; COVID-19
pandemic; change in service management; triage |
Pendahuluan
Instalasi Gawat darurat adalah
instalasi pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan dalam 24 jam pertama untuk pasien dengan
ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu, dengan melibatkan multi disiplin ilmu dan profesi (Samah et al., 2020).
Pelayanan IGD
meliputi penerimaan pasien, memilah mana kondisi pasien yang membutuhkan penanganan segera, bisa ditunda
atau pasien dipulangkan. IGD juga berperan penting dalam menstabilkan
kondisi pasien sebelum dipindahkan ke ruang rawat
inap ataupun ruang rawat inap
intensif (Intensive
Care Unit/ICU). IGD juga menyediakan sarana penerimaan untuk penatalaksanaan pasien dalam keadaan
bencana, hal ini merupakan bagian
dari perannya di dalam membantu keadaan bencana yang terjadi di tiap daerah (DepKes, 2006).
Kualitas pelayanan tidak hanya ditentukan oleh sarana, prasarana dan SDM saja, namun juga oleh waktu tunggu pelayanan.
Pasien mengharapkan pelayanan IGD diberikan dengan cepat dan akurat. Lamanya waktu tunggu di IGD akan berdampak pada hari perawatan di rawat inap yang lebih lama, mortalitas yang meningkat, dan berkurangnya kepuasan pasien (Nemec-Loise & Martin, 2018; Singer et al., 2011).
Triase adalah tindakan pengelompokan pasien berdasarkan berat ringannya kasus, harapan hidup dan tingkat keberhasilan yang akan dicapai sesuai
dengan standar pelayanan UGD yang dimiliki sehingga akan bisa
memisahkan mana yang masuk dalam kategori true emergency atau false emergency. Menurut (Habib et al., 2016)
menyatakan bahwa Triase adalah proses pengambilan keputusan yang kompleks dalam rangka menentukan pasien mana yang berisiko meninggal, mengalami kecacatan atau mengalami perburukan kondisi klinis apabila tidak mendapatkan
penanganan medis dengan segera. (Kathleen Pichora-Fuller, 2008)
berpendapat Triase adalah tindakan memilih atau menggolongkan
semua pasien yang datang ke IGD dan menetapkan prioritas penananganan pada awalnya.
Penilaian kondisi medis triase
tidak hanya melibatkan komponen topangan hidup dasar yaitu jalan
nafas (Airway),
pernafasan (Breathing)
dan sirkulasi (Circulation)
atau disebut juga ABC
approach, tapi juga melibatkan
berbagai keluhan pasien dan tanda-tanda fisik. Penilaian kondisi ini disebut
dengan penilaian berdasarkan kumpulan tanda dan gejala (syndromic approach). Contoh
sindrom yang lazim dijumpai di unit gawat darurat adalah nyeri perut, nyeri
dada, sesak nafas, dan penurunan kesadaran. (Habib et al., 2016)
Tujuan Triase menurut (Hamarno, 2016)
adalah mempercepat pemberian pertolongan, terutama pada korban dalam keadaan kritis atau emergensi sehingga nyawa korban dapat tertolong.� Sedangkan menurut (Kartikawati et al., 2013)
tujuan Triase adalah: 1) Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa, 2) Memprioritaskan pasien berdasarkan kondisi akut tidaknya,
3) menggali data yang lengkap
mengenai data pasien
Pelayanan Rumah Sakit di Era Pandemi Covid 19 teridentifikasi
di Indonesia pada tanggal 2 Maret
2020 dan jumlahnya terus meningkat sehingga Presiden Joko Widodo menetapkan bahwa Covid-19 sebagai bencana nasional pada tanggal 13 April 2020. Dengan munculnya Covid-19 menyebabkan perubahan tatanan dalam berbagai sendi kehidupan. Rumah sakit sebagai
pemberi pelayanan kesehatan tingkat lanjut harus beradaptasi
dalam pemberian pelayanan kesehatan di masa adaptasi kebiasaan baru yang sangat berbeda dengan keadaan sebelum COVID-19 (Kriswibowo & Utomo, 2020). Rumah Sakit perlu
menyiapkan prosedur keamanan yang lebih ketat dimana protokol
PPI diikuti sesuai standar. Prosedur penerimaan pasien juga akan mengalami perubahan termasuk penggunaan masker secara
universal, prosedur skrining
yang lebih ketat, pengaturan jadwal kunjungan, dan pembatasan pengunjung/pendamping pasien bahkan pemisahan
pelayanan untuk pasien COVID-19 dan non COVID-19 (Suryani & Isnaeni, 2013).
Secara umum, prinsip utama
pengaturan Rumah Sakit pada masa adaptasi kebiasaan baru untuk menyesuaikan layanan rutinnya adalah (RI, 2020):
� Memberikan layanan pada pasien COVID-19 dan non COVID-19 dengan
menerapkan prosedur skrining, triase dan tata laksana kasus.
� Melakukan antisipasi penularan terhadap tenaga kesehatan dan pengguna layanan dengan penerapan prosedur Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), penerapan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) di unit kerja
dan pemenuhan Alat Pelindung
Diri (APD).
� Menerapkan protokol pencegahan 3M; Petugas, pengunjung dan pasien menggunakan masker, menjaga jarak antar orang� >1m dan rajin
mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 40 s/d 60 detik atau dengan
hand sanitizer selama 20 s/d 30 detik.
� Menyediakan fasilitas perawatan terutama ruang isolasi untuk
pasien kasus COVID-19.
� Terintegrasi dalam sistem penanganan COVID-19 di daerah masing-masing sehingga terbentuk sistem pelacakan kasus, penerapan mekanisme rujukan yang efektif dan pengawasan isolasi mandiri dan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat.
� Melaksanakan kembali pelayanan esensial selama masa pandemik COVID-19.
Berdasarkan panduan teknis pelayanan rumah sakit pada masa adaptasi kebiasaan baru dari kementrian kesehatan, maka setiap petugas harus melaksanakan skrining untuk semua pasien yang masuk lewat rawat
jalan atau IGD.
Di IGD, pemilahan cepat atau skrining
dilakukan dengan mengukur suhu menggunakan
thermal gun, kemudian perawat
akan mengkaji sesuai format kementrian kesehatan. Pada prinsipnya proses
triase adalah untuk mengidentifikasi pasien yang memerlukan intervensi medis segera, pasien yang dapat menunggu, atau pasien yang mungkin perlu dirujuk
ke fasilitas kesehatan tertentu berdasarkan kondisi klinis pasien.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus dengan melakukan
rapid asesmen atas pelayanan di Instalasi Gawat Darurat RSU Kabupaten Tangerang selama bulan Juni 2021. Data primer diperoleh dari wawancara mendalam dengan Wakil Direktur Pelayanan Medik, Koordinator Instalasi IGD, Kepala Ruangan dan perwakilan ketua tim IGD. Sedangkan data sekunder berupa dokumen seperti Kebijakan Alur Pelayanan IGD di
RSU Kabupaten Tangerang; Jenis,
kualifikasi, jumlah tenaga di IGD RSU Kabupaten
Tangerang. Data yang diperoleh kemudian
dikumpulkan, diolah dan disajikan secara deskriptif.
Hasil dan Pembahasan
1.
Instalasi Gawat
Darurat RSUT
Fasilitas yang terdapat
pada Instalasi Gawat Darurat RSUT:
Ruang Triase Covid-19, Ruang Resusitasi, Ruang Tindakan, Ruang Dekontaminasi,
Ruang Isolasi, IGD Sistemik,
IGD Maternal, IGD Covid-19, Radiologi 24 jam, Laboratorium 24 jam, Depo Farmasi
24 jam, Ambulance 24 jam, SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu).
Tabel 1
Sumber Daya Manusia
di IGD
Jenis SDM |
Jumlah
(orang) |
Jumlah
orang/shift |
Jam kerja/shift |
Kompetensi |
Dokter Umum |
15 |
3 |
12 jam |
PPGD, ATLS, ACLS |
Perawat |
46 |
9 |
8 jam |
BCLS, PPGD, ACLS |
POS (Pembantu
Orang sakit) |
13 |
3 |
8 jam |
|
Administrasi |
1 |
|
8 (pagi
saja) |
- |
2.
Alur Pelayanan di IGD RSUT
Alur pelayanan pasien
dimulai saat petugas melakukan triase untuk pasien
yang datang ke IGD RSUT. Triase dilakukan oleh perawat terlatih yang mampu melakukan skrining dan pemilahan pasien berdasarkan kegawatdaruratannya, sekaligus untuk menilai apakah
pasien terindikasi
covid-19.� Petugas
akan melakukan serangkaian pemeriksaan yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik pasien, radiologi
dan pemeriksaan laboratorium
untuk menyingkirkan dignosis covid-19 kepada semua pasien yang datang ke IGD, sehingga ruangan triase sekarang dinamakan dengan �Triase Covid-19�.
Perawat yang bertugas
di triase akan melakukan penilaian sesuai dengan score triase. Setelah itu petugas akan melakukan
pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya covid-19, yaitu dengan melakukan
anamnesis dan pengisian skrining
covid sesuai dengan ceklist. Ceklist tersebut berisi pertanyaan yang terkait dengan riwayat penyakit, perjalanan dan kontak dengan pasien
Covid-19.
Tabel 1
Skrining Awal Triase Covid
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, akan dilakukan pemeriksaan laboratorium swab
antigen Covid-19 dan pemeriksaan darah
berupa pemeriksaan darah perifer lengkap
(Hemoglobin, lekosit, hematokrit,
Trombosit, dan hitung jenis), diluar pemeriksaan kimia darah lain yang sekiranya diperlukan unuk menunjang diagnosis pasien. Dokter IGD akan melakukan penilaian setelah keluar hasil laboratorium dan rontgen thorax, dan mengkonsulkan
hasil pemeriksaan tersebut ke dokter
spesialis paru. Sesuai hasil penilaian
dokter Spesialis Paru, pasien kemudian
diputuskan masuk ke ruangan IGD Covid atau IGD Non Covid (Bagan 1).
Bagan 1
Alur di Triase
Covid-19 RSUT
Apabila pasien
yang datang membawa hasil swab antigen atau PCR
covid-19 dengan hasil negatif, akan diarahkan
langsung ke IGD non
Covid/IGD sistemik.
Saat pasien terindikasi
menderita covid-19, maka dokter akan menilai
apakah pasien bisa menjalani rawat jalan dan melakukan isolasi mandiri, perlu dirawat di rumah sakit, atau memerlukan
perawatan intensif di ICU khusus covid-19. Apabila mendapat ruang rawat maka pasien
akan menjalani tata laksana dan pemberian terapi sesuai kondisi
pasien.
Apabila hasil pemeriksaan tidak menunjukkan indikasi covid-19, maka pasien diarahkan
ke IGD sistemik. Di sana baru akan
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
menentukan diagnosis dan terapi
yang lebih terarah. Ruang
di IGD sistemik terbagi atas ruang IGD maternal, bedah atau tindakan,
neonatal, medical dan ruang resusitasi.
Pasien selanjutnya diputuskan untuk bisa dipulangkan, dirawat inap, menjalani
tindakan operasi, atau dirujuk ke
rumah sakit lain. Apabila pasien
dirawat inap, maka dokter IGD akan melakukan konsultasi ke dokter
spesialis yang nantinya akan merawat pasien
tersebut.
Bagan 2
Alur Pasca Triase Covid-19
- Rawat Inap -
Rawat Jalan -
Rujuk RS lain
Identifikasi masalah dilakukan dengan cara membandingkan kesenjangan antara apa yang diharapkan (expected) dengan
apa yang telah terjadi (observed).
Penyebab masalah dapat timbul dari
bagian input maupun proses.
Input merupakan sumber daya atau masukan
oleh sesuatu. Sumber daya yang dimaksud dalam hal ini
terdiri dari:
a.
�Man
Man yang dimaksud adalah sumber daya
manusia (SDM) yang dapat dilihat dari jumlah
staf atau petugas, keterampilan, pengetahuan, dan motivasi kerja yang dimiliki oleh petugas. Semua tenaga kesehatan di IGD RSU Kabupaten minimal memiliki sertifikat PPGD, BLS, ACLS atau
ATLS sehingga secara kualifikasi sudah sesuai.
Dokter di IGD Rumah sakit Umum Kabupaten
Tangerang berjumlah 15 orang, bersifat
closed unit yang berarti hanya
bertugas di IGD saja (tidak bertugas ke rawat inap).
Jam kerja dokter IGD selama 12 jam per shift, 1 shift terdiri
dari 3 orang dokter. Dalam 1 shift setiap dokter akan bertugas
di ruang triase covid selama 4 jam, dan sisanya di ruang triase sistemik.
2 orang yang betugas di triase
sistemik bisa mengatur waktu istirahat sesuai dengan keadaan pasien di IGD. Dokter umum akan bertugas
13-14 kali dalam 1 bulan.
Apabila melihat
jam kerja dokter umum di IGD, terlihat bahwa jam kerja dokter umum per kali tugas melebihi jam kerja yang ditentukan dari Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pasal 77 ayat 2 yang menyatakan bahwa waktu kerja yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. Tujuh jam dalam satu hari dan empat
puluh jam� dalam satu minggu
untuk enam hari kerja dalam
satu minggu; atau b. delapan jam dalam satu hari
dan empat puluh jam dalam 1 satu minggu
untuk lima hari kerja dalam satu
minggu. Akan tetapi hal ini tidak
berlaku untuk sektor tertentu, dan bila sudah disepakati
oleh kedua belah pihak. Secara kumulatif,
waktu kerja dokter umum IGD berkisar antara 156-168 jam per bulan, sehingga jumlah demikian dirasakan tidak menyalahi peraturan Disnaker (Maringan, 2015).
Perawat IGD RSUT sebanyak
46 orang, dengan jumlah perawat per shift sebanyak 9 orang. Perawat memiliki
mobilitas dalam menjalankan tugasnya. Perawat yang bertugas di triase covid sebanyak minimal 3
orang, namun bila diperlukan, perawat di IGD sistemik bisa pindah
ke triase covid.� Dengan rata-rata kunjungan 20-40 pasien per hari di masa pandemi covid, staf yang bertugas telah memiliki jumlah yang seimbang dengan jumlah pasien,
jenis pekerjaannya dan keterampilan petugas.
Dari pengukuran jam kerja
dan jumlah SDM tenaga kesehatan, dapat dilihat bahwa jumlah
SDM di IGD RSUT sudah sesuai.
Namun perlu dipertimbangkan mengenai panjangnya jam kerja dokter, karena waktu kerja yang terlalu lama dapat menyebabkan kelelahan dan kesalahan individu meningkat. Namun terdapat studi menyatakan bahwa seiring waktu tim
dapat mengkompensasi kesalahan ini, sehingga mereka yang bekerja bersama dalam periode yang lebih lama memiliki skor kesalahan individu yang lebih tinggi tetapi skor
kesalahan tim lebih rendah daripada
mereka yang bekerja bersama hanya sebentar.� Sehingga tampaknya faktor-faktor seperti dukungan rekan kerja dan pimpinan, kerja tim yang baik memberikan
outcome yang lebih baik dibandingkan jam kerja yang diperpendek (Cozens et al., 2004).
b.
Money
Money diartikan sebagai
jumlah dana yang tersedia. Dalam hal ini,
RSUT merupakan rumah sakit milik Pemerintah
Daerah Kabupaten Tangerang dengan
status BLUD, sehingga memiliki
kemampuan untuk mengelola keuangan sendiri dan tidak tergantung dari pembiayaan Pemda saja. Untuk pembiayaan
pasien covid-19 di klaim ke pemerintah pusat
lewat mekanisme klaim pembiayaan pasien covid-19.
c.
��Material
Material adalah jumlah
peralatan yang tersedia untuk menjalankan pelayanan. Selama pandemi covid manajemen telah menyiapkan berbagai upaya agar pelayanan pasien dapat berjalan dengan baik, dengan
menjaga keselamatan pasien dan petugas. Manajemen menyiapkan alat pelindung diri level 3 untuk tenaga kesehatan di ruang triase covid, ruang IGD isolasi covid-19, maupun petugas laboratorium dan radiologi yang kontak dengan pasien.
Untuk petugas di IGD
non-Covid disiapkan APD level 2.� APD yang disiapkan dalam jumlah memadai.
Pada Standar Prosedur
Operasional baru, ruangan triase covid adalah ruangan yang dahulu difungsikan sebagai ruangan IGD lama, dengan kapasitas tempat tidur pasien
di ruang triase covid maksimal 20 orang. Apabila pasien lama menunggu hasil pemeriksaan penunjang, akan terjadi penumpukan di ruangan triase sehingga standar jumlah orang dalam 1 ruangan dan jarak minimal tidak terpenuhi.
Untuk penyediaan oksigen, terdapat 9 titik oksigen yang tertanam di dinding, namun bila dibutuhkan,
pasien dapat diberikan oksigen yang berasal dari tabung
oksigen yang tersedia di
IGD.
Ruang Triase covid dilengkapi
dengan 2 monitor mobile, sehingga
bisa digunakan untuk pasien dengan
kondisi berat yang memerlukan pemantauan ketat menggunakan monitor untuk mengukur tanda vital pasien. Ruangan triase covid memiiliki 2 alat optiflow, namun belum tersedia ventilator mobile.
Ventilator tersedia 1 buah
di ruangan IGD sistemik.
Sarana dan prasarana lain telah
disiapkan dan berdasarkan pengamatan residen dalam jumlah dan kapasitas cukup.
d.
Method
Method merupakan mekanisme
atau cara yang digunakan untuk menjalankan sebuah program atau pelayanan. Terdapat tambahan pemeriksaan dalam Metode yang dipergunakan oleh IGD
RSUT dari Panduan Teknis Pelayanan
Di Rumah Sakit Selama Masa Adaptasi Kebiasaan Baru yang dikeluarkan oleh Kementrian kesehatan RI. Dalam panduan Kemenkes, triase dilakukan dengan melakukan penilaian cepat di 2 komponen, pada (1) anamnesis dalam
14 hari terdapat riwayat bepergian keluar kota atau
kontak dengan pasien terkonfirmasi, adanya gejala demam,
batuk, pilek atau nyeri tenggorokan,
hasil pemeriksaan PCR, serta adanya gejala
klinis ditemukan suhu >380 C dan (2) adanya gejala klinis sesak
napas dengan adanya peningkatan upaya dan frekuensi napas. Apabila skor nya 0 maka
pasien bisa melanjutkan ke pelayanan non covid, namun bila skor 1-3 harus
masuk ke IGD Covid-19. Di
IGD RSUT, semua pasien diperlakukan sama, yaitu harus melalui
skrining berupa anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang laboratorium dan rontgen thorax. Semua pasien dalam kategori
ATS 1-5 mendapat perlakuan sskrining yang sama. Hal ini dikecualikan pada pasien yang datang tanpa gejala klinis
covid-19 DAN membawa hasil penunjang swab antigen non reaktif
atau Swab PCR covid-19 negatif
bisa langsung menuju IGD sistemik.
Pada pelaksanaan di lapangan,
berdasarkan hasil wawancara petugas IGD diketahui bahwa salah satu penyebab lamanya
waktu tunggu pasien IGD adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan radiologi dan tes swab antigen covid-19. Petugas
radiologi akan mengumpulkan sedikitnya 4-6 pasien untuk melakukan
pemeriksaan rontgen thoraks. Sedangkan untuk pengambilan swab antigen harus menunggu kedatangan analis lab dan menunggu hasil swab antigen
minimal selama 2 jam. Dengan metode yang digunakan ini menyebabkan
adanya penumpukan di triase covid-19 (Bottle neck effect) karena
semua pasien harus menunggu hasil pemeriksaan radiologi dan laborarorium.
Sedangkan proses terdiri dari:
a.
��Planning
Planning atau perencanaan
adalah sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi, sampai dengan menetapkan alternatif kegiatan untuk mencapainya.
SPO yang ditetapkan oleh IGD RSUT bermula sejak bulan
Maret 2020, saat itu mulai terdapat
pasien Covid-19 di Indonesia. Kabupaten
Tangerang yang merupakan daerah
penyangga DKI Jakarta merupakan
daerah yang rentan untuk munculnya kasus covid-19. Saat itu triase dilakukan
di tenda darurat, dan hingga kini akhirnya
menggunakan ruangan IGD
lama.
Dalam pelaksanaan pelayanan, sempat ditemukan kasus pasien dengan rapid antigen reaktif dan akhirnya terkonfirmasi covid-19 pada pasien
luka bakar grade 2b sebanyak 30% yang disiapkan untuk operasi debridement. Selain itu juga ditemukan pasien akut MCI dengan hasil swab antigen reaktif, sehingga akhirnya pasien menjalani terapi pemberian streptokinase di
ruangan triase covid.�
b.
Organizing
Rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber daya yang dimiliki organisasi dan memanfaatkan secara efisien untuk mencapai
tujuan organisasi.
IGD merupakan satu instalasi yang kompleks, memerlukan koordinasi dari berbagai elemen.
Insatalasi lain yang terkait
dengan IGD seperti instalasi radologi, laboratorium, farmasi, ketersediaan ruang rawat, konsultasi dengan spesialis, merupakan berbagai faktor yang saling berhubungan, namun apabila ada 1 yang menghambat maka akan dianggap bahwa
IGD merupakan unit yang bermasalah
karena keterlambatan penanganan.�
c.
��Actuating
Proses bimbingan
kepada staf agar mereka mampu berkerja
secara optimal melakukan tugas pokoknya sesuai dengan keterampilan
yang dimiliki dengan dukungan sumber daya yang tersedia.
d.
��Controlling
Proses untuk
mengamati secara terus menerus pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang sudah disusun dan melakukan koreksi apabila didapatkan adanya penyimpangan. Tim IGD beserta manajemen rumah sakit senantiasa melakukan evaluasi untuk menilai apakah
Spo yang saat ini berjalan memberikan
hasil sesuai harapan, baik harapan
pasien maupun petugas dan memberikan outcome
yang baik. Hal ini terlihat dari perubahan
yang dilakukan beberapa
kali sejak pandemi covid dimulai hingga saat pengamatan berlangsung.
Kesimpulan
Kesimpulan dari artikel ini
adalah Instalasi Gawat Darurat RSUT telah melakukan perubahan dalam menyikapi pelayanan rumah sakit pada masa pandemi covid-19. Perubahan yang dilakukan untuk meningkatkan keselamatan baik untuk pasien
dan petugas.
Alur pelayanan pada masa pandemi covid
di RSU Kabupaten Tangerang berupaya
menemukan sejak dini pasien Covid-19 melalui pemeriksaan yang komprehensif, untuk semua pasien yang datang ke IGD RSUT.
Secara umum triase dilakukan dari anamnesis riwayat bepergian ke daerah endemis,
riwayat kontak dan
anamnesis gejala klinis. Selain itu dilakukan
pemeriksaan swab antigen dan darah
perifer lengkap.
Tim IGD dan Manajemen rumah sakit senantiasa melakukan evaluasi dan perubahan yang dirasa perlu untuk perbaikan
pelayanan pasien di IGD.
Manfaat yang dapat diperoleh
dari penerapan skrining komprehensif:
Segi medis: terdeteksinya
lebih dini pasien Covid-19
Segi ekonomi: membebani keuangan pasien pada kondisi pasien ringan tanpa Covid -19 namun membutuhkan penanganan di IGD, serta membebani keuangan RS untuk pasien BPJS yang tentunya perlu cost effective.
BIBLIOGRAFI
Cozens, P.,
Neale, R., Whitaker, J., & Hillier, D. (2004). Tackling Crime And Fear
Of Crime Whilst Waiting At Britain�s Railway Stations. Google Scholar
Depkes,
R. I. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas. Jakarta,
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan, Departemen Kesehatan Ri. Google Scholar
Habib,
N., Li, Y., Heidenreich, M., Swiech, L., Avraham-Davidi, I., Trombetta, J. J.,
Hession, C., Zhang, F., & Regev, A. (2016). Div-Seq: Single-Nucleus Rna-Seq
Reveals Dynamics Of Rare Adult Newborn Neurons. Science, 353(6302),
925�928. Google Scholar
Hamarno,
R. (2016). Correlation On The Compliance Control With The Chronic Complication
Among Diabetes Mellitus Type 2 At The Janti Community Health Centre Malang. Jurnal
Keperawatan, 7(2). Google Scholar
Kartikawati,
N. K., Naiem, M., Hardiyanto, E. B., & Rimbawanto, A. (2013). Improvement
Of Seed Orchard Management Based On Mating System Of Cajuputi Trees. Indonesian
Journal Of Biotechnology, 18(1), 13�22. Google Scholar
Kathleen
Pichora-Fuller, M. (2008). Use Of Supportive Context By Younger And Older Adult
Listeners: Balancing Bottom-Up And Top-Down Information Processing. International
Journal Of Audiology, 47(Sup2), S72�S82. Google Scholar
Kriswibowo,
A., & Utomo, S. A. P. (2020). Ekonomi Politik Indonesia Di Tengah Pandemi
Covid-19. Penerbit Cakradewa Ilmu. Google Scholar
Maringan,
N. (2015). Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (Phk)
Secara Sepihak Oleh Perusahaan Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. Tadulako University. Google Scholar
Nemec-Loise,
J., & Martin, A. (2018). Everyday Advocacy Matters, Volume 5. Google Scholar
Ri,
K. (2020). Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19)�.
Kemenkes Ri, 0�115. Google Scholar
Samah,
N. A., Rosli, N. A. M., Manap, A. H. A., Aziz, Y. F. A., & Yusoff, M. M.
(2020). Synthesis & Characterization Of Ion Imprinted Polymer For Arsenic
Removal From Water: A Value Addition To The Groundwater Resources. Chemical
Engineering Journal, 394, 124900. Google Scholar
Singer,
A. J., Thode Jr, H. C., Viccellio, P., & Pines, J. M. (2011). The
Association Between Length Of Emergency Department Boarding And Mortality. Academic
Emergency Medicine, 18(12), 1324�1329. Google Scholar
Suryani,
E. D., & Isnaeni, Y. (2013). Pengaruh Pelatihan Kader Terhadap Kemampuan
Melakukan Pengelolaan Posyandu Di Desa Srihandono Pundong Bantul Yogyakarta.
Stikes�aisyiyah Yogyakarta. Google Scholar
Copyright holder: Tita Maulita Sawitri, Pujiyanto (2021) |
First publication right: |
This article is licensed under: ������������������������������������������������������� |