Jurnal Health Sains: p�ISSN : 2723-4339 e-ISSN : 2548-1398�����

Vol. 2, No. 2, Februari 2021

 

INTERVENSI COGNTIVE BEHAVIORAL THERAPY PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN KEPRIBADIAN MENGHINDAR (AVOIDANT)

 

Lenny Utama Afriyenti

Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Email: [email protected]

 

artikel info

abstract

Tanggal diterima: 5 Februari 2021

Tanggal revisi: 15 Februari 2021

Tanggal yang diterima: 25 Februari 2021

Avoidant personality disorder is a form of personality disorder. This study aims to determine the description of individuals with avoidant personality disorders and to see the effectiveness of Cognitive Behavioral Therapy (CBT) interventions as a form of therapy used. From the results of the intervention, it was found that a change in the mind of the patient who experienced cognitive distortion, where the patient realized that there were negative thoughts about himself that influenced his core belief, the patient became more rational, and got used to using alternative responses to irrational thoughts. Before the intervention was given the patient's anxiety score was at a high level with a score of 36.After the CBT intervention was given, the anxiety scale was moderate at a score of 22.

 

ABSTRAK

Gangguan kepribadian menghindar adalah salah satu bentuk dari gangguan kepribadian. Penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dari individu dengan gangguan kepribadian menghindar serta melihat efektifitas dari intervensi Cognitive Behavioral Therapy (CBT) pada pasien yang mengalami gangguan menghindar tersebut. Dari hasil intervensi didapat perubahan pada pikiran pasien yang mengalami distorsi kognitif, dimana pasien menyadari adanya pikiran-pikiran negative mengenai dirinya yang mempengaruhi core belief, pasien akhirnya menjadi lebih rasional, dan membiasakan diri untuk menggunakan alternative respon atas pikiran irasional yang muncul. Sebelum intervensi diberikan skor kecemasan pasien berada pada level tinggi dengan skor 36. Setelah intervensi CBT diberikan, skala kecemasan menjadi sedang berada pada skor 22.

Keywords:

cognitive behavioral therapy; avoidant personality disorder

 

 

 

 

 

 

 

 

Kata Kunci:

cognitive behavioral therapy; gangguan kepribadian menghindar

 

Coresponden Author:

Email: [email protected]

Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi

 

 

 

Pendahuluan��


Memilih ide pada jurnal yang ditulis ini berangkat dari kasus patologis yang sering dihadapi penulis dalam melakukan praktik psikologi. Setiap individu memiliki keunikan. Kesan serta tindakan individu bukanlah suatu ending dari situasi yang saat ini dialami, namun merupakan suatu kumpulan dari berbagai perangai dan kondisi yang terdapat pada lingkungannya. (Roan, 2013) sehingga dengan proses dan kombinasi tersebut membentuk manusia menjadi hari ini. Apabila diperhatikan, individu cenderung memiliki sebuah kebiasaan atau pola yang hampir mirip dalam berinteraksi khususnya menyikapi sebuah problema. Metode penyelesaian yang terpola tersebut ditenggarai sebagai sebuah ciri ataupun tanda untuk mengenal seseorang. Hal ini dapat dikenal sebagai kepribadian (Psikiatri, 2013).

Salah satu bentuk psikopatologis yang dialami oleh individu adalah gangguan kepribadian. Jenis gangguan kepribadian tersebut memiliki ragam bentuk dan ciri, gangguan yang sering ditemui adalah individu dengan gangguan kepribadian menghindar (avoidant). Gangguan kepribadian menghindar merupakan bagian dari personality disorder yang terdapat pada cluster C, dimana kelompok pada cluster ini terdapat beberapa gangguan, diantaranya adalah gangguan kepribadian dependen, obsesive kompulsif dan gangguan kepribadian menghindar. Cluster ini merupakan kelompok pencemas/ yang mengalami ketakutan (Dziegielewski, 2015). Ciri mencolok dari gangguan kepribadian menghindar yakni ditandai oleh kepekaan yang berlebihan terhadap sebuah penolakan, takut dipermalukan atas sebuah penghinaan. Ada penarikan diri secara sosial meskipun memiliki kebutuhan untuk mendapat simpati dan afeksi, harga diri sangat rendah, tidak menghargai karyanya sendiri, amat sadar akan kekurangan diri. Individu dengan gangguan jenis ini sangat meyakini bahwa orang lain pasti akan berespon seperti apa yang ia yakini, dimana sifatnya lebih kepada hal yang tidak menguntungkannya. Lebih lanjut pedoman kepribadian ini dapat dilihat dengan symptom berikut seperti: perasaan tegang dan takut yang menetap dan pervasive; merasa dirinya tidak mampu, kurang menarik bahkan merasa ia lebih rendah dibandingkan orang lain; adanya preokupasi secara berlebihan pada penolakan serta kritik apabila berada dalam situasi social; malu untuk terlibat pada hubungan dengan orang lain kecuali ada perasaan yakin bahwa ia akan diterima oleh orang atau kelompok tersebut. Adanya batasan dalam life style karena kurang nyaman secara fisik; menghindari aktifitas social ataupun pekerjaan yang banyak melibatkan kontak interpersonal karena ketakutan akan dikritik oleh orang tersebut, takut tidak didukung atau bahkan ditolak. Diagnosis tegak jika memenuhi 4 kriteria atau lebih (Association, 2013). Nevid, et.al (2005) menyebutkan bahwa ciri dari gangguan kepribadian menghindar ini berbeda dengan karakteristik schizoid, dimana individu dengan jenis gangguan menghindar akan menarik diri secara social, mereka menghindari untuk membangun minat dan perasaan akan kehangatan pada orang lain. Ketakutan yang besar akan penolakan dapat menghalangi mereka memenuhi kebutuhan pada penerimaan dan afeksi. Jika berada pada situasi social, individu ini lebih memilih untuk menghindari bercakap-cakap dengan orang lain. Mereka takut dipermalukan, ada pikiran bahwa orang lain akan melihat mereka menangis, ataupun terlihat gugup.

Pada individu yang mengalami gangguan jenis ini terdapat disfungsi pada pelbagai aspek kehidupan seperti pekerjaan, fungsi sosial dan hubungan keluarga. Selain itu dapat pula berkaitan dengan masalah keluarga, tindakan kriminal, penyalahgunaan zat serta problem pemeliharaan anak. Adapula yang menyebutkan bahwa gangguan kepribadian ini juga terkait dengan gangguan lain seperti depresi dan kecemasan (Psikiatri, 2013).

Kemudian bagaimana gangguan kepribadian menjadi sebuah patologis adalah hal yang perlu ditangani secara serius. Biasanya dalam melakukan diagnosa dan penanganan kasus gangguan kepribadian di Indonesia menggunakan model medis. Menurut (Cicchetti & Cohen, 2006), penanganan yang hanya memfokuskan kepada gejala saja tanpa memperhatikan individual deferences bisa membuat penanganan permasalahan ini menjadi kurang efektif sehingga dibutuhkan penanganan psikologis yang memperhatikan unsur individual. Maka dibutuhkan teknik lain untuk membantu menanganinya seperti psikoterapi.

Ada berbagai bentuk psikoterapi, untuk kasus yang ditangani, penulis menggunakan intervensi terapi CBT (cognitive behavioral therapy). Banyak studi yang menunjukkan bahwa CBT sangat efektif dalam membantu menangani berbagai macam gangguan psikologis, termasuk gangguan cemas, suasana perasaan, gangguan makan dan lain-lain (Pomerantz, 2013). CBT merupakan kombinasi dua jenis psikoterapi yang efektif, yakni menggabungkan terapi kognitif dan terapi tingkah laku. Pendekatan kognitif terkait dengan proses belajar berpikir namun melalui cara yang berbeda. Ini mengajarkan bagaimana seseorang mampu mengenali bagaimana pola berpikir tertentu dapat memberikan gambaran yang salah mengenai kejadian di dalam hidup, sehingga dapat menjadi penyebab seseorang tersebut salah dalam pemaknaan pada sebuah situasi, yang membuat seseorang menjadi cemas, menarik diri, sedih bahkan marah (Saraswati, 2011). Asesmen CBT pada gangguan kepribadian menghindar menekankan pada perilaku individu dan hubungan interpersonal. Sedangkan asesmen secara kognitif pada gangguan jenis ini ditekankan khususnya pada pandangan mereka terhadap diri sendiri dan orang lain. Pandangan negative pada diri mereka sendiri adalah perasaan ketidakmampuan pada situasi sosial seperti sekolah, pekerjaan dan lain-lain. Pandangan negatif pada orang lain seperti adanya ketakutan akan kritik, merasa direndahkan atau ada penilaian buruk terhadap mereka (Sperry & Sperry, 2016). Hal tersebut tampak sesuai dengan ciri yang muncul pada gangguan kepribadian menghindar sehingga dengan fokus kepada hal yang muncul akan membantu pasien menyadari pikiran-pikiran negatifnya. Perspektif kognitif untuk menyelesaikan masalah klinis menekankan peranan berpikir dalam etiologi dan pemeliharaan masalah-masalah. Terapi CBT berupaya memodifikasi atau mengubah pola berpikir yang diyakini berkontribusi terhadap masalah pasien (Wiramihardja, 2012).

Ada beberapa prinsip dalam CBT yang perlu dipahami, prinsip pertama menekankan bahwa CBT merupakan terapi yang didasarkan pada perkembangan individu dalam melihat pola pikir yang muncul. Prinsip kedua menekankan bahwa CBT merupakan therapeutic alliance, artinya hubungan antara klien dan terapis adalah hal yang penting sebelum terapi dimulai. Prinsip ketiga menyebutkan bahwa CBT membutuhkan kolaborasi dan partipasi aktif dari klien dan terapis. Prinsip keempat menyebutkan bahwa CBT merupakan terapi yang fokus kepada penyelesaian masalah. Prinsip kelima, CBT memiliki fokus pada kondisi/keadaan hari ini. Prinsip ke enam menyebutkan bahwa CBT adalah terapi yang mengedukasi klien untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri dan meminimalisir terjadinya relaps/kekambuhan. Prinsip ketujuh, CBT memiliki batas waktu dalam terapi yang dilakukan. Prinsip kedelapan menyebutkan bahwa CBT merupakan yang terstruktur dan jelas. Prinsip kesembilan menyebutkan bahwa CBT mengajarkan kepada klien untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memperhatikan respon yang muncul pada pikiran-pikiran/belief yang muncul. Prinsip kesepuluh, CBT memiliki banyak variasi untuk memperbaiki mood, kognitif dan perilaku (Judith, 2011).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran pasien dengan gangguan kepribadian avoidant dan bagaimana hasil dari intervensi yang dilakukan pada satu orang subjek (pasien) yang mengalami gangguan kepribadian menghindar.

 

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode single case design dimana dengan metode ini, subjek memiliki kontrol penuh pada dirinya sendiri (N=1) desain ini digunakan untuk mempelajari perubahan perilaku sebagai akibat dari perlakuan tertentu yang diberikan. Menurut (Burns & Riley-Tillman, 2009), (Sunanto & Nandiwardhana, 2005) desain A-B-A merupakan desain yang menyatakan perubahan dalam hasil data dari fase awal ke fase intervensi, dimana A adalah pengukuran awal (baseline), B merupakan perlakuan (treatment) yaitu dilakukan penerapan teknik intervensi, setelah itu A pengukuran akhir yaitu tindak lanjut (follow up) yaitu mengevaluasi kemajuan teknik intervensi yang sudah diberikan, kemudian terdapat sifat khusus dari perubahan yang ada serta menjawab apakah pernyataan prediksi data awal benar.

Data yang didapat berdasarkan atas serangkaian pemeriksaan psikologis lengkap yang dilakukan kepada subjek. Beberapa tes psikologi yang dipergunakan pada penelitian ini antara lain tes-tes grafis seperti DAM, BAUM, WZT kemudian tes SSCT untuk melihat kepribadian dan WBIS untuk mengukur kecerdasan. Selain itu untuk melihat tingkat kecemasan menggunakan BAI (beck anxiety inventory). Pelaksanaan intervensi sebanyak 4 kali, sesi pertemuan masing-masing selama 90 menit.

 

1.    Analisa Kasus

R adalah seorang gadis berusia 18 tahun, dari segi tampilan fisik ia memiliki berat badan dan tinggi badan yang seimbang. Penampilan R selama pemeriksaan berlangsung seperti layaknya gadis kebanyakan yakni menggunakan baju kaos dan celana jeans. Hanya saja geraknya agak lambat, ia cenderung lambat dalam memberikan respon. Dari gestur terlihat bahwa ia bukan orang yang antusias bertemu dengan orang yang baru dikenalnya dan cenderung menjaga jarak.

Kehidupan R yang tidak sama dengan kebanyakan anak lainnya membuat ia menjadi gadis yang berbeda dan cenderung bermasalah dalam lingkungan sosialnya. Tidak adanya peran ibu dan ayah yang meninggalkannya saat ia masih kecil membuat ia kehilangan arah dan bingung dalam pembentukan konsep diri. R yang semasa kecilnya pernah menjadi pengamen jalanan menjadikan� ia sebagai pribadi yang agresif, menghindari kontak secara interpersonal dan takut. Ini sesuai dengan diagnosis gangguan kepribadian menghindar yang ditegakkan bagi orang-orang yang takut terhadap kemungkinan penolakan dan ketidaksetujuan dari orang lain sehingga enggan menjalin hubungan dengan orang lain kecuali ia merasa yakin bahwa ia akan disukai. Ini dialami oleh R yang tidak� terlalu memiliki banyak� teman dan kurang menyukai teman perempuan. R memiliki kecemasan yang cukup tinggi terhadap masa lalu dan masa� depannya. Ia merasa tidak kompeten, cenderung menganggap diri lebih rendah daripada orang lain, enggan mencoba aktivitas� baru dan cenderung pasif. Prevalensi gangguan kepribadian menghindar adalah 1 hingga 10 persen populasi dunia (Fausiah & Widury, 2005).

Permasalahan yang dialami R� cukup complicated mengingat kehidupan yang� pernah dilaluinya amat sulit. Dalam teori perkembangan eriksson menyebutkan bahwa masa bayi adalah periode ketika perkembangan melibatkan penyelesaian konflik percaya versus tidak percaya. Anak sangat bergantung kepada ibu atau orang yang dianggap ibu. Ibu menjadi figur yang dipercaya dan diandalkan oleh anak yang pada masa itu berada dalam ketidakberdayaan. Apabila fase ini dilalui dengan baik, anak akan mengembangkan kepercayaan kepada diri� sendiri dan orang lain. Ia akan belajar menerima, namun.yang terjadi pada R adalah sebaliknya. Ibu R yang pergi dan meninggalkan R saat masih bayi membuat R mengembangkan ketakutan dan kecemasan, ketidakpecayaan pada diri sendiri dan lingkungan. Pemahaman diri dasar toddler berkembang menjadi representasi diri anak-anak. Ini yang tidak diajarkan kepada R sehingga berdampak pada perkembangan emosional, moral, sosial dan gender.

2.    Integrasi Hasil Tes

R memiliki kecerdasan pada taraf mental retarded dengan full IQ = 68, original IQ = 64, verbal IQ = 61, dan performance IQ = 84, hal ini mengindikasikan bahwa R tampak perlu membutuhkan waktu beradaptasi. Mungkin ini disebabkan karena R hanya sekolah sampai dengan SMP, ia kurang mampu mengembangkan intelektualnya sebaik mungkin. R juga mengalami masalah dalam identitas gender, tidak� adanya peran ibu dalam kehidupan R menjadikan R pasif, sesekali berlaku agresif dan� mengalami kebingungan dalam pembentukan konsep dirinya. Kepergian ayah yang begitu cepat saat R masih berusia anak-anak (TK) harus memaksa R menjadi seorang pengamen jalanan. Ini membuat ia kurang nyaman, sehingga peran ayah dirasakan tidak ada dalam pengembangan kepribadian R.

R juga cenderung introvert, ia kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan secara cepat. Tidak memiliki ambisi dalam hidup dan selfesteem (penghargaan diri) yang rendah. R sebenarnya ingin tampil dan memiliki banyak teman dalam lingkungan sosial, namun ia takut dan memiliki kecemasan yang cukup tinggi jika ada penolakan dari lingkungan tersebut.

R mengalami masalah dalam segala hal dikehidupannya. Ia tidak memiliki konsep diri� yang jelas, memiliki self esteem� yang rendah, hubungan dengan keluarga yang bisa dikatakan nyaris tidak sempurna karena sebagai seorang anak ia tidak mendapatkan kebahagiaan dan kenyamanan yang layak dari orang tua, memiliki ketakutan terhadap masa lalu dan cemas dalam menghadapi masa depan membuat R menarik diri dari lingkungannya. Ia juga lemah dalam intelektual, tidak memiliki ambisi� yang berarti dalam hidupnya dan cenderung membatasi diri dalam hubungan interpersonal. Skor BAI berada pada rentang yang tinggi.

3.    Pelaksanaan Intervensi

Intervensi dilakukan dengan beberapa sesi berdasarkan pada langkah-langkah terapi CBT, diantaranya:

1.    Menentukan core belief dengan cognitive conceptualization diagram, mengujinya dengan historical review and modification of core belief.

2.    Melakukan restrukturisasi kognitif dengan metode daily though record, mengujinya dengan advantage/disadvantage analysis.

3.    Membuat activity chart, pleasure and mastery rating scale.

4.    Terminasi.

Hasil dan Pembahasan

Intervensi yang dilakukan terhadap R adalah bentuk intervensi cognitive behavioral therapy dengan menggunakan metode pattern matching yakni bentuk analisa data yang digunakan dengan membandingkan kondisi sebelum intervensi dan sesudah intervensi diberikan kepada R, kemudian menganalisis hasil intervensi.

1.    Pattern Matching

 

Tabel 1

Gambaran Klinis Gangguan Kepribadian Menghindar

Gejala Gangguan Kepribadian Menghindar

Teori

Kasus

Menghindari kegiatan kerja yang melibatkan kontak interpersonal secara signifikan dengan alasan takut akan kritik, ketidaksetujuan penolakan

Tidak bersedia terlibat dengan orang lain kecuali yakin bahwa akan diterima

Menahan diri untuk hubungan lebih dalam karena takut dipermalukan

Preokupasi pada kritik atau ditolak dalam situasi social

Dihambat dalam situasi interpersonal baru karena adanya perasaan tidak mampu

Menganggap diri sebagai seseorang yang tidak layak, merada tidak menarik, dan perasaan lebih rendah dibanding orang lain

Enggan mengambil resiko untuk terlibat pada aktifitas baru karena baginya mungkin terbukti memalukan

 

Berdasarkan tabel pattern matching diatas, dapat dijelaskan bahwa ciri yang muncul pada R sesuai dengan ciri-ciri gangguan kepribadian menghindar. Hal ini didapatkan dari hasil wawancara dan analisa kasus R.

 

 

 

 

 

Tabel 2

Data Hasil Intervensi Cognitive Behavioral Therapy Pada �R

Ket

Sebelum

Intervensi

Sesudah

Menentukan Core Belief

-   Merasa tidak dicintai

-   Merasa tidak berarti

-   Takut ditolak

Membuat CCD dan mengujinya dengan Historical Review and Modification of core belief (mengisi lembar kerja

Mulai memahami bahwa perasaan yang muncul selama ini karena ketakutan terhadap penolakan

Menuliskan DTR

-   Catastropizing

-   Mind Reading

-   Labelling

Menulis pikiran otomatis dan memberikan alternative respons terhadap situasi yang muncul

 

Ternyata pikiran-pikiran itu membuat aku menjadi tidak berkembang

Membuat Activity Chart

Tidak memiliki semangat untuk beraktifitas

Mengisi lembar kerja tentang aktifitas yang disukai dan aktifitas yang sulit untuk dilakukan (skala 0-10)

Ternyata banyak hal yang saya sukai dan saya akan melakukannya perlahan

Mengisi BAI

Skor tinggi 36

Menjawab skala kecemasan

Skor sedang 22

 

Secara khusus dari data tabel 2 diatas menunjukkan bahwa terapi cognitive behavioral therapy ini dapat diterapkan untuk membantu menanggulangi pikiran negative yang muncul dari diri pasien R, sehingga akan dapat pula diterapkan kepada beberapa jenis gangguan kepribadian lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Beck dan Ellis dalam (Spiegler et al., 2003) yang mengatakan bahwa CBT dapat digunakan apabila ada pikiran yang terdistorsi, maksud dari terapi CBT ini agar ada modifikasi terhadap pikiran tersebut untuk menjadi lebih adaptif.

Sebelum intervensi dilakukan, R memiliki core belief yang negatif, dimana ada sumber pikiran yang berasal dari pengalaman buruk dimasa kanak-kanaknya. Hal itu membuat ia merasa tidak dicintai dan merasa tidak berarti, namun setelah diberikan intervensi ia mulai berpikir rasional terhadap core belief yang selama ini hadir.

Core belief tersebut juga mempengaruhi pikiran otomatis yang sering muncul. Sebelum intervensi diberikan, ia menganggap bahwa masa depan merupakan sebuah bencana dan penuh dengan kekahwatiran, sering melakukan pembenaran atas pikirannya terhadap orang lain juga membuat ia memandang negative diri orang lain yang akhirnya memunculkan kegelisahan pada pikirannya sendiri. Pikiran otomatis lain yang muncul adalah labelling, R sering memberi label negatif pada dirinya yang membuat ia tidak berkembang dan memilih untuk menarik diri dari lingkungan. Setelah diberikan intervensi CBT, muncul pikiran positif. Untuk mengcounter pikiran otomatis yang muncul tersebut penulis membuat� pertanyaan dengan� teknik socratic question. �

Menuliskan hal yang bisa ia lakukan juga menjadi bagian dari intervensi, sebelum intervensi diberikan ia tidak memiliki semangat untuk memulai hari-harinya. Setelah intervensi diberikan dengan teknik CBT, tampak mulai muncul semangat dan motivasi dari diri R. Hasil tes BAI yang ia setelah terapi juga mengalami penurunan dan berada pada skor sedang. yakni 22.

 

Kesimpulan

Pada kasus ini, gambaran diri pasien dengan gangguan kepribadian menghindar sesuai dengan ciri yang muncul pada DSM V. Intervensi yang dilakukan dalam beberapa kali sesi untuk pasien yang mengalami gangguan kepribadian menghindar dianggap efektif dimana R mulai berpikir rasional dalam menghadapi situasi sosial dan menghadapi dirinya sendiri. Muncul motivasi serta mau belajar untuk masuk kedalam lingkungan atau kelompok kecil terlebih dahulu. Ia mulai bisa menerima masa lalunya dan akan bersikap positif untuk masa depannya.

Dibutuhkan beberapa sesi intervensi kembali guna menguatkan motivasi dan semangat tersebut agar R menjadi semakin positif, mantap menghadapi lingkungan sehingga kecemasan semakin turun.

 

BIBLIOGRAFI

 

Association, A. P. (2013). Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders (Dsm-5�). American Psychiatric Pub.

 

Burns, M., & Riley-Tillman, T. C. (2009). Response To Intervention And Eligibility Decisions: We Need To Wait To Succeed. Communique, 38(1), 1�10.

 

Cicchetti, D., & Cohen, D. J. (2006). Developmental Psychopathology, Volume 1: Theory And Method (Vol. 1). John Wiley & Sons.

 

Dziegielewski, S.F. (2015). Dsm-5 In Action. John Wiley And Sons, Inc. Hoboken, New Jersey

 

Fausiah, F., & Widury, J. (2005). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: Universitas Indonesia.

 

Judith, S.B. (2011). Cognitive Behavior Therapy: Basics And Beyond Second Edition. Guilford Press.

 

Nevid, J.S, Rathus, S.A, Greene, B. (2005). Edisi Kelima Jilid 1 Psikologi Abnormal. Erlangga

 

Pomerantz, A.M. (2013). Clinical Psychology Science, Practice, And Culture 3rd Edition. Sage Publication

 

Psikiatri. (2013). Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua.

 

Roan. (2013). Psikopatologi & Fenomenologi. Jakarta : Egc

 

Saraswati. (2011). Perangi Bayangan Kelam Depresi: Upaya Mengelola Depresi Dengan Cognitive Behaviour Therapy (Cbt). Lpsp3 Ui

 

Sperry, L, & Sperry, J. (2016). Cognitive Behavior Therapy Of Dsm-5 Personality Disorders: Assesment, Case Conceptualization And Treatment Third Edition. Routledge Taylor And Francis Group

 

Spiegler, P. A., Hurewitz, A. N., & Groth, M. L. (2003). Rapid Pleurodesis For Malignant Pleural Effusions. Chest, 123(6), 1895�1898.

 

Sunanto, S., & Nandiwardhana, A. (2005). Analisis Kesenjangan Dimensikualitas Layanan Berdasarkan Persepsi Manajemen Dan Persepsi Pasien Pada Unit Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat. Jurnal Widya Manajemen Dan Akuntansi, 5(1).

 

Wiramihardja, S.A. (2012). Pengantar Psikologi Klinis (Edisi Ketiga). Pt. Refika Aditama