Jurnal Health Sains: p�ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398�����

Vol. 2, No. 8, Agustus 2021

 

TINJAUAN PENGETAHUAN KODER MENGENAI ATURAN PENGGUNAAN ICD 10 DALAM MENENTUKAN DIAGNOSA DI RS BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG

TINJAUAN PENGETAHUAN PEREKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN MENGENAI ATURAN PENGGUNAAN ICD 10 DALAM MENENTUKAN DIAGNOSA DI RS BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG

 

Irine Nurul Ramadhiane, Irda Sari

Politeknik Piksi Ganesha Bandung Jawa Barat, Indonesia

Email[email protected], [email protected]

 

info artikel

abstraK

Diterima

5 Agustus 2021

Direvisi

15 Agustus 2021

Disetujui

25 Agustus 2021

International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems atau disingkat ICD adalah suatu sistem klasifikasi penyakit dan beragam jenis tanda-tanda, simptoma, kelainan, komplain dan penyebab eksternal dari suatu penyakit. Berdasarkan Kepmenkes 377 tahun 2007 dijelaskan mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh Perekam Medis dan Informasi Kesehatan. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengetahuan apa saja yang dibutuhkan oleh �Perekam Medis dan Informasi Kesehatan terhadap aturan-aturan yang berada pada ICD-10 dan untuk mengetahui pengetahuan apa yang dibutuhkan oleh Perekam Medis dan Informasi Kesehatan untuk menunjang keakuratan kode yang dihasilkan. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Responden dalam penelitian ini adalah Perekam Medis dan Informasi Kesehatan di RS Bhayangkara TK II Sartika Asih Bandung. Data dikumpulkan dengan metode kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SPO Pemberian Kode Penyakit dan Tindakan di RS Bhayangkara TK II Sartika Asih Bandung sudah berjalan dengan baik. Pengetahuan yang sudah dimiliki Perekam Medis dan Informasi Kesehatan yaitu mengenai cara mengkode dengan ICD-10 dan kode tindakan menggunakan ICD-9-CM, mengerti dan memahami istilah-istilah terminologi medis, mengerti dan memahami konvensi tanda baca yang berada di ICD-10. Pengetahuan yang belum dimiliki adalah pengetahuan mengenai pemeriksaan penunjang, hasil pemeriksaan laboratorium, dan terapi obat.

 

ABSTRACT

International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems or abbreviated as ICD is a disease classification system and various types of signs, symptoms, abnormalities, complaints and external causes of a disease. Based on Kepmenkes 377 of 2007 it is explained about the competencies that must be possessed by Medical Recorders and Health Information. The purpose of this research is to find out what knowledge is needed by Medical Recorders and Health Information on the rules contained in ICD-10 and to find out what knowledge is needed by Medical Recorders and Health Information to support the accuracy of the code generated. This research is a quantitative descriptive research. Respondents in this study were Medical Recorders and Health Information at Bhayangkara Hospital TK II Sartika Asih Bandung. Data was collected by questionnaire method. The results showed that the SOP for Disease and Action Codes at Bhayangkara TK II Sartika Asih Hospital in Bandung was running well. The knowledge already possessed by Medical Recorders and Health Information is about how to code with ICD-10 and action codes using ICD-9-CM, understand and understand medical terminology terms, understand and understand punctuation conventions in ICD-10. Knowledge that is not yet possessed is knowledge of supporting examinations, results of laboratory tests, and drug therapy.

Kata Kunci:

ICD; pengetahuan; perekam medis; informasi kesehatan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keywords:

ICD; knowledge; medical recorder; health information



Pendahuluan

Pengetahuan merupakan berbagai gejala yang ditemui oleh manusia melalui pengamatan akal (Junaidi et al., 2017). Pada umumnya, pengetahuan memiliki sebuah informasi yang telah diketahui atau disadari oleh seseorang dan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Sebuah informasi dan data sekedar berkemampuan untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan (Padmiatun, 2020). Inilah yang disebut potensi untuk menindaki. Pengetahuan bagi pegawai hal yg sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahan dalam pengkodean diagnosa sehingga terhambatnya klaim BPJS dalam aplikasi INA CBG�s.

International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD-10) merupakan klasifikasi yang komprehensif dan diakui secara internasional (Hatta, 2008). Coding merupakan kegiatan pengolahan berkas rekam medis untuk memberikan kode dengan huruf atau angka atau kombinasi huruf dan angka yang mewakili komponen data. Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada dalam berkas rekam medis harus di beri kode dan selanjutnya di indeks agar memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen, dan riset bidang kesehatan (Sari & Pela, 2017). Pemberian kode ini suatu kegiatan klasifikasi penyakit dan tindakan yang mengelompokan penyakit dan tindakan berdasarkan kriteria tertentu yang telah disepakati. Pemberian kode atas diagnosis klasifikasi penyakit yang berlaku dengan menggunakan ICD-10 untuk mengkode penyakit, sedangkan ICD-9-CM digunakan untuk mengkode tindakan atau diagnosa, serta komputer (online) untuk mengkode penyakit dan tindakan. Salah satu kendala kelengkapan dan ketepatan data, diantaranya dalam mencantumkan diagnosis dan pengkodeannya (Fitri, 2021). Saat ini, selain ke-14 Rumah Sakit berpartisipasi dalam sistem casemix ini sebagian Rumah Sakit di Indonesia (sekitar 65%) belum membuat diagnosis yang jelas berdasarkan ICD-10 serta belum tepat pengkodeannya. Hal ini menunjukkan bahwa data yang tersedia belum tepat sehingga akan berdampak terhadap keefektifan dan keefisien pengelolaan data dan informai pelayanan kesehatan. Kunci sukses dari penyusunan casemix ialah pada diagnosis dan kode yang dicantumkan pada berkas rekam medik belum tepat, maka dapat berdampak terhadap biaya pelayanan kesehatan dan catatan kemajuan, gambaran kronologi, analisis keadaan pasien. Hal ini menunjukkan ketidakefektifan dan ketidakefisien pengelolaan data pelayanan kesehatan pada sarana pelayanan kesehatan (Noor et al., 2014).

Berdasarkan Permenkes No. 55 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis. Perekam Medis merupakan seorang yang telah lulus pendidikan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (No, 2018). Kegiatan menjaga, memelihara dan melayani rekam medis baik secara manual maupun elektronik sampai dengan menyajikan informasi kesehatan di rumah sakit, praktik dokter klinik, asuransi kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan serta menjaga rekaman merupakan Manajemen Pelayanan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (Sandika, 2019). Perekam Medis untuk dapat melakukan pekerjaannya harus memiliki STR (Surat Tanda Registrasi) Perekam Medis. Untuk memperoleh STR Perekam Medis harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. STR Perekam Medis dikeluarkan oleh MTKI dengan masa berlaku selama 5 (lima) tahun.

Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat (Magdalena et al., 2013). Menurut (Azwar, 1996), pelayanan kesehatan yang bermutu ialah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa layanan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standart dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. Paradigma lama telah bergeser menjadi paradigma baru yang ditandai dengan pengelolaan suatu organisasi yang menerapkan pola manajemen kualitas mutu dan pelayanan yang handal dalam menghadapi persaingan dan dinamika kerja yang mengglobal, tak terkecuali pada sektor kesehatan (Herpian, 2020). Kepuasan pasien menjadi tolak ukur tingkat kualitas pelayanan kesehatan. Selain itu, kepuasan pasien merupakan satu elemen yang penting dalam mengevaluasi kualitas layanan dengan mengukur sejauh mana respon pasien setelah menerima jasa. Perbaikan kualitas jasa pelayanan kesehatan dapat dimulai dengan mengevaluasi setiap unsur-unsur yang berperan dalam membentuk kepuasan pasien (Purnamasari, 2020). Sistem kepedulian kesehatan dapat diperbaiki melalui jalur klinis, layanan, termasuk perspektif pasien seperti seberapa baik jasa pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan (Sumitro, 2018).

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis berkeinginan untuk meneliti dan membuat karya tulis ilmiah tentang Tinjauan Pegetahuan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Mengenai Aturan Penggunaan ICD 10 Dalam Menentukan Diagnosa Di RS Bhayangkara TK II Sartika Asih Bandung.

 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode deskriptif kuantitatif, yaitu sebuah metode penelitian yang menggambarkan objek dari penelitian berdasarkan data nyata atau fakta dan disajikan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah. Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Bhayangkara TK II Sartika Asih Bandung pada bulan April sampai dengan Juni 2021. Sampel dalam penelitian ini adalah 1 orang Kepala Instalasi Rekam Medis dan 19 orang Perekam Medis dan Informasi Kesehatan. Variabel bebasnya yakni ICD-10 dan Variabel terikatnya yakni menentukan diagnosa. Data dikumpulkan dengan menggunakan observasi dan kuesioner. Penulis menggunakan teknik sampel jenuh, yaitu seluruh populasi dianggap sebagai sampel.

 

Hasil dan Pembahasan

A.   Hasil Penelitian

1.    Pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional) Pemberian Kode Penyakit dan Tindakan di RS Bhayangkara TK II Sartika Asih Bandung.

Di Rumah Sakit Sartika Asih sudah memiliki SPO Pemberian Kode Penyakit dan Tindakan yang sesuai dengan aturan ICD-10 dan ICD-9-CM. Dalam penerapannya oleh koding rekam medis, seluruh koder dalam menetapkan kode penyakit dan tindakan sudah mematuhi SPO yang berlaku di RS Bhayangkara TK II Sartika Asih Bandung . Sudah sesuai dengan Permenkes No. 27 Tahun 2014 yang memaparkan tugas dan tanggung jawab seorang koder adalah melakukan kodifikasi diagnosis dan tindakan/prosedur yang ditulis oleh dokter yang merawat pasien sesuai dengan ICD-10 untuk diagnosis dan ICD-9- CM untuk tindakan atau prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien, sesuai dengan Permenkes No. 55 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis pada bagian kewajiban rekam medis, yaitu dalam melaksanakan pekerjaan, salah satu dari kewajiban tersebut adalah mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Dan sesuai dengan Keputusan Karumkit Bhayangkara TK II Sartika Asih Bandung Nomor: Kep/61/I/2017/RM Tentang Kebijakan Pelayanan Rekam Medis Rumkit Bhayangkara TK II Sartika Asih Bandung.

 


Tabel 1

Petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan di RS Bhayangkara TK II Sartika Asih Bandung

Cases

Jenis Kelamin*

Tingkat Pendidikan*

Jabatan

Valid

Missing

Total

N

Percent

N

Percent

N

Percent

20

100%

0

0,0%

20

100%

 


Berdasarkan Tabel 1, jumlah Perekam Medis dan Informasi Kesehatan di RS Bhayangkara TK II Sartika Asih Bandung sebanyak 20 orang.

 

 

 

 


Tabel 2

Latar belakang Pendidikan Petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan di RS Bhayangkara TK II Sartika Asih Bandung

Tingkat Pendidikan

Total

Jabatan

 

 

D3

S2

Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

Jenis Kelamin

Laki laki

14

1

15

 

Perempuan

5

0

5

 

 

 

 

 

 

Total

 

19

1

15

Total

Jenis kelamin

Laki laki

14

1

15

 

 

Perempuan

5

0

5

 

Total

 

19

1

20

 


Dari Tabel 2, didapatkan bahwa Perekam Medis dan Informasi Kesehatan di RS Sartika Asih Bandung memiliki 20 petugas, 19 orang berlatar belakang Diploma Rekam Medis, 1 orang berlatar belakang S2 Kesehatan.

 

Gambar 1

Diagram X1 menjelaskan hasil kuesioner yang mencakup tentang aturan-aturan ICD 10.

 

X1.1 menerangkan bahwa sebanyak 18 petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan yang memahami dan mengerti tentang �dagger dan asterisk�

X1.2 menerangkan bahwa sebanyak 17 petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan yang mampu menentukan leadterm yang sesuai dengan ICD 10

X1.3 menerangkan bahwa sebanyak 13 petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan yang bisa memahami tentang cara pemakaian exclude atau include pada ICD 10

X1.4 menerangkan bahwa sebanyak 10 petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan yang mampu memahami perbedaan dari setiap Rule MB

X1.5 menerangkan bahwa sebanyak 15 petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan yang mampu membedakan kondisi utama (main condition) dan kondisi lain (other condition)

X1.6 menerangkan bahwa sebanyak 15 petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan yang mampu memahami arti �Parentheses�

 

Gambar 2

Diagram X2 menjelaskan hasil kuesioner yang mencakup tentang indikator-indiator pengetahuan petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

 

X2.1 menerangkan bahwa sebanyak 15 petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan yang mampu mengetahui cara melakukan identifikasi terhadap pasien dan bagaimana melakukan pembelajaran yang baik sesuai dengan kebutuhan yang ada dengan efektif dan efisien di Rumah Sakit

X2.2 menerangkan bahwa sebanyak 20 petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan yang memiliki kepuasan terhadap pekerjaannya

X2.3 menerangkan bahwa sebanyak 17 petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan yang memiliki semangat dan motivasi yang sangat tinggi untuk bekerja

X2.4 menerangkan bahwa sebanyak 17 petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan yang memiliki kemampuan bekerja sama dengan oranglain�

X2.5 menerangkan bahwa sebanyak 18 petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan yang memiliki kemampuan dalam bidang Rekam Medis lebih baik

X2.6 menerangkan bahwa sebanyak 20 petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan yang selalu bertanggung jawab dengan pekerjaan yang telah diberikan oleh Kepala Instalasi Rekam Medis.

 

B.   Pembahasan


Tabel 3

Uji Hipotesis Chi Square pernyataan kuesioner X1 tentang aturan-aturan ICD

Chi Square

df

Asymp Sig

X1.1

12,800a

1

,000

X1.2

9,800a

1

,002

X1.3

1,800a

1

,180

X1.4

,000a

1

1,000

X1.5

5,000a

1

,025

X1.6

5,000a

2

,026

Total_X1

7,300b

2

,026

 


1.     Berdasarkan pernyataan ke 1 �saya telah memahami dagger dan asterisk� yang menjawab �ya� itu sebanyak 90% dan yang menjawab �tidak� sebanyak 10%

2.     Berdasarkan pernyataan ke 2 �saya bisa menentukan lead term dengan tepat sesuai dengan ICD 10� yang menjawab �ya� sebanyak 85% dan yang menjawab �tidak� sebanyak 15%

3.     Berdasarkan pernyataan ke 3 �saya telah memahami tentang cara pemakaian exclude atau include pada ICD 10� yang menjawab �ya� sebanyak 65% dan yang menjawab �tidak� 35%

4.     Berdasarkan pernyataan ke 4 �saya mampu memahami perbedaan dari setiap Rule MB� yang menjawab �ya� sebanyak 50% dan yang menjawab �tidak� sebanyak 50%

5.     Berdasarkan pernyataan ke 5 �saya bisa membedakan kondisi utama (main condition) dan kondisi lain (other condition)� yang menjawab �ya� sebanyak 75% dan yang menjawab �tidak� 25%

6.     Berdasarkan pernyataan ke 6 �saya seorang koder dan saya telah memahami arti Parentheses� yang menjawab �ya� sebanyak 75% dan yang menjawab �tidak� sebanyak 25%

 

Hasil penelitian setelah dilakukan uji Chi Square Test mendapatkan nilai p sebesar 0,026 sehingga p <0,05. Berdasarkan uji statistik dapat ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aturan-aturan ICD-10 dengan pengetahuan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

Sehingga dapat disimpulkan bahwa latar belakang pendidikan berperan dalam menunjang pengetahuan yang dibutuhkan seorang Perekam Medis dan Informasi Kesehatan untuk menghasilkan kode yang akurat, hal ini dikarenakan:

1.    Dasar ilmu yang didapatkan akan mendukung dalam mencari kode

2.    Mencocokan obat serta tindakan yang diberikan

1.          Mencocokan tulisan dokter dengan kode diagnosa yang berada di ICD-10 dan kode tindakan yang berada di ICD-9-CM.

1.           

 

 

 

 

 

3.     


 

 

 

 

Tabel 4

Uji Hipotesis Chi Square pernyataan kuesioner X2 tentang indikator-indikator pengetahuan petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

 

Chi Square

df

Asymp Sig

X2.1

5,000a

1

,025

X2.3

9,800a

1

,002

X2.4

9,800a

1

,002

X2.5

12,800a

1

,000

Total_X2

12,400b

3

,006

 


1.    Berdasarkan pernyataan ke 1 �saya mengetahui cara melakukan identifikasi pasien dan bagaimana melakukan pembelajaran yang baik sesuai dengan kebutuhan yang ada dengan efektif� yang menjawab �ya� itu sebanyak 75% dan yang menjawab �tidak� sebanyak 25%

2.    Berdasarkan pernyataan ke 2 �saya memiliki kepuasan bekerja dalam bidang ini� yang menjawab �ya� itu sebanyak 100% dan yang menjawab �tidak� sebanyak 0%

3.    Berdasarkan pernyataan ke 3 �saya memiliki semangat dan motivasi yang sangat tinggi untuk bekerja� yang menjawab �ya� itu sebanyak 85% dan yang menjawab �tidak� sebanyak 15%

4.    Berdasarkan pernyataan ke 4 �saya memiliki kemampuan bekerja sama dengan oranglain� yang menjawab �ya� sebanyak 85% dan yang menjawab �tidak� 15%

5.    Berdasarkan pernyataan ke 5 �saya memiliki kemampuan bekerja dalam bidang Rekam Medis lebih baik� yang menjawab �ya� sebanyak 90% dan yang menjawab �tidak� sebanyak 10%

6.    Berdasarkan pernyataan ke 6 �saya selalu bertanggung jawab dengan pekerjaan yang telah diberikan oleh Kepala Instalasi Rekam Medis� yang menjawab �ya� sebanyak 100% dan yang menjawab �tidak� 0%

 

Hasil penelitian setelah dilakukan uji Chi Square Test mendapatkan nilai p sebesar 0,06 sehingga p <0,05. Berdasarkan hasil uji statistik dapat ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara aturan-aturan ICD-10 dengan pengetahuan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengalaman kerja berperan dalam menunjang kompetensi yang dibutuhkan seorang koder untuk menghasilkan kode yang akurat, hal ini dikarenakan:

1.    Pengaplikasian ilmu oleh Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

2.    Perkembangan ilmu pengetahuan yang didapatkan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan menjadi beberapa poin, yaitu:

RS Bhayangkara TK II Sartika Asih Bandung sudah memiliki SPO Pemberian Kode Penyakit dan Tindakan yang sesuai dengan aturan ICD-10 dan ICD-9-CM dan dalam penerpannya oleh koder, koder rawat inap sudah bekerja sesuai dengan SPO yang berlaku.

Berdasarkan hasil kuesioner yg respondennya yakni 19 orang petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan dan 1 orang Kepala Instalasi Rekam Medis, diperoleh hasil penelitian mengenai indikator yang sudah dimiliki oleh Perekam Medis dan Informasi Kesehatan adalah pengetahuan mengenai cara menentukan kode dengan menggunakan ICD-10 dan kode tindakan yang menggunakan ICD-9-CM, mengerti dan memahami istilah-istilah terminologi medis, mengerti dan memahami konvensi tanda baca yang berada di ICD-10. Dan pengetahuan yang belum dimiliki adalah terapi obat, hasil pemeriksaan laboratorium dan mengenai pemeriksaan penunjang.

Kendala koder dalam memiliki kompetensi tersebut karena kurang dalamnya ilmu yang didapatkan ketika berkuliah, minimnya waktu di kelas saat mengenyam pendidikan, kurangnya minat dalam mendalami ilmu pengetahuan semasa kuliah, kurangnya pelatihan-pelatihan atau seminar mengenai koding, dan perkembangan penyakit baru (Gouw & Indawati, 2017).

Berdasarkan hasil pembahasan, maka didapatkan saran-saran dalam pemberian kode penyakit dan tindakan, SPO pemberian kode penyakit dan tindakan harus selalu digunakan sebagai pedoman koder. Supaya koder menguasai kompetensi yang belum dimiliki perlunya pemberian pelatihan kepada koder mengenai pemeriksaan penunjang, baik dari segi tujuan, manfaat dan hasil dari pemeriksaan itu sendiri, serta memberikan penjelasan rutin untuk koder mengenai hasil pemeriksaan laboratorium. Petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan sebaiknya lebih memperhatikan perintah-perintah yang tertulis pada ICD, supaya tidak ada lagi kode yang terlewat dan kode yang dihasilkan menjadi maksimal baik dari keakuratannya maupun kelengkapan dari kode itu sendiri. Petugas Perekam Medis dan Informasi Kesehatan sebaiknya menanyakan kepada dokter yg melakukan tindakan, agar tidak ada kode yang terlewat dan tidak terjadi kesalahan dalam pengkodean diagnosa sehingga terhambatnya klaim BPJS dalam aplikasi INA CBG�s. Perlunya keikutsertaan koder secara aktif dalam seminar atau pelatihan sangat dibutuhkan untuk menambah kemampuan koder sehingga kendala-kendala yang dihadapi oleh koder dapat ditangani.

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Azwar, A. (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan. Google Scholar

 

Fitri, S. A. (2021). Ketepatan Dan Kelengkapan Kodefikasi Penyakit Pasien Rawat Inap. Administration & Health Information Of Journal, 2(1), 230�234. Google Scholar

 

Gouw, L., & Indawati, L. (2017). Tinjauan Kompetensi Koder Dalam Penentuan Kode Penyakit Dan Tindakan Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Indonesian Of Health Information Management Journal (Inohim), 5(1), 22�29. Google Scholar

 

Hatta, G. R. (2008). Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan Di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia. Google Scholar

 

Herpian, H. (2020). Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kotapinang Berbasis Web. Jurnal Ilmiah Infotek, 4(3). Google Scholar

 

Junaidi, T., Jafar, M., & Amiruddin, A. (2017). Pengetahuan Guru Penjas Tentang Materi Permainan Bola Voli Di Sekolah (Suatu Penelitian Di Sma Negeri Se-Kabupaten Aceh Singkil). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Jasmani, Kesehatan Dan Rekreasi, 3(3). Google Scholar

 

Magdalena, M., Arto, S., & Ginting, R. (2013). Peningkatan Kualitas Pelayanan Dengan Menggunakan Metode Quality Function Deployment (Qfd) Di Rumah Sakit Xyz. Jurnal Teknik Industri Usu, 3(2), 219406. Google Scholar

 

No, P. (2018). Tahun 2013 �Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekammedis.� Republik Indonesia. Google Scholar

 

Noor, V. M. M., Ansyori, A., & Hariyanto, T. (2014). Peran Pengetahuan Dan Sikap Dokter Dalam Ketepatan Koding Diagnosis Berdasar Icd 10. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(1), 65�67. Google Scholar

 

Padmiatun, P. (2020). Pengaruh Pengetahuan Produk Asuransi Kecelakaan Diri Terhadap Minat Berasuransi (Studi Mahasiswa Jurusan Asuransi Syariah Febi Uin Sultan Maulana Hasanuddin Banten). Uin Smh Banten. Google Scholar

 

Purnamasari, W. (2020). Hubungan Kualitas Pelayanan Kesehatan Dengan Kepuasan Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Antang Kota Makassar Tahun 2020. Universitas Hasanuddin. Google Scholar

 

Sandika, T. W. (2019). Tinjauan Pelaksanaan Pemeliharaan Dokumen Rekam Medis Di Ruang Filing Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan Tahun 2018. Jurnal Ilmiah Perekam Dan Informasi Kesehatan Imelda (Jipiki), 4(1), 560�566. Google Scholar

 

Sari, T. P., & Pela, T. H. (2017). Ketidaktepatan Kode Kombinasi Hypertensi Pada Penyakit Jantung Dan Penyakit Ginjal Berdasarkan Icd 10 Di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Pekanbaru. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, 5(1), 53. Google Scholar

 

Sumitro, Y. (2018). Analisis Pengaruh Kualitas Layanan, Harga Dan Kepuasan Terhadap Loyalitas Pasien Rawat Inap Di Rs. Bhakti Rahayu Surabaya. Majalah Ekonomi, 23(1), 50�59. Google Scholar

 

 

 

 


 

Copyright holder:

Irine Nurul Ramadhiane, Irda Sari Rositoh, Gita Gloria Oktavia, Vanni Aldioni Putri (2021)

 

First publication right:

Jurnal Health Sains

 

This article is licensed under:

�������������������������������������������������������