Jurnal Health Sains: p�ISSN : 2723-4339 e-ISSN
: 2548-1398�����
Vol. 2, No. 2, Februari 2021
HUBUNGAN
STATUS GIZI DAN ANEMIA DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT
DUSTIRA CIMAHI TAHUN 2018
Endah Sri Lestari
Akademi Keperawatan Rumah Sakit Dustira, Cimahi, Jawa Barat, Indonesia
Email: [email protected]
artikel
info |
abstract |
Tanggal diterima:
5 Februari 2021 Tanggal revisi: 15
Februari 2021 Tanggal yang diterima:
25 Februari 2021 |
In
Indonesia the LILA threshold with a KEK risk is 23,5 cm, this means that
pregnant women at risk of SEZ are expected to deliver LBW babies. In pregnant
women who suffer from severe anemia the possibility of giving birth to LBW
and premature babies is greater. The purpose of this study was to analyze the
relationship between nutritional status and anemia with LBW events at Dustira Hospital in Cimahi
City. This research method uses analytic survey with cross sectional design.
A sample of 100 cases. The sample of this study is maternity. The measurement
uses primary data with a checklist sheet. The result of chi-square test
showed that the p value of 0.006, meaning p , 0,05,
it was concluded that �There is a relationship between nutritional status and
the incidence of LBW�. P value was 0,025, meaning that p ,0,05, it was
concluded that �There is a relationship between anemia and the incidence of
LBW�. The conclusions in this study were the relationship between nutritional
status and anemia with the incidence of Low BirthWeight
(LBW) at Dustira Hospital in Cimahi
City. ABSTRAK Di Indonesia batas ambang LILA dengan resiko KEK adalah 23,5 cm hal ini berarti
ibu hamil dengan resiko KEK di perkirakan akan melahirkan bayi BBLR. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan premature lebih besar. Tujuan Penelitian ini yaitu untuk menganalisa
hubungan Status gizi dan
Anemia dengan kejadian
BBLR di Rumah sakit Dustira Kota Cimahi.� Metode penelitian ini menggunakan survey analitik dengan rancangan Cross
sectional. Sampel kasus sebanyak 100 orang. Sampel penelitian ini yaitu ibu bersalin.
Pengukuran menggunakan
data primer dengan lembar
cheklis. Hasil uji chi-square menunjukan
bahwa nilai p sebesar 0,006, berarti
p<0,05 maka disimpulkan
bahwa �Terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian
BBLR�. Nilai p sebesar 0,025, berarti
p<0,05 maka disimpulkan
bahwa �Terdapat hubungan antara anemia dengan kejadian Berat Badan lahir rendah (BBLR) di Rumah Sakit dustira Kota Cimahi. |
Keywords: Anemia; LBW;
Nutritional status Kata Kunci: Anemia; BBLR; status
Gizi |
Coresponden Author:
Email: [email protected]
Artikel dengan akses terbuka dibawah
lisensi
���������������
Pendahuluan
�� Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah
kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Bayi Menurut WHO (World Helth Organization) (2015) Pada Negara ASEAN
(Association of South East Asia Nations) seperti Singapura 3 per 1000 kelahiran
hidup, Malaysia 5,5 per 1000 kelahiran hidup, Thailand 17 per 1000 kelahiran
hidup, Vietnam 18 per 1000 kelahiran hidup, dan Indonesia 27 per 1000 kelahiran
hidup.
Jumlah berat
bayi lahir rendah (BBLR) di Indonesia masih cukup tinggi. Data WHO mencatat
Indonesia berada di peringkat Sembilan dunia dengan persentase BBLR lebih dari
15,5 persen dari kelahiran bayi setiap tahunnya.
Berdasarkan hasil
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian
Neonatus (AKN) pada tahun 2012 sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini
sama dengan AKN berdasarkan SDKI tahun 2007 dan hanya menurun 1 poin disbanding
SDKI tahun 2002-2003 yaitu 20 per 1000 kelahiran hidup (Roeslie & Bachtiar, 2018).
Hasil
Survei� Penduduk Antar Sensus (SUPAS)
2015 menunjukan AKB sebesar 22,23 per 1000 kelahiran hidup, yang artinya sudah
mencapai target MDG 2015 sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup. Begitu pula
dengan angka kematian balita (AKABA) hasil SUPAS 2015 sebesar 26,29 per 1000
kelahiran hidup, juga memenuhi target MDG 2015 sebesar 32 per 1000 kelahiran
hidup (Roeslie & Bachtiar, 2018).
Hasil Pemantauan
Status Gizi (PSG) 2016 mendapatkan hanya 40,2% ibu� hamil mendapatkan TTD minimal 90 tablet lebih
rendah dari target nasional tahun 2016 sebesar 85%. (Dinas Kesehatan Indonesia
2016) Persentase BBLR tahun 2013 (10,2%) lebih rendah dari tahun 2010 (11,1%).
Persentase BBLR tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Tengah (16,9%) dan
terendah di Sumatera Utara (7,2%) (Dasar, 2013).
Menurut kelompok
umur, persentase BBLR tidak menunjukan kecenderungan yang jelas. Persentasi
BBLR pada perempuan (11,2%) lebih tinggi daripada laki � laki (9,2%), namun
persentase berat lahir� ≥ 4000 gram
pada laki � laki (5,6%) lebih tinggi dibandingkan perempuan (3,9%) (Dasar, 2013).
Menurut
pendidikan dan kuintil indek kepemilikan terlihat adanya kecenderungan semakin
tinggi pendidikan dan kuintil� indeks
kepemilikan, semakin rendah prevalensi BBLR. Menurut jenis pekerjaan,
persentase BBLR tertinggi pada anak balita dengan kepala rumah tangga yang
tidak bekerja (11,6%), sedangkan persentase terendah pada kelompok pekerjaan
pegawai (8,3%). Persentas BBLR di pedesaan (11,2%) lebih tinggi dari perkotaan
(9,4%).(Riskesdas, 2013).
Angka kematiaan
bayi (AKB) atau Infan Mortality Rate (IMR) merupakan indikator yang sangat
sensitif terhadap upaya pelayanan Kesehatan terutama berhubungan dengan bayi baru
lahir perinatal dan neonatal. (Dinas Kesehatan Jawa Barat 2015) AKB
mengambarkan besarnya resiko kematian bayi (< 1 tahun) dalam 1000 kelahiran
hidup. Berdasarkan kesepakat internasional AKB merupakan indikator yang menggunakan
konsep rate, meskipun dalam kenyataannya hanya ratio. Berdasarkan publikasi
BPS, AKB provinsi Jawa Barat sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2009
cenderung mengalami penurunan. Selama periode 2003 s/d 2009 AKB berhasil� diturunkan sebesar 6.5 poin (range 42.5 �
36/1000 kelahiran hidup). Berarti di Provinsi Jawa Barat rata � rata AKB turun
sebesar 1 poin setiap tahunnya (Sucipto et al., 2015).
Untuk AKB 2013,
BPS melakukan publikasi berdasarkan SDKI 2012, dimana Provinsi Jawa Barat
mempunyai AKB sebesar 30/1.000 kelahiran hidup. Dibandingkan AKB 2009, maka
terjadi penurunan sebesar 6 poin, yaitu dari 36/1.000 kelahiran hidup menjadi
30/1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan pencatatan dan pelaporan, di Provinsi
Jawa Barat tahun 2015 terdapat 4019 bayi meninggal meningkat 82 orang disbanding
tahun 2014 yang tercatat 3937 kematian bayi. Range pelaporan bayi periode 2009
s/d 2015 antara 3.982 � 5719 kematian bayi, dengan rata � rata 4.679/tahun (Sucipto et al., 2015).
Proporsi
kematian bayi pada tahun 2016 sebesar 3,93/1000 kelahiran hidup, menurun 0,16
poin disbanding tahun 2015 sebesar �4,09/1000
kelahiran hidup. Proporsi kematian bayi berasal dari bayi usia 028 hari
(Neonatal) sebesar 84,63% atau 3,32/1000 kelahiran hidup (Sucipto et al., 2015).
Selama ini upaya
penangulangan anemia gizi di fokuskan ke sasaran ibu hamil dengan suplemen
besi. Cakupan pemberian tablet besi (Fe) pada ibu hamil dengan mendapatkan 90
tablet Besi� (Fe3) pada tahun 2014
sebesar 97,57%, angka ini sudah mencapai target (90%), apabila cakupan ini
dibandingkan tahun 2010 (82,09%) mengalami kenaikan sebesar 15,48%. (Dinas
Kesehatan Jawa Barat 2014).
Persentase BBLR
Antara 0,1% - 5,7%, dan BBLR Jawa Barat sebesar 2,2% dari jumlah bayi yang
ditimbang, jumlah tertinggi BBLR terdapat di Kab. Kuningan (5,7%), dan terendah
di Kota Bogor (0,3%). (Dinas Kesehatan Jawa Barat 2016).
Kematian
neonatal didefinisikan sebagai kematian bayi lahir hidup yang terjadi pada masa
kelahiran sampai 28 hari setelah hari kelahiran (bayi umur 1 bulan). Angka
kematian neonatal di Kota Cimahi pada tahun 2014 sebesar 60 kematian per 10.539
kelahiran hidup (5,69/1.000). Adapun proporsi kematian neonatal laki � laki
lebih banyak sebesar 31 kasus (52%) dari perempuan sebesar 29 kasus (48%). (Dinas
Kesehatan Kota Cimahi 2014).
Penyebab
langsung kematian bayi paling banyak tahun 2013 yaitu BBLR dan Aspiksia, selain
itu kematian bayi juga disebabkan oleh Diare, kelainan kongenital, pneumonia,
ISPA, TB Paru dan Ikterus. (Dinas Kesehatan Kota Cimahi 2014)
Jumlah kematian
anak di Kota Cimahi tahun 2014 yang dilaporkan berjumlah 82 kasus, yang terdiri
dari kematian neonatal 60� kasus
(73,17%), kematian bayi 18 kasus (21,95%), dan 4 kasus (4,88%) kematian balita.
(Dinas Kesehatan Kota Cimahi 2014).
Banyak faktor yang dikaitkan
dengan kematian bayi. Kematian bayi di kota Cimahi yang dilaporkan berjumlah 18
kematian per 10.539 kelahiran hidup atau 1,71/1.000 kelahiran hidup. Angka
tersebut telah memenuhi indicator kinerja kota Cimahi sebesar <29,80/1.000
KH. Angka kematian bayi perempuan lebih banyak sebesar 10 kasus (56%) daripada
anak laki � laki sebanyak 8 kasus (44%). (Dinas Kesehatan Kota Cimahi 2014).
Adapun penyebab
kematian bayi di kota Cimahi adalah bayi berat lahir rendah (BBLR) sebesar 18
kasus, Asfiksia sebesar 26 kasus, Aspirasi sebesar 1 kasus, Ikterus sebesar 2
kasus, ISPA sebanyak 1 kasus, Disentri sebanyak�
2 kasus, gangguan saluran cerna sebesar 1 kasus, kelainan kongenital
sebesar 12 kasus, infeksi sebesar 4 kasus, dan lainnya sebesar 11 kasus.
Persentase BBLR di kota Cimahi yaitu 3,2%. (Dinas Kesehatan Kota Cimahi 2014).
Menurut
penelitian Nur�aini Siti Alifah, Pujiastuti Wahyu, Widiatiningsih Sri di
Puskesmas Garung Kabupaten Wonosobo (2013) menunjukkan bahwa ada berbagai
faktor secara teoritis yang mempengaruhi berat badan bayi baru lahir di samping
faktor genetris, yaitu status gizi janin, yang ditentukan antara lain oleh
status gizi ibu pada waktu melahirkan dan keadaan ini di pengaruhi pula oleh
status gizi ibu pada waktu konsepsi yang di pengaruhi oleh keadaan sosial dan
ekonomi, keadaan kesehatan dan gizi ibu, jarak kehamilan jika yang di kandung
bukan anak pertama (Amareta, 2015). Cara yang
diganakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil antara lain memantau
pertambahan berat selama hamil, mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA), sedangkan
pengukuran Hb untuk mengetahui kondisi ibu apakah menderita anemia gizi (Sibagariang
et al., 2010).
Menurut
penelitian (Nurbaiti, 2016) di Kabupaten
Aceh Besar menunjukkan
bahwa ibu hamil dengan masalah gizi dan kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi
serta kualitas bayi yang akan dilahirkan. Ibu hamil yang menderita Kekurangan
Energi Kronis (KEK) dapat menimbulkan risiko terhadap bayi yang dilahirkan
antara lain dapat mengakibatkan terjadinya kematian janin, kelahiran prematur,
lahir cacat dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) bahkan kematian bayi. KEK pada
ibu hamil ditandai dengan batas Lingkar Lengan Atas (LILA) kurang dari 23,5 Cm.
Ibu dengan keadaan KEK mempunyai risiko 2,0087 kali untuk melahirkan bayi BBLR
dibanding dengan ibu yang memiliki ukuran LILA lebih dari 23 cm3. Selain itu
ibu yang menderita anemia, secara signifikan meningkatkan risiko kelahiran
prematur sesuai derajat keparahan Anemia dan pada ibu yang menderita Anemia
berat mempunyai risiko 3,8 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR.
Menurut
penelitian (Indrawati & Suratini, 2015) di Kabupaten
Sleman menunjukkan bahwa masalah gizi merupakan salah satu penyebab kematian
ibu dan anak secara tidak langsung yang sebenamva masih dapat dicegah.
Rendahnya status gizi ibu hamil selama kehamilan dapat mengakibatkan berbagai
dampak tidak baik bagi ibu hamil dan bayi, diantaranya adalah bayi lahir dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR mempunyai peluang meninggal
10-20 kali lebih besar dari pada bayi yang lahir dengan berat lahir cukup oleh
karena itu, perlu adanya deteksi dini dalam kehamilan yang dapat mencerminkan
pertumbuhan janin melalui penilaian status gizi ibu hamil. (Chairunita et al., 2006).
Berdasarkan
studi pendahuluan pada tanggal 23 Februari 2018 yang dilakukan di Rumah Sakit
Dustira Kota Cimahi di dapatkan bahwa masih banyak sekali ibu yang melahirkan
bayi BBLR yaitu sekitar 6,1 % pada tahun 2015, 5,5 % pada tahun 2016 dan 8,3%
pada tahun 2017, ada penurunan pada tahun 2015 ke 2016 tetapi meningkat pada
tahun 2017 sebanyak 2,8% bayi yang mengalami BBLR. Salah satu penyebabnya
adalah gizi saat hamil yang kurang (KEK), Anemia, Jarak hamil dan bersalin
terlalu dekat, Penyakit menahun ibu dan lain sebagainya. Pada saat studi
pendahuan di Rumah Sakit Dustira terdapat 130 bayi dari 1560 persalinan pada
tahun 2017 yang mengalami BBLR.
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
dan dituangkan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah dengan judul �Hubungan Status
Gizi dan Anemia dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Sakit Dustira
Kota Cimahi 2018�.
Metode Penelitian
�� Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi survei analitik dengan rancangan cross sectional.
Metode penelitian analitik adalah survei atau penelitian
yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian
melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena atau antara faktor
risiko dengan faktor efek. Yang di maksud faktor efek
adalah suatu akibat dari adanya
faktor risiko, sedangkan faktor risiko adalah suatu
fenomena yang mengakibatkan
terjadinya efek (pengaruh) (Yuliati
et al., 2014).
Rancangan penelitian
cross sectional adalah suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika kolerasi antara faktor risiko dengan
efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach).
Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakteristik atau subjek pada saat
pemeriksaan (Yuliati et al., 2014).
Hasil dan Pembahasan
�� Hasil
penelitian ini disajikan dalam bentuk analisis univariat dan bivariat. Sampel
dalam penelitian ini ibu bersalin yang memiliki buku KIA di rumah sakit dustira
tingkat II kota eimahi dengan jumlah responden 100 orang dan dilakukan
penelitian pada tanggal 24 april 2018. Setelah dilakukan pengolahan data,
didapatkan hasil sebagai berikut:
1.
Analisi Univariat
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Status Gizi
Ibu Bersalin Di Rumah Sakit Dustira
Tingkat II Kota Cimahi Tahun
2018
Status Gizi |
Frekuensi |
Persentase % |
KEK |
46 |
46,0 |
Tidak KEK |
54 |
54,0 |
Total |
100 |
100,0 |
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan bahwa Sebagian
besar ibu bersalin yang tidak mengalami KEK sebesar 54%.
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi
Anemia Ibu Bersalin Di Rumah Sakit Dustira
Tingkat II Kota Cimahi 2018
Anemia |
Frekuensi |
Persentase % |
Anemia |
49 |
49,0 |
Tidak Anemia |
51 |
51,0 |
Total |
100 |
100,0 |
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan
bahwa Sebagian besar ibu bersalin yang tidak mengalami anemia sebesar 51%.
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi
BBLR Di Rumah Sakit Dustira Tingkat II Kota Cimahi Tahun 2018
BBLR |
Frekuensi |
Persentase % |
BBLR |
56 |
56,0 |
Tidak BBLR |
44 |
44,0 |
Total |
100 |
100.0 |
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan
bahwa Sebagian besar ibu bersalin mempunyai
bayi BBLR sebesar 56%.
2.
Analisis Bivariat
Hasil
analisis ini bertujuan untuk mengetahui adanya Hubungan Status Gizi dengan BBLR dan Hubungan Anemia dengan BBLR di Rumah Sakit Dustira Tahun
2018. Analisis bivariat dalam bentuk penelitian
ini sebagai berikut:
Tabel 4.4
Hubungan Status Gizi Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Sakit Dustira
Tingkat II Kota Cimahi Tahun
2018
|
BBLR |
% |
Tidak BBLR |
% |
Total |
% |
p-value |
Anemia |
19 |
41,3 |
27 |
58,7 |
46 |
100,0 |
0,006 |
Tidak Anemia |
37 |
65,5 |
17 |
31,5 |
54 |
100,0 |
|
Total |
56 |
56,0 |
44 |
44,0 |
100 |
100,0 |
Berdasarkan hasil pada
tabel 4.4 menunjukkan bahwa untuk mengetahui
ada tidaknya hubungan yang signifikan antara status gizi ibu bersalin dengan
kejadian BBLR dapat diketahui dari hasil uji statistik chi-square nilai p (signifikasi) yang didapatkan adalah 0,006 yang berarti p<0,05 maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa �Terdapat hubungan antara status gizi ibu bersalin
dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit Dustira
Tingkat II Kota Cimahi tahun
2018�.
Tabel 4.5
Hubungan Anemia Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Sakit Dustira Tingkat II Kota Cimahi Tahun 2018
|
BBLR |
% |
Tidak BBLR |
% |
Total |
% |
p-value |
Anemia |
33 |
67,3 |
16 |
32,7 |
49 |
100,0 |
0,025 |
Tidak Anemia |
23 |
45,1 |
28 |
54,9 |
51 |
100,0 |
|
Total |
56 |
56,0 |
44 |
44,0 |
100 |
100,0 |
Berdasarkan hasil pada
tabel 4.5 menunjukkan bahwa untuk mengetahui
ada tidaknya hubungan yang signifikan antara anemia pada ibu bersalin dengan kejadian BBLR dapat diketahui dari hasil uji statistik chi-square nilai p (signifikasi) yang didapatkan adalah 0,025 yang berarti p<0,05 maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa �Terdapat hubungan antara anemia pada ibu bersalin dengan
kejadian BBLR di Rumah Sakit Dustira Tingkat II Kota Cimahi tahun 2018�.
�
Pembahasan
1.
Status
Gizi Pada Ibu Hamil
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu bersalin
yang tidak mengalami KEK sebesar 54 orang (54%) dan hampir
sebagian ibu bersalin yang mengalami KEK sebesar 46 orang (46%). �Program di Rumah Sakit Dustira Tingkat II Kota Cimahi yaitu pemeriksaan
LILA dan penyuluhan tentang
gizi ibu hamil itu sangat penting untuk pertumbuhan
dan perkembangan janin juga
penting untuk ibunya.
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat
mempengaruh proses pertumbuhan
janin dan dapat menimbulkan keguguran, bayi lahir mati,
kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intrapartum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat
badan lahir rendah (BBLR) (Sukarni,
2013).
Gizi kurang
pada ibu hamil bisa menyebabkan (1) Terhadap ibu: Gizi
kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan
risiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah
secara normal, dan terkena penyakit infeksi. (2) Terhadap persalinan: Pengaruh gizi kurang
terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit atau lama, persalinan sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat. (3) Terhadap janin: Kekurangan gizi pada ibu hamil
dapat mempengaruh proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, bayi lahir mati, kematian
neonatal, cacat bawaan, anemia
pada bayi, asfiksia intra
partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) (Sukarni,
2013).
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh
yang diakibatkan oleh keseimbangan
antara asupan gizi dengan kebutuhan.
Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari
variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan, tinggi badan atau panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai. Jika keseimbangan tadi terganggu, misalnya pengeluaran energi dan protein lebih banvak dibandingkan
pemasukan maka akan terjadi kekurangan
energi protein, dan jika berlangsung lama akan timbul masalah yang dikenal dengan KEP berat atau gizi
buruk (Marmi
et al., 2015).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indrawati Siti tahun 2015 di wilayah Puskesmas Minggir Kabupaten Sleman, yang menyatakan bahwa status gizi ibu hamil
sangat mempengaruhi pertumbuhan
janin yang sedang dikandung. Bila status gizi ibu normal pada masa kehamilan maka kemungkinan besar melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan
dengan berat badan normal. Kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada
keadaan gizi ibu selama hamil.
2.
Anemia
Pada Ibu Hamil
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu bersaiin
yang tidak mengalami kejadian anemia sebesar 51 orang
(51%) dan hampir sebagian ibu bersaiin yang mengalami kejadian anemia sebesar 49 orang (49%).
Program di Rumah Sakit
Dustira tingkat Kota Cimahi yaitu pemberian
tablet Fe 90 tablet supaya tidak
perdarahan pada saat kehamilan maupun persalinan. Bahaya anemia terhadap janin. Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap
berbagai kebutuhan dari ibunya, tetapi
dengan anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim
akibat anemia dapat terjadi anemia dalam bentuk: abortus, kematian intauterin, persalinan prematuritas tinggi, berat badan lahir rendah, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan,
bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal, dan inteligensia rendah (Manuaba,
2013).
Penyebab anemia tersering
adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Sering kali defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi, gizi buruk,
atau kelainan herediter seperti hemoglobinopati. Namun, penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang, kebutuhan yang berlebihan, dan kurangnya utilisasi nutrisi hemopoietik. Sekitar 75 % anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi yang memperlihatkan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab
tersering kedua adalah anemia megaloblastik yang dapat disebabkan oleh defisiensi asam folat dan defisiensi vitamin B12.
Penyebab anemia lainnya
yang jarang ditemui antara lain adalah hemoglobinopati, proses inflamasi,
toksisitas zat kimia, dan keganasan (Saifudin,
2014).
Anemia pada kehamilan adalah
anemia karena kekurangan zat besi. Menurut
WHO kejadian anemia kehamilan
berkisar antara 20% sampai dengan 89% dengan menetapkan Hb 11 gr% sebagai dasarnya. Hb 9-10 gr% disebut anemia ringan. Hb 7-8 gr%
disebut anemia sedang. Hb
< 7 gr% disebut anemia berat
(Manuaba,
2013).
Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan
oleh Liesmayani Elvi Era di
RSU (Silalahi
et al., 2015), bahwa
anemia dalam kehamilan dapat mempengaruhi kesejahteraan ibu, baik dalam kehamilan,
persalinan maupun dalam masa nifas terutama juga pada bayi yang akan dilahirkan di antaranya dapat mengalami BBLR dan berisiko komplikasi yang serius.
3.
Berat Badan Lahir Rendah
Berdasarkan hasil peuelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu bersalin
yang mempunyai bayi BBLR sebesar 56 orang (56%) dan hampir
sebagian ibu bersalin yang mempunyai bayi tidak BBLR sebesar 44 orang (44%).
Program di Rumah Sakit Dustira
Tingkat II Kota Cimahi yaitu
melakukan deteksi dini pada saat kehamilan dan jika lahir terjadi BBLR maka akan dilakukan
langkah awal penanganan dan perawatan bayi dengan BBLR.
Di Indonesia batas ambang
LILA dengan risiko KEK adalah 23,5 cm hal ini berarti ibu
hamil dengan risiko KEK di perkirakan akan melahirkan bayi BBLR. Bila bayi lahir dengan
berat badan lahir rendah (BBLR) akan mempunyai risiko kematian, gizi kurang, gangguar. pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak. Untuk mencegah risiko KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan
wanita usia subur sudah harus
mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA tidak kurang dari 23,5 cm. Apabila LILA ibu sebelum hamil kurang
dari angka tersebut, sebaiknya kehamilan ditunda sehingga tidak berisiko melahirkan BBLR (Sukarni,
2013).
BBLR tidak hanya disebabkan oleh anemia dan KEK saja
tetapi ada faktor lain yang bisa menyebabkan BBLR seperti Paritas/jumlah anak yang terlalu banyak, Jarak kehamilan dan bersalin terialu dekat, usia yang terlalu muda <20 tahun atau terlalu
tua >35 tahun, Ibu hamil yang merokok dan penyalahgunaan obat, Penyakit menahun ibu seperti: hipertensi,
jantung, gangguan pembuluh darah (perokok), Ibu yang pernah melahirkan bayi prematur/BBLR sebelumnya (Maryunani,
2013).
BBLR ialah bayi barn lahir yang berat badannya saat lahir
kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram). Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan
berat badan kurang dari 2500 gram. Berat Badan Lahir
Sangat Rendah (BBLSR) adalah
bayi dengan berat badan lahir 1000 - 1500
gram. Berat Badan Lahir Amat
Sangat Rendah (BBLASR) adalah
bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1000 gram. (Manggiasih,
2016).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indrawati Siti di
wilayah puskesmas minggir kabupaten sleman, yang menyatakan bahwa secara umum sesuai
dengan berat bdan kehamilan, sementara wanita akan memiliki risiko
tinggi mengalami lahir bayi BBLR, terutama jika ia
tidak mampu untuk mendapatkan cukup berat badan selama kehamilan. Kelahiran prematur dan BBLR saat kehamilan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Jadi kebutuhan nutrisi selama kehamilan lebih tinggi dari
pada orang dewasa, karena mereka masih tumbuh
tinggi dan kematangan fisik.
4.
Hubungan Status Gizi Ibu Hamil dengan Kejadian
BBLR
Pada penelitian ini
status gizi diukur dengan LILA dengan hasil
KEK dan tidak KEK. Jika KEK <23,5 dan tidak
KEK >23,5. Program di Rumah Sakit
Dustira Tingkat II Kota Cimahi
yaitu pemeriksaan LILA dan penyuluhan tentang gizi ibu hamil
itu sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan janin juga penting untuk ibunya
dan memungkinkan tidak melahirkan bayi dengan BBLR.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu bersalin
yang mengalami tidak KEK dan
yang mempunyai bayi BBLR sebesar 37 orang (68,5%), sedangkan
sebagian besar ibu bersalin yang mengalami KEK dan yang mempunyai bayi yang tidak BBLR sebesar 27 orang (58,7%). Hampir sebagian ibu bersalin
yang mengalami KEK dan yang mempunyai
bayi BBLR sebesar 19 orang
(41,3%), sedangkan hampir sebagian ibu bersalin
yang tidak mengalami KEK
dan yang tidak mempunyai bayi BBLR sebesar 17 orang
(31,5%). Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
yang signifikan antara
status gizi ibu bersalin dengan kejadian BBLR dapat diketahui dari hasil uji statistik chi-square nilai p (signifikasi) yang didapatkan aaalah 0,006 yang berarti p<0,05 maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa �Terdapat hubungan antara status gizi ibu bersalin
dengan kejadian BBLR�.
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat
mempengaruh proses pertumbuhan
janin dan dapat menimbulkan keguguran, bayi lahir mati,
kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat
badan lahir rendah (BBLR). (Sukarni,
2013).
BBLR tidak hanya disebabkan oleh KEK saja tetapi ada faktor
lain yang bisa menyebabkan
BBLR seperti, umur kurang dari 20 tahun atau di atas
35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, parita/jumlah anak
yang terlalu banyak, Penyakit menahun ibu: hipertensi, jantung, gangguan pembuliih darah (perokok) (Maryunani,
2013).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Indrawati
& Suratini, 2015), hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status gizi ibu hamil
dengan kejadian BBLR. Seorang ibu yang sering melahirkan memiliki resiko mengalami kurang zat gizi pada kehamilan
berikutnya bila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi. Karena selama kehamilan zat gizi akan
terbagi untuk ibu serta janin
yang dikandungnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nur�aini Siti Alifah tahun 2013 yang berjudul ibu hamil
KEK berisiko melahirkan
BBLR di puskesmas garung kabupaten wonosobo dengan hasil adanya
hubungan antara ibu hamil berisiko
KEK melahirkan BBLR p value 0,000.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Darmayanti Linda,
yang menyatakan bahwa ibu hamil yang menderita KEK mempunyai kesempatan untuk melahirkan bayi BBLR 2,8 kali lebih besar dari
pada ibu hamil yang tidak menderita KEK.
5.
Hubungan Anemia Pada Ibu Hamil dengan Kejadian BBLR
Pada penelitian ini
anemia dilakukan dengan hasil Hemoglobin. Jika Hb nya
<11 gr/dl maka dikatakan
anemia dan jika Hb nya
>11 gr/dl maka dikatakan
tidak anemia.
Program di Rumah Sakit
Dustira Tingkat II Kota Cimahi
yaitu pemberian tablet Fe
90 tablet supaya tidak perdarahan pada saat kehamilan maupun persalinan dan supaya memungkinan tidak melahirkan bayi BBLR.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagai besar ibu
bersalin yang mengalami
anemia dan yang mempunyai bayi
BBLR sebesar 33 orang (67,3%), sedangkan
sebagian besar ibu bersalin yang mengalami anemia dan tidak mempunyai bayi tidak BBLR sebesar 28 orang (54,9%).
Hampir sebagian ibu bersalin yang mengalami tidak anemia dan mempunyai bayi BBLR sebesar 23 orang (45,1%), sedangkan
hampir sebagian ibu bersalin yang mengalami anemia dan yang mempunyai
bayi tidak BBLR sebesar 16 orang (32,7%). Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara anemia pada ibu bersalin dengan
kejadian BBLR dapat diketahui dari hasil uji statistik chi-square nilai p (signifikasi) yang didapatkan adalah 0,025 yang berarti p<0,05 maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa �Terdapat hubungan antara anemia pada ibu bersalin dengan
kejadian BBLR�.
Anemia dapat didefinisikan
sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah normal. Di
Indonesia anemia umumnya disebabkan
oleh kekurangan zat besi, sehingga lebih dikenal dengan
istilah anemia gizi besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami
deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin
yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai
di bawah 11 gr/dl selama
trimester III (Sukarni,
2013).
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan
gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel
tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan
kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan
morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan risiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan
melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar (Sukarni,
2013).
BBLR tidak hanya disebabkan oleh juga anemia saja tetapi ada faktor
lain yang bisa menyebabkan
BBLR seperti, umur kurang dari 20 tahun atau di atas
35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, Penyakit menahun ibu: hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok) (Maryunani,
2013).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suhartati Susanti (2016), yang menyatakan bahwa ada hubungan
anemia pada ibu hamil dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di wilayah kerja Puskesmas Tanta Kabupaten Tabalong. Hasil uji statistik dengan chi-square menunjukkan bahwa p = 0,000 <0,05 berarti
Ho ditolak artinya adanya hubungan anemia pada ibu hamil dengan
kejadian BBLR.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Linda Darmayanti,
yang menyatakan bahwa ibu hamil yang menderita anemia mempunyai kesempatan untuk melahirkan bayi BBLR 1,05 kali lebih besar dari
pada ibu hamil yang tidak menderita anemia.�
Kesimpulan
Sebagian besar ibu bersalin
mengalami KEK di Rumah Sakit dustira kota
Cimahi Tahun 2018. Sebagian
besar ibu bersalin mengalami kejadian anemia di Rumah Sakit Dustira Kota Cimahi Tahun 2018. Sebagian besar ibu bersalin
mempunyai bayi BBLR di Rumah sakit Dustira
Kota Cimahi tahun 2018. Terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit Dustira
kota Cimahi tahun 2018. Terdapat hubungan antara kejadian anemia dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit Dustira Kota Cimahi tahun 2018.
BIBLIOGRAFI
���������
Amareta, D.
I. (2015). Hubungan Pemberian Makanan Tambahan-Pemulihan Dengan Kadar
Hemoglobin Dan Kenaikan Berat Badan Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (Studi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Jelbuk Kabupaten Jember). Jurnal Ilmiah Inovasi,
15(2).
Chairunita,
C., Hardinsyah, H., & Dwiriani, C. M. (2006). Model Penduga Berat Bayi
Lahir Berdasarkan Pengukuran Lingkar Pinggang Ibu Hamil. Jurnal Gizi Dan
Pangan, 1(2), 17�25.
Dasar, R.
K. (2013). Riskesdas 2013. In Jakarta Kementeri Kesehat Ri (Vol. 6).
Indrawati,
S., & Suratini, S. (2015). Hubungan Status Gizi Ibu Hamil Dengan Kejadian
Bblr Di Wilayah Puskesmas Minggir Kabupaten Sleman. Stikes�aisyiyah
Yogyakarta.
Manggiasih,
F. N. (2016). The Use Of Quipper School As An E-Learning Platform In
Teaching English To The Tenth Grade Students Of Man 2 Ponorogo In Academic Year
2015/2016. Stain Ponorogo.
Manuaba, I.
B. (2013). Keberadaan Dan Bentuk Transformasi Cerita Panji. Litera, 12(1).
Marmi, J.,
Mart�n-Closas, C., Fern�ndez-Marr�n, M. T., Fondevilla, V., & Gomez, B.
(2015). A Riparian Plant Community From The Upper Maastrichtian Of The Pyrenees
(Catalonia, Ne Spain). Cretaceous Research, 56, 510�529.
Maryunani,
A. (2013). Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat. Jakarta: Trans Info Media, 12(125),
20�37.
Nurbaiti,
S. I. (2016). Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematis Dan Motivasi Belajar Siswa (Penelitian Eksperimen Terhadap
Siswa Kelas V Sdn Sindangjati Dan Sdn Bongkok Kecamatan Paseh Kabupaten
Sumedang). Universitas Pendidikan Indonesia.
Roeslie,
E., & Bachtiar, A. (2018). Analisis Persiapan Implementasi Program
Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga (Indikator 8: Kesehatan Jiwa) Di
Kota Depok Tahun 2018. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia: Jkki, 7(02),
64�73.
Saifudin,
A. (2014). Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep, Dan Teknik
Pemurnian. Deepublish.
Sibagariang,
M., Lubis, Z., & Hasnudi, H. (2010). Analisis Pelaksanaan Inseminasi Buatan
(Ib) Pada Sapi Dan Strategi Pengembangannya Di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal
Agrica, 3(2), 104�112.
Silalahi,
M., Walujo, E. B., Supriatna, J., & Mangunwardoyo, W. (2015). The Local
Knowledge Of Medicinal Plants Trader And Diversity Of Medicinal Plants In The
Kabanjahe Traditional Market, North Sumatra, Indonesia. Journal Of
Ethnopharmacology, 175, 432�443.
Sucipto, P.
T., Raharjo, M., & Nurjazuli, N. (2015). Faktor�Faktor Yang Mempengaruhi
Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (Dbd) Dan Jenis Serotipe Virus Dengue
Di Kabupaten Semarang. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 14(2),
51�56.
Sukarni, I.
(2013). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Medical Book.
Yuliati,
Y., Pramiadi, D., & Rahayu, T. (2014). Efektivitas Penggunaan Edutainment
Konseling Gizi Terhadap Pemahaman Pemenuhan Gizi Seimbang Pada Remaja Putri. Jurnal
Pendidikan Matematika Dan Sains, 2(2), 160�167.