Jurnal Health Sains: p�ISSN : 2723-4339 e-ISSN : 2548-1398�����

Vol. 2, No. 2, Februari 2021

 

GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN DALAM PENGOBATAN TBC DI POLIKLINIK PARU RS. DUSTIRA CIMAHI

 

 

artikel info

abstract

Tanggal diterima: 5 Februari 2021

Tanggal revisi: 15 Februari 2021

Tanggal yang diterima: 25 Februari 2021

Currently in the world of patient non-compliance with the instructions of health workers is a problem faced by health professionals.A total of 58.7% of patients failed to take antibiotics, 37.5% failed to take anti-tuberculosis drugs, and even among patients who tried to comply with the instructions given to them 25% - 75% took the drug at the wrong dose and more than 30% took the wrong and fatal drugs. This research aim to ind out the picture of patient compliance in Tuberculosis treatment in Pulmonary Polyclinic Hospital Dustira Cimahi. This research used a quantitative descriptive design. The subjects of this research was patients who were treated at the hospital Dustira. The population this research was all patients who came to the hospital outpatient treatment Dustira had 133 people. The sampling technique in this research was accidental sampling with a sample of 57 people. Data analysed used in this research is by univariate analysis. The results research showed that 42.1% had compliance in a high category, 36.8% had compliance in a moderate category and 21.1% had compliance in a low category in the treatment of tuberculosis. Based on the results research, it is expected that nurses at the Pulmonary Polyclinic Hospital. Dustira to be able to apply nursing care, advised health officials to provide more information or counseling to patients, so that it is expected that the information received is easier to understand and implementuntuk mengedit abstrak demi alasan kejelasan isi abstrak.

 

ABSTRAK

Saat ini di dunia ketidakpatuhan pasien terhadap instruksi petugas kesehatan menjadi masalah yang dihadapi oleh tenaga kesehatan profesional. Sebanyak 58,7% pasien gagal dalam meminum obat antibiotik, 37.5% gagal meminum obat anti tuberkulosis, dan bahkan diantara pasien-pasien yang berusaha mematuhi instruksi yang diberikan kepada mereka 25% - 75% meminum obat dengan dosis yang salah dan lebih dari 30% meminum obat salah dan berakibat fatal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepatuhan pasien dalam pengobatan TBC di Poliklinik Paru RS. Dustira Cimahi. Penelitian ini menggunakan design deskriptif kuantitatif. Subjek penelitian ini adalah pasien yang berobat jalan di RS. Dustira. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang berobat rawat jalan ke RS. Dustira sebanyak 133 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan teknik accidental sampling dengan sampel sebanyak 57 orang. Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisa univariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 42,1% memiliki kepatuhan dalam kategori tinggi, 36,8% memiliki kepatuhan dalam kategori sedang dan 21,1% memiliki kepatuhan dalam kategori rendah dalam pengobatan TBC. Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan perawat di Poliklinik Paru RS. Dustira untuk dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan, disarankan petugas kesehatan untuk lebih banyak memberikan informasi atau penyuluhan kepada pasien, sehingga diharapkan informasi yang diterima lebih mudah untuk dimengerti dan dilaksanakan.

Keywords:

Compliance; taking Tuberculosis drugs

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kata Kunci:

Kepatuhan; minum obat TBC

 

Coresponden Author:

Email: [email protected]

Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi

 


���������������


Pendahuluan

�� Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium Tuberkulosis). Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula basal Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC dapat mati oleh sinar matahari langsung, dan akan bertahan hidup beberapa jam dalam ruangan yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini bersifat dormant yakni tertidur dalam tubuh selama beberapa tahun (DepKes, 2007).

Menurut WHO, kematian wanita karena TBC lebih banyak daripada kematian karena kehamilan,persalinan dan nifas. Bila tak dikendalikan, dalam 20 tahun mendatang TB akan membunuh 35 juta orang. Melihat kondisi tersebut,WHO menyatakan TB sebagai kedaruratan global semenjak 1993 (Simanjuntak, 2010).

Pada tahun 2013 ditemukan jumlah kasus baru di Indonesia BTA positif (BTA+) sebanyak 196.310 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang ditemukan tahun 2012 yang sebesar 202.301 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus baru BTA+ di tiga provinsi tersebut hampir sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia (Profil Kesehatan Indonesia, Tahun 2013).

Notification Rate (CNR) TB Paru semua kasus di Jawa Barat sampai dengan tahun 2013 sebesar 102 per 100.000 penduduk. Adapun Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0.4 persen, tidak berbeda dengan 2007 dan prevalensi TB paru tertinggi adalah Jawa Barat yaitu sebesar 0.7% (Kemenkes, 2018).

Menurut Feuer Stein, et al (Tumenggung, 2013), ada beberapa faktor yang dapat mendukung sikap patuh pasien, diantaranya yaitu pendidikan, akomodasi, modifikasi faktor lingkungan dan sosial, perubahan model terapi, dan meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien saat ini di dunia ketidakpatuhan pasien terhadap instruksi petugas kesehatan menjadi masalah yang dihadapi oleh tenaga kesehatan profesional. Sebanyak 58,7% pasien gagal dalam meminum obat antibiotik, 37.5% gagal meminum obat anti tuberkulosis, dan bahkan diantara pasien-pasien yang berusaha mematuhi instruksi yang diberikan kepada mereka 25% - 75% meminum obat dengan dosis yang salah dan lebih dari 30% meminum obat salah dan berakibat fatal (Tumenggung, 2013).

Pemahaman terhadap instruksi dari tenaga kesehatan kadang-kadang menjadi kegagalan dalam program penanggulangan TBC, maka dari itu petugas kesehatan harus lengkap dalam pemberian informasi, memperhatikan dalam penggunaan istilah-istilah medis dan selalu memberikan banyak instruksi yang harus di ingat oleh pasien. Kualitas interaksi antara petugas kesehatan dan pasien merupakan bagian terpenting dalam menentukan derajat kepatuhan. Riset tentang faktor-faktor interpersonal yang mempengaruhi kepatuhan terhadap pengobatan menunjukan tentang sentifitas dokter terhadap komunikasi verbal dan non verbal, juga empati terhadap perasaan pasien yang akan menghasilkan kepatuhan sehingga akan menghasilkan suatu kepuasaan (Tumenggung, 2013).

Pada pasien yang harus menjalani pengobatan ini sangat rentan akan terjadi kegagalan terhadap TB paru yang dijalaninya, dan tentu saja hal ini akan berdampak semakin parah penyakit paru yang dideritanya bahkan dapat berakibat kematian bagi pasien.

Adapun jumlah pasien TBC di Poliklinik Paru RS. Dustira Cimahi bulan Januari-April 2015 seluruhnya berjumlah 158 pasien, dari data tersebut dapat dilihat terjadi peningkatan jumlah pasien setiap bulannya. Selain data tersebut di atas peneliti juga melakukan studi pendahuluan dengan melakukan wawancara terhadap 10 orang pasien TBC pada bulan Januari 2015, dengan menanyakan pada pasien tentang kepatuhan minum obat dan memeriksakan kontrol ulang penyakitnya kerumah sakit, diperoleh hasil 8 orang tidak pernah lupa untuk minum obat dan 2 orang yang lain mengatakan pernah lupa untuk minum obat TBC.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran kepatuhan pasien dalam pengobatan TBC di Poliklinik Paru RS. Dustira Cimahi.

 

Metode Penelitian

�� Jenis penelitian ini menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif. Pada variabel dalam penelitian ini adalah peneliti ingin memperoleh gambaran kepatuhan pasien dalam pengobatan TBC di RS. Dustira. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien TBC yang melakukan pengobatan di Poliklinik Paru yaitu sebanyak 133 orang. Sampel pada penelitian ini diambil dengan teknik accidental sampling. Ukuran sampel didapatkan sebanyak 57 responden.

Adapun kriteria Inklusi : pasien TBC yang melakukan pengobatan ke Poliklinik Paru, bersedia menjadi responden dalam penelitian, dan mampu membaca dan menulis.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner berupa beberapa pertanyaan yang diberikan kepada responden. Kuesioner ini menggunakan kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS) yang terdiri dari 8 pertanyaan untuk mengukur kepatuhan. Instrumen penelitian sudah beberapa kali digunakan oleh beberapa peneliti lain.

Pertanyaan yang digunakan berupa pertanyaan tertutup atau berstruktur di mana angket tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga responden hanya tinggal memilih atau menjawab pada jawaban yang sudah ada (Hidayat & Meiranto, 2014) Responden menjawab pertanyaan yang telah disediakan dengan cara memberi tanda ceklist ( √ ) pada jawaban yang diketahuinya, dan cara perhitungan kuesioner menggunakan skala guttman. Kuesioner penelitian berupa pernyataan positif dan negative untuk pernyataan positif bila dijawab Ya =0 dan Tidak = 1 sedangkan bila pernyataan negative bila dijawab Ya = 1 dan Tidak = 0.

 

Hasil Penelitian

�������� Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juni-Juli 2015, dan didapatkan hasil penelitian gambaran kepatuhan pasien dalam pengobatan TBC sebagai berikut :

 

Tabel 1

Distribusi frekuensi, dan persentase kepatuhan pasien dalam pengobatan TBC di Poliklinik Paru RS. Dustira Cimahi (n=57)

Kepatuhan Pengobatan

n

%

Tinggi

24

42,1

Sedang

21

36,8

Rendah

12

21,1

Total

57

100

 

Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dilihat dari 57 orang responden 24 orang (42,1%) memiliki kepatuhan dalam kategori tinggi dalam pengobatan TBC, 21� orang� (36,8%)� memiliki� kepatuhan dalam� kategori� sedang� dan� 12� orang (21,1%) memiliki kepatuhan dalam kategori rendah.��������������������������������������������������������������������

Pembahasan

Hasil��� penelitian yang menunjukkan 24 orang (42,1%) menunjukkan kepatuhan dalam kategori tinggi� dalam� pengobataan� TBC,� ini

Menunjukkan bahwa pasien melaksanakan segala��������� intruksi atau anjuran� �dokter�� dan�� perawat�� untuk mengkonsumsi obat sesuai jadwal minum obat setiap harinya, berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan tingginya kepatuhan pasien dalam pengobatan TBC di Poklinik Paru RS. TK.II����� Dustira Cimahi dikarenakan adanya dukungan keluarga, dimana banyak pasien yang melakukan pengobatan didampingi oleh keluarga dan PMO. Hal sesuai dengan teori yang mengungkapkan bahwa tugas PMO yaitu memberi dorongan atau�� dukungan motivasi pada penderita TBC paru agar tidak putus asa untuk minum obat secara teratur demi��������� kesembuhannya. Agar pasien yakin sudah sembuh, maka harus

melakukan periksa ulang dahak, adapun tugas�� PMO�� dalam�� hal�� ini�� adalah mengingatkan pasien������ untuk����������� periksa ulang dahak. Untuk menambah informasi kepada� penderita������� TBC paru pada� penderita� tuberculosis� di ciputat tahun 2014, yang menunjukkan sebagian besar responden sebesar 73,9% patuh minum obat.

Berdasarkan���� olah���� data����� dan

analisa data dapat diketahui terdapat 21 orang (36,8%)�� memiliki kepatuhan dalam kategori sedang, kondisi ini dapat disebabkan pada sebagian responden sudah� merasa bosan� dengan proses pengobatan yang dijalaninya sehingga responden kurang memiliki� motivasi untuk terus melakukan pengobatan secara rutin. Program pengobatan pasien TBC yang cukup lama juga� dapat menyebabkan������� responden merasa lelah dan bosan sehingga enggan untuk tetap

patuh�� terhadap pengobatan yang dilakukan.�� Hal�� ini�� sesuai�� dengan pendapat yang menyatakan derajat ketidakpatuhan bervariasi sesuai dengan apakah pengobatan tersebut kuratif atau prefentif, jangka panjang atau� pendek. Sackett� &� Snow� (1979) �menemukan bahwa ketaatan terhadap 10 hari jadwal pengobatan� sejumlah� 70-80%� dengan tujuan pengobatan������� adalah� mengobati, dan�� 60-70%�� pengobatannya�� adalah pencegahan. Kegagalan untuk mengikuti program pengobatan jangka panjang, yang bukan dalam kondisi akut, dimana derajat ketidakpatuhannya rata-rata 50% dan� derajat� tersebut� bertambah� buruk sesuai waktu (Niven, 2013). Hasil penelitian juga menunjukkan 12 orang (21,1%) memiliki kepatuhan yang rendah dalam pengobatan dan� berdasarkan kuesioner yang ditelah dijawab oleh semua responden, rendahnya kepatuhan ini disebabkan karena lupa dalam minum obat kondisi sesuai dengan jawaban responden terhadap butir pertanyaan no 8 dalam kuesioner yaitu pertanyaan tentang seberapa sering pasien lupa minum obat, sebanyak 19 orang menyatakan kadang-kadang dan sesekali lupa mengkonsumsi obat. Keadaan ini sesuai dengan pendapat (Tumenggung, 2013) yang menyatakan bahwa derajat ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan dapat disebabkan karena faktor lamanya waktu dimana pasien harus mematuhi program tersebut, sehingga dalam penelitian ini mengakibatkan pasien lupa atau bosan dalam minum obat.

Masih adanya pasien TBC yang memiliki kepatuhan rendah dalam pengobatannya ini maka sebaiknya perawat Rumah Sakit dapat membantu pasien dan keluarga pasien untuk dapat patuh dalam menjalankan pengobatan TBC, salah satunya perawat harus mampu membantu pasien untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan cara menjelaskan manfaat dari pelayanan kesehatan, motivasi keluarga untuk kontrol rutin dan perawat juga mampu membantu keluarga mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga dengan TBC, dengan cara : jelaskan komplikasi dari TBC, motivasi keluarga dalam mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga dengan TBC (Ayu & Wati, 2019).

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian (Mirawati, 2013) mengenai Faktor � Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Klien Minum Obat Pada Klien TB Paru Di Ruang Poli Penyakit Dalam RSUD Kepahiang Tahun 2013 juga menunjukkan hasil yang hampir sama bahwa sebesar 24,24% responden tidak patuh minum obat.

����������� Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan dapat diketahui masih adanya pasien yang memiliki kepatuhan yang kurang untuk melakukan pengobatan, untuk itu perawat harus mampu memberikan pendidikan kesehatan terhadap pasien agar patuh untuk melakukan pengobatan secara rutin sehingga pasien memiliki motivasi dan kerpercayaan diri untuk dapat menjalani pengobatan sampai dengan selesai dan dapat semuh total.

Dalam penelitian ini tentunya peneliti memiliki keterbatasan dalam melakukan penelitian diantaranya masih adanya pasien yang malu apabila ada anggota keluarga yang lainnya menderita penyakit TBC. selain itu yaitu penggunaan masker yang kurang efektif pada saat berkomunikasi

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan mengenai gambaran kepatuhan pasien dalam pengobatan TBC di Poliklinik Paru Rumah Sakit Tk. II��� 03.05.01 Dustira Cimahi, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut pertama 42,1%� memiliki� kepatuhan� dalam kategori�� tinggi�� dalam�� pengobatan TBC. �Kedua 36,8%� memiliki� kepatuhan� dalam kategori� sedang� dalam� pengobatan TBC. Ketiga 21,1%� memiliki� kepatuhan� dalam kategori� rendah� dalam� pengobatan TBC Sehingga diharapakan petugas kesehatan dapat terus memberikan edukasi keperawatan pada pasien TBC sehingga dapat lebih meningkatkan kepatuhan pasien dalam melakukan pengobatan, untuk itu perawat harus lebih mengoptimalkan pengetahuannya dalam pemberian konseling terhadap pasien seperti dengan menggunakan metode penyuluhan individu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

���������

Ayu, M. D., & Wati, H. D. (2019). Persepsi Konsumen Terhadap Atribut Produk Gula Siwalan Di Kecamatan Dungkek. Prosiding, 309�313.

 

Depkes, R. I. (2007). Pedoman Pelayanan Antenatal. Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar, Direktorat Jenderal Bina ï¿½.

 

Hidayat, M. A., & Meiranto, W. (2014). Prediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Di Indonesia (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012). Fakultas Ekonomika Dan Bisnis.

 

Kemenkes, R. I. (2018). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018. Jakarta: Kemenkes Ri.

 

Mirawati, M. (2013). Developing Students� Speaking Ability Through Pmi (Plus, Minus, Interesting) Strategy At Junior High School. Universitas Negeri Padang.

 

Simanjuntak, A. (2010). Prinsip-Prinsip Manajemen Bisnis Keluarga (Family Business) Dikaitkan Dengan Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas (Pt). Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan (Journal Of Management And Entrepreneurship), 12(2), 113�120.

 

Tumenggung, I. (2013). Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kepatuhan Diet Pasien Hipertensi Di Rsud Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango. Jurnal Health And Sport, 7(01).