Jurnal Health Sains: p�ISSN : 2723-4339 e-ISSN
: 2548-1398�����
Vol. 2, No. 1, Januari 2021
STUDI
LITERATUR DETERMINAN PERILAKU PENCEGAHAN PELECEHAN SEKSUAL PADA REMAJA
Hayu Ulfaningrum, Rizki Fitryasari dan Eka Misbahatul Mar�ah
Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Email: [email protected], [email protected] dan [email protected]
artikel
info |
abstract |
Tanggal diterima: 5
Februari 2021 Tanggal revisi: 15
Februari 2021 Tanggal yang diterima:
25 Februari 2021 |
Search
for journals or articles using Scopus, Sciencedirect,
and CINAHL database. The Joanna Briggs Institute (JBI) Critical Appraisal and
CRAAP test (Currency, Relevance, Authority, Accuracy and Purpose) were used in
the assessment of article quality. The inclusion and exclusion criteria in
this literature study used the PICOS framework. Inclusion criteria in this
literature study include adolescents aged 10-18 years, factors of knowledge,
attitudes, values, sexual education, family, peers and teachers using a
randomized controlled trial, cross-sectional study design, mixed-method
design, grounded-theory design, school-based survey, retrospective study,
qualitative study, quasi-experimental design with English-language articles
and published years from 2016 to 2020. The number of articles obtained based
on eligibility for inclusion and exclusion criteria was 14 articles. Factors
related to sexual harassment prevention behaviours
among adolescents in developed and developing countries are knowledge and
attitudes, provision of sexual education, role of health workers, family
factors, support from teachers, school staff and peers. Efforts to prevent
sexual harassment in adolescents have been carried out a lot, but it is necessary
to have clear involvement and direction for health workers and there is a
need for clear legal protection for perpetrators of sexual harassment so that
they are not increasingly rampant and are considered normal for the community.
ABSTRAK Pencarian jurnal
atau artikel menggunakan database Scopus, Sciencedirect,
CINAHL. The Joanna Briggs Institute (JBI) Critical Appraisal dan
CRAAP test (Currency, Relevance, Authority, Accuracy and Purpose) digunakan dalam penilaian kualitas artikel. Kriteria inklusi dan eksklusi dalam studi literatur
ini menggunakan format
PICOS framework. Kriteria inklusi
dalam studi literature ini antara lain remaja dengan usia 10 � 18 tahun, faktor pengetahuan, sikap, nilai, pendidikan seksual, keluarga, teman sebaya dan guru menggunakan desain studi randomized
controlled trial, cross-sectional study, mixed-method design, grounded-theory
design, school-based survey, retrospective study, qualitative study,
quasi-experimental design dengan artikel berbahasa inggris dan tahun terbit 2016 � 2020. Jumlah artikel yang didapatkan berdasarkan kelayakan terhadap kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 14 artikel. Hasil: Faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan pelecehan seksual pada remaja di negara maju dan berkembang yaitu pengetahuan dan sikap, pemberian pendidikan seksual, peran petugas kesehatan, faktor keluarga, dukungan guru, staff sekolah dan teman sebaya. Upaya pencegahan pelecehan seksual pada remaja telah banyak dilakukan, namun diperlukan adanya keterlibatan dan arahan yang jelas bagi petugas
kesehatan serta perlu adanya perlindungan hukum secara jelas bagi para pelaku pelecehan seksual agar tidak semakin merajalela dan dianggap hal yang biasa bagi masyarakat. |
Keywords: Prevention Behavio;, Sexual Harassment; Adolescents Kata Kunci: Perilaku Pencegahan,
Pelecehan Seksual, Remaja |
Coresponden Author:
Email: [email protected]
Artikel dengan akses terbuka dibawah
lisensi
���������������
Pendahuluan
�� Fenomena pelecehan seksual semakin meningkat
dan menjadi permasalahan yang serius di berbagai negara. Pelecehan seksual
dapat dialami oleh perempuan maupun laki-laki, tidak memandang usia, dan dapat
terjadi di sekolah, masyarakat maupun ruang publik (Yudha et al., 2020).
Pelecehan
seksual merupakan bentuk perilaku yang mengarah kepada hal-hal seksual yang
dilakukan secara sepihak dan perilaku yang tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasarannya
dan menimbulkan reaksi negatif seperti malu, marah, benci, tersinggung dan
sebagainya (Firman et al., 2018). Pelecehan
seksual yang terjadi di negara maju dan berkembang memiliki karakteristik yang
sama dan dapat diklasifikasikan menjadi pelecehan seksual bersifat visual
(misalnya tatapan penuh nafsu, tatapan mengancam korban, gerak gerik yang
bersifat seksual), pelecehan seksual verbal (misalnya siulan, gossip, gurauan
yang mengarah pada seksual dan pernyataan yang bersifat mengancam) dan
pelecehan seksual terhadap fisik (misalnya sentuhan, mencubit, menepuk,
menyenggol dengan
sengaja, meremas dan mendekatkan diri tanpa diinginkan) (Yudha et al., 2020).
Pelecehan
seksual dapat menimbulkan dampak fisik, psikologis hingga dampak sosial.
Berdasarkan penelitian World Health Organization (Organization, 2013) yang dilakukan����� di�����
berbagai����� negara menunjukkan
pelecehan seksual terjadi di sekolah, universitas dan tempat kerja yang
dilakukan� oleh� orang�
terdekat� korban seperti� teman,�
guru� maupun� pimpinan kerja (Rusyidi et al., 2019). Berdasarkan�� data��
United�� Nations Development Fund
For Women (UNIFEM), pelecehan seksual di Eropa sebanyak 55% perempuan pernah
mengalami setidaknya satu bentuk pelecehan seksual sejak berusia 15 tahun dan
21% melaporkannya dalam 12 bulan sebelumnya. Kejadian di Negara Amerika
Serikat, sebanyak 80% remaja perempuan dengan usia 12 � 16 tahun mengaku pernah
mengalami pelecehan seksual di sekolah (Women, 2014).
Badan FRA-Uni
Eropa untuk hak � hak fundamental (Shaharanee & Jamil, 2014) melaporkan bahwa
83 � 102 juta perempuan (45% - 55%) di 28 negara anggota UE mengalami pelecehan
seksual sejak usia 15 tahun. Tingkat prevalensi tertinggi ditemukan pada Negara
Denmark sebanyak 37 persen, Swedia sebanyak 32 persen , Belanda sebanyak 32
persen, Perancis sebanyak 30 persen, Belgia sebanyak 30 persen, Slovakia
sebanyak 29 persen dan Inggris Raya sebanyak 25 persen (Chester et al., 2018). Prevalensi
pelecehan seksual di Indonesia mencapai 520 kasus (Perempuan & Tahunan, 2020). Sementara itu,
menurut survei nasional di ruang publik tahun 2018 kejadian pelecehan seksual di
Indonesia pada perempuan sebesar 64 persen, laki-laki 11 persen, dan
transeksual sebanyak 69 persen (Kopetz et al., 2019).
Hal yang paling
penting dalam pencegahan pelecehan seksual adalah mengenal hak pribadi dan hak
orang lain serta memahami bahwa hak seseorang adalah hal yang harus dihormati
dan dihargai. Adanya pemahaman akan hak-hak pribadi dan orang lain, seseorang
akan dapat menjaga dan menahan diri dari tindakan pelecehan seksual terhadap
orang lain, sekaligus juga mengetahui bahwa dirinya berhak untuk bebas dari
pelecehan seksual yang dilakukan orang lain (Armendariz et al., 2020). Perilaku
pencegahan pelecehan seksual dapat dipengaruhi������ oleh
factor pengetahuan, persepsi, pemberian pendidikan seksual, keterlibatan guru
dalam proses pembelajaran di sekolah dan cara pola asuh orang tua (Mohd Hanim et al., 2014). Namun dalam
penelitian ini belum membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pelecehan
seksual pada remaja di negara berkembang dan negara maju. Oleh karena itu
peneliti tertarik untuk menyusun literature
review tentang faktor yang mempengaruhi perilaku pencegahan pelecehan
seksual pada remaja di negara maju dan berkembang.
Metode Penelitian
�� Pencarian literatur dilakukan pada bulan Mei � Juli 2020 dengan menggunakan data sekunder. Perumusan pertanyaan penelitian menggunakan PICOS (Population/Problem, interest/Intervention,
Comparison, Outcome dan Study design)
dan menggunakan kata kunci
yang disesuaikan dengan Medical Subject Heading (MeSH)
yaitu Risk
factors OR Causality AND Sexual Harassment OR Sexual abuse AND Behavior OR
attitude OR Values AND Adolescents OR Teenagers OR Peer Group AND Knowledge OR
Sex Education AND Parents AND Teacher AND Health Professionals OR Nurse, public
health practice.
Pencarian artikel didapatkan dari database Scopus, Sciencedirect,
dan CINAHL menggunakan kata kunci
yang dipilih dan dipublikasikan
5 tahun terakhir yaitu pada rentang tahun 2016 � 2020 dengan artikel berbahasa inggris, dapat diakses secara fulltext dan open
access.
Artikel yang ditemukan sebanyak 6.820, Kemudian dilakukan seleksi duplikat menggunakan mendeley sebanyak 888 artikel. Tahap berikutnya yakni melakukan screening
terhadap judul yang tidak relevan sebanyak
749 artikel, selanjutnya melakukan screening pada
abstrak yang tidak relevan sebanyak 139 artikel. Pengeliminasian dilakukan pada artikel yang tidak memenuhi kriteria inklusi dimana populasi bukan remaja sebanyak
29 artikel, intervensi yang
tidak relevan dengan perilaku pencegahan pelecehan seksual sebanyak 54 artikel, outcome yang
tidak relevan dengan perilaku pencegahan pelecehan seksual sebanyak 28 artikel dan desain studi yang tidak sesuai dengan kriteria
inklusi sebanyak 14 artikel sehingga artikel yang digunakan dalam literature review
ini sebanyak 14 artikel.
Penilaian kualitas dalam studi literature review ini menggunakan
The Joanna Briggs Institute (JBI) Critical Appraisal dan CRAAP test (Currency, Relevance, Authority, Accuracy
and Purpose)
Hasil Penelitian
�� Hasil
pencarian artikel didapatkan jenis pelecehan seksual dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku pencegahan pelecehan seksual pada remaja.
1. Jenis
Pelecehan Seksual
Jenis pelecehan
seksual yang seringkali dialami oleh remaja di negara maju��� dan berkembang memiliki karakteristik
yang sama meliputi pelecehan seksual verbal, pelecehan seksual fisik, dan
serangan seksual. Pelecehan seksual verbal seperti bahasa homofobik (misalnya,
remaja dijuluki �gay�, �homo�), komentar seksual yang tidak diinginkan,
menyebarkan rumor seksual, menampilkan atau membagikan gambar, foto, ilustrasi,
pesan atau catatan dan menulis sesuatu di dinding kamar mandi (Karmakar et al., 2020) Pelecehan
seksual fisik seperti menyentuh bagian vital (pantat, payudara alat kelamin),
menarik pakaian lepas / turun (terengah-engah) (Espelage et al., 2016). Serangan
seksual seperti dipaksa mencium atau melakukan sesuatu yang bersifat seksual (Clasen et al., 2018).
2. Pengetahuan dan Sikap
Faktor�faktor yang mempengaruhi pengetahuan dan sikap remaja di negara maju dan berkembang dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia dan lokasi tempat tinggal.
Remaja perempuan memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai
pelecehan seksual dibandingkan dengan remaja pria. Adanya
pertambahan usia dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam pencegahan pelecehan
seksual pada remaja (Wangamati et al.,
2018). Remaja yang tinggal
di perkotaan memiliki pengetahuan yang baik dalam pencegahan pelecehan seksual jika dibandingkan dengan daerah perkotaan
atau pegunungan (Achora et al., 2018). Semakin tinggi pengetahuan remaja dalam pencegahan
pelecehan seksual maka resiko terjadinya
pelecehan seksual semakin berkurang bahkan perilaku pelecehan tersebut tidak terjadi (Tran et al., 2019).
3.
Pendidikan Seksual
Pendidikan seksual penting untuk diterapkan di sekolah baik negara maju dan berkembang. Pemberian pendidikan seksual dapat meningkatkan
pengetahuan, harga diri, membangun self-efficacy dan menanamkan
serta memperkuat gender dan
norma sosial yang positif sehingga dapat mencegah perilaku pelecehan seksual (Wangamati et al., 2018). Program pendidikan seksual yang berhasil membutuhkan mekanisme formal yang
ditetapkan oleh otoritas pendidikan untuk mengawasi pelaksanaannya (Achora et al., 2018)
4.
Peran
Petugas Kesehatan
Pemberian pendidikan
kesehatan yang diberikan
oleh petugas kesehatan secara partisipatif dan melakukan pendekatan informal kepada remaja memiliki
dampak positif yang signifikan terhadap fakta tentang seks
dan seksualitas, identifikasi
masalah kesehatan seksual remaja dan mempromosikan partisipasi aktif remaja (Acharya
et al., 2017). Pendidikan kesehatan
yang dipimpin oleh petugas kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan dan praktik dalam pencegahan
dan perlindungan remaja dari pelecehan seksual (El
Guindi, 2018).
5.
Keluarga
Faktor keluarga
yang berhubungan dengan pencegahan perilaku pelecehan seksual meliputi, remaja yang tinggal bersama orang tua, faktor ekonomi,
dan keterlibatan orangtua. Remaja yang tinggal serumah dengan orangtua akan meningkatkan
bimbingan, pengawasan dan perlindungan orangtua terhadap remaja sehingga dapat mengurangi terjadinya perilaku pelecehan seksual (Nlewem
& Amodu, 2017). Karakteristik
keluarga sosio-demografis
yang kurang menguntungkan dapat mengakibatkan remaja seringkali melakukan perilaku berisiko, memiliki koping yang buruk dan gejala emosional yang membuat remaja rentan terhadap pelecehan seksual (Kaltiala-Heino
et al., 2016). Keterlibatan
orang tua dalam mengamati perkembangan seksual berperan penting dalam meminimalisir
perilaku pelecehan seksual. Adanya keterlibatan orang tua dalam kehidupan remaja dapat membuat
remaja mengambil keputusan seksualnya dengan tepat (de
Lijster et al., 2019).
6.
Dukungan Guru, Staff Sekolah dan Teman Sebaya
Bentuk pencegahan
pelecehan seksual pada remaja yaitu melakukan
penerapan sekolah berbasis interaktif. Sekolah berbasis interaktif memiliki pendekatan perilaku kognitif, berfokus pada keterampilan sosial dan kompetensi sosial (van
Lieshout et al., 2019). Penerapan
sekolah berbasis interaktif melaporkan norma sosial yang lebih positif untuk
menolak pelecehan seksual, self-efficacy yang lebih
tinggi sehubungan dengan berhasil menolak perilaku pelecehan seksual, dan berkurangnya niat untuk melakukan pelecehan seksual (de
Lijster et al., 2019).
Dukungan dari teman sebaya dapat
memberikan dukungan emosional dan sosial pada remaja. Semakin tinggi pengetahuan mengenai tindakan pencegahan pelecehan seksual yang dimiliki teman sebaya maka
akan memberikan pengaruh terhadap remaja tersebut (Clasen
et al., 2018).
Pembahasan
1. Jenis Pelecehan
Seksual
Setelah menelusuri empat
belas artikel yang direview, lebih dari 50% artikel memaparkan jenis pelecehan seksual yang dialami remaja di negara maju dan berkembang meliputi komentar dan lelucon yang mengarah pada seksualitas seseorang, menyebarkan rumor seksual, menyentuh bagian alat vital dan masturbasi di hadapan remaja. Perempuan lebih cenderung mendapatkan komentar seksual sedangkan lelaki dikaitkan pada kejantanan mereka yang dipertanyakan dan hal tersebut bersifat homofobik (Odenbring
et al., 2019). Hal tersebut
diperkuat dengan hasil penelitian (Reed,
2019), menjelaskan
bahwa prevalensi jenis pelecehan seksual yang seringkali terjadi pada remaja meliputi komentar, lelucon atau gerak
tubuh seksual sebesar 57,2 persen. Menyentuh, memegang atau menyubit bagian
tubuh secara seksual sebesar 12,6 persen dan pelaku melakukan masturbasi di hadapan remaja sebesar 3,8 persen. Lebih dari 30 persen
remaja perempuan melaporkan telah mengalami dua jenis
atau lebih pelecehan seksual selama 6 bulan terakhir dan pelaku pelecehan seksual sebagian besar adalah laki-laki yang tidak dikenal oleh korban sebesar 82,7 persen. Adanya prevalensi yang tinggi mengenai jenis pelecehan seksual yang seringkali terjadi pada remaja, membuat perlunya memberikan suatu pendidikan pencegahan pelecehan seksual yang melibatkan berbagai pihak seperti keluarga,
sekolah, teman sebaya, pemangku kepentingan umum dan pembuat kebijakan.
2. Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pencegahan Pelecehan Seksual pada Remaja di Negara Maju dan Negara Berkembang
Pelecehan seksual yang tidak
ditangani dengan segera akan mempengaruhi
kehidupan remaja selanjutnya. Faktor � faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan pelecehan seksual pada remaja di negara maju dan berkembang meliputi adanya pengetahuan dan sikap, pemberian pendidikan seksual, peran petugas kesehatan, faktor keluarga, dukungan guru, staff sekolah dan teman sebaya. Faktor
tersebut dapat dijelaskan sebagaimana berikut:
a.
Hubungan Faktor Pengetahuan
dan Sikap dengan Pencegahan Pelecehan Seksual pada Remaja
Pengetahuan
dan sikap remaja dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia dan lokasi tempat tinggal. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian
di negara berkembang yakni remaja perempuan memiliki pengetahuan yang baik mengenai pelecehan
seksual dibandingkan dengan remaja laki-laki
dikarenakan masyarakat memiliki persepsi bahwa korban pelecehan hanya terjadi pada perempuan. Dengan demikian, remaja perempuan lebih mendapat perhatian dari keluarga dan mendapatkan informasi mengenai seksualitas dari orang tua mereka (Do et
al., 2017). Adanya pertambahan usia menyebabkan pengetahuan dalam mencegah pelecehan seksual semakin meningkat. Remaja yang tinggal di perkotaan memiliki pengetahuan yang baik mengenai pelecehan seksual bila dibandingkan
dengan daerah pedesaan (Alrammah
& Ghazal, 2018). Namun, ada sedikit perbedaan
pada hasil penelitian di
negara maju ditemukan bahwa faktor pengetahuan
dan sikap remaja dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia dan etnis. Remaja perempuan
memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan
dengan remaja laki � laki terkait
dengan pelecehan seksual. Usia mempengaruhi
proses berfikir seorang remaja, semakin tua usia seseorang
maka pengetahuan yang diperoleh semakin meningkat. Remaja dengan keturunan Eropa memiliki pengetahuan lebih baik dibandingkan dengan latar belakang
etnis lain (Svensson
et al., 2019). Kelompok etnis yang berbeda dalam nilai�nilai
seksual mereka dikarenakan adanya pengaruh budaya, politik dan agama yang beragam
pada dukungan norma, peran gender dan berakibat pada seksualitas (Safdar
& Kosakowska-Berezecka, 2015).
b.
Hubungan Faktor Pendidikan Seksual dengan Pencegahan Pelecehan Seksual pada Remaja
Abdullah Nashih Ulwan mengemukakan
bahwasannya pendidikan seks merupakan suatu upaya dalam
pengajaran, penyadaran dan penerangan mengenai masalah � masalah seksual yang diberikan kepada anak sejak
ia memahami masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri
dan perkawinan (Madani,
2014). Pernyataan
tesebut diperkuat oleh pendapat Halstead dan Reiss bahwasannya
tujuan pendidikan seksual tak hanya
memberikan informasi� mengenai seksualitas saja, namun dapat menumbuhkan
sikap, perilaku positif serta refleksi
kritis mengenai pengalaman individu (Gandeswari
et al., 2020). Pendidikan seksual
akan mempengaruhi pola perilaku remaja
yang ingin mengenal dirinya yakni organ reproduksi dan kematangan pada
organ reproduksi yang dimilikinya
(Ahmad
et al., 2017). Unsur
agama juga diikutsertakan di dalamnya
sehingga memuat pendidikan akhlak dan moral yang dapat mengurangi perilaku pelecehan seksual pada remaja (Faswita
& Suarni, 2018). Hal tersebut
membuat pendidikan seks sangat penting diberikan agar remaja dapat memproteksi dirinya sendiri dari orang yang memiliki niat yang buruk kepada mereka dan dapat memberikan pemahaman mengenai tindakan yang seharusnya boleh atau tidak
boleh dilakukan (Gandeswari
et al., 2020). Pemberian
pendidikan seksual baik di negara maju dan berkembang telah diterapkan di lingkungan keluarga dan sekolah serta terbukti efektif dalam meningkatkan
perlindungan diri remaja dan pemahaman mengenai pencegahan pelecehan seksual.
c.
Hubungan Peran Petugas Kesehatan
dengan Pencegahan Pelecehan Seksual pada Remaja.
Melakukan promosi kesehatan, memberikan informasi mengenai tindakan yang harus dilakukan ketika seorang remaja dilecehkan (Gatuguta
et al., 2019). Pemberian
edukasi dilakukan melalui penyuluhan, media KIE dan
pendidikan kesehatan reproduksi dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pelecehan seksual terutama remaja.
Pendidikan
kesehatan juga dapat dilakukan menggunakan media seperti leaflet,
video, slide suara, animasi
dan sebagainya. Petugas kesehatan juga dapat bekerjasama dengan pihak sekolah dalam
meningkatkan pelayanan kesehatan sekolah melalui peningkatan ketenagaan UKS. Adanya upaya dalam meningkatkan
peran UKS������ diharapkan dapat mempermudah pembinaan dan pencegahan perilaku pelecehan seksual pada remaja dengan memberikan
edukasi menjauhi perbuatan asusila dan kriminalitas (Linati,
2016).
d.
Hubungan Faktor Keluarga
dengan Pencegahan Pelecehan Seksual pada Remaja
Peran keluarga atau orangtua
merupakan faktor yang
paling penting dari enam faktor yang berhubungan dengan pencegahan pelecehan seksual pada remaja di negara maju dan berkembang.
Penelitian yang dilakukan oleh (Ligina
et al., 2018) menyatakan
bahwa Orangtua memiliki enam peran
dalam mencegah pelecehan seksual yakni orangtua berperan sebagai pendorong agar remaja dapat percaya diri
dan melawan tindak kejahatan, orangtua sebagai pendidik dan komunikator dalam berkomunikasi dua arah mengenai pencegahan
pelecehan seksual, orangtua sebagai pengawas dan panutan seorang remaja dalam penggunaan telepon seluler dan internet yang
positif serta orangtua sebagai konselor dalam berdiskusi dengan remaja mengenai masalah maupun rahasia yang dimiliki oleh remaja. Orang tua yang memiliki kesadaran tinggi dan pengetahuan mengenai pelecehan seksual lebih mampu
memantau remaja tersebut dalam berinteraksi dengan lingkungan, dapat melindungi dari situasi yang berpotensi terjadinya pelecehan serta lebih mampu
mengidentifikasi pelecehan secara tepat waktu,
menanggapi pengungkapan secara tepat dan mengambil tindakan pencegahan dengan segera (Chen
et al., 2019).
e.
Hubungan Dukungan Guru, Staff Sekolah dan Teman Sebaya dengan Pencegahan
Pelecehan Seksual pada Remaja
Berdasarkan
hasil penelitian (Melgosa
et al., 2020) Guru dan staff sekolah
berperan penting dalam pencegahan dan identifikasi pelecehan seksual karena siswa banyak menghabiskan
waktu di sekolah sehingga berpengaruh cukup kuat dalam
perkembangan masa remaja.
Guru
dan staff sekolah menjadi elemen sekolah yang dekat dengan siswa.
Dukungan guru dapat memberikan suatu dukungan emosional seperti rasa empati, penghargaan, perhatian, kepedulian, pengarahan, bimbingan dan pengajaran langsung yang dirasakan oleh siswa (Prihastyanti
& Sawitri, 2018). Guru dan staff sekolah
berpengaruh dalam membentuk sikap dan perilaku remaja, menggarisbawahi pentingnya tindakan pengamat guru yang efektif dalam pencegahan
pelecehan seksual di kalangan remaja (Edwards, Rodenhizer, & Eckstein, 2020).
Berdasarkan
penelitian (Mardiah
et al., 2017) dukungan teman sebaya memiliki
pengaruh yang besar dalam menurunkan perilaku pelecehan seksual pada remaja. Remaja yang memiliki pergaulan dengan teman sebaya yang mencontohkan sikap positif, memiliki perilaku yang sehat, membangun pengetahuan kesehatan seksual, mengkomunikasikan strategi pencegahan
dan pengurangan resiko terhadap pelecehan seksual akan berdampak
pada pengetahuan dan perilaku
remaja tersebut (Layzer
et al., 2017)
Kesimpulan
Hasil studi
literatur ini menunjukkan jenis pelecehan seksual yang seringkali terjadi pada remaja di negara maju dan berkembang seperti komentar dan lelucon yang mengarah pada seksualitas seseorang, menyebarkan rumor seksual, menyentuh bagian alat vital dan masturbasi di hadapan remaja. Sedangkan faktor yang berhubungan dengan pencegahan pelecehan seksual pada remaja meliputi pengetahuan dan sikap, pendidikan seksual, faktor keluarga, dukungan guru, staff sekolah dan teman sebaya. Faktor
pengetahuan dan sikap menjadi aspek yang sangat penting terlepas dari faktor internal yang mempengaruhi perilaku remaja. Faktor keluarga menjadi aspek yang sangat penting terlepas dari faktor
eksternal yang memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap remaja. Upaya pencegahan pelecehan seksual pada remaja telah banyak
dilakukan, namun diperlukan adanya keterlibatan dan arahan yang jelas bagi petugas
kesehatan serta perlu adanya perlindungan
hukum secara jelas bagi para pelaku pelecehan seksual agar tidak semakin merajalela dan dianggap hal yang biasa bagi masyarakat.
BIBLIOGRAFI
Acharya,
D., Thomas, M., & Cann, R. (2017). Evaluating School-Based Sexual Health
Education Programme In Nepal: An Outcome From A Randomised Controlled Trial. International
Journal Of Educational Research, 82, 147�158.
Achora, S.,
Thupayagale-Tshweneagae, G., Akpor, O. A., & Mashalla, Y. J. S. (2018).
Perceptions Of Adolescents And Teachers On School-Based Sexuality Education In
Rural Primary Schools In Uganda. Sexual & Reproductive Healthcare, 17,
12�18.
Ahmad, S.,
Lavin, A., Purdy, S., & Agha, Z. (2017). Unsupervised Real-Time Anomaly
Detection For Streaming Data. Neurocomputing, 262, 134�147.
Alrammah,
H., & Ghazal, S. (2018). Significant Left Ventricular Outflow Tract Obstruction
Secondary To Systolic Anterior Motion In A Patient Without Hypertrophic
Cardiomyopathy: An Echocardiographic Study. Journal Of The Saudi Heart
Association, 30(4), 336�339.
Armendariz,
C. S., Purver, M., Pollak, S., Ljube�ić, N., Ulčar, M., Vulić,
I., & Pilehvar, M. T. (2020). Semeval-2020 Task 3: Graded Word Similarity
In Context. Proceedings Of The Fourteenth Workshop On Semantic Evaluation,
36�49.
Chen, Y.,
Chen, X.-Y., Du, H.-T., Zhang, X., Ma, Y.-M., Chen, J.-C., Ye, J.-W., Jiang,
X.-R., & Chen, G.-Q. (2019). Chromosome Engineering Of The Tca Cycle In
Halomonas Bluephagenesis For Production Of Copolymers Of 3-Hydroxybutyrate And
3-Hydroxyvalerate (Phbv). Metabolic Engineering, 54, 69�82.
Chester,
B., Stanely, W. G., & Geetha, T. (2018). Quick Guide To Type 2 Diabetes
Self-Management Education: Creating An Interdisciplinary Diabetes Management
Team. Diabetes, Metabolic Syndrome And Obesity: Targets And Therapy, 11,
641.
Clasen, L.
E., Blauert, A. B., & Madsen, S. A. (2018). �What Will My Friends Think?�
Social Consequences For Danish Victims Of Sexual Assaults In Peer Groups. Journal
Of Child Sexual Abuse, 27(3), 217�236.
De Lijster,
G. P. A., Kok, G., & Kocken, P. L. (2019). Preventing Adolescent Sexual
Harassment: Evaluating The Planning Process In Two School-Based Interventions
Using The Intervention Mapping Framework. Bmc Public Health, 19(1),
1�12.
Do, L. A.
T., Boonmongkon, P., Paek, S. C., & Guadamuz, T. E. (2017). �Hu Hong�(Bad
Thing): Parental Perceptions Of Teenagers� Sexuality In Urban Vietnam. Bmc
Public Health, 17(1), 1�11.
El Guindi,
F. (2018). Properties Of Kinship Structure: Transformational Dynamics Of Suckling,
Adoption And Incest. And Extension In Kinship, 177.
Espelage,
D. L., Hong, J. S., Rinehart, S., & Doshi, N. (2016). Understanding Types,
Locations, & Perpetrators Of Peer-To-Peer Sexual Harassment In Us Middle
Schools: A Focus On Sex, Racial, And Grade Differences. Children And Youth
Services Review, 71, 174�183.
Faswita,
W., & Suarni, L. (2018). Hubungan Pendidikan Seks Dengan Perilaku Seksual
Pada Remaja Putri Di Sma Negeri 4 Binjai Tahun 2017. Jumantik (Jurnal Ilmiah
Penelitian Kesehatan), 3(2), 28�45.
Firman, F.,
Karneli, Y., & Hariko, R. (2018). Improving Students� Moral Logical
Thinking And Preventing Violent Acts Through Group Counseling In Senior High
Schools. Advanced Science Letters, 24(1), 24�26.
Gandeswari,
K., Husodo, B. T., & Shaluhiyah, Z. (2020). Faktor�Faktor Yang Mempengaruhi
Perilaku Orangtua Dalam Memberikan Pendidikan Seks Usia Dini Pada Anak Pra
Sekolah Di Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal), 8(3),
298�305.
Gatuguta,
A., Colombini, M., Seeley, J., Soremekun, S., & Devries, K. (2019).
Supporting Children And Adolescents Who Have Experienced Sexual Abuse To Access
Services: Community Health Workers� Experiences In Kenya. Child Abuse &
Neglect, 104244.
Kaltiala-Heino,
R., Fr�jd, S., & Marttunen, M. (2016). Sexual Harassment Victimization In
Adolescence: Associations With Family Background. Child Abuse & Neglect,
56, 11�19.
Karmakar,
N., Arora, S., & Franky, S. (2020). Effectiveness Of Assertiveness
Training Programme On Knowledge And Attitude Of Adolescent Girls Regarding
Prevention Of Sexual Abuse.
Kopetz, S.,
Grothey, A., Yaeger, R., Van Cutsem, E., Desai, J., Yoshino, T., Wasan, H.,
Ciardiello, F., Loupakis, F., & Hong, Y. S. (2019). Encorafenib,
Binimetinib, And Cetuximab In Braf V600e�Mutated Colorectal Cancer. New
England Journal Of Medicine, 381(17), 1632�1643.
Layzer, C.,
Rosapep, L., & Barr, S. (2017). Student Voices: Perspectives On Peer‐To‐Peer Sexual
Health Education. Journal Of School Health, 87(7), 513�523.
Ligina, N.
L., Mardhiyah, A., & Nurhidayah, I. (2018). Peran Orang Tua Dalam
Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak Sekolah Dasar Di Kota Bandung. Ejournal
Umm, 9(2), 109�118.
Linati, P.
A. (2016). Disinfeksi Cetakan Alginat Dengan Cairan Aloe Barbadensis Mill. Menggunakan
Teknik Penyemprotan Terhadap Stabilitas Dimensional. Universitas Airlangga.
Madani, K.
(2014). Water Management In Iran: What Is Causing The Looming Crisis? Journal
Of Environmental Studies And Sciences, 4(4), 315�328.
Mardiah,
A., Satriana, D. P., & Syahriati, E. (2017). Peranan Dukungan Sosial Dalam
Mencegah Kekerasan Dalam Pacaran: Studi Korelasi Pada Remaja Di Jakarta. Jurnal
Psikologi Ulayat: Indonesian Journal Of Indigenous Psychology, 4(1),
29�42.
Melgosa,
M., Madrid, A., Alv�rez, O., Lumbreras, J., Nieto, F., Parada, E., &
Perez-Beltr�n, V. (2020). Sars-Cov-2 Infection In Spanish Children With Chronic
Kidney Pathologies. Pediatric Nephrology, 35(8), 1521�1524.
Mohd Hanim,
A. B., Chin, N. L., & Yusof, Y. A. (2014). Physico-Chemical And Flowability
Characteristics Of A New Variety Of Malaysian Sweet Potato, Vitato Flour. International
Food Research Journal, 21(5).
Nlewem, C.,
& Amodu, O. K. (2017). Family Characteristics And Structure As Determinants
Of Sexual Abuse Among Female Secondary School Students In Nigeria: A Brief
Report. Journal Of Child Sexual Abuse, 26(4), 453�464.
Odenbring,
Y., Johansson, T., Hammar�n, N., & Lunneblad, J. (2019). The Absent Victim:
Schools� Assessment Of The �Victimization Process.� Urban Education, 54(7),
1007�1028.
Organization,
W. H. (2013). Global Tuberculosis Report 2013. World Health
Organization.
Perempuan,
K., & Tahunan, C. (2020). Komnas Perempuan. In Retrieved From
Komnasperempuan. Go. Id: Https://Www. Komnasperempuan. Go. Id/Read-News-Menemukenali-Kekerasan-Dalam-Rumah-Tangga-Kdrt.
Prihastyanti,
I., & Sawitri, D. R. (2018). Hubungan Antara Dukungan Guru Dengan
Efikasi Diri Akademik Pada Siswa Sma Semesta Semarang. Undip.
Reed, T. V.
(2019). The Art Of Protest: Culture And Activism From The Civil Rights
Movement To The Present. U Of Minnesota Press.
Rusyidi,
B., Bintari, A., & Wibowo, H. (2019). Pengalaman Dan Pengetahuan Tentang
Pelecehan Seksual: Studi Awal Di Kalangan Mahasiswa Perguruan Tinggi
(Experience And Knowledge On Sexual Harassment: A Preliminary Study Among
Indonesian University Students). Share: Social Work Journal, 9(1),
75�85.
Safdar, S.,
& Kosakowska-Berezecka, N. (2015). Gender Through The Lens Of Culture. In Psychology
Of Gender Through The Lens Of Culture (Pp. 1�14). Springer.
Shaharanee,
I. N. M., & Jamil, J. (2014). Evaluation And Optimization Of Frequent
Association Rule Based Classification. Asia-Pacific J. Inf. Technol.
Multimed, 3(1), 1�13.
Svensson,
J., Baer, N., & Silva, T. (2019). Adolescents� Level Of Knowledge Of And
Supportive Attitudes To Sexual Crime In The Swedish Context. Journal Of
Sexual Aggression, 25(2), 75�89.
Tran, L.
S., Pham, H.-A. T., Tran, V.-U., Tran, T.-T., Dang, A.-T. H., Le, D.-T.,
Nguyen, S.-L., Nguyen, N.-V., Nguyen, T.-V., & Vo, B. T. (2019). Ultra-Deep
Massively Parallel Sequencing With Unique Molecular Identifier Tagging Achieves
Comparable Performance To Droplet Digital Pcr For Detection And Quantification Of
Circulating Tumor Dna From Lung Cancer Patients. Plos One, 14(12),
E0226193.
Van
Lieshout, S., Mevissen, F. E. F., Van Breukelen, G., Jonker, M., & Ruiter,
R. A. C. (2019). Make A Move: A Comprehensive Effect Evaluation Of A Sexual
Harassment Prevention Program In Dutch Residential Youth Care. Journal Of
Interpersonal Violence, 34(9), 1772�1800.
Wangamati,
C. K., Sundby, J., & Prince, R. J. (2018). Communities� Perceptions Of
Factors Contributing To Child Sexual Abuse Vulnerability In Kenya: A
Qualitative Study. Culture, Health & Sexuality, 20(12),
1394�1408.
Women, U.
N. (2014). Women And Poverty. Author. Retrieved From Http://Beijing20.
Unwomen. Org/En/Infographic/Poverty.
Yudha, D.
S., Trijoko, T., Eprilurahman, R., Nugraha, R., Suranto, R. D. P., Abida, F.
U., Tobing, V. F., Fathiya, R. F., & Nopitasari, S. (2020). Keanekaragaman
Jenis Ikan Di Sepanjang Sungai Opak Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
Indonesia. Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati, 5(2), 81�91.