Jurnal Health Sains: p�ISSN:
2723-4339 e-ISSN:
2548-1398�����
Vol. 2, No. 8, Agustus 2021
PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP FUNGSI KOGNITIF PADA
PASIEN SKIZOFRENIA DI RSUD DR. SOESELO
Glorio
Immanuel, Prima Maharani Putri, Irma Finurina Mustikawati
Universitas
Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Jawa
Tengah, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
[email protected]
info artikel |
abstraK |
Diterima 5 Agustus 2021 Direvisi 15 Agustus 2021 Disetujui 25 Agustus 2021 |
Penelitian
ini ingin melihat hubungan dan pengaruh modal sosial terhadap fungsi kognitif pada pasien skizofrenia. Modal sosial merupakan suatu konsep yang muncul dari hasil interaksi
di dalam masyarakat dengan proses yang lama dan diyakini
sebagai salah satu komponen utama dalam menggerakkan kebersamaan, mobilitas ide, saling kepercayaan dan saling menguntungkan untuk mencapai kemajuan bersama. Interaksi yang membentuk jaringan dalam kebersamaan pada modal sosial berisi norma, nilai dan pemahaman bersama yang memfasilitasi kerjasama didalam sebuah kelompok. Modal sosial secara umum dikaitkan dengan kesehatan dan dianggap sebagai etiologi penting dalam skizofrenia dimana pada fase awal skizofrenia terdapat gejala kognitif yang signifikan sehingga sangat sulit bagi orang-orang dengan gangguan tersebut untuk bekerja, belajar atau mejalani kehidupan sosial. Metode penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang, dilaksanakan di RS dr. Soeselo
dan menggunakan instrument MMSE. Hasil penelitian terdapat hubungan antara modal sosial dan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dimana pada individu dengan modal sosial yang baik terbukti dapat menyesuaikan diri lebih baik dalam
fungsi kognitif.
Kesimpulan pada individu dengan
modal sosial yang baik dapat menyesuaikan diri dengan lebih
baik karena individu telah memiliki koping, persepsi dan penyesuaian yang lebih baik tentang
diri dan lingkungannya, individu telah memiliki kemampuan untuk menjaga komunikasi dan interaksinya di dalam kehidupan bermasyarakat. ABSTRACT This study wanted to look
at the relationship and influence of social capital on cognitive function in
schizophrenic patients. Social capital is a concept that arises from the
results of interaction in society with a long process and is believed to be
one of the main components in driving togetherness, mobility of ideas, mutual
trust and mutual benefit to achieve mutual progress. Interactions that form
networks in togetherness in social capital contain norms, values and mutual
understanding that facilitate cooperation in a group. Social capital is
generally associated with health and is considered an important etiology in
schizophrenia where in the early stages of schizophrenia there are
significant cognitive symptoms making it very difficult for people with the
disorder to work, study or work in social life. This research method uses the
design of latitude cut study, conducted in dr. hospital. soeselo
and using MMSE instruments. The results of the study found a link between
social capital and cognitive symptoms in schizophrenic patients where in
individuals with good social capital was shown to better adjust to cognitive
function. Conclusions on individuals with good social capital can adjust
better because individuals have had better coping, perception and adjustment
about themselves and their environment, individuals already have the ability
to maintain their communication and interaction in public life. |
Kata Kunci: modal sosial; skizofrenia
Keywords: social capital; skizophrenia |
Pendahuluan
World Helath Organitation telah mendefinikan kesehatan dengan tiga elemen, yaitu kesejahteraan fisik, mental dan sosial, ketiga elemen ini sangat erat hubungannya dengan kualitas hidup seorang manusia (Chae et al., 2020). Modal sosial merupakan suatu konsep yang muncul dari hasil interaksi di dalam masyarakat dengan proses yang lama dan diyakini sebagai salah satu komponen utama dalam menggerakkan kebersamaan, mobilitas ide, saling kepercayaan dan saling menguntungkan untuk mencapai kemajuan bersama. Interaksi yang membentuk jaringan dalam kebersamaan pada modal sosial berisi norma, nilai dan pemahaman bersama yang memfasilitasi kerjasama didalam sebuah kelompok (Gujar et al., 2019). Interaksi yang terjadi sesama anggota akan melahirkan modal sosial yang berupa ikatan-ikatan emosional yang menyatukan orang untuk mencapai tujuan bersama, yang kemudian menumbuhkan kepercayaan dan keamanan yang tercipta dari adanya relasi yang relatif panjang.
Dalam konteks
pembangunan manusia, modal sosial mempunyai pengaruh yang besar, beberapa dimensi pembangunan manusia sangat dipengaruhi oleh modal sosial antara lain kemampuan untuk menyelesaikan bersama kompleksitas berbagai permasalahan, mendorong perubahan yang cepat di dalam masyarakat, menumbuhkan kesadaran kolektif untuk memperbaiki kualitas hidup dan mencari peluang yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan.��
Dalam epidemiologi
sosial, dikatakan bahwa modal sosial adalah bagian dari
hal yang mempengaruhi kesehatan seseorang, hal lainnya adalah
jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, kelas sosial, status sosial, posisi dalam hirarki
sosial, seperti kondisi kerja, pendapatan absolut wilayah, distribusi pendapatan, kesenjangan pendapatan, perumahan, ketersediaan pangan, eksklusi sosial, isolasi sosial, kebijakan kesehatan tentang penyediaan pelayanan kesehatan� dan pembiayaan pelayanan kesehatan (Bhisma, 2010).
Dengan modal sosial seseorang
dapat menghadapi tantangan ataupun tuntutan dari pekerjaanya
dan juga menyesuaikan diri
di dalam usaha-usaha mencari pekerjaan (Astrid et al., 2010).
Dengan memiliki modal sosial yang baik, diharapkan setiap individu memiliki koping yang lebih baik dalam hal
persepsi, pemahaman diri, dapat mengatasi
dan menyesuaikan diri terhadap tekanan-tekanan yang ada dengan baik
termasuk tekanan dari lingkungan. Individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, bahasa, cuaca, waktu dan kebiasaan-kebiasaan baru di tempat yang baru. Kegagalan dalam hal ini
dapat menimbulkan keadaan stress, salah satunya adalah kegagalan penyesuaian dan stress yang di sebut
�culture shock� (Indrianie, 2012).
Kegagalan penyesuaian koping individu terhadap stress akan mempengaruhi baik fungsi maupun struktur
hipokampus, beberapa studi menunjukkan korelasi keduanya dan hal ini mengakibatkan
skizofrenia (Heim et al., 2004).
Skizofrenia merupakan gangguan
jiwa berat yang menimbulkan permasalahan di seluruh dunia, baik di negara maju ataupun negara berkembang. Pada pasien
dengan skizofrenia didapatkan gangguan perkembangan saraf yang kompleks
dengan gangguan fungsi kognitif sebagai fitur utama, yang dikonfirmasi oleh sejumlah penelitian
yang telah dilakukan pada pasien yang menderita skizofrenia, dimana terdapat
gejala klinis berupa gangguan fungsi sosial pada pasien sebagai
konsekuensi dari defisit neurokognitif
(Amrein et al., 2016).
Permasalahan yang ditimbulkan
bukan karena tingkat kematian yang tinggi, tetapi karena gangguan ini menimbulkan hendaya jangka panjang pada penderitanya di dalam melakukan aktifitas sehari-hari termasuk dalam bekerja. Hal ini tentu saja akan
menghambat berbagai macam bidang pekerjaan
dan juga aktifitas atau hubungan sosial di dalam masyarakat.
Pada fase awal skizofrenia,
selain gejala positif dan gejala negatif juga terdapat gejala kognitif yang signifikan sehingga sangat sulit bagi orang-orang dengan gangguan tersebut
untuk bekerja, belajar atau mejalani kehidupan
sosial. Memahami peran awal masalah
kognitif dapat membantu dokter untuk lebih akurat
dalam mendiagnosis skizofrenia episode pertama dan dapat mengatakan bahwa gangguan ini terlepas dari
gangguan neuropsikiatrik
lain yang juga memiliki masalah
kognitif. Hal ini juga dapat memungkinkan mereka untuk memberikan
pengobatan yang lebih tepat. Menggabungkan tanda-tanda peringatan kognitif skizofrenia dengan riwayat keluarga dan tanda-tanda memburuknya fungsi sehari-hari juga dapat membantu diagnosis dini.
Pasien dapat
mengalami gangguan kecepatan proses dalam belajar verbal dan memori, terutama ketika mengkodekan informasi. Dalam periode sebelum
gejala muncul dan fase akut pertama,
sangat beresiko tinggi terjadinya penurunan IQ dan kemampuan kognitif lainnya. Kombinasi gejala kognitif dan gejala lainnya dapat mendukung
di dalam menegakkan
diagnosis skizofrenia (Nauert,
2009). Sampai saat ini
belum ada terapi spesifik untuk gejala kognitif
pada skizofrenia walaupun beberapa antipsikotik atipikal dikatakan dapat memperbaikinya.
Modal sosial secara umum memiliki hubungan
dengan kesehatan, namun masih sedikit
penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui bagaimana modal sosial dapat mempengaruhi
kesehatan (Gujar et
al., 2019).
Modal sosial telah dianggap
etiologi penting dalam skizofrenia, tetapi penelitian mengenai efektivitas modal sosial masih sangat
kurang, bukti manfaat modal sosial dibandingkan kelompok kontrol masih sangat
sedikit dan diperlukan penelitian lebih lanjut terutama pada populasi tertentu (Kirkbride et
al., 2008; Ortega-Flores et al., 2020). Beberapa peneliti
mengusulkan agar penelitian
di masa depan akan berfokus pada hubungan
antara urbanisasi
dan perkembangan saraf yang timpang,
kemungkinan faktor perlindungan pedesaan
(misalnya modal sosial
dan perpecahan sosial yang rendah), urbansasi di negara berkembang, variabel budaya dan lokasi geografis, dan asosiasi antara
urbanisasi dan
gangguan lain (Kothandaraman
et al., 2010; Ortega-Flores et al., 2020).
Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui
hubungan dan pengaruh modal
sosial terhadap fungsi kognitif pada pasien skizofrenia.
Manfaat penelitian ini adalah mengetahui hubungan dan pengaruh modal sosial terhadap fungsi kognitif pada pasien skizofrenia.
Metode Penelitian
Jenis penelitian adalah studi potong-lintang
(cross-sectional study) yaitu mendeskripsikan penyakit dan paparan pada populasi pada satu titik waktu tertentu.
Lokasi penelitian dalah RS dr Soeselo dengan
waktu penelitian Desember 2020 � Juli 2021. Subyek penelitian adalah pasien skizofrenia
yang baru pertama kali di diagnosa dan berobat di RS dr. Soeselo pada bulan Desember 2020 - Mei 2021 dan memenuhi
kriteria inklusi dan ekslusi.
Kriteria Inklusi:
1)
Usia 18-55 tahun.
2)
Pasien skizofrenia yang didiagnosa skizofrenia (ditegakkan berdasarkan kriteria diagnostik PPDGJ III,
oleh psikiater).
3)
Bersedia menjadi responden.
4)
Responden didampingi keluarga.
Kriteria eksklusi:
1)
Penderita skizofrenia sesuai kriteria diagnostik PPDGJ III dengan penyakit fisik kronik yang dapat mempengaruhi penilaian skor MMSE.
2)
Subjek tidak dapat berkomunikasi sehingga tidak dapat diwawancara.
Sampel penelitian menggunakan Purposive sampling, yaitu
suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih
sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian),
sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang dikenal sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Jumlah sampel adalah pasien
skizofrenia yang memenuhi kiteria inklusi dan berobat di RSUD dr. Soeselo pada bulan Desember 2020 � Mei 2021. Pengambilan dan penentuan jumlah sampel dilakukan
dengan teknik sampel konsekutif yaitu semua sampel
yang ada dan memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah yang diperlukan terpenuhi.
Variabel penelitian.
1)
Variabel bebas (independent variable).
2)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah modal sosial.
3)
Variabel terikat (dependent variable).
4)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah skor
MMSE pada pasien skizofrenia.
Definisi operasional.
1)
Pasien skizofrenia: pasien dengan gangguan
jiwa yang ditegakkan oleh psikiater, menderita skizofrenia dan berobat rawat jalan/ rawat
inap di RS dr. Soeselo.
2)
Pendidikan umum adalah pendidikan yang mengutamakan perluasan, peningkatan ketrampilan, dan sikap warga belajar
dalam bidang tertentu.
3)
Simptom Kognitif: Gangguan verbal (kemampuan untuk menghasilkan pembicaraan spontan, inkoheren, asosiasi longgar, neologisme), gangguan serial urutan peristiwa, gangguan dalam kewaspadaan, gangguan eksekutif (atensi, konsentrasi, prioritas dan perilaku sosial).
4)
Modal sosial:� sumberdaya yang muncul dari hasil
interaksi dalam suatu komunitas, baik antar individu
maupun institusi yang melahirkan ikatan emosional berupa kepercayaan, hubungan-hubungan
timbal balik, dan jaringan-jaringan
sosial, nilai-nilai dan norma-norma yang membentuk struktur masyarakat yang berguna untuk koordinasi
dan kerjasama dalam mencapai tujuan bersama.
Parameter modal sosial terdiri atas:
a)
Kepercayaan (trust) dinilai dengan: keikutsertaan dalam kelompok yang berdasarkan rasa kepercayaan, yaitu koperasi, arisan.
b)
Norma-norma (norms) dinilai dengan: keikutsertaan dalam kelompok keagamaan.
c)
Jaringan-jaringan (networks) dinilai dengan: keikutsertaan dalam kelompok sosial.
5)
Modal sosial baik: memenuhi seluruh 3 kriteria modal sosial disertai telah menempuh pendidikan minimum Sekolah Menengah Pertama/ pernah mengikuti pendidikan/ pelatihan lain di luar sekolah.
6)
Modal sosial buruk: tidak memenuhi
kriteria modal sosial baik.
Hasil dan Pembahasan
A.
Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian
di RSUD dr Soeselo Slawi pada bulan Desember 2020 � Mei 2021. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh modal sosial terhadap fungsi kognitif pada pasien skizofrenia dengan menggunkana instrument
MMSE. Sebanyak 34 subjek
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam studi ini
1.
Deskripsi Demografi
Pasien
Pada Tabel 1 menunjukkan
sebaran demografi subjek menurut jenis kelamin, pendidikan. Jenis kelamin pasien mayoritas adalah wanita dengan jumlah
17 subjek (53,10%) dan laki-laki
sejumlah 15 subjek
(46,90%). Pendidikan pasien paling banyak adalah SD dengan 17 subjek (53,10%), SMA dengan 10 subjek (31,30%), kemudian Sarjana dengan jumlah 4 subjek (12,50%), dan SMP dengan jumlah 1 subjek (3,10%). Berdasarkan uji normalitas Saphiro-Wilk didapatkan nilai p>0,05 sehingga distribusi data jenis kelamin, pendidikan adalah normal pada demografi berdasar jenis kelamin dan pendidikan.
Tabel 1
Sebaran Demografi Subjek
No. |
Variabel |
Kategori |
Jumlah |
Persentase (%) |
p |
1 |
Jenis
Kelamin |
Laki-laki |
15 |
46,90 |
0,251 |
Perempuan |
17 |
53,10 |
|||
2 |
Pendidikan |
SD |
17 |
53,10 |
0,000 |
SMP |
1 |
3,10 |
|||
SMA |
10 |
31,30 |
|||
Sarjana |
4 |
12,50 |
2.
Deskripsi Variabel
Usia
Tabel 2 menunjukkan deskripsi variabel yang diteliti dalam penelitian. Dalam studi yang telah dilakukan, dari 32 subjek rata-rata berusia 32,06 tahun dengan usia� termuda 18 tahun dan usia tertua 54 tahun. Berdasarkan uji normalitas Saphiro-Wilk didapatkan nilai p>0,05 sehingga distribusi data usia adalah normal.
Tabel 2
Variabel usia
No. |
Kategori |
Minimal |
Maksimal |
Rata-rata (tahun) |
SD |
p |
1 |
Usia |
18 |
54 |
32,06 |
9,19 |
0,251 |
3.
Deskripsi Variabel
Modal Sosial dan Fungsi Kognitif
Tabel 3 menunjukkan jumlah sampel subjek
yang memenuhi kiteria inklusi dan berobat di� RS dr. Soeselo, didapatkan 32 pasien yang memenuhi syarat, kemudian dibagi ke dalam
dua kelompok, yaitu kelompok modal sosial baik dan kelompok modal sosial buruk, di dapatkan 14 pasien atau 43.80% mewakili kelompok modal sosial baik dan 18 pasien atau 56.,30% mewakili kelompok modal sosial buruk. Dilakukan
penilaian skor MMSE pada
masing-masing sampel untuk mengetahui fungsi kognitif.
Tabel 3
Variabel Modal Sosial dan Fungsi Kognitif
No. |
Variabel |
Kategori |
Jumlah |
Persentase (%) |
1 |
Modal Sosial |
Baik |
14 |
43,80 |
Buruk |
18 |
56,30 |
||
2 |
Fungsi Kognitif |
Normal |
15 |
46,90 |
Tidak Normal |
17 |
53,10 |
Berdasarkan tabel 4 didapatkan nilai Skor MMSE seluruh objek maksimal
adalah 27 dan minimal adalah
8, dengan nilai mean 19.19,
median 23,00 dan modus 24,00 dengan standar deviasi adalah 6,388.
Didapatkan nilai mean
skor MMSE pada objek dengan modal sosial baik (22.93) lebih tinggi dari mean skor MMSE pada objek dengan modal sosial buruk (16.28).
Tabel 4
Skor MMSE
No. |
Skor MMSE |
Maksimal |
Minimal |
Mean |
Median |
Modus |
SD |
1. |
Seluruh Objek |
27 |
8 |
19.19 |
23.00 |
24.00 |
6.388 |
2. |
Modal Sosial Baik |
27 |
13 |
22.93 |
24.00 |
24.00 |
4.160 |
3. |
Modal Sosial Buruk |
27 |
8 |
16.28 |
14.00 |
11.00 |
6.378 |
Berdasarkan tabel 5 didapakan nilai obseverd dan expected untuk cell
a, b, c, d masing-masaing adalah
11, 4,3,14 dan nilai expected masing-masing adalah 6.6, 8.4, 7.4 dan 9.6, menyatakan
bahwa table 2x2 layak untuk di uji dengan Chi-Square.
Tabel 5
Tabulasi silang antara
Modal Sosial dan Fungsi Kognitif
|
|
Modal Sosial |
Total |
||
|
|
Baik |
Buruk |
||
Fungsi Kognitif |
Normal |
Count |
11 |
4 |
15 |
� |
� |
Expected Count |
6.6 |
8.4 |
15.0 |
� |
Tidak Normal |
Count |
3 |
14 |
17 |
� |
� |
Expected Count |
7.4 |
9.6 |
17.0 |
Total |
Count |
14 |
18 |
32 |
|
� |
Expected Count |
14.0 |
18.0 |
32.0 |
Berdasarkan hasil uji
Chi-square nilai signifikasi
adalah 0,002, hal ini menyatakan ada hubungan antara
modal sosial dan fungsi kognitif.
Tabel 6
Uji Chi-square
|
Value |
df |
Asymp. Sig. (2-sided) |
Exact Sig. (2-sided) |
Exact Sig. (1-sided) |
Pearson Chi-Square |
10.041(b) |
1 |
.002 |
� |
� |
B.
Pembahasan
Sebanyak 32 orang subyek
yang sesuai dengan kriteria inklusi telah di ukur skor
MMSE nya.� Berdasarkan demografi di dapatkan 15 orang (46,90%) berjenis
kelamin laki-laki dan 17
orang (53,10%) perempuan, pendidikan
SD dengan 17 subjek
(53,10%), SMA dengan 10 subjek
(31,30%), kemudian Sarjana dengan jumlah 4 subjek (12,50%), dan SMP dengan jumlah 1 subjek (3,10%). Sebanyak 14 (43,80%) subyek memiliki modal sosial baik dan 18 (56,30%) subyek dengan modal sosial buruk, didapatkan 15 (46,90%) subyek dengan fungsi
kognitif normal dan 17 (53,10%) subyek
dengan fungsi kognitif tidak normal.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan SPSS versi 17.0, dimana pada uji normalitas data didapatkan hasil karakteristik sebaran data berdasarkan usia adalah normal, maka dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian
berasal dari sampel yang setara. Berdasarkan hasil uji Chi-square nilai signifikasi adalah 0,002, hal ini menyatakan ada hubungan antara
modal sosial dan fungsi kognitif.
Pada pasien skizofrenia
dengan modal sosial yang baik memiliki rata-rata nilai fungsi kognitif
yang lebih baik dibandingkan dengan pasien skizofrenia yang memiliki modal sosial yang buruk, hal ini
menunjukkan pasien dengan modal sosial yang baik dapat menyesuaikan
diri lebih baik dalam fungsi
kognitif, dengan modal sosial individu telah berlatih dan terbiasa untuk berpartisipasi dan� mencari jalan bagi
keterlibatannya dalam anggota kelompok dan dalam suatu kegiatan
masyarakat, dan juga memiliki
kemampuan penyesuaian diri yang lebih baik.
Kesimpulan
Dari penelitian ini di dapatkan bahwa terdapat hubungan antara modal sosial dan fungsi kognitif pada pasien skizofrenia dan didapatkan bahwa pada pasien skizofrenia dengan modal sosial baik memiliki fungsi
kognitif yang lebih baik daripada pasien
skizofrenia dengan modal sosial yang buruk. Pasien skizofrenia dengan modal sosial yang baik dapat menyesuaikan
diri dengan lebih baik karena
individu telah memiliki koping (Astrid et al., 2010),
persepsi dan penyesuaian
yang lebih baik tentang diri dan lingkungannya (Moher et al., 2009),
individu telah memiliki kemampuan untuk menjaga komunikasi
dan interaksinya di dalam kehidupan bermasyarakat. Modal sosial yang baik dapat menghasilkan koping yang lebih baik dalam hal
persepsi, pemahaman diri dan juga meningkatkan kesehatan mental pada penderita skizofrenia. Hal ini membuktikan juga bahwa modal sosial dapat mempengaruhi
kesehatan seseorang (Bhisma, 2010).
BIBLIOGRAFI
Amrein, R.,
Levitan, M., Freire, R. C. R., & Nardi, A. E. (2016). Benzodiazepines In
Panic Disorder. In Panic Disorder (Pp. 237�253). Springer. Google Scholar
Astrid,
M., Kr�mer, N. C., & Gratch, J. (2010). How Our Personality Shapes Our
Interactions With Virtual Characters-Implications For Research And Development.
International Conference On Intelligent Virtual Agents, 208�221. Google Scholar
Bhisma,
M. (2010). Desain Dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif Dan
Kualitatif Di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Google Scholar
Chae,
S., Choi, S., Kim, N., Sung, J., & Cho, J. (2020). Integration Of Graphite
And Silicon Anodes For The Commercialization Of High‐Energy Lithium‐Ion Batteries. Angewandte Chemie
International Edition, 59(1), 110�135. Google Scholar
Gujar,
H., Weisenberger, D. J., & Liang, G. (2019). The Roles Of Human Dna
Methyltransferases And Their Isoforms In Shaping The Epigenome. Genes, 10(2),
172. Google Scholar
Heim,
C., Plotsky, P. M., & Nemeroff, C. B. (2004). Importance Of Studying The
Contributions Of Early Adverse Experience To Neurobiological Findings In
Depression. Neuropsychopharmacology, 29(4), 641�648. Google Scholar
Indrianie,
E. (2012). Culture Adjustment Training Untuk Mengatasi Culture Shock Pada
Mahasiswa Baru Yang Berasal Dari Luar Jawa Barat. Jurnal Insan, 14,
150�151. Google Scholar
Kirkbride,
J. B., Boydell, J., Ploubidis, G. B., Morgan, C., Dazzan, P., Mckenzie, K.,
Murray, R. M., & Jones, P. B. (2008). Testing The Association Between The
Incidence Of Schizophrenia And Social Capital In An Urban Area. Psychological
Medicine, 38(8), 1083�1094. Google Scholar
Kothandaraman,
N., Bajic, V. B., Brendan, P. N. K., Huak, C. Y., Keow, P. B., Razvi, K.,
Salto-Tellez, M., & Choolani, M. (2010). E2f5 Status Significantly Improves
Malignancy Diagnosis Of Epithelial Ovarian Cancer. Bmc Cancer, 10(1),
1�13. Google Scholar
Moher,
D., Liberati, A., Tetzlaff, J., Altman, D. G., & Group, P. (2009).
Reprint�Preferred Reporting Items For Systematic Reviews And Meta-Analyses: The
Prisma Statement. Physical Therapy, 89(9), 873�880. Google Scholar
Nauert,
C. (2009). Desiderius Erasmus. Google Scholar
Notoatmodjo,
S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta. Google Scholar
Ortega-Flores,
B., Martini, M., Solari, L., Col�s, V., Guerrero-Moreno, S., Centeno-Garcia,
E., Silva-Romo, G., & Grajales-Nishimura, M. (2020). Reply To Molina-Garza
Et Al.(2019)�Discussion Of: Ortega-Flores Et Al.(2018) Provenance Analysis Of
Oligocene Sandstone From The Cerro Pel�n Area, Southern Gulf Of Mexico.� International
Geology Review, 62(4), 421�427. Google Scholar
Copyright holder: Glorio Immanuel, Prima
Maharani Putri, Irma Finurina Mustikawati
(2021) |
First publication right: |
This article is licensed under: ������������������������������������������������������� |