Jurnal
Health Sains: p�ISSN : 2723-4339 e-ISSN : 2548-1398�����
Vol. 2, No. 2, Februari 2021
INTERVENSI
COGNTIVE BEHAVIORAL THERAPY PADA
PASIEN DENGAN GANGGUAN KEPRIBADIAN MENGHINDAR (AVOIDANT)
Lenny Utama
Afriyenti
Universitas Bhayangkara
Jakarta Raya
Email: [email protected]
artikel
info |
abstract |
Tanggal diterima: 5 Februari 2021 Tanggal revisi: 15 Februari 2021 Tanggal yang diterima: 25 Februari 2021 |
Avoidant personality disorder is a form of personality disorder. This
study aims to determine the description of individuals with avoidant
personality disorders and to see the effectiveness of Cognitive Behavioral
Therapy (CBT) interventions as a form of therapy used. From the results of
the intervention, it was found that a change in the mind of the patient who
experienced cognitive distortion, where the patient realized that there were
negative thoughts about himself that influenced his core belief, the patient
became more rational, and got used to using alternative responses to
irrational thoughts. Before the intervention was given the patient's anxiety
score was at a high level with a score of 36.After the CBT intervention was
given, the anxiety scale was moderate at a score of 22. ABSTRAK Gangguan
kepribadian menghindar
adalah salah satu bentuk dari gangguan kepribadian. Penelitian kali ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran dari individu dengan gangguan kepribadian
menghindar serta melihat efektifitas dari intervensi Cognitive Behavioral
Therapy (CBT) pada pasien yang mengalami gangguan menghindar tersebut. Dari
hasil intervensi didapat perubahan pada pikiran pasien yang mengalami
distorsi kognitif, dimana pasien menyadari adanya pikiran-pikiran negative
mengenai dirinya yang mempengaruhi core belief, pasien akhirnya menjadi
lebih rasional, dan membiasakan diri untuk menggunakan alternative respon
atas pikiran irasional yang muncul. Sebelum intervensi diberikan skor
kecemasan pasien berada pada level tinggi dengan skor 36. Setelah intervensi CBT
diberikan, skala kecemasan menjadi sedang berada pada skor 22. |
Keywords: cognitive
behavioral therapy; avoidant personality disorder Kata Kunci: cognitive
behavioral therapy; gangguan kepribadian menghindar |
Coresponden Author:
Email: [email protected]
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan��
Memilih ide
pada jurnal yang ditulis ini berangkat dari kasus patologis yang sering
dihadapi penulis dalam melakukan praktik psikologi. Setiap individu memiliki
keunikan. Kesan serta tindakan individu bukanlah suatu ending dari situasi yang saat ini dialami, namun merupakan suatu
kumpulan dari berbagai perangai dan kondisi yang terdapat pada lingkungannya. (Roan,
2013) sehingga dengan proses dan kombinasi
tersebut membentuk manusia menjadi hari ini. Apabila diperhatikan, individu
cenderung memiliki sebuah kebiasaan atau pola yang hampir mirip dalam
berinteraksi khususnya menyikapi sebuah problema. Metode penyelesaian yang
terpola tersebut ditenggarai sebagai sebuah ciri ataupun tanda untuk mengenal
seseorang. Hal ini dapat dikenal sebagai kepribadian (Psikiatri,
2013).
Salah
satu bentuk psikopatologis yang dialami oleh individu adalah gangguan
kepribadian. Jenis gangguan kepribadian tersebut memiliki ragam bentuk dan
ciri, gangguan yang sering ditemui adalah individu dengan gangguan kepribadian
menghindar (avoidant). Gangguan
kepribadian menghindar merupakan bagian dari personality disorder yang terdapat pada cluster C, dimana kelompok
pada cluster ini terdapat beberapa gangguan, diantaranya adalah gangguan
kepribadian dependen, obsesive kompulsif dan gangguan kepribadian menghindar.
Cluster ini merupakan kelompok pencemas/ yang mengalami ketakutan
(Dziegielewski, 2015). Ciri mencolok dari gangguan kepribadian menghindar yakni
ditandai oleh kepekaan yang berlebihan terhadap sebuah penolakan, takut
dipermalukan atas sebuah penghinaan. Ada penarikan diri secara sosial meskipun
memiliki kebutuhan untuk mendapat simpati dan afeksi, harga diri sangat rendah,
tidak menghargai karyanya sendiri, amat sadar akan kekurangan diri. Individu
dengan gangguan jenis ini sangat meyakini bahwa orang lain pasti akan berespon
seperti apa yang ia yakini, dimana sifatnya lebih kepada hal yang tidak
menguntungkannya. Lebih lanjut pedoman kepribadian ini dapat dilihat dengan symptom berikut seperti: perasaan tegang
dan takut yang menetap dan pervasive;
merasa dirinya tidak mampu, kurang menarik bahkan merasa ia lebih rendah
dibandingkan orang lain; adanya preokupasi secara berlebihan pada penolakan
serta kritik apabila berada dalam situasi social;
malu untuk terlibat pada hubungan dengan orang lain kecuali ada perasaan yakin
bahwa ia akan diterima oleh orang atau kelompok tersebut. Adanya batasan dalam life style karena kurang nyaman secara
fisik; menghindari aktifitas social
ataupun pekerjaan yang banyak melibatkan kontak interpersonal karena ketakutan
akan dikritik oleh orang tersebut, takut tidak didukung atau bahkan ditolak.
Diagnosis tegak jika memenuhi 4 kriteria atau lebih (Association,
2013). Nevid, et.al (2005) menyebutkan
bahwa ciri dari gangguan kepribadian menghindar ini berbeda dengan
karakteristik schizoid, dimana individu dengan jenis gangguan menghindar akan
menarik diri secara social, mereka menghindari untuk membangun minat dan
perasaan akan kehangatan pada orang lain. Ketakutan yang besar akan penolakan
dapat menghalangi mereka memenuhi kebutuhan pada penerimaan dan afeksi. Jika
berada pada situasi social, individu ini lebih memilih untuk menghindari
bercakap-cakap dengan orang lain. Mereka takut dipermalukan, ada pikiran bahwa
orang lain akan melihat mereka menangis, ataupun terlihat gugup.
Pada
individu yang mengalami gangguan jenis ini terdapat disfungsi pada pelbagai
aspek kehidupan seperti pekerjaan, fungsi sosial dan hubungan keluarga. Selain
itu dapat pula berkaitan dengan masalah keluarga, tindakan kriminal,
penyalahgunaan zat serta problem pemeliharaan anak. Adapula yang menyebutkan
bahwa gangguan kepribadian ini juga terkait dengan gangguan lain seperti
depresi dan kecemasan (Psikiatri,
2013).
Kemudian
bagaimana gangguan kepribadian menjadi sebuah patologis adalah hal yang perlu
ditangani secara serius. Biasanya dalam melakukan diagnosa dan penanganan kasus
gangguan kepribadian di Indonesia menggunakan model medis. Menurut (Cicchetti
& Cohen, 2006), penanganan yang hanya memfokuskan
kepada gejala saja tanpa memperhatikan individual
deferences bisa membuat penanganan permasalahan ini menjadi kurang efektif
sehingga dibutuhkan penanganan psikologis yang memperhatikan unsur individual.
Maka dibutuhkan teknik lain untuk membantu menanganinya seperti psikoterapi.
Ada
berbagai bentuk psikoterapi, untuk kasus yang ditangani, penulis menggunakan
intervensi terapi CBT (cognitive
behavioral therapy). Banyak studi yang menunjukkan bahwa CBT sangat efektif
dalam membantu menangani berbagai macam gangguan psikologis, termasuk gangguan
cemas, suasana perasaan, gangguan makan dan lain-lain (Pomerantz, 2013). CBT
merupakan kombinasi dua jenis psikoterapi yang efektif, yakni menggabungkan
terapi kognitif dan terapi tingkah laku. Pendekatan kognitif terkait dengan
proses belajar berpikir namun melalui cara yang berbeda. Ini mengajarkan
bagaimana seseorang mampu mengenali bagaimana pola berpikir tertentu dapat memberikan
gambaran yang salah mengenai kejadian di dalam hidup, sehingga dapat menjadi
penyebab seseorang tersebut salah dalam pemaknaan pada sebuah situasi, yang
membuat seseorang menjadi cemas, menarik diri, sedih bahkan marah (Saraswati,
2011). Asesmen CBT pada gangguan kepribadian menghindar menekankan pada
perilaku individu dan hubungan interpersonal. Sedangkan asesmen secara kognitif
pada gangguan jenis ini ditekankan khususnya pada pandangan mereka terhadap
diri sendiri dan orang lain. Pandangan negative pada diri mereka sendiri adalah
perasaan ketidakmampuan pada situasi sosial seperti sekolah, pekerjaan dan
lain-lain. Pandangan negatif pada orang lain seperti adanya ketakutan akan
kritik, merasa direndahkan atau ada penilaian buruk terhadap mereka (Sperry
& Sperry, 2016). Hal tersebut tampak sesuai dengan ciri yang muncul pada
gangguan kepribadian menghindar sehingga dengan fokus kepada hal yang muncul
akan membantu pasien menyadari pikiran-pikiran negatifnya. Perspektif kognitif
untuk menyelesaikan masalah klinis menekankan peranan berpikir dalam etiologi
dan pemeliharaan masalah-masalah. Terapi CBT berupaya memodifikasi atau
mengubah pola berpikir yang diyakini berkontribusi terhadap masalah pasien
(Wiramihardja, 2012).
Ada
beberapa prinsip dalam CBT yang perlu dipahami, prinsip pertama menekankan
bahwa CBT merupakan terapi yang didasarkan pada perkembangan individu dalam melihat
pola pikir yang muncul. Prinsip kedua menekankan bahwa CBT merupakan therapeutic alliance, artinya hubungan
antara klien dan terapis adalah hal yang penting sebelum terapi dimulai.
Prinsip ketiga menyebutkan bahwa CBT membutuhkan kolaborasi dan partipasi aktif
dari klien dan terapis. Prinsip keempat menyebutkan bahwa CBT merupakan terapi
yang fokus kepada penyelesaian masalah. Prinsip kelima, CBT memiliki fokus pada
kondisi/keadaan hari ini. Prinsip ke enam menyebutkan bahwa CBT adalah terapi
yang mengedukasi klien untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri dan
meminimalisir terjadinya relaps/kekambuhan.
Prinsip ketujuh, CBT memiliki batas waktu dalam terapi yang dilakukan. Prinsip
kedelapan menyebutkan bahwa CBT merupakan yang terstruktur dan jelas. Prinsip
kesembilan menyebutkan bahwa CBT mengajarkan kepada klien untuk
mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memperhatikan respon yang muncul pada
pikiran-pikiran/belief yang muncul.
Prinsip kesepuluh, CBT memiliki banyak variasi untuk memperbaiki mood, kognitif
dan perilaku (Judith, 2011).
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran pasien dengan
gangguan kepribadian avoidant dan
bagaimana hasil dari intervensi yang dilakukan pada satu orang subjek (pasien)
yang mengalami gangguan kepribadian menghindar.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini,
penulis menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode
single case design dimana dengan metode ini,
subjek memiliki kontrol penuh pada dirinya sendiri (N=1) desain ini digunakan untuk mempelajari
perubahan perilaku sebagai akibat dari perlakuan tertentu yang diberikan. Menurut (Burns & Riley-Tillman, 2009), (Sunanto & Nandiwardhana, 2005) desain A-B-A merupakan desain yang menyatakan perubahan dalam hasil data
dari fase awal ke fase intervensi, dimana A adalah pengukuran awal (baseline), B merupakan perlakuan (treatment) yaitu dilakukan penerapan
teknik intervensi, setelah itu A pengukuran akhir yaitu tindak lanjut (follow up) yaitu mengevaluasi kemajuan
teknik intervensi yang sudah diberikan, kemudian terdapat sifat khusus dari
perubahan yang ada serta menjawab apakah pernyataan prediksi data awal benar.
Data yang didapat berdasarkan atas
serangkaian pemeriksaan psikologis lengkap yang dilakukan kepada subjek.
Beberapa tes psikologi yang dipergunakan pada penelitian ini antara lain tes-tes
grafis seperti DAM, BAUM, WZT kemudian tes SSCT untuk melihat kepribadian dan WBIS
untuk mengukur kecerdasan. Selain itu untuk melihat tingkat kecemasan menggunakan BAI (beck anxiety inventory). Pelaksanaan
intervensi sebanyak 4 kali, sesi pertemuan masing-masing selama 90 menit.
1. Analisa Kasus
R adalah seorang gadis berusia 18 tahun, dari segi tampilan fisik ia memiliki berat badan dan tinggi badan
yang seimbang. Penampilan R selama pemeriksaan berlangsung seperti layaknya
gadis kebanyakan yakni menggunakan baju kaos dan celana jeans. Hanya saja geraknya
agak lambat, ia cenderung lambat dalam memberikan respon. Dari gestur terlihat
bahwa ia bukan orang yang antusias bertemu dengan orang yang baru dikenalnya
dan cenderung menjaga jarak.
Kehidupan R yang tidak sama dengan kebanyakan
anak lainnya membuat ia menjadi gadis yang berbeda dan cenderung bermasalah
dalam lingkungan sosialnya. Tidak adanya peran ibu dan ayah yang meninggalkannya
saat ia masih kecil membuat ia kehilangan arah dan bingung dalam pembentukan
konsep diri. R yang semasa kecilnya pernah menjadi pengamen jalanan
menjadikan� ia sebagai pribadi yang
agresif, menghindari kontak secara interpersonal dan takut. Ini sesuai dengan
diagnosis gangguan kepribadian menghindar yang ditegakkan bagi orang-orang yang
takut terhadap kemungkinan penolakan dan ketidaksetujuan dari orang lain
sehingga enggan menjalin hubungan dengan orang lain kecuali ia merasa yakin bahwa ia
akan disukai. Ini dialami oleh R yang tidak�
terlalu memiliki banyak� teman dan
kurang menyukai teman perempuan. R memiliki kecemasan yang cukup tinggi
terhadap masa lalu dan masa� depannya. Ia
merasa tidak kompeten, cenderung menganggap diri lebih rendah daripada orang
lain, enggan mencoba aktivitas� baru dan cenderung
pasif. Prevalensi gangguan kepribadian menghindar adalah 1 hingga 10 persen populasi
dunia (Fausiah
& Widury, 2005).
Permasalahan yang dialami R� cukup complicated
mengingat kehidupan yang� pernah dilaluinya
amat sulit. Dalam teori perkembangan eriksson menyebutkan bahwa masa bayi
adalah periode ketika perkembangan melibatkan penyelesaian konflik percaya
versus tidak percaya. Anak sangat bergantung kepada ibu atau orang yang
dianggap ibu. Ibu menjadi figur yang dipercaya dan diandalkan oleh anak yang
pada masa itu berada dalam ketidakberdayaan. Apabila fase ini dilalui dengan
baik, anak akan mengembangkan kepercayaan kepada diri� sendiri dan orang lain. Ia akan belajar
menerima, namun.yang terjadi pada R adalah sebaliknya. Ibu R yang pergi dan
meninggalkan R saat masih bayi membuat R mengembangkan ketakutan dan kecemasan,
ketidakpecayaan pada diri sendiri dan lingkungan. Pemahaman diri dasar toddler
berkembang menjadi representasi diri anak-anak. Ini yang tidak diajarkan kepada
R sehingga berdampak pada perkembangan emosional, moral, sosial dan gender.
2. Integrasi Hasil Tes
R memiliki
kecerdasan pada taraf mental retarded dengan full IQ = 68, original IQ = 64, verbal IQ = 61, dan performance
IQ = 84, hal ini
mengindikasikan bahwa R tampak perlu membutuhkan waktu beradaptasi. Mungkin ini
disebabkan karena R hanya sekolah sampai dengan SMP, ia kurang mampu
mengembangkan intelektualnya sebaik mungkin. R juga mengalami masalah dalam
identitas gender, tidak� adanya peran ibu
dalam kehidupan R menjadikan R pasif, sesekali berlaku agresif dan� mengalami kebingungan dalam pembentukan
konsep dirinya. Kepergian ayah yang begitu cepat saat R masih berusia anak-anak
(TK) harus memaksa R menjadi seorang pengamen jalanan. Ini membuat ia kurang
nyaman, sehingga peran ayah dirasakan tidak ada dalam pengembangan kepribadian R.
R juga
cenderung introvert, ia kurang mampu
beradaptasi dengan lingkungan secara cepat. Tidak memiliki ambisi dalam hidup
dan selfesteem (penghargaan diri)
yang rendah. R sebenarnya ingin tampil dan memiliki banyak teman dalam lingkungan sosial, namun
ia takut dan memiliki kecemasan yang cukup tinggi jika ada penolakan dari
lingkungan tersebut.
R mengalami
masalah dalam segala hal dikehidupannya. Ia tidak memiliki konsep diri� yang jelas, memiliki self esteem� yang rendah,
hubungan dengan keluarga yang bisa dikatakan nyaris tidak sempurna karena
sebagai seorang anak ia tidak mendapatkan kebahagiaan dan kenyamanan yang layak
dari orang tua, memiliki ketakutan terhadap masa lalu dan cemas dalam
menghadapi masa depan membuat R menarik diri dari lingkungannya. Ia juga lemah
dalam intelektual, tidak memiliki ambisi�
yang berarti dalam hidupnya dan cenderung membatasi diri dalam hubungan
interpersonal. Skor BAI berada pada rentang yang tinggi.
3.
Pelaksanaan Intervensi
Intervensi
dilakukan dengan beberapa sesi berdasarkan pada langkah-langkah terapi CBT,
diantaranya:
1. Menentukan
core belief dengan cognitive conceptualization diagram, mengujinya
dengan historical review and modification
of core belief.
2. Melakukan
restrukturisasi kognitif dengan metode daily
though record, mengujinya dengan advantage/disadvantage analysis.
3. Membuat
activity chart, pleasure and mastery
rating scale.
4. Terminasi.
Hasil dan Pembahasan
Intervensi yang dilakukan terhadap R
adalah bentuk intervensi cognitive
behavioral therapy dengan menggunakan metode pattern matching yakni bentuk analisa data yang digunakan dengan
membandingkan kondisi sebelum intervensi dan sesudah intervensi diberikan
kepada R, kemudian menganalisis hasil intervensi.
1.
Pattern Matching
Tabel 1
Gambaran Klinis Gangguan
Kepribadian Menghindar
Gejala
Gangguan Kepribadian Menghindar |
Teori |
Kasus |
Menghindari kegiatan kerja yang
melibatkan kontak interpersonal secara signifikan dengan alasan takut akan
kritik, ketidaksetujuan penolakan |
√ |
√ |
Tidak bersedia terlibat dengan
orang lain kecuali yakin bahwa akan diterima |
√ |
√ |
Menahan diri untuk hubungan lebih
dalam karena takut dipermalukan |
√ |
√ |
Preokupasi pada kritik atau ditolak
dalam situasi social |
√ |
√ |
Dihambat dalam situasi
interpersonal baru karena adanya perasaan tidak mampu |
√ |
√ |
Menganggap diri sebagai seseorang
yang tidak layak, merada tidak menarik, dan perasaan lebih rendah dibanding
orang lain |
√ |
√ |
Enggan mengambil resiko untuk
terlibat pada aktifitas baru karena baginya mungkin terbukti memalukan |
√ |
√ |
Berdasarkan
tabel pattern matching diatas, dapat
dijelaskan bahwa ciri yang muncul pada R sesuai dengan ciri-ciri gangguan
kepribadian menghindar. Hal ini didapatkan dari hasil wawancara dan analisa
kasus R.
Tabel 2
Data Hasil Intervensi Cognitive Behavioral Therapy
Pada �R
Ket |
Sebelum |
Intervensi |
Sesudah
|
Menentukan Core Belief |
-
Merasa
tidak dicintai -
Merasa
tidak berarti -
Takut
ditolak |
Membuat CCD dan mengujinya dengan
Historical Review and Modification of core belief (mengisi lembar kerja |
Mulai memahami bahwa perasaan yang
muncul selama ini karena ketakutan terhadap penolakan |
Menuliskan DTR |
-
Catastropizing -
Mind Reading -
Labelling |
Menulis pikiran otomatis dan
memberikan alternative respons terhadap situasi yang muncul |
Ternyata pikiran-pikiran itu
membuat aku menjadi tidak berkembang |
Membuat Activity Chart |
Tidak memiliki semangat untuk
beraktifitas |
Mengisi lembar kerja tentang
aktifitas yang disukai dan aktifitas yang sulit untuk dilakukan (skala 0-10) |
Ternyata banyak hal yang saya sukai
dan saya akan melakukannya perlahan |
Mengisi BAI |
Skor tinggi 36 |
Menjawab skala kecemasan |
Skor sedang 22 |
Secara khusus
dari data tabel 2 diatas menunjukkan bahwa terapi cognitive behavioral therapy ini dapat diterapkan untuk membantu
menanggulangi pikiran negative yang muncul dari diri pasien R, sehingga akan
dapat pula diterapkan kepada beberapa jenis gangguan kepribadian lainnya. Hal
ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Beck dan Ellis dalam (Spiegler et al., 2003) yang
mengatakan bahwa CBT dapat digunakan apabila ada pikiran yang terdistorsi,
maksud dari terapi CBT ini agar ada modifikasi terhadap pikiran tersebut untuk
menjadi lebih adaptif.
Sebelum
intervensi dilakukan, R memiliki core
belief yang negatif, dimana ada sumber pikiran yang berasal dari pengalaman
buruk dimasa kanak-kanaknya. Hal itu membuat ia merasa tidak dicintai dan
merasa tidak berarti, namun setelah diberikan intervensi ia mulai berpikir
rasional terhadap core belief yang
selama ini hadir.
Core belief tersebut juga mempengaruhi pikiran
otomatis yang sering muncul. Sebelum intervensi diberikan, ia menganggap bahwa
masa depan merupakan sebuah bencana dan penuh dengan kekahwatiran, sering melakukan
pembenaran atas pikirannya terhadap orang lain juga membuat ia memandang
negative diri orang lain yang akhirnya memunculkan kegelisahan pada pikirannya
sendiri. Pikiran otomatis lain yang muncul adalah labelling, R sering memberi label negatif pada dirinya yang membuat
ia tidak berkembang dan memilih untuk menarik diri dari lingkungan. Setelah
diberikan intervensi CBT, muncul pikiran positif. Untuk mengcounter pikiran
otomatis yang muncul tersebut penulis membuat�
pertanyaan dengan� teknik socratic question. �
Menuliskan
hal yang bisa ia lakukan juga menjadi bagian dari intervensi, sebelum
intervensi diberikan ia tidak memiliki semangat untuk memulai hari-harinya.
Setelah intervensi diberikan dengan teknik CBT, tampak mulai muncul semangat
dan motivasi dari diri R. Hasil tes BAI yang ia setelah terapi juga mengalami
penurunan dan berada pada skor sedang. yakni 22.
Kesimpulan
Pada kasus ini, gambaran diri pasien dengan gangguan
kepribadian menghindar sesuai dengan ciri yang muncul pada DSM V. Intervensi
yang dilakukan dalam beberapa kali sesi untuk pasien yang mengalami gangguan
kepribadian menghindar dianggap efektif dimana R mulai berpikir rasional dalam
menghadapi situasi sosial dan menghadapi dirinya sendiri. Muncul motivasi serta
mau belajar untuk masuk kedalam lingkungan atau kelompok kecil terlebih dahulu.
Ia mulai bisa menerima masa lalunya dan akan bersikap positif untuk masa
depannya.
Dibutuhkan beberapa sesi intervensi kembali guna menguatkan
motivasi dan semangat tersebut agar R menjadi semakin positif, mantap
menghadapi lingkungan sehingga kecemasan semakin turun.
BIBLIOGRAFI
Association, A. P.
(2013). Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders (Dsm-5�).
American Psychiatric Pub.
Burns, M., & Riley-Tillman, T. C.
(2009). Response To Intervention And Eligibility Decisions: We Need To Wait To
Succeed. Communique, 38(1), 1�10.
Cicchetti, D., & Cohen, D. J.
(2006). Developmental Psychopathology, Volume 1: Theory And Method (Vol.
1). John Wiley & Sons.
Dziegielewski, S.F.
(2015). Dsm-5 In Action. John Wiley
And Sons, Inc. Hoboken, New Jersey
Fausiah, F., & Widury, J. (2005).
Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: Universitas Indonesia.
Judith, S.B. (2011). Cognitive Behavior Therapy: Basics And
Beyond Second Edition. Guilford Press.
Nevid, J.S, Rathus, S.A, Greene, B.
(2005). Edisi Kelima Jilid 1 Psikologi Abnormal. Erlangga
Pomerantz, A.M. (2013). Clinical
Psychology Science, Practice, And Culture 3rd Edition. Sage
Publication
Psikiatri. (2013). Buku Ajar
Psikiatri Edisi Kedua.
Roan. (2013). Psikopatologi &
Fenomenologi. Jakarta : Egc
Saraswati. (2011). Perangi Bayangan
Kelam Depresi: Upaya Mengelola Depresi Dengan Cognitive Behaviour Therapy
(Cbt). Lpsp3 Ui
Sperry, L, & Sperry, J. (2016). Cognitive Behavior Therapy Of Dsm-5
Personality Disorders: Assesment, Case Conceptualization And Treatment Third
Edition. Routledge Taylor And Francis Group
Spiegler, P. A., Hurewitz, A. N.,
& Groth, M. L. (2003). Rapid
Pleurodesis For Malignant Pleural Effusions. Chest, 123(6),
1895�1898.
Sunanto, S., & Nandiwardhana, A.
(2005). Analisis Kesenjangan Dimensikualitas Layanan Berdasarkan Persepsi
Manajemen Dan Persepsi Pasien Pada Unit Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah
Dokter Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat. Jurnal Widya Manajemen Dan
Akuntansi, 5(1).
Wiramihardja, S.A. (2012). Pengantar
Psikologi Klinis (Edisi Ketiga). Pt. Refika Aditama